Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PEMAHAMAN DAN ANALISIS TTINGKAH LAKU

KONSEP DASAR THORNDIKE

Dosen Pengampu Pemahaman Dan Analisis Tingkah Laku:


Muh. Junaidi Mahyuddin, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:
Nur Annisa : 20.1.1.0642.0002
Masnia : 20.1.1.0642.0010
Muh. Syahrul Haq : 20.1.1.0642.0008

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD POLEWALI MANDAR

SULAWESI BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia Nya  sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah
Pemahaman Dan Analisis Tingkah Laku dengan judul “Konsep Dasar Teori Thorndike”.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemahaman Dan Analisis Tingkah Laku,
program studi Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAI
DDI Polewali Mandar – Sulawesi Barat. Kami menyusun makalah ini untuk membantu mahasiswa
lainnya supaya lebih  memahami mata kuliah khususnya mengenai “Konsep Dasar Teori Thorndike”.

Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan sumbangan pikiran dan
bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi teman-teman lainnya. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami.
Oleh karena itu dengan terbuka dan senang hati kami menerima kritik dan saran dari semua pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Thorndike................................................................................................ 2
B. Sejarah Teori Thorndike.................................................................................. 2
C. Definisi Teori Belajar menurut Thorndike.................................................... 3
D. Eksperimen-Eksperimen Thorndike.............................................................. 3
E. Ciri-Ciri Belajar Menurut Thorndike............................................................. 4
F. Hokum-Hukum Yang Digunakan Thorndike................................................ 4
G. Prinsip-Prinsip Belajar Yang Dikemukakan Oleh Thorndike....................... 7
H. Penerapam Thorndike dalam pembelajaran................................................... 8
I. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Pembelajaran Thorndike.......................... 9
J. Revisi Dalam Beberapa Pendapat Thorndike................................................ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 12
B. Saran ...................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu hal yang kompleks dan selalu berkaitan dengan berbagai
bidang. Tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Belajar merupakan sebuah kebutuhan yang
nantinya dapat memberikan berbagai manfaat dan wawasan kepada pebelajar. Dalam hal ini,
pendidikan juga menuntut adanya belajar untuk menunjang kegiatan pendidikan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang penting dalam bidang
pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori – teori yang memunculkan adanya
belajar. Dari zaman dahulu, para ilmuwan terus mengembangkan teori – teori belajar sebagai
temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka.
Era globalisasi telah membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori –
teori belajar yang baru guna menyempurnakan teori – teori yang telah ada sebelumnya. Akan
tetapi, kita sebagai insan tak bisa bertolak dengan adanya teori belajar yang telah ada
sebelumnya. Adapun teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar
tertentu.
Dengan perkembangan psikologi dalam pendidikan, maka bermunculan pula berbagai
teori tentang belajar, justru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang
belajar. Maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang sangat pesat. Dengan
bermunculnya teori – teri yang baru akan menyempurnakan teori – teori yang sebelumnya.
Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil manfaat dengan adanya teori tersebut. tentunya
setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang dalam setiap teori
belajar juga terdapat kritikan – kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut. dalam hal ini,
penulis akan mengkaji salah satu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana biografi Thorndike ?
2. Bagaiamana sejarah teori belajar Thorndike ?
3. Apa definisi teori belajar menurut Thorndike ?
4. Apa saja eksperimen-eksperimen Thorndike ?
5. Apa ciri-ciri beljar menurut Thorndike ?
6. Bagaimana hokum-hukum yang digunakan Thorndike ?
7. Bagaimana prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ?
8. Bagaimana penerapan Thorndike dalam pembelajaran ?
9. Apa saja kelebihan dan kelemahan teori pembeljaran Thorndike ?
10. Apa saja revisi dalam beberapa pendapat Thorndike ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Thorndike
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan
Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan
meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Buku-buku yang ditulisnya antara lain
Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence
(1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social
Order (1940)

B. Sejarah Teori Belajar Thorndike


Edward Lee Thorndike ialah seorang fungsionalis. Meski demikian, ia telah membentuk
tahapan behaviorisme Rusia dalam versi Amerika. Thorndike (1874-1949) mendapat gelar
sarjananya dari Wesleyan University di Connecticut pada tahun 1895, dan master dari Hardvard
pada tahun 1897. Ketika di sana, Thorndike mengikuti kelasnya Williyams James dan mereka
pun menjadi akrab. Thorndike menerima beasiswa di Colombia, dan dapat menyelesaikan gelar
PhD-nya tahun 1898. Kemudian dia tinggal dan mengajar di Colombia sampai pensiun pada
tahun 1940.
Thorndike berhasil menerbitkan suatu buku yang berjudul “Animal intelligence, An
experimental study of associationprocess in Animal”. Buku tersebut merupakan hasil penelitian
Thorndike terhadap tingkah beberapa jenis hewan seperti kucing, anjing, dan burung yang
mencerminkan prinsip dasar dari proses belajar yang dianut oleh Thorndike yaitu bahwa dasar
dari belajar (learning) tidak lain sebenarnya adalah asosiasi, suatu stimulus akan menimbulkan
suatu respon tertentu.
Teori yang dikemukakan Thorndike dikenal dengan teori S-R. Dalam teori S-R dikatakan
bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme (Hewan, Orang) belajar dengan cara coba
salah (Trial end error). Apabila suatu organisme berada dalam suatu situasi yang mengandung
masalah, maka organisme itu akan mengeluarkan tingkah laku yang serentak dari kumpulan
tingkah laku yang ada padanya untuk memecahkan masalah itu. Berdasarkan pengalaman
itulah, maka pada saat menghadapi masalah yang serupa, organisme sudah tahu tingkah laku
mana yang harus dikeluarkannya untuk memecahkan masalah. Ia mengasosiasikan suatu
masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Sebagai contoh : seekor kucing yang
dimasukkan dalam kandang yang terkunci akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar, dan
sebagainya sampai suatu ketika secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu
sehingga kandang itu terbuka dan kucing pun bisa keluar. Sejak saat itulah, kucing akan
langsung menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandang yang sama.

2
C. Definisi Teori Belajar Menurut Thordike
Pada awalnya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat didominasi oleh adanya
pengaruh dari Thorndike (1874-1949). Teori belajar Thorndike dikenal dengan
“Connectionism” (Slavin, 2000). Hal ini terjadi karena menurut pandangan Thorndike bahwa
belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang
merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat
ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik
ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan / tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah
laku yang tidak dapat diamati.
Teori dari Thorndike dikenal pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai
respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil
- hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah
laku anak - anak dan orang dewasa. Adapun objek penelitian yang dikaji dihadapkan pada
situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek tersebut melakukan berbagai aktivitas
untuk merespon situasi itu. Dalam hal ini, objek akan bereaksi mencoba berbagai cara untuk
menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulasinya.
Sebagai contoh yaitu seekor kucing yang dimasukkan ke dalam kandang yang terkunci, maka
kucing tersebut akan bergerak, berjalan, meloncat, mencakar, dan sebagainya sampai suatu
ketika secara kebetulan ia menginjak suatu pedal dalam kandang itu sehingga kandang itu
terbuka dan akhirnya kucing pun bisa keluar. Sejak saat itulah, kucing akan langsung
menginjak pedal kalau ia dimasukkan dalam kandang yang sama.

D. Eksperimen – Eksperimen Thorndike


Bentuk belajar yang khas pada hewan maupun manusia oleh Thorndike disifatkan
sebagai trial and error atau learning by selecting and connecting. Organism ( pelajar, dalam
eksperimen dipergunakan hewan juga ) dihadapkan kepada situasi yang mengandung problem
untuk dipecahkan; pelajar harus mencapai tujuan. Pelajar akan memilih respon yang tepat
diantara berbagai respon yang mungkin dilakukan.
Pada mulanya, model eksperimen Thorndike yaitu dengan mempergunakan kucing
sebagai subjek dalam eksperimennya. Eksperimennya yang khas adalah dengan kucing, dipilih
yang masih muda yang kebiasaan – kebiasaannya masih belum kaku, dibiarkan lapar, lalu
dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut sebagai “problem box”. Dengan konstruksi pintu
kurungan yang dibuat sedemikian rupa, sehingga kalau kucing menyentuh tombol tertentu,
maka pintu kurungan akan terbuka dan akhirnya kucing dapat keluar dan mancapai makanan

3
( daging ) yang ditempatkan di luar kurungan sebagai hadiah atau daya penarik bagi kucing
yang lapar tersebut.
Pada usaha ( trial ) yang pertama kucing itu melakukan bermacam – macam gerakan
yang kurang relevan bagi pemecahan masalah, misalnya mencakar, menubruk, dan sebagainya,
sampai kemudian menyentuh tombol dan pintu terbuka. Adapun waktu yang dibutuhkan dalam
usaha yang pertama berlangsung lama. Namun, ketika percobaan tersebut telah dilakukan
secara berulang – ulang, maka waktu yang dibutuhkan akan semakin singkat. Thordike
menafsirkan bahwa “kucing itu sebenarnya tidak mengerti cara membebaskan diri dari
kurungan itu, tetapi dia belajar mencamkan ( mempertahankan ) respon – respon yang benar
dan menghilangkan atau meninggalkan respon – respon yang salah.”
Eksperimen Thorndike tersebut mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf
insansi ( human ). Dia yakin bertentangan dengan kepaercayaan umum bahwa tingkah laku
hewan sedikit sekali dipimpin oleh pengertian. Dengan tidak menyatakan secara eksplisit
menolak kemungkinan adanya pengertian pada hewan, dia yakin bahwa masalah belajar pada
hewan dapat diterangkan sebagai hubungan langsung antara situasi dan perbuatan., tanpa
diantarai oleh pengertian. Dengan hal tersebut memberikan keyakinan kepada Thorndike bahwa
hal – hal yang menjadi dasar proses belajar pada hewan dan pada manusia adalah sama saja.

E. Ciri – Ciri Belajar Menurut Thorndike


Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain :
1. Ada motif pendorong aktivitas
2. Ada berbagai respon terhadap sesuatu.
3. Ada aliminasi respon - respon yang gagal atau salah
4. Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.

F. Hukum - Hukum yang digunakan Thorndike


Thorndike menyatakan bahwa belajar pada hewan maupun manusia berlangsung
berdasarkan tiga macam hukum pokok belajar, yaitu :
1. Hukum kesiapan ( Law of readiness )
Law of readiness adalah prinsip tambahan yang menggambarkan taraf fisiologis
bagi law of effect. Hukum ini menunjukkan keadaan – keadaan dimana pelajar
cenderung untuk mendapatkan kepuasan atau ketidakpuasan, menerima atau menolak
sesuatu.
Menurut Thorndike ada tiga keadaan yang demikian itu, yaitu :
a. Kalau suatu unit konduksi sudah siap untuk berkonduksi, maka konduksi dengan
unit tersebut akan membawa kepuasan, dan tidak akan ada tindakan – tindakan
lagi ( yang lain ) untuk mengubah konduksi itu.

4
b. Unit konduksi yang sudah siap untuk berkonduksi apabila tidak berkonduksi akan
menimbulkan ketidakpuasan, dan akan menimbulkan respon – respon yang lain
untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan itu.
c. Apabila unit konduksi yang tidak siap berkonduksi dipaksa untuk berkonduksi,
maka konduksi itu akan menimbulkan ketidakpuasan dan berakibat dilakukannya
tindakan – tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan itu.
Dalam hal ini Thorndike menggunakan istilah “unit konduksi” sebenarnya tidak
mempunyai arti fisiologis yang pasti. Sebab misalnya saja adalah sangat sukar
dimengerti bagaimana satu unit fisiologis yang tidak siap berkonduksi dibuat
berkonduksi. Karena itu untuk dapat memahami arti hukum tersebut haruslah
dilakukan interpretasi. Jika istilah “unit konduksi” diganti dengan “kecenderungan
bertindak” maka arti psikologis daripada law of readiness menjadi jelas. Jadi,
apabila kecenderungan bertindak itu timbul karena penyesuaian diri atau hubungan
dengan sekitar, karena sikap dan sebagainya, maka memenuhi kecenderungan itu
di dalam tindakan akan memberikan kepuasan dan tidak memenuhi kecenderungan
tersebut akan menimbulkan ketidakpuasan. Jadi, sebenarnya readiness itu adalah
persiapan untuk bertindak, ready to act. Sebagai ilustrasinya, Thorndike
menggambarkan sebagai berikut :
1) Hewan mengejar mangsanya, siap untuk menerkam dan memakannya.
2) Seorang anak melihat sesuatu barang yang sangat menarik di kejauhan, siap
untuk menghampirinya, memegangnya, dan mempermainkannya.
2. Hukum latihan ( Law of exercise )
Law of exercise mengandung dua hal, yaitu sebagai berikut.
a. Law of use, hubungan – hubungan atau koneksi – koneksi akan menjadi
bertambah kuat kalau ada latihan.
b. Law of disuse, hubungan – hubungan atau koneksi – koneksi akan menjadi
bertambah lemah atau terlupa kalau latihan – latihan atau penggunaan dihentikan.
Persoalan menjadi kuat itu ditentukan oleh meningkatnya kemungkinan bahwa
respons akan dilakukan apabila situasi yang demikian itu dihadapi lagi.
Kemungkinan ini dalam dua bentuk, yaitu ;
1) Menjadi lebih besarnya kemungkinan kalau situasi atau kejadian segera
diulangi.
2) Rendahnya kemungkinan kalau berulangnya kejadian itu berjarak lama.
Akan tetapi, keterangan tetang kekuatan dengan kemungkinan itu menjadi
bahan perbantahan. Pada umumnya, orang di Amerika Serikat menolak
dasar structural yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai hubungan
( koneksi ) itu, yaitu perubahan – perubahan menjadi lebih kuat atau lebih
lemahnya hubungan itu mempunyai dasar neorlogis yang terdapat pada
5
synapsis – synanpsis. Karena keterangan tesebut mengandung kelemahan –
kelemahan, maka Thorndike pada akhirnya membuat perubahan –
perubahan pada hukum tersebut.
3. Hukum efek ( Lae of effect )
Law of effect menunjukkan kepada makin kuat atau makin lemahnya hubungan
sebagai akibat daripada hasil respons yang dilakukan. Apabila suatu hubungan atau
koneksi dibuat dan disertai atau diikuti oleh keadaan yang memuaskan, maka kekuatan
hubungan itu akan bertambah, sebaliknya apabila suatu koneksi dibuat dan disertai atau
diikuti oleh keadaan yang tidak memuaskan, maka kekuatan hubungan itu akan
berkurang.
Perumusan hukum efek banyak menerima kritikan. Pada pokoknya, ada dua keberatan
yang diajukan terhadap hukum efek tersebut, yaitu :
a. Kepuasan dan ketidakpuasan adalah masalah subjektif, jadi tidaklah tepat untuk
menggambarkan tingkah laku hewan.
b. Pengaruh ( effect ) daripada apa yang dialami atau terjadi di masa lampau yamg
dirasakan kini tidak dapat diterima, sebab apa yang lampau adalah sudah lampau
dan pengaruhnya tidak dapat dirasakan.
Perumusan Thorndike banyak mengandung kelemahan – kelamahan. Jika
dikatakan dengan sederhana yang dimaksud Thorndike adalah : Hadiah atau
sukses akan berakibat dilanjutkannya atau diulanginya perbuatan yang membawa
hadiah atau sukses itu, sedang hukuman atau kegagalan akan mengurangi
kecenderungan untuk mempertahankan atau mengulangi tingkah laku yang
membawa hukuman atau kegagalan itu.
Selain hukum pokok belajar tersebut di atas, masih terdapat hukum subside atau hukum –
hukum minor, yaitu :
a. Law of multiple response
Supaya sesuatu respons itu memperoleh hadiah atau berhasil, maka respons itu
harus terjadi. Apabila individu dihadapkan pada sesuatu soal, maka dia akan
mencoba – coba berbagai cara; apabila tingkah laku yang tepat ( yakni yang
membawa penyelesaian atau berhasil ) dilakukan maka sukses terjadi, dan proses
belajar pun terjadi. Hal tersebut akan berlaku sebaliknya.
b. Law of attitude ( law of set, law odf disposition )
Respons – respons apa yang dilakukan oleh individu itu ditentukan oleh cara
penyelesaian individu yang khas dalam menghadapi lingkungan kebudayaan
tertentu. Sikap ( attitude ) tidak hanya menentukan apa yang akan dikerjakan oleh
seseorang tetapi juga cara yang kiranya akan memuaskan atau tidak memuaskan
baginya.

6
c. Law of partial activity ( law of prepotency element )
Pelajar atau organism dapat bereaksi secara selektif terhadap kemungkinan –
kemungkinan yang ada dalam situasi tertentu. Manusia dapat memilih hal – hal
yang pokok dan mendasarkan tingkah lakunya kepada hal – hal yang pokok itu
serta meninggalkan hal – hal yang berkecil – kecil.
d. Law of response by analogy ( law of assimilation )
Orang bereaksi terhadap situasi yang baru sebagaimana dia bereaksi terhadap
situasi yang mirip dengan itu yang dihadapinya di waktu yang lalu, atau dia
bereaksi terhadap hal atau unsur tertentu dalam situasi yang telah berulang kali
dihadapinya. Jadi, respons – respons selalu dapat diterangkan dengan apa yang
telah pernah dikenalnya, dengan kecenderungan asli yang berespons.
e. Law of assosiative shifting
Apabila suatu respons dapat dipertahankan berlaku dalam serangkaian perubahan
– perubahan bahan dalam situasi yang merangsang, maka respons itu akhirnya
dapat diberikan kepada situasi yang sama sekali baru.

G. Prinsip-Prinsip Belajar yang Dikemukakan oleh Thorndike


1. Pada saat seseorang berhadapan dengan situasi yang baru, berbagai respon yang ia
lakukan. Adapun respon-respon tiap-tiap individu berbeda-beda tidak sama walaupun
menghadapi situasi yang sama hingga akhirnya tiap individu mendapatkan respon atau
tindakan yang cocok dan memuaskan. Seperti contoh seseorang yang sedang dihadapkan
dengan problema keluarga maka seseorang pasti akan menghadapi dengan respon yang
berbeda-beda walaupun jenis situasinya sama, misalnya orang tua dihadapkan dengan
prilaku anak yang kurang wajar.
2. Dalam diri setiap orang sebenarnya sudah tertanam potensi untuk mengadakan seleksi
terhadap unsur-unsur yang penting dan kurang penting, hingga akhirnya menemukan
respon yang tepat. Seperti orang yang dalam masa pekembangan dan menyongsong masa
depan maka sebenarnya dalam diri orang tersebut sudah menegetahui unsur yang
penting yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang
diinginkan.
3.  Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama. Seperti
apabila seseorang dalam keadaan stress karena diputus oleh pacarnya dan ia mengalami
ini bukan hanya kali ini melainkan ia pernah mengalami kejadian yang sama karena hal
yang sama maka sudah barang tentu ia akan merespon situasi tersebut seperti yang ia
lakukan seperti dahulu yang ia lakukan.

7
H. PenerapanTeori Thorndike dalamPembelajaran
Aplikasi teori Thorndike sebagai salah satu aliran psikologi tingkah laku dalam
pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pembelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Setiap
pembelajaran yang berpegang pada teori belajar behavioristik telah terstruktur rapi, dan
mengarah pada bertambahnya pengetahuan pada siswa. Penerapan yang sebaiknya dilakukan
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Sebelum memulai proses belaja rmengajar, pendidik harus memastikan siswanya siap
mengikluti pembelajaran tersebut. Jadi setidaknya ada aktivitas yang dapat menarik
perhatian siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
b. Pembelajaran yang diberikan sebaiknya berupa pembelajaran yang kontinu, hal ini
dimaksudkan agar materi lampau dapat tetap diingat oleh siswa.
c. Dalam proses belajar, pendidik hendaknya menyampaikan materi dengan cara yang
menyenangkan, contoh dan soal latihan yang diberikan tingkat kesulitannya bertahap,
dari yang mudah sampai yang sulit. Hal ini agar siswa mampu menyerap materi yang
diberikan.
d. Pengulangan terhadap penyampaian materi dan latihan, dapat membantu siswa
mengingat materi terkait lebih lama.
e.  Supaya peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran, proses harus bertahap dari
yang sederhana hingga yang kompleks.
f.  Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan yang belum
baik harus segera diperbaiki.
g. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting, karena perilaku peserta didik terutama
ditentukan oleh penghargaan eksternal dan bukanolehintrinsic motivation. Yang lebih
penting dari ini ialah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
h. Materi yang diberikan kepada peserta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak
kelak setelah dari sekolah.
i. Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid
tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan.
Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan
dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah.
j. Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus
terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut
bermacam-macam situasi.
Penerapan teori pembelajaran Thorndike jika dikaitkan dengan pembelajaran PKN, teori ini
cocok diterapkan pada anak  kelas rendah, karena mereka merasa senang apabila memperoleh
hadiah dari gurunya.

8
I. Kelebihan dan Kekurangan Teori Pembelajaran Thorndike
2. Kelebihan Teori Pembelajaran Thordike
a. Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan,
anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan
adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih
memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 
b. Teori ini sering juga disebut dengan teori trial dan error  dalam teori ini orang
yang bisa menguasai hubungan stimulus dan respon sebanyak- banyaknya
sehingga orang akan terbiasa berpikir dan terbiasa mengembangkan pikirannya.
c. Teori ini mengarahkan anak untuk berfikir linier dan konvergen. Belajar
merupakan proses pembentukan atau shapping yaitu membawa anakmenuju atau
mencapai target tertentu.
d. Membantu  guru dalam menyelesaikan indikator pembelajaran Matematika.
3. Kekurangan teori belajar Thorndike
a. Teori ini sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks,
sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau
belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan antara stimulus dan
respon. 
b. Teori ini tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan
antara stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang
menyebabkan terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan
responnya.
c. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka
disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis,
tetapi tidak selalu bahwa tingkah laku manusia itu dapat dipengaruhi secara trial
and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.  
d. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon.
Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosiasi tersebut
dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus-menerus. 
e. Karena belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak
dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan
pengertian sebagai unsur yang pokok dalam belajar. 

J. Revisi dalam Beberapa Pendapat Thorndike


Teori Thorndike masih tetap ada sampai tahun 1930. Namun, dengan berkembang dan
munculnya aliran – aliran yang lain, maka mulailah bermunculan kritik mengenai teori yang
telah dikemukakan oleh Thorndike. Para ahli mengemukakan bahwa teori Thorndike tidak

9
seluruhnya benar, terutama dengan berbagai eksperimennya yang menunjukkan adanya
kelemahan tentang teori tersebut.
Adapun revisi hukum – hukum dasarnya dituliskan dalam berbagai majalah, yang hasil –
hasil pokoknya dituliskan dalam dua buah buku, yaitu :
1. The fundamentals of learning ( 1935 ), dan
2. The psychology of wants, interest and attitudes ( 1935 ).
Berikut adalah revisi pendapat yang dikemukakan, yaitu :
a. Law of readiness boleh dikata tak diubah sama sekali.
b. Law of exercise praktis diubah sama sekali.
Ketidakbenaran atau ketidakpastian law of exercise ditunjukkan dengan
eksperimen. Adapun eksperimen yang menunjukkan kelemahan yaitu “ulangan
yang berlangsung dalam keadaan di mana law of effect itu tidak bekerja.”
Misalnya : berulang – ulang membuat garis yang panjangnya 10 cm tanpa
mengetahui garis yang dibuatnya itu terlalu pendek atau terlalu panjang.
Jadi, ulangan itu an sich tidaklah menghasilkan apa – apa; ulangan hanya
membawa hasil kalau ada factor lain yang bekerja yang menyebabkan ulangan itu
efektif ( berhasil ). Misalnya dalam contoh di atas : jika sekiranya subjek tahu
garis yang telah dibuatnya itu terlalu panjang atau terlalu pendek, maka tentulah
usaha yang berikutnya akan lebih berhasil ( lebih baik hasilnya ).
Kesimpulan :Jadi, sebenarnya law of exercise itu tidak seluruhnya dibuang.
Ulangan akan membawa hasil kalau diikuti atau disertai reward atau punishment
( feedback ) bukan hanya karena diulang semata – mata.
c. Perubahan law of effect
Sejumlah eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh ( effect ) hadiah dan
hukuman tidak bertentangan lurus seperti apa yang dikemukakan lebih dahulu,
yaitu pengaruh hadiah memuaskan dan pengaruh hukuman tidak memuaskan, serta
besarnya kepuasan dan ketidakpuasan itu sama atau sebanding, tetapi ternyata
bahwa dalam keadaan di mana aksi simetris mungkin dilakukan hadiah
nampaknya lebih kuat pengaruhnya daripada hukuman.
Salah satu eksperimen mengenai ini ialah dengan ayam. Suatu labirin yang
sederhana dengan dua jalan pilihan, yaitu :
1) Pilihan pertama menuju ke kebebasan, dan berkumpul dengan teman –
temannya serta mendapatkan makanan ( hadiah ).
2) Pilihan kedua kembali kekurangan lagi ( hukuman ).
Dengan statistic diperhitungkan kecenderungan untuk mngulangi pilihan
yang membawa dhadiah dan menghindari pilihan yang memberikan
hukuman.

10
Dan kesimpulan Thorndike ialah : Hasil dari semua perbandingan dari
berbagai cara itu sama saja, yaitu : Connection yang membawa hadiah selalu
bertambah kuat, sedangkan connection yang membawa hukuman hanya sedikit
saja bertambah lemah.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori belajar Thorndike dikenal dengan “Connectionism” (Slavin, 2000). Hal ini terjadi
karena menurut pandangan Thorndike bahwa belajar merupakan proses interaksi antara
stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon
adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan / tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat
berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Teori dari Thorndike dikenal pula dengan sebutan “Trial and error” dalam menilai
respon-respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil
- hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah
laku anak - anak dan orang dewasa.
Adapun beberapa ciri – ciri belajat menurut Thorndike, antara lain : Ada motif
pendorong aktivitas; Ada berbagai respon terhadap sesuatu; Ada aliminasi respon - respon yang
gagal atau salah; Ada kemajuan reaksi – reaksi mencapai tujuan dari penelitiannya itu.
Thorndike menyatakan bahwa belajar pada hewan maupun manusia berlangsung
berdasarkan tiga macam hukum pokok belajar, yaitu: Hukum kesiapan ( Law of readiness);
Hukum latihan ( Law of exercise ): Hukum efek ( Lae of effect ).

B. Saran
Bagi mahasiswa selaku calon penerus bangsa, sebagai generasi muda seharusnya kita
belajar mencintai ilmu, dan berusaha meminimalisasi kekurangan terhadap pemahaman
beberapa ilmu yang kurang kita kuasai dengan menanamkan keinginan untuk belajar.
Kemudian, apabila lingkungan kurang mendukung, seharusnya kita memulai perubahan dari
diri kita sendiri dengan memberikan perilaku positif yang menunjukan pada generasi muda agar
para generasi muda mengubah kebiasaan buruk yang sudah tertanam dalam diri mereka,
walaupun perubahan yang kita lakukan itu kecil sekali.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://nuraeni68.blogspot.com/2011/10/makalah-teori-belajar-thorndike.html

http://sutryany.blogspot.com/2015/10/makalah-ppkn-teori-belajar-menurut.html

https://pandidikan.blogspot.com/2010/04/teori-thorndike-dalam-belajar.html

13

Anda mungkin juga menyukai