Makalah ini disusun guna melengkapi penugasan mata kuliah Teori Belajar
yang diampu oleh Dr. Kustiono, M.Pd. dan Dra. Istyarini, M. Pd.
Disusun oleh
2022
Prakata
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Atas izin
karunianya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu
apapun. Tak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak, aamiin.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan
kami agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan saran.
i
DAFTAR ISI
Halaman
Prakata i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
1.3 Tujuan 2
BAB II 3
BAB III 6
3.1 Simpulan 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang
searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer yang mengacu pada kegiatan
siswa, sedangkan kegiatan mengajar adalah kegiatan sekunder yang mengacu
pada kegiatan guru. Dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan aktivitas siswa
dalam setiap kegiatan yang dilakukan sehingga kegiatan belajar. mengajar
menjadi efektif. Dalam hal ini untuk dapat memahami materi pembelajaran, siswa
dituntut lebih aktif dalam setiap kegiatan belajar mengajar yang berlangsung,
Dalam adanya keaktifan dalam proses belajar siswa harus merasa senang dan
nyaman terlebih dahulu agar lebih mudah dan adanya timbul dari diri pribadinya
untuk aktif bertanya, menangkap dan mengerti maksud dari apa yang sedang
diajarkan, hal inilah yang menjadi salah satu pentingnya dalam proses
pembelajaran berlangsung. Sedangkan, dalam hal ini proses pembelajaran adalah
adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada
diri peserta didik. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak
menghasilkan kegiatan belajar pada peserta didiknya. Kegiatan pembelajaran ini
akan menjadi bermakna bagi peserta didik jika dilakukan dalam lingkungan yang
nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik. Pada dasarnya dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa, peran guru sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran. Setiap guru harus terampil dalam proses pembelajaran. Dengan
adanya hal itu perlunya mengetahui macam-macam teori belajar yang
memudahkan dan memberikan gambaran tentang penerapannya dan apa yang
bisa dilakukan untuk peserta didik. Namun ternyata bermacam-macam teori telah
ditemukan dan mencoba menjelaskannya ditinjau dari segi tertentu, dengan dasar
filosofis yang berbeda tentang hakikat manusia. Suatu teori belajar adalah suatu
pandangan terpadu yang sistematis tentang cara manusia berinteraksi dengan
lingkungan sehingga terjadi suatu perubahan.
1
menghasilkan peserta didik yang memiliki kesiapan, yaitu kecenderungan untuk
berbuat atau bertindak. Artinya kesiapan peserta didik untuk belajar baik
kesiapan mental maupun motivasi akan memberikan proses pembelajaran yang
efektif.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Teori Koneksionisme atau yang disebut juga dengan “S-R Bond Theory”, “S-R
Psychology of learning”, dan “Trial and Error Learning” merupakan kesimpulan
yang didapat oleh Thorndike melalui eksperimennya yang disebut dengan
Eksperimen Puzzle Box yang kemudian dikenal dengan sebutan instrumental
conditioning. Dalam eksperimen ini, Thorndike menggunakan kucing, anjing, ikan,
kera, dan anak ayam sebagai subjek riset. Hewan-hewan tersebut ditempatkan
pada ruangan kecil yang ia sebut dengan puzzle box (kotak teka-teki) dimana
pintu dari ruangan kotak tersebut akan terbuka dan membuka akses kepada
hadiah makanan yang berada di luar kotak jika hewan-hewan tersebut melakukan
respons yang benar seperti menarik tali, mendorong tuas, atau menaiki tangga.
Waktu yang dibutuhkan hewan untuk memberi respons yang diperlukan agar
pintu terbuka berangsur-angsur semakin cepat seiring dilakukannya pengulangan
eksperimen. Dari eksperimen tersebut dengan menggunakan ‘kurva waktu
belajar’, Thorndike menjelaskan bahwa hewan dapat belajar secara gradual dan
konsisten melalui trial and error yang ditunjukkan dengan kurva waktu yang
menurun secara gradual (Nurlina, Nurfadilah, Bahri, 2021).
Belajar dengan metode Trial and Error Learning memiliki ciri-ciri yang meliputi
adanya motif pendorong kegiatan, adanya beragam respon terhadap situasi,
adanya eliminasi respon-respon yang gagal atau salah, dan adanya peningkatan
reaksi dalam mencapai tujuan (Soemanti dalam Helmiannor, 2020). Namun dalam
pelaksanaan teori koneksionisme terdapat beberapa kelemahan yaitu sifat teori
yang mekanistis yang artinya peserta didik lebih banyak menghafal materi
pembelajaran tanpa disertai pemahaman yang cukup mengenai cara
pemakaiannya dan pembelajaran bersifat teacher centered yang lebih
mengutamakan materi dimana peserta didik berkedudukan sebagai pihak yang
pasif (Nurjan, 2015).
Pemikiran Thorndike tentang proses belajar dapat dibagi menjadi dua bagian:
3
Pertama adalah pemikiran sebelum tahun 1930 dan kedua adalah pasca 1930,
ketika beberapa pandangan awalnya berubah banyak.
Sebelum 1930, teori Thorndike mencakup sejumlah ide yang kurang penting
ketimbang hukum kesiapan, efek, dan latihan. Konsep sekunder ini antara lain:
1. Respons Berganda
Multiple response, atau respons yang bervariasi, menurut Thorndike adalah
Langkah pertama dalam semua proses belajar. Respons ini mengacu pada
fakta bahwa jika respons pertama kita tidak memecahkan problem maka
kita akan mencoba respons lain.
2. Set atau Sikap
Apa yang oleh Thorndike (1913a) dinamakan disposisi, pra penyesuaian,
atau sets (attitude) (sikap), merupakan pengakuannya akan pentingnya
apa-apa yang dibawa oleh pembelajar ke dalam situasi belajar Dengan
konsep set atau sikap inilah Thorndike mengakui bahwa keadaan hewan
sampai tingkat tertentu inilah yang akan menentukan apa-apa yang
memuaskan dan menjengkelkannya.
3. Prapotensi Elemen
Prepotency of elements (prapotensi elemen) adalah apa yang oleh
Thorndike (1913b) dinamakan “aktivitas parsial dari suatu situasi.” Ini
4
mengacu pada fakta bahwa hanya beberapa elemen dari situasi yang akan
mengatur perilaku. Dengan gagasan prapotensi elemen ini Thorndike
mengakui kompleksitas lingkungan dan menyimpulkan bahwa kita
merespons secara selektif terhadap aspek-aspek lingkungan. Dengan kata
lain, kita biasanya merespons beberapa elemen dalam satu situasi namun
tidak merespons situasi lainnya
4. Associative shifting (pergeseran asosiatif)
Terkait erat dengan teori Thorndike tentang elemen identik dalam training
transfer. Prosedur untuk menunjukkan pergeseran asosiatif dimulai dengan
koneksi antara satu situasi tertentu dan satu respons tertentu. Menurut
teori elemen identik Thorndike, sepanjang ada cukup elemen dari situasi
awal di dalam situasi baru, respons yang sama akan diberikan. Dalam pada
itu, respons yang sama bisa disampaikan melalui sejumlah perubahan
stimulus dan kemudian dibuat untuk memicu kondisi yang sama sekali
berbeda dengan kondisi yang diasosiasikan dengan respons awal.
5
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Proses interaksi antara stimulus yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan. Serta didasari oleh asosiasi antara respons panca indera terhadap impuls
untuk bergerak dimana asosiasi tersebut disebut dengan connecting. Adanya
keterkaitan antara stimulus dan respons akan menghasilkan suatu hubungan yang
erat jika dilatih secara terus menerus. Belajar dengan metode Trial and Error
Learning memiliki ciri-ciri dengan adanya motif pendorong kegiatan, adanya
beragam respon terhadap situasi, adanya eliminasi respon-respon yang gagal atau
salah, dan adanya peningkatan reaksi dalam mencapai tujuan. Melalui Hukum
thorndike sebelum tahun 1930 Proses belajar memiliki Law of readiness (hukum
kesiapan), Law of exercise (hukum latihan), Law of effect (hukum efek),
Associative shifting (pergeseran asosiatif). Sedangkan hukum teori belajar setelah
1930 sudah sangat mengalami perubahan yaitu Revisi Hukum Belajar Penggunaan
Atau Latihan dan Revisi Hukum Belajar Efek.
6
DAFTAR PUSTAKA