STUDI ISLAM
AL-SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
Dosen Pengampung Studi Islam
SARITA PURNAMA B,S.Pd.,M.Pd
Disusun oleh
NASRIAH BKPI
20.1.1.0642.0005
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakan 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB 11 PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 8
B. Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 9
KATA PENGANTAR
Dengan iringan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat,
Kami memuji kepada Allah SWT yang dengan bantuan dan hidayah–Nya
memahaminya.
Tak lupa pula kami haturkan banyak terima kasih kepada semua pihak,
kami.Kami sangat berterima kasih kepada para pembaca yang budiman atau
siapa saja yang memberikan kritik dan saran demi perbaikan dan
penyempurnaan hasil makalah ini. Dan semoga usaha yang tak seberapa dan
NASRIAH
20.1.1.0642.0005
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakan
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya Al Sunnah adalah sumber
ajaran bagi umat islam yang kedua setelah Al Qur’an. Dan umat islam
diwajibkan mengikuti Al Sunnah sebagaimana mengikuti Al Qur’an. Al
Qur’an dan Al Sunnah merupakan sumber hukum syariat islam yang tetap,
yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara
mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber islam
tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alim pun tidak diperbolehkan
hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya. Jadi Al qur’an
dan Al sunnah itu satu kesatuan. Al qur’an sebagai sumber pertama dan
utama yang memuat ajaran yang bersifat umum dan global, oleh karena
itulah Al sunnah tampil sebagai sumber ajaran kedua untuk menjelaskan
keumuman isi Al qur’an. Sehingga masalah-masalah yang terjadi di
masyarakat bisa terselesaikan dengan baik, karena semuanya sudah di atur
di Al qur’an dan Al sunnah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana argumen normatif tentang otoritas sunnah?
2. Apakah pengertian dari sunnah, hadis, khabar dan atsar?
3. Mengapa Al sunnah sebagai sumber ajaran islam yang kedua?
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Argumen Tentang Otoritas Sunnah
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Al Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk global atau garis besarnya saja,
tidak terinci dan tidak pula diberi batasan. Seperti perintah solat yang datang
secara garis besar, tanpa ada keterangan dalam al Qur’an tentang jumlah
rakaatnya, cara mengerjakanya dan kapan waktu pelaksanaanya. Demikian pula
masalah zakat yang datang secara umum tanpa batasan jumlah minimal harta yang
wajib dizakati dan tidak tidak pula dijelaskan ukuran dan syarat – syaratnya.
Berdasarkan realitas tersebut, maka tidak ada jalan lain kecuali harus kembali
kepada Rasulullah SAW untuk mengetahiu hukum –hukum itu secara rinci dan
jelas. Dari banyak ayat, Allah telah menjelaskan bahwa tugas Rasulullah SAW
dalam kaitanya dalam al Qur’an disamping sebagai penerang dan penjelas tentang
tujuan-tujuan dan ayat – ayatnya. Juga menunjukkan mana yang benar ketika
terjadi perselisian tentang suatu masalah.
Di bawah ini disebutkan pendekatan normatif tentang sunnah sebagai
sumber ajaran islam yaitu:
1) Didasarkan pada keimanan kerasulan Muhammad SAW. Konsekuensi dari
iman tersebut adalah menerima segala sesuatu yang datang dari Rasulullah
dalam urusan agama. Karena Allah telah memilih para rasul diantara para
hamba agar menyampaikan syari’atNya kepada umat manusia.
2) Didasarkan kepada al Qur’an. Di dalamnya banyak dijumpai ayat – ayat
yang menunjukkan kewajiban tat kepada Rasulullah. Seperti ditunjukkan
dalm firman Allah “ Hai orang – orang yang beriman taatiah Allah dan
taatilah Rasul Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
( AL Qur’an ) dan Rasul Nya ( sunnah ), jika kamu benar – benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu
dan lebih baik akibatnya”.
3) Didasarkan pada hadis Nabi SAW. Diantaranya sabda beliau yang
menyuruh untuk sellu berpegang teguh kepada kitabollah dan sunnah
Rasul.
4) Berdasarkan ijma’ di kalangan umat islam untuk mengamalkan sunnah.
Kaum muslmin menerima sunnah sebagaimana mereka merima al Qur’an,
hal ini pada kesaksian dari Allah bahwa sunnah adalah salah satu sumber
penetapan hukum syara’. Mereka menjadikan sunnah sebagai sumber
rujukan atas berbagai persoalan yang dihadapi, khususnya persoalan
tentang keagamaan.
3. Pengertian Khabar
Khabar menurut bahasa adalah warta berita yang disampaikan dari
seseorang, jamaknya “Akhbar”. Secara istilah menurut ulam’ hadis merupakan
sinonim dari hadis yakni, segala yang datang dari Nabi SAW, Sahabat dan
tabi’in. keduanya mencakup yang marfu’, mawquf, dan maqtu’. Sebagian
ulama’ mengatakan hadis adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi SAW.
Sedang khabar adalah apa yang datang dari selain Nabi SAW. Dikatakan
bahwa antara hadis denag khabar terdapat makna umum dan khusus yang
mutlak. Jadi setiap hadis adalah khabar tetapi tidak sebaliknya.
4. Pengertian Atsar
Atsar menurut bahasa adalah bekas sesuatu atau sisa sesuatu, berarti
nukilan. Jamaknya atsar atau utsur.sedang menutur istilah jumhur ulama
artinya sama dengan khabar dan hadis. Para fuqaha memakai perkataan
atsar untuk perkataan ulam salaf, sahabat, tabi’in dan lain-lain. Ada yang
mengatakan atsar lebih umum dari pada khabar.
Jadi perbedaan-perbedaan pendapat ulama tersebut dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Hadis dan sunnah: hadis terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang
bersumber dari Nabi SAW, sedangkan sunnah segala yang bersumber dari
Nabi SAW baik berupa perbuatan, perkataan, tabi’at, budi pekerti, atau
perjalanan hidupnya baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun
sesudahnya.
b. Hadis dan khabar: sebagian ulama hadis berpendapat bahwa khabar sebagai
segala sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi SAW. Hadis
sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi SAW. Tetapi ada
ulama yang mengatakan khabar lebih umum dari pada hadis, karena perkataan
khabar merupaka segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari yang
selainya. Sedangkan hadis khusus yang diriwayatkan Nabi SAW saja.
c. Hadis dan atsar : jumhur ulama berendapat bahwa atsar sama artinya dengan
khabar dan hadis. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan
khabar yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, sahabat, dan
tabi’in.
1. Bayan al-Taqrir
Bayan al-Taqrir disebut juga bayan at Ta’kid dan bayan al-Isbat.
Yang dimaksud bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan di dalam al Qur’an. Fungsi hados dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan al Qur’an. Seperti contoh ayat al Qur’an
surat al maidah ayat 6tentang keharusan berwudu sebelum salat yang
berbunyi :” Hai orang – orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakanshalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmusampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki”.Ayat di atas di taqrir oleh hadis Nabi riwayat Bukhari dari Abu
Hurairah yang berbunyi : Rasul SAW bersabda : “ Tidak diterima shalat
seseorang yang berhadas sebelum ia berwudhu”.
2. Bayan At-Tafsir
Bayan At-tafsir Adalah penjelasan hadis terhadap ayat – ayat yang
melakukan perincian atau penjelasan lebih lanjut. Maka fungsi hadis dalam
hal ini memberikan perincin dan penafsiran terhadap ayat – ayat yang
masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat – ayat yang masih
umum.
3.Bayan at Tashri
Kata tashri artinya perbuatan, mewujudkan atau menetapkan aturan
hukum. Maka yang dimaksud dengan bayan at tashri disini ialah
penjelasan adis yang mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu
hukum atau aturan – aturan syara’yang tidak didapati nashnya dalam al
Qur’an.banyak hadis rasul SAW yang termasuk dalam kelompok
ini.diantaranya hadis tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua
wanita yang bersaudara(antara istri dengan bibinya), hukum syuf'ah,
hukuym merajam pezina wanita yang masih perawan, hukum membasuh
bagian atas sepatu dalam berwudhu,hukum tentang hak waris bagi
seseorang anak. Suatu contoh dapat dikemukakan disini hadis tentang
kewajiban zakat fitrah yang berbunyi sebagai berikut : “ Sesungguhnya
Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan
Ramadhan satu sukat (sha') kurma atau gandum untuk setiap orang, baik
merdeka atau hamba, laki – laki atau perempuan”.
DAFTAR PUSTAKA
Suparto Munzier, MA. Ilmu Hadits. Jakarta: Rajawali Pers, 2001.