Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kami kemudahan

sehingga kami dapat menyelesikan makalah yang berjudul “Etika Pendidik dan

Peserta didik Perspektif Ilmu Pendidikan Islam” sebagai salah satu tugas pada mata

kuliah “Ilmu Pendidikan Islam”. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah

curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-

nantikan syafa’tnya di akhirat nanti.

Dengan pembuatan makalah ini kami berharap untuk lebih mengenal “Etika

Pendidik dan Peserta didik Perspektif Ilmu Pendidikan Islam”. Kami sadar dalam

pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan

serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu kami mengharap kritik serta saran yang

bersifat positif supaya makalah ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian

apabila terdapat kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-

besarnya.

Watampone, 10 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.....................................................................................1

B. Rumusan masalah................................................................................3

C. Tujuan..................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Etika Pendidik Perspektif Ilmu Pendidikan Islam...............................4

B. Etika Peserta Didik Perspektif Ilmu Pendidikan Islam.......................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................9

B. Saran....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk yang berakal, dituntut untuk memiliki akhlak yang

baik. Untuk itu manusia harus mengupayakan pembentukan dan pembinaan akhlak

agar dapat menghiasi dirinya dan menaikkan derajatnya. Dalam pembentukan dan

pembinaan akhlak tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, dan hal

tersebut sangat menentukan dalam keberhasilan seseorang dalam mencapai

derajat/tingkatan yang mulia, baik di sisi Allah maupun di sisi sesama manusia.

Karena Allah menghendaki agar manusia selamat dan bahagia, Allah mengutus

hamba dan rasul-Nya untuk menjadi memperbaiki akhlak manusia.

Sebagai sebuah tolok ukur perbuatan manusia, perlu diupayakan pembelajaran

etika Islam, yang selain dapat didekati dari aspek kognitif (penalaran etika Islam),

dapat juga dikaji dari aspek afektif (perasaan etika Islam), yang secara integratif,

aspek-aspek tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan atau perilaku etika Islam. 1

Seorang pendidik dan peserta didik adalah unsusr manusiawi dalam sebuah sistem

pendidikan. Kedudukan kedua unsur ini sangat dominan dalam sistem pendidikan dan

menjadi tempat segala persoalan dalam pendidikan. Ketika banyak orang

mempersoalkan dunia pendidikan, seorang pendidik pasti terlibat dalam agenda

pembicaraan, terlebih berkaitan dengan persoalan pendidikan formal di sekolah.

Dalam proses pembelajaran, pendidik adalah unsur manusiawi yang

menempati posisi dan memegang peranan penting dikarenakan pendidik tidak hanya

1
C. Adiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakterstik Siswa dan Budayanya
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 72.

1
bertugas sebagai pengajar, akan tetapi berperan juga dalam usaha pembentukan

watak, tabiat dan pengembangan sumber daya yang dimiliki oleh peserta didik.

Seorang pendidik tidak hanya bertugas atau berperan sebagai pengajar yang hanya

mampu untuk transfer of knowledge (mengirim sebuah pengetahuan) dan transfer of

skill ( menyalurkan sebuah keterampilan) tetapi lebih dari itu juga sebagai transfer of

value (menanamkan nila-nilai) yaitu nilai-nilai untuk pembentukan akhlak atau

perilaku peserta didik.2 Dalam sebuah konteks pendidikan yang ada saat ini, bahwa

etika pendidik dan peserta didik dalam Islam ternyata sedikit demi sedikit mulai

berubah, nilai-nilai ekonomi lambat laun mulai masuk, sehingga yang terjadi

sekarang yaitu, Persoalan sopan santun telah hilang dari kehidupan mereka. Mereka

terkesan kurang hormat kepada gurunya, kedudukan seorang pendidik semakin

menurun, hubungan pendidik dan peserta didik semakin kurang bernilai, atau

penghormatan peserta didik kepada pendidik semakin menurun, harga karya

mengajar semakin menurun.

Maka tidak heran melihat kenyataan seperti diatas banyak dari seorang

pendidik sekarang yang tidak mengenal lagi rasa sopan santun, menganggap seorang

pendidik (gurunya) sebagai teman sepermainan yang setiap saat bisa diajak bercanda,

bermain, duduk di kursi guru bahkan memanggil dengan sebutan namanya saja.3

Begitu juga dengan seorang pendidik, permasalahan yang terjadi saat ini terkadang

seorang pendidik kurang mengakrabkan dirinya pada peserta didik dam masih sering

ditemukan beberapa dari seorang pendidik (guru) yang memperlakukan peserta didik

atau siswanya dengan pilih kasih dan membeda-bedakan siswanya yang cerdas,

2
Suriadi, “Etika Interaksi Edukatif Guru Dan Murid Menurut Perspektif Syaikh ʻAbd Al-
Ṣamad Al_Falimbānī,” DAYAH: Journal of Islamic Education 1, no. 2, 2018.
3
Ervhan Saleh Pratama, “Hubungan Guru Dan Murid Dalam Pendidikan Agama Islam,”
Tadabbur : Jurnal Perdaban Islam 2, no. 2 2020.

2
cantik, berpangkat, anak kesayangan dan lain sebagaianya, sehingga peserta didik

lainnya merasa dirinya tidak mendapat perhatian yang sama atau tidak diperhatikan.

Seorang pendidik menjadikan sekolah sebagai ajang penganiayaan, pelecehan, dan

tindak kriminla lainnya. Padahal seorang peserta didik seharusnya merasakan bahwa

sekolah bagi mereka adalah tempat yang menyenangkan.4 Ketika pendidik dapat

melaksanakan pembelajaran dengan memberikan penekanan pada pentingnya aspek

perilaku, maka akan muncul pembiasan dan pelatihan etika dalam kegiatan

pembelajaran. Dalam konteks ini, peserta didik diupayakan dapat

menginternalisasikan ajaran etika Islam dalam proses belajarnya. Hal itu mendapat

perhatian sangat besar dalam perspektif pendidikan Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana etika pendidik dalam perspektif ilmu pendidikan Islam?

2. Bagaimana etika peserta didik dalam perspektif ilmu pendidikan Islam?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui etika pendidik dalam perspektif ilmu pendidikan Islam.

2. Untuk mengetahui etika peserta didik dalam perspektif ilmu pendidikan

Islam?

Tri Indriyanti, Khairil Ikhsan Siregar, and Zulkifli Lubis, “Etika Interaksi Guru Dan Murid
4

Menurut Perspektif Imam Al Ghazali,” Jurnal Online Studi Al-Qur’an 11, no. 2, 2017.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidik dalam perspektif Ilmu Pendidikan Islam

Pendidik dalam konteks Islam, sering disebut dengan murabbi, mu`allim,

mu`addib, yang pada dasarnya mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan

konteks kalimat, walaupun pada situasi tertentu mempunyai kesamaan makna. Kata

murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi, kata mu`allim berasal dari kata `allama,

yu`allimu, sedangkan kata muaddib berasal dari kata yuaddibu sebagaimana sebuah

ungkapan: “Allah mendidikku, maka ia memberikan kepadaku sebaik-baik

pendidikan”.

Pendidik dalam pendidikan Islam pada hakikatnya adalah orang- orang yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan

seluruh potensi dan kecenderungan yang ada pada peserta didik, baik yang mencakup

ranah afektif, kognitif, maupun psikomotorik.5 Dengan demikian kata pendidik secara

fungsional menunjuk kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan

pengetahuan keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya.

Dalam konteks pendidikan sebagai aktivitas fenomenal yang dilakukan oleh

orang lain dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan

perkembangan diri manusia yang terjadi di masyarakat dan dilaksanakan kegiatannya

melalui jalur sekolah, maka yang dinamakan pendidik bisa dilakukan oleh siapa saja,

kapan saja dan dimana saja, seperti orang tua mendidik anaknya, pemimpin menjadi

pendidik terhadap yang dipimpin, tokoh masyarakat bisa menjadi pendidik

5
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sukses Offset, 2011), h.
85.

4
terhadap pengikutnya.6 Jadi apabila dilihat dari penjelasan diatas maka siapapun bisa

manjadi pendidik baik itu orang tua,pemimpin dan tokoh masyarakat, jadi pendidikan

juga tidak bisa didapatkan bukan cuman di sekolah saja akan tetapi bisa didapatkan

dilingkungan masyarakat.

Seorang pendidik sebaiknya mengetahui dan mengamalkan etika yang baik.

Sebab pada dasarnya seorang pendidik ialah pemimpin atas dirinya dan peserta didik

yang diajarkannya. Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah SAW: yang artinya: “ Dari

Abdillah Ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: setiap kamu adalah

pemimpin dan kamu dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dalam pimpinan kamu.

Seorang suami adalah pemimpin di dalam keluarganya, dan akan dimintai

pertanggung jawaban dalam pimpinannya. Seorang suami adalah pimpinan dalam

rumah tangga dan akan dimintai pertanggung jawaban dalam pimpinannya itu” (HR.

Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Umar).7 Dari keterangan hadist tersebut

tergambar bahwa seorang pendidik ialah pemimpin baik bagi dirinya sendiri maupun

bagi peserta didik yang dididiknya. Oleh karena itu seorang pendidik harus meliliki

etika yang baik seperti memberi kasih sayang kepada peserta didiknya dan tak henti

hentinya memberikan nasehat kepada peserta didiknya.

Dalam hal pendidik, kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur

hubungan kemanusiaan antara pendidik dengan peserta didik, antara pendidik

dengan orang tua peserta didik, antara pendidik dengan sesama pendidik serta dengan

atasannya yang diatur sesuai dengan kesepakatan kode etik lembaga tersebut. etika

adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia

6
Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Malang: Sukses Offset, 2008), h. 69.
7
Syakur Rahman, “Etika Berkomunikasi Guru Dan Peserta Didik Menurut Ajaran Agama
Islam,” Jurnal Ilmiah Iqra’ 3, no. 1, 2018.

5
semuanya, teristimewa mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan

pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya. Hal ini berarti sebuah

tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem nilai dalam masyarakat tertentu. Etika lebih

banyak berkaitan dengan ilmu atau filsafat. Oleh karena itu, standar baik atau buruk

berdasarkan akal manusia.8

Adapun etika pendidik yang sesuai dengan ajaran Islam diantaranya:

1. Memiliki sikap yang tabah dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem

yang datang dari peserta didik.

2. Bersikap penyantun dan penyayang.

3. Selalu menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak.

4. Bersikap rendah hati ketika menyatu dan bergaul dengan masyarakat.

5. Mencegah dan mengontrol peserta didik dalam mempelajari ilmu yng tidak

bermanfaat dan membahayakan.

6. Selalu menanamkan sikap ikhlas dalam menyampaikan informasi kepada

peserta didik dan berusaha terus meningkatkan kemampuan peserta didik

sampai pada tingkat taqarrub kepada Allah.

7. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat IQnya

rendah, serta membinanya sampai pada taraf maksimal.

8. Meninggalkan sifat yang menakutkan pada peserta didik yang belum

mengerti atau memahami.

9. Menerima kebenaran dari peserta didik yang membantahnya.

8
Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h.
137.

6
10. Berusaha mengaktualisasikan ilmu yang diajarkan kepada peserta didik dalam

kehidupan sehari-hari.9

B. Etika Peserta Didik dalam Perspektif Ilmu Pendidikan Islam

Etika merupakan landasan utama bagi peserta didik untuk memudahkan dan

memperoleh ilmu pengetahuan, yaitu kebersihan hati. Kebersihan hati berangkat dari

upaya sesorang untuk menghindari dari perilaku tercela. Penyebab perilaku tercela itu

karena manusia tidak mampu mengekang hawa nafsu.

Hal ini perlu dipahami karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh

kepada kejahatan. Diantara sifat tercela yang sangat mengotori jiwa seseorang adalah

sifat dengki dan benci yang menghasilkan perilaku-perilaku tercela, yang dalam

pandangannya dapat mengganggu seserang dalam menuntu ilmu.10 Islam

berpandangan bahwa seorang yang menuntut ilmu memperbaiki, meluruskan dan

mengokohkan niatnya sebagai media dalam mendekatkan diri kepada Allah, yang

dengannya dapat memberikan arah bagi peserta didik. Ketika sesorang melaksanakan

aktivitas belajar berdasar keikhlasan kepada Allah, ia akan belajar untuk kemanfaatan

diri, masyarakat, dan agamanya, sesuai dengan ajaran Islam. seorang peserta didik

harus tekun dan memfokuskan perhatian, tenaga, waktu dan kekuatannya. Upaya ini

sebagai upaya untuk mendapatkan ilmu dan keahlian sesuai dengan bidang yang

digelutinya. Ketika seorang kehilangan waktu dan kesempatan untuk belajar.

Agar peserta didik mendapatkan keridhoan Allah SWT dalam menuntut ilmu,

maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilikinya sesuai

dengan ajaran islam, diantaranya:

9
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 96-97.
10
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adâb al-‘Alim wa al-Muta’allim (Jombang: Maktabah al- Turats
al-Islamiy, tt.), hlm.24

7
1. Setiap peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum

menuntu ilmu.

2. Seorang peserta didik dalam menuntut ilmu harus bertujuan untuk menghiasi

ruh dengan sifat-sifat yang mulia dan untuk mendekatkan diri dengan tuhan.

Dan bukan untuk bermegah-megahan.

3. Peserta didik tidak boleh sedikitpun menganggap remeh pengetahuan-

pengetahuan yang dia tidak diketahui atau dipahami, tetapi dia harus

mengambil bagian dari tiap pengetahuan-pengetahuan tersebut yang pantas

baginya dan tingkatan yang wajib baginya.

4. Janganlah seorang peserta didik mengikuti teman-teman yang bodoh dalam

mengecam sebuah ilmu, tanpa mengetahui pa yang patut dicela dan dipuji

tentangnya.

5. Peserta didik mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum gurunya ketika

bertemu atau di kelas.

6. Ketika seorang peserta didik telah memilih pendidik (guru) yang tepat, maka

dia harus belajar dengan sabar dan istiqomah dengan guru terebut.

7. Patuhi perintah dari seorang pendidik (guru) selama bukan perintah dalam hal

kemaksiatan.

8. Seorang peserta didik jangan mempunyai sifat sombong dan angkuh dengan

ilmunya dan jangan menentang seorang pendidik.

9. Hendaknya seorang peserta didik tahu kedudukan dan manfaat suatu ilmu.

10. Seorang peserta didik harus mengetahui kaitan suatu ilmu dangan tujuannya.11

11
Syakur Rahman, “Etika Berkomunikasi Guru Dan Peserta Didik Menurut Ajaran Agama
Islam,” Jurnal Ilmiah Iqra’ 3, no. 1, 2018.

8
Uraian etika peserta didik diatas bertujuan sebagai standart tingkah laku bagi

peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar dan sehari-hari. Karena pada

hakikatnya peserta didik harus beretika yang baik agar para pendidik bersedia

membantu, membimbing peserta didik ketujuan yang ingin dicapainya. Dan juga

berkaitan dengan hubungan peserta didik dengan peserta didik lainnya.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun etika pendidik yang sesuai dengan ajaran Islam diantaranya:

1. Memiliki sikap yang tabah dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem

yang datang dari peserta didik.

2. Bersikap penyantun dan penyayang.

3. Selalu menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak.

4. Bersikap rendah hati ketika menyatu dan bergaul dengan masyarakat.

5. Mencegah dan mengontrol peserta didik dalam mempelajari ilmu yng tidak

bermanfaat dan membahayakan.

6. Selalu menanamkan sikap ikhlas dalam menyampaikan informasi kepada

peserta didik dan berusaha terus meningkatkan kemampuan peserta didik

sampai pada tingkat taqarrub kepada Allah.

7. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat IQnya

rendah, serta membinanya sampai pada taraf maksimal.

8. Meninggalkan sifat yang menakutkan pada peserta didik yang belum

mengerti atau memahami.

9. Menerima kebenaran dari peserta didik yang membantahnya.

10. Berusaha mengaktualisasikan ilmu yang diajarkan kepada peserta didik dalam

kehidupan sehari-hari.

10
Adapun etika peserta didik yang sesuai dengan ajaran Islam diantaranya:

1) Setiap peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran sebelum

menuntu ilmu.

2) Seorang peserta didik dalam menuntut ilmu harus bertujuan untuk menghiasi

ruh dengan sifat-sifat yang mulia dan untuk mendekatkan diri dengan tuhan.

Dan bukan untuk bermegah-megahan.

3) Peserta didik tidak boleh sedikitpun menganggap remeh pengetahuan-

pengetahuan yang dia tidak diketahui atau dipahami, tetapi dia harus

mengambil bagian dari tiap pengetahuan-pengetahuan tersebut yang pantas

baginya dan tingkatan yang wajib baginya.

4) Janganlah seorang peserta didik mengikuti teman-teman yang bodoh dalam

mengecam sebuah ilmu, tanpa mengetahui pa yang patut dicela dan dipuji

tentangnya.

5) Peserta didik mengucapkan salam terlebih dahulu sebelum gurunya ketika

bertemu atau di kelas.

6) Ketika seorang peserta didik telah memilih pendidik (guru) yang tepat, maka

dia harus belajar dengan sabar dan istiqomah dengan guru terebut.

7) Patuhi perintah dari seorang pendidik (guru) selama bukan perintah dalam hal

kemaksiatan.

8) Seorang peserta didik jangan mempunyai sifat sombong dan angkuh dengan

ilmunya dan jangan menentang seorang pendidik.

9) Hendaknya seorang peserta didik tahu kedudukan dan manfaat suatu ilmu.

10) Seorang peserta didik harus mengetahui kaitan suatu ilmu dangan tujuannya

11
B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Maka

demikian kami penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak

kekurangan dan tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan, maka dari itu kami

menginginkan agar pembaca dapat mencari tahu kebenaran suatu ilmu yang kami

paparkan jika yang ada dalam makalah ini didapati suatu kesalahan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, C, Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakterstik Siswa dan

Budayanya (Jakarta: Rineka Cipta, 2004).

Asy’ari, Muhammad Hasyim, Adâb al-‘Alim wa al-Muta’allim (Jombang: Maktabah

al- Turats al-Islamiy, tt.).

Indriyanti, Tri, Khairil Ikhsan Siregar, and Zulkifli Lubis, “Etika Interaksi Guru Dan

Murid Menurut Perspektif Imam Al Ghazali,” Jurnal Online Studi Al-Qur’an

11, no. 2, 2017.

Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2013).

Nafis, Muhammad Muntahibun, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Sukses Offset,

2011).

Nafis, Muhammad Muntahibun, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011).

Pratama, Ervhan Saleh, “Hubungan Guru Dan Murid Dalam Pendidikan Agama

Islam,” Tadabbur : Jurnal Perdaban Islam 2, no. 2 2020.

Rahman, Syakur, “Etika Berkomunikasi Guru Dan Peserta Didik Menurut Ajaran

Agama Islam,” Jurnal Ilmiah Iqra’ 3, no. 1, 2018.

Suriadi, “Etika Interaksi Edukatif Guru Dan Murid Menurut Perspektif Syaikh ʻAbd

Al-Ṣamad Al_Falimbānī,” DAYAH: Journal of Islamic Education 1, no. 2,

2018.

Yasin, Fatin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam (Malang: Sukses Offset, 2008).

13

Anda mungkin juga menyukai