Anda di halaman 1dari 16

AYAT MOTIVASI BELAJAR

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“Tafsir Pendidikan dan Komunikasi”

Subhan, S.Ag,. M.Ag.

Oleh :

Ahmad Zamakhsyari Amin

762312019008

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan

meskipun dalam bentuk sederhana. Shalawat dan salam atas junjungan nabi besar

Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam yang diutus Allah Subhanahu wata’ala

sebagai rahmat bagi alam semesta. Dalam penulisan makalah ini tidak terlepas

dari berbagai hambatan disebabkan pengetahuan dan kemampuan berfikir yang

terbatas namun berkat keteguhan hati untuk menyelesaikan masalah ini kami

menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dari apa

yang dipaparkan. Ucapan terima kasih kepada Bapak Subhan, S.Ag,. M.Ag

selaku dosen pada kuliah “Tafsir Pendidikan dan Komunikasi” yang telah

mempercayai kami dalam menyusun makalah ini.

Terlepas dari semua itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikan untuk pembuatan

makalah selanjutnya dan penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat

berguna bagi pembaca. Semoga Allah Subhanahu wata’ala memberikan rahmat

kepada kita. Amin.

Watampone, 10 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Pembahasan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Motivasi Belajar 3

B. Jenis-jenis Motivasi Belajar 3

C. Ayat tentang Motivasi belajar 4

D. Fungsi Motivasi Belajar 10

BAB III PENUTUP 11

A. Kesimpulan 11

B. Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Islam, belajar (menuntut ilmu) merupakan kewajiban bagi setiap Muslim.

Pendidikan merupakan realisasi dari kewajiban menuntut ilmu yang diperintahkan

Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Motivasi belajar dalam proses

pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan

keberhasilannya. Namun motivasi belajar dapat menjadi lemah, lemahnya motivasi

akan melemahkan aktivitas dan kegiatan belajar, sehingga mutu hasil belajar menjadi

rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada siswa perlu diperkuat terus menerus,

dengan tujuan agar siswa mampu melaksanakan aktivitas belajarnya dengan baik,

sehingga hasil yang diraihnya dapat optimal.

Dalam al-Qur’an dan al-Hadits, dapat dijumpai berbagai ungkapan yang

menunjukkan dorongan kepada setiap orang muslim dan mukmin untuk selalu rajin

belajar. Anjuran menuntut ilmu tersebut dibarengi dengan urgennya faktor-faktor

pendukung guna makin meningkatkan semangat belajar bagi setiap orang. Salah satu

faktor yang utama adalah motivasi, baik itu motivasi yang datang dari dalam diri

sendiri, maupun motivasi yang ditumbuhkan dari peranan lingkungan sosialnya.

Motivasi belajar (menuntut ilmu) bagi setiap penuntut ilmu memang dibutuhkan,

bahkan begitu banyak hadits-hadits yang memberikan pemahaman tentang manfaat

1
menuntut ilmu dan perintah yang menganjurkan untuk belajar. Semua ungkapan

dalam hadits-hadits tersebut merupakan dalil-dalil yang dapat menjadi pedoman

sebagai alat untuk memotivasi setiap umat Islam untuk terus menuntut ilmu.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan motivasi belajar?

2. Apa saja jenis-jenis motivasi belajar?

3. Apa saja ayat tentang motivasi belajar?

4. Apa fungsi dari motivasi belajar?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian dari motivasi belajar

2. Untuk mengetahui jenis-jenis motivasi belajar

3. Untuk mengetahui ayat tentang motivasi belajar

4. Untuk mengetahui fungsi motivasi belajar

5.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Motivasi Belajar

Secara terminologi, motivasi adalah dorongan (dengan sokongan morel);

dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk

melakukan sesuatu tindakan sesuai tujuan tertentu.1

Secara etimologi, motivasi merupakan dorongan yang mendasari dan

mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.2

Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan

daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang

menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada

kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat

tercapai.3

B. Jenis-jenis Motivasi Belajar

Seseorang akan berhasil dalam belajar kalau pada dirinya sendiri ada

keinginan untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut

dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi dua hal: (1) mengetahui apa yang

akan dipelajari, dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Tanpa

motivasi, kegiatan belajar sulit untuk berhasil.

Secara umum, ada 2 jenis motivasi yang mempengaruhi kegiatan belajar

seseorang:

1
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, 2000), h. 688.
2
M. Ngalim Purwanto MP., Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h.
104.
3
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2000), h. 73.

3
a. Motivasi Intrinsik, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak

perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan

untuk melakukan sesuatu.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang

yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-

satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar

tidak mungkin mendapat pengetahuan, tidak mungkin menjadi ahli. Dorongan yang

menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan, kebutuhan yang berisikan

keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi memang

motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial, bukan

sekedar simbol dan seremonial.

b. Motivasi Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya

perangsang dari luar.4

Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang

didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan yang tidak

secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar.

C. Ayat Tentang Motivasi Belajar

1. Surat Al-An’am Ayat 50


ٌ ۚ َ‫ْب َوٓاَل اَقُوْ ُل لَ ُك ْم اِنِّ ْي َمل‬ ‫هّٰللا‬
َّ ۗ َ‫ك اِ ْن اَتَّبِ ُع اِاَّل َما يُوْ ٰ ٓحى اِل‬
‫ي‬ َ ‫قُلْ ٓاَّل اَقُوْ ُل لَ ُك ْم ِع ْن ِديْ خَ َز ۤا ِٕىنُ ِ َوٓاَل اَ ْعلَ ُم ْال َغي‬
َ‫ص ْي ۗ ُر اَفَاَل تَتَفَ َّكرُوْ ن‬
ِ َ‫ࣖ قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى ااْل َ ْعمٰ ى َو ْالب‬ 
Artinya:”Katakanlah, Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan

Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku

mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa

yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan

yang melihat? Maka apakah kamu tidak menilai ( nya )?.”5

Fokus Pada Penggalan Ayat

َ‫ص ْي ۗ ُر اَفَاَل تَتَفَ َّكرُوْ ن‬


ِ َ‫ࣖ قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى ااْل َ ْعمٰ ى َو ْالب‬ 
4
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2000), h. 37, 87-89.
5
Q.S. Al-An’am ayat 50

4
Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah

kamu tidak memikirkan(nya)?"

Sangat jelas sekali disini Allah swt Berfirman seraya menegaskan kepada Nabi

Muhammad saw tentang perbedaan orang yang buta (orang yang tidak berilmu)

dengan orang yang melihat (orang yang berilmu), orang yang berilmu dia

menggunakan ilmunya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah swt, untuk

membangun karakter baik dalam dirinya sehingga hidupnya akan terarah dan lebih

efektif.

Tafsir Jalalain :

(Katakanlah) kepada mereka ("Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa

perbendaharaan Allah ada padaku) yang di antaranya ialah rezeki yang diberikan

kepadanya (dan tidak) pula bahwa aku (mengetahui yang gaib) hal-hal yang gaib

dariku dan tidak diwahyukan kepadaku (dan tidak pula aku mengatakan kepadamu

bahwa aku seorang malaikat) di antara malaikatmalaikat lainnya. (Tidaklah) tiada lain

(aku hanya mengikut apa yang diwahyukan kepadaku." Katakanlah, "Apakah sama

orang yang buta) orang kafir (dengan orang yang melihat?") orang yang beriman;

tentu saja tidak. (Maka apakah kamu tidak memikirkan) tentang hal itu, kemudian

kamu beriman.
Tafsir Al-Misbah :

Katakan kepada orang-orang kafir itu, wahai Rasul, "Aku tidak mengatakan

kepada kalian bahwa aku mempunyai wewenang untuk mengatur segala sesuatu yang

dimiliki oleh Allah, hingga dapat mengabulkan apa-apa yang kalian minta. Aku juga

tidak mengaku bahwa aku mengetahui hal-hal gaib yang tidak diberitahukan oleh

Allah. Aku tidak mengatakan bahwa aku seorang malaikat yang bisa naik ke langit.

Aku hanyalah seorang manusia yang hanya mengikuti sesuatu yang diwahyukan

Allah kepadaku. "Katakan pula, wahai Nabi, "Apakah sama orang yang tersesat dan

yang mendapat petunjuk dalam mengetahui kebenaran- kebenaran ini? Apakah pantas

kalian berpaling dari petunjuk yang aku bawa kepada kalian, hingga tidak

5
merenungkannya dengan akal pikiran supaya menjadi jelas kebenaran itu bagi

kalian?"6

2. Q.S. Ar-Ra’d ayat 11

‫ َما‬ƒ‫ت ِّم ۢ ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن َخ ْلفِ ٖه يَحْ فَظُوْ نَهٗ ِم ْن اَ ْم ِر هّٰللا ِ ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا‬
ٌ ‫لَهٗ ُم َعقِّ ٰب‬
‫هّٰللا‬
‫ال‬ٍ ‫بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم َواِ َذٓا اَ َرا َد ُ بِقَوْ ٍم س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ ۚ َو َما لَهُ ْم ِّم ْن ُدوْ نِ ٖه ِم ْن َّو‬
Artinya:“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya

bergiliran, dari depan dan belakangnya.Mereka menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah

keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah Menghendaki keburukan terhadap

suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi

mereka selain Dia (Allah Swt)”.7

Tafsir Jalalain :

‫«له» لإلنسان «معقبات» مالئكة تتعقبه «من بين يديه» قدامه «ومن خلفه» ورائه «يحفظونه من‬
‫أمر هللا» أي بأمره من الجن وغيرهم «إن هللا ال يغيِّر ما بقوم» ال يسلبهم نعمته «حتى يغيِّروا ما‬
‫بأنفسهم» من الحالة الجميلة بالمعصية «وإذا أراد هللا بقوم سوءا» عذابا «فال مرد له» من‬
‫المعقبات وال غيرها «وما لهم» لمن أراد هللا بهم سوءا «من دونه» أي غير هللا «من» زائدة‬
.‫«وال» يمنعه عنهم‬
(Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran) para malaikat yang bertugas mengawasinya (di muka) di hadapannya

(dan di belakangnya) dari belakangnya (mereka menjaganya atas perintah Allah)

berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin dan makhluk-makhluk yang

lainnya. (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya

Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah

keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan

melakukan perbuatan durhaka. (Dan apabila Allah menghendaki keburukan

terhadap suatu kaum) yakni menimpakan azab (maka tak ada yang dapat

menolaknya) dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang

6
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol.4,
Jakarta : Lentera Hati, 2002, hlm. 108
7
QS. al-Ra’d : 11

6
telah dipastikan-Nya (dan sekali-kali tak ada bagi mereka) bagi orang-orang

yang telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri

(seorang penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap

mereka. Huruf min di sini adalah zaidah.8

Tafsir al-Mishbah :

Siapapun, baik yang bersembunyi di malam hari atau berjalan terang-terangan

di siang hari, masing-masing ada baginya pengikut-pengikut, yakni malaikat-malaikat

atau makhluk yang selalu mengikutinya secara bergiliran, dihadapannya dan juga di

belakangnya. Mereka, yakni para malaikat itu, menjaganya atas perintah Allah.

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau

sebaliknya dari negatif ke positif sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri

mereka, yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tetapi ingat bahwa Dia tidak

menghendakinya jika manusia mengubah sikapnya terlebih dahulu. Jika Alah

menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, ketika itu belakulah ketentuan-Nya

yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yanng ditetapkan-

Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang dapat menolaknya dan pastilah sunnatullah

menimpanya; dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka yang jatuh atasnya
ketentuan-ketentuan tersebut selain Dia.

Kata (‫ )المعقّبات‬adalah bentuk jamak darki kata (‫)المعقّبة‬. Kata tersebut terambil

dari kata (‫‘ )عقب‬aqib yaitu tumit. Dari sini kata tersebut dipahami dalam arti mengikuti

seakan-akan yang mengikutinya itu meletakkan tumitnya di tempat tumitnya yang

diikutinya. Yang dimaksud adalah malaikat-malaikat yang ditugaskan Allah

mengikuti setiap orang secara sungguh-sungguh.

Kata (‫ )يحفظونه‬yahfadhunahu/ memeliharanya dapat dipahami dalam arti

mengawasi manusia dalam setiap gerak langkahnya, baik ketika dia tidak

bersembunyi maupun saat persembunyiannya. Dapat juga dalam arti memeliharanya

dari gangguan apapun yang dapat menghalangi tujuan penciptaannya.

8
Imam Jalailain, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Juz 1, Surabaya : Darul ‘Abidin, t.t., hlm. 202

7
Kata (‫ )بامر هللا‬bi amrillah dapat dipahami oleh banyak ulama dalam arti atas

perintah Allah. Thabathaba’i memahaminya dalam arti lebih luas. Ulama ini terlebih

dahulu menggaris bawahi bahwa manusia bukan sekedar jasmani, tetapi dia adalah

makhluk ruhani dan jasmani dan yang terpokok dalam segala persoalannya adalah sisi

dalamnya yang memuat perasaan dan kehendaknya. Inilah yang terarah kepadanya

perintah dan larangan, dan atas dasarnya sanksi dan ganjanran dijatuhkan, demikian

juga kenyamanan dan kepedihans erta kebahagiaan dan kesengsaraan. Dari sanalah

lahir amal baik atau buruk dan kepadanya ditujukan sifat iman dan kufur, walaupun

harus diakui bahwa badan adalah alat yang digunakannya untuk meraih tujuan dan

maksud-maksudnya.

Atas dasar itu, Thabathaba’i memahami kata (‫ و من خلفه‬ƒ‫ه‬ƒ‫ )من بين يدي‬min bayni

yadaihi wa min khalfihi/ di hadapan juga di belakangnya pada ayat ini dalam arti

seluruh totalitas manusia, yakni seluruh arah mengelilingi jasmaninya sepanjang

hayatnya, dan tercakup juga seluruh fase kehidupan kejiwaan yang dialaminya,

demikian juga kebahagiaan dan kesengsaraannya, amal-amal baik dan buruk, serta

apa yang disiapkan baginya dari sanksi atau ganjaran. Semua itu, baik yang terjadi di

masa lalu atau masa datang. Selanjutnya Thabathaba’i mengingatkanbahwa manusia

adalah makhluk lemah. Allah Swt., menyifatinya dengan makhluk yang tidak
memiliki kemampuan untuk menampik madharat, tidak juga mendatangkan manfaat,

tidak juga kehidupan atau kebangkitan. Dia tidak punya kemampuan memelihara apa

yang berkaitan dengan dirinya atau dampak-dampaknya, baim yang hadir bersama dia

sekarang maupun yang telah lalu. Semua itu hanya dapat dipelihara oleh Allah

Swt.karena Allah adalah Hafidz/ Maha Pemelihara (QS. Asy-Syura [42]:6) dan juga

ada petugas-petugas yang ditugaskan-Nya sebagaimana firman-Nya: َ‫وَِإ َّن َعلَ ۡي ُكمۡ لَ ٰ َحفِ ِظين‬

١٠ “Seandainya tidak ada yang dinamai allah “muaqqibat”, pastilah manusia segera

mengalami kebinasaan pada dirinya sendiri, baik dalam hal yang berkaitan dengan

yang di hadapannya atau yang sedang terjadi mapun di belakangnya. Tetapi, karena

Amr Allah/perintah Allah, yakni adanya pemeliharaan atas dasar perintah-Nya untuk

memelihara manusia, dia tidak pernah. Pemeliharaan itu jugaadalah pemeliharaan dari

8
amr Allah, yakni dari terjadinya kehancuran dan kebinasaan. Karena keduanya, yakni

kebinasaan dan kehancuran juga merupakan perintah dari urusan Allah, sebagaimana

halnya kelangsungan hidup, kesehatan, dan lain-lain. Alhasil, tidak terjadi

kelangsungan jasad kecuali amr Allah, yakni perintah dan kehendak Allah, sebaiknya

demikian, tidak terjadi kepunahan dan kebinasaan kecuali atas amr/perintah dan

kehendak-Nya semata. Tidak langgeng kondisi kejiawaan/keruhanian seseorang,

amal, atau dampak amalnya kecuali karena amr Allah, tidak juga batal dan punah

sesuatu karena amr Allah, dengan demikian, para malaikat pemelihara itu

melaksankan tugasnya atas amr Allah sekaligus mereka memelihara manusia dari

kepunahan dan kebinasaan yang juga merupakan bagian dari amr Allah. Dari sini

Thabathaba’i melihat kaitan yang erat antara penggalan ayat dia atas ‫يَ ْحفَظُ ْونَهُ ِمنْ اَ ْم ِر هللا‬

]11[ “mereka menjaganya atas perintah Allah” dan penggalan berikutnya yang

ِ ُ‫ا بَِأ ْنف‬KKK‫و ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُروا َم‬KKK


menyatakan: ‫ ِه ْم‬KKK‫س‬ ْ َ‫ا بِق‬KKK‫“ ِإنَّ هللاَ الَ يُ َغيِّ ُر َم‬Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mereka mengubah apa yang ada

pada diri mereka.” Dalam arti, Allah menjadikan para muaqqibat itu melakukan apa

yang ditugaskan kepadanya yanitu memelihara manusia, sebagaimana yang dijelaskan

di atas karena Allah telah menetapkan bahwa Allah tidak mengubah keadaan suatu

kaum sehingga mereka mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka, yakni
kondisi kejiawaan/sisi dalam mereka, seperti mengubah kesyukuran menjadi

kekufuran, ketaatan menjadi kedurhakaan, iman menjadi penyekutuan Allah, dan

ketika itu Allah akan mengubah ni’mat (nikmat) menjadi niqmat (bencana), hidayah

menjad kesesatan, kebahagiaan menjadi kesengsaraan, dan seterusnya. Ini adalah

suatu ketetapan pasti yang kait-mengait. Demikian menurut Thabathaba’i.

ُ ‫َوِإ َذا َأ َرا َد هللاُ بِقَ ْو ٍم‬


Firman Allah: ُ‫سو ًءا فَالَ َم َر َّد لَه‬ Apabila allah menghendaki

keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya” adalah

penegasan tentang kandungan penggalan tentang sunnatullah bagi terjadinya

perubahan, khususnya dari positif menjadi negatif. Yakni tiadak ada suatu kekuatan

pun yang dapat menghalangi berlakunya ketentuan sunnatullah itu. Penggalan ini

9
menguatkan sekali hakikat yang berulang-ulang yang ditegaskan oleh al-Qur’an

bahwa sesuatu kembali kepada pengaturan Allah dan kehendak-Nya.

Ayat di atas, di samping meletakkan tanggung jawab yang besar terhadap

manusia karena darinya dipahami bahwa kehendak Allah atas manusia yang Dia

terapkan melalui sunah-sunah-Nya berkaitan erat dengan kehendak dan sikap

manusia. Di samping tanggung jawab itu, ayat ini juga menganugerahkan kepada

manusia penghormatan yang demikian berat. Betapa tidak? Bukankah ayat ini

menegaskan bahwa perubahan yang dilakukan Allah atas manusia tidak akan terjadi

sebelum manusia terlebih dahulu melangkah. Demikian sikap dan kehendak manusia

menjadi “syarat” yang mendahului perbuatan Allah Swt., sungguh ini merupakan

suatu penghormatan yang luar biasa.9

D. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi merupakan hal yang essensial dalam belajar. Hasil belajar akan

menjadi optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan

makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas

usaha belajar.sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi:10

1. Mendorong manusia untuk berbuat. Dalam hal ini motivasi merupakan motor

penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.


2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang sesuai, guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai

pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena

adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil

yang baik.

9
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol.6, Jakarta
: Lentera Hati, 2002, hlm. . 231-232
10
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2000), h. 89

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan

daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang

menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada

kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat

tercapai.

Motivasi merupakan hal yang esensial dalam belajar. Hasil belajar akan

menjadi optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan

makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas

usaha belajar.sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi:

1. Mendorong manusia untuk berbuat. Dalam hal ini motivasi merupakan motor

penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang sesuai, guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-


perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi sebagai

pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena

adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil

yang baik.

B. Saran

Sebagai kaum akedimis hendaknya menelaah dengan cermat terkait materi

yang kami paparkan guna sebagai bahan analisis maupun perbandingan studi. Dan

untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif maka disarankan agar

mengakses berbagai literatur terkait topik tersebut. Adapun jika itu sesuai tentu

11
bimbingan dari Allah SWT. dan kekeliruan di dalamnya adanya pada pemakalah.

Terimakasih.

12
DAFTAR PUSTAKA

A.M.,Sardiman Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2000)

Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga

Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2000).

Jalailain, Imam, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Juz 1, Surabaya : Darul ‘Abidin,

t.t.

Purwanto MP., M. Ngalim, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1994)

Shihab, M.Quraish (2002), Tafsir Al-Misbah vol. 4. Jakarta: Lentera Hati

Shihab, M.Quraish (2002), Tafsir Al-Misbah vol. 6. Jakarta: Lentera Hati

13

Anda mungkin juga menyukai