Anda di halaman 1dari 26

Adab Dalam Belajar dan Pembelajaran

(Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pendidikan
Akhlak)

Dosen Pengampu : Drs.H. Ja’far Sanusi, MA

Disusun Oleh : Kelompok 4

Anggota :

1. Ahmad Riski Faturrahman : (11170163000011)

2. Luthfi Irshandy : (11170163000014)

3. Imas Nurhamidah : (11170163000030)

Kelas : 3A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanyalah milik Allah SWT, yang telah memberikan


nikmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang
berjudul “Adab Dalam Belajar dan Pembelajaran” ini.
Shalawat serta salam selamanya tercurahlimpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’atnya,
hingga kepada kita semua selaku umatnya, mudah-mudahan di yaumil
akhir nanti kita mendapat syafa’atnya. Aamiin yaa rabbal ‘alaamiin.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tidak sedikit kami menemukan
hambatan. Maka dari itu, kami ucapkan terimakasih kepada bapak Drs.
Ja’far Sanusi , M.A. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Akhlaq, dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, sehingga dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati kami mohon maaf atas kekurangan yang ada.
Kritik dan saran dari pembaca kami harapkan demi lebih baiknya makalah
ini.
Semoga dengan disusunnya makalah ini, pembaca khususnya kita
sebagai pelajar dan calon pendidik dapat lebih memahami adab – adab
yang seharusnya diterapkan dalam proses belajar dan mengajar, bagaimana
adab murid terhadap guru, serta tanggung jawab guru terhadap muridnya.

Ciputat Timur, Oktober 2018

Tim Penyusun,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 4
1.2. Rumusan masalah ..................................................................................... 5
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
2.1. Adab Belajar dan Pembelajaran ............................................................... 6
2.2. Adab Murid dalam Belajar ....................................................................... 8
2.3. Adab Murid dalam Pembelajaran ........................................................... 12
2.4. Adab Murid Terhadap Guru ................................................................... 17
2.5. Adab Guru dalam Pembelajaran ............................................................. 17
2.6. Tanggung Jawab Guru Terhadap Murid ................................................ 19
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 25
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 25
3.2. Saran ....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang memiliki kelebihan dibanding
makhluk lain, Allah SWT menyempurnakan penciptaan manusia dengan akal
untuk berpikir,1 berpikir adalah satu diantara beberapa proses belajar. Belajar
menurut Slavin, merupakan perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan
oleh pengalaman.2
Termasuk ciri khusus umat Islam, dengan beradab yang santun,
berakhlak yang mulia, berperilaku yang baik, serta beramal yang shalih.
Sedangkan ilmu yang dimiliki seorang muslim merupakan harta yang sangat
berharga dalam syari’at Islam, yang hanya akan didapat, dimiliki dan
bermanfaat bagi pemiliknya serta menjadi wasilah untuk semakin dekatnya
diri dengan Sang Pencipta yang Maha Mengetahui jika dalam menimba ilmu
dengan disertai akhlak mulia serta menjauhi hal – hal yang dapat
mengotorinya.
Oleh karena begitu pentingnya akhlak dalam menimba ilmu, banyak
sekali ‘ulama yang menaruh perhatian besar terhadap permasalahan tersebut
dengan mengkaji serta menulis karya – karya yang berkaitan erat dengan adab
– adab dalam menimba ilmu, yang tentunya hal tersebut didasarkan pada Al –
Qur’an, As – Sunnah, Ijtima’ serta Qiyas. Dengan adanya karya – karya
tersebut diharapkan dapat membantu siapa saja yang sedang berjuang di jalan
menuju pelabuhan ilmu, sehingga perjalanan tersebut dapat membuahkan hasil
dan disertai ridha dari Allah SWT.
Namun, dengan adanya karya – karya tersebut yang dapat dijadikan
referensi dalam bertingkah laku tetap tidak menutup peluang bahwa pada
masa ini akhlak banyak dikesampingkan seolah aklahk tidak memilik dampak
apapun. Maka, seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju,

Lihat Q.S. At – Tiin ayat 4 dan Ali - Imran ayat 190.


1
2
Robert E. Slavin, Educational Psychology (Jakarta : PT. Indeks2009) , hlm : 179

4
lembaga formal untuk menimba ilmupun memasukkan pendidikan akhlak.
Selain itu, banyak sekali penulis yang membuat karya yang berhubungan
dengan adab – adab dalam menimba ilmu yang terinspirasi dari ulama – ulama
terdahulu dengan mengemas bahan kajian menjadi lebih menarik dan ringan
untuk dibaca. Juga tidak kurang kajian – kajian dan ceramah yang membahas
adab menuntut ilmu, guna mengingatkan kembali bahwa ilmu adalah suatu hal
yang suci maka diterima dan disampaikannyapun harus dengan kesucian.
Makalah ini disusun sebagai upaya kami untuk memperluas dan
memperkaya bahan diskusi yang diharapkan dapat menambah wawasan
mahasiswa yang bergelut di bidang pendidikan dalam memahami adab – adab
murid dan guru dalam proses belajar dan pembelajaran, adab murid terhadap
guru, serta tanggung jawab seorang guru terhadap muridnya.

1.2.Rumusan masalah
a. Apakahpengertian dari adabbelajar dan pembelajaran?
b. Bagaimanakah seharusnyaadab murid dalam belajar?
c. Bagaimanakah adab murid pada saat pembelajaran?
d. Bagaimanakah seharusnya adab murid terhadap gurunya?
e. Bagaimanakah adab guru pada saat pembelajaran?
f. Apa sajakah tanggung jawab seorang guru terhadap muridnya?

1.3.Tujuan
a. Mahasiswa sebagai tholabul ‘ilmidapat memahami dan menerapkan adab
dalam belajar dan pembelajaran.
b. Mahasiswa sebagai tholabul ‘ilmi dapat memiliki adab yang baik terhadap
dosen.
c. Mahasiswa sebagai calon pendidik dapat mengetahui adab – adab yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran.
d. Mahasiswa sebagai calon pendidik dapat menjadi tauladan yang baik bagi
peserta didiknya.
e. Mahasiswa sebagai calon pendidik dapat mengetahui dan menyadari apa
saja tanggung jawab seorang pendidik kepada peserta didiknya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Adab dalam Belajar dan Pembelajaran

Adab dalam bahasa Arab diartikan sebagai budi pekerti, tata krama,
atausopan santun. Istilah adab dikenal dalam peradaban Arab sejak pra Islam,
terkadang diartikan dengan etika. Ta’dib bisa disebut proses menjadikan seorang
beradab dalam pengertian berakhlak mulia. Jika dipahami adab sinonim dari
akhlak dan tujuan akhir dari pendidikan adalah akhlak.

Arti adab berkembang seiring dengan evolusi kultural bangsa arab dan
tidak pernah memiliki arti yang baku. Pemaknaan yang paling awal, disebutkan
bahwa adab adalah suatu kebiasaan, suatu norma tingkah laku praktis yang
dipandang terpuji dan diwariskan dari generasi ke generasi.3

Terkait dengan adab ini, Syed Muhammad An – Naquib Al – Attas


mengatakan bahwa adab adalah ilmu tentang tujuan mencari pengetahuan.
Sedangkan tujuan mencari pengetahuan dalam Islam ialah menanamkan kebaikan
dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai pribadi.4

Allah SWT memerintahkan manusia untuk belajar dan menimba ilmu,


oleh karena itu Allah banyak berfirman dalam Al – Qur’an mengenai belajar.
Diantaranya ialah sebgai berikut :

Artinya :1. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


menciptakan.” 2. “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
3. “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia.” 4. “Yang mengajar

3
Hasan Asari, Etika Akademis Dalam Islam, (Yogyakarta; Tiara Wacana, 2008), hlm : 1.
Syed Muhammad Al – Naqueb Al – Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam , (Bandung;
4

Mizan,1987), hlm : 54.

6
(manusia) dengan pena.”5. “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (Qs. Al – ‘Alaq : 1-5)

ْ ُ ‫ش ُزوايَ ْرفَعِاللَّ ُهالَّذِينَآ َمنُوامِ ْن ُك ْم َوالَّذِينَأُوت‬


َ‫واالع ِْل َم َد‬ ُ ‫ش ُزوافََا ْن‬ َ ‫سحِ اللَّ ُهلَ ُك ْۖ ْم َوإِذَاق‬
ُ ‫ِيَل ْن‬ ْ ‫س ُحواف‬
َ ‫ِيال َم َجا ِل ِسفَا ْف‬
َ ‫س ُحوايَ ْف‬ َّ َ‫يَاأَيُّ َهاالَّذِينَآ َمنُواإِذَاقِيلَلَ ُك ْمتَف‬
َ‫َر َج ٍۚات َواللَّ ُهبِ َمات َ ْع َملُونَ َخبِير‬

Artinya : “wahai orang – orang yang beriman! Apabila dikatakan


kepadamu, “berilah kelapangan di dalam majlis – majlis”, maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.dan apabila dikatakan, “
berdirilah kamu”, maka berdirila, niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang – orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti
terhadap apa yang kamu kerjakan”(Qs. Al – Mujadilah : 11)

Menurut pendapat Ibn Maskawaih, belajar adalah peningkatan perilaku


baik kepada orang lain, belajar adalah proses menerpa jasmani dan rohani menjadi
lebih sehat dan baik. Al - Ghazali berpendapat bahwa belajar adalah proses untuk
membentuk insan kamil.5

Pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari, dan perbuatan


menjadikan orang atau makhluk hidup untuk belajar. Pembelajaran juga
merupakan usaha sadar guru untuk membantu siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Jadi, pembelajaran adalah kegiatan untuk
membuat siswa belajar dengan melibatkan beberapa unsur intrinsik maupun
ekstrinsik guna mencapai tujuan belajar dan mengajar yang telah ditentukan.6

Jadi, dapat kita dipahami bahwa adab dalam belajar dan pembelajaran
ialah tata krama dalam meningkatkan perilaku sehingga dapat menjadi insan
kamil termasuk dalam proses – proses yang ditempuh untuk menjadi insan kamil
tersebut.

5
Abuddin nata, pemikiran para tokoh pendidikan islam, (jakarta; raja grafindo persada,2003), hlm.
74-75.
6
La Iru dan La Ode Safiun Arihi, Analisis Penerapan Pendekatan, Metose, Strategi, Dan Model –
Model Pembelajaran,(Bantul; Multi Presindo,2012), hlm : 1-2.

7
2.2. Adab Murid dalam Belajar

Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah yang sangat mulia. Sebab,


dengan menuntut ilmu, seorang hamba dapat mengenal Rabbnya yang mulia dan
dapat menunaikan hak-hak-Nya, demikian juga dapat menunaikan hak-hak
sesama makhluk.

Ilmu adalah petunjuk amal, maka tidak akan baik suatu amal kecuali
dengan ilmu. Oleh karena itu, seorang muslim wajib menuntut ilmu syar’i yang
bermanfaat, yang dengannya ia dapat memperbaiki ibadah dan ‘aqidahnya. Akan
tetapi, ia harus melaksanakan adab-adab yang berkaitan dengan menuntut ilmu.
Diantaranya adalah, adab sebelum menuntut ilmu, adab ketika sedang menuntut
ilmu dan adab kepada guru. Tidak diragukan lagi bahwasanya menuntut ilmu
hukumnya wajib bagi setiap manusia sampai ia meninggal. Berikut ini adab –
adab yang harus dipenuhi dalam belajar :

a. Niat untuk Belajar


Apabila seorang menuntut ilmu untuk mencari selain keridhoan
Allah atau mencari materi duniawi, niscaya hal itu akan menyebabkan
dirinya merugi. Sebab, ia mengkehendaki dunia dengan amalan
amalam akhirat. Menuntut ilmu syar’i merupakan amal yang sangat
membutuhkan niat yang ikhlas agar Allah memberikan taufik dan
pahala atas usaha seseorang dalam meraihnya. Jika tidak demikian,
orang menuntut ilmu akan terhalang dari taufik, bahkan ia akan
menjadi bahan bakar untuk menyalakan api Neraka pada hari Kiamat
nanti. Adapun niat yang harus ditekadkan dalam belajar ialah :
 Mencari ridha Allah
 Menghilangkan kebodohan
 Menghidupkan syi’ar agama
 Selamat dunia dan akhirat
b. Wara’
Hendaklah dalam menuntut ilmu, seorang pelajar menjaga segala
segala perintah Allah dan menjauhi larangannya, tidak mendekati yang
haram dan menahan diri dari hal – hal yang bersifat mubah agar

8
terhindar dari sesuatu yang haram dan syubhat, karena sesuatu yang
bersifat syubhat dapat menimbulkan mudharat.
Adapun perbuatan war’ meliputi :
 Menjauhi dir dari kekenyangan.
 Tidak banyak tidur.
 Tidak banyak bicara.
 Menjauhi pergunjingan, dan orang yang suka bergunjing
 Menjauhi orang yang berbuat rusak, maksiat, suka
menganggur.
Hendaklah seorang penuntut ilmu membatasi pergaulan.
Jika seorang penuntut ilmu membutuhkan teman, hendaklah ia
mengambil dari kalangannya sendiri, yaitu para penuntut ilmu,
orang baik dan orang shalih. Berteman dengan orang-orang
tersebut dapat memberikan faedah baginya, mengikuti
kebaikan mereka, serta membantunya dalam meraih kebaikan.
Hendaklah ia membatasi pertemanan dengan orang-orang
bodoh yang lemah agamanya agar tidak mendapatkan
keburukan mereka atau mempengaruhi tabiatnya sehingga
membuanya berpaling dari kebaikan.
 Hendaknya menghadap kiblat ketika belajar.
 Menjalankan sunnah rasul.
 Tidak bermalas – malasan.
 Sopan.
 Memperbanyak shalat sunnah dan menjaga kekhusyu’an.
 Besungguh – sungguh.
Wajib atas seseorang penuntut ilmu dan orang yang berilmu
agar memusatkan perhatiannya untuk menuntut ilmu,
mempelajarinya, dan menyebarkannya. Tentunya hal tersebut
dilakukan disamping hal-hal yang harus dikerjakan untuk
kehidupannya. Akan tetapi, menyibukan diri dengan urusan
dunia dan kewajiban lain yang akan melalaikannya dari

9
menuntut ilmu akan menutup kesempatan baginya untuk
mendapatkan ilmu sebagaimana mestinya.\
Imam Syafi’i berkata : “Tidak akan berhasil seseorang
yang menuntut ilmu dengan kekuasaan(hidup mewah) dan
kesombongan. Akan tetapi, barang siapa yang menuntut ilmu
dengan merendahkan diri, kesederhanaan hidup, dan
berkhidmad kepada ulama maka ia akan berhasil.”
 Memohon pertolongan Allah.
 Memelihara shalat dan taqwa.
 Selalu bersemangat.
 Memelihara wudhu.
c. Tertib dan Kontinyu
Penuntut ilmu haruslah belajar secara tertib dan kontinyu,
perbanyak mengulang apa yang telah didapat dan dipelajari
sebelumnya. Terutama di permulaan dan akhir malam. Karena waktu
anatar maghrib dan isya serta waktu sahur adalah waktu yang penuh
keberkahan.
d. Tawakkal
Orang yang berakal tidak akan gundah memikirkan urusan duni,
karena kegundahan dan kesedihan tidak akan dapat menghindarkan
musibah dan tidak akan memberikan manfaat.7
e. Sederhana
Disamping wara’, seorang penuntut ilmu harus membiasakan
kesederhanaan. Sebab, berlebihan merupakan cerminan perbuatan
syaitan. Apalagi dalam makan dan minum dapat mengakibatkan
kelemahan otak, banyak tidur, malas beraktifitas, dan timbulnya
berbagai penyakit.
Tidak ada seorang penuntut ilmu pun dari kalangan salafush shalih
yang terkenal banyak makan dan minum. Imam asy-Syafi’I berkata:
“Aku tidak pernah kenyang selama enam belas tahun kecuali sekali
saja. Maka aku memasukan tanganku kedalam kerongkongan sehingga
7, Syekh Al – Zarnuji, Etika Menuntut Ilmu, Terjemahan Oleh Achmad sunarto

(Bandung; Husaini Bandung,2000), hlm. 17-92.

10
memuntahkannya. Sesungguhnya kenyang dapat membuat badan berat
dan hati keras, menghilangkan kepintaran, mendatangkan ngantuk dan
melemahkan diri dalam beribadah”
f. Menjauhkan diri dari pelanggaran - pelanggaran syar’i, baik lahir
maupun batin
Sesungguhnya ilmu adalah cahaya dari Allah yang ditanamkan
dalam hati siapa yang dikehendaki dari hamba-hambaNya dan setiap
pelanggaran, baik lahir maupun batin, dapat menghalangi cahaya
tersebut. Imam asy-Syafi’I berkata:
“Aku mengadukan kepada Waki’ tentang jeleknya hafalanku, lalu ia
menyuruhku untuk meninggalkan perbuatan maksiat. Ia berkata :
‘Ketahuilah, sesungguhnya ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak
diberikan kepada pelaku maksiat.”

Sahal bin ‘Abdillah berkata: “Haram bagi cahaya untuk masuk


kedalam hati seseorang sementara didalam dirinya terdapat hal yang
Allah benci.”
Wajib atas setiap ‘alim dan penuntut ilmu menyucikan hatinya dari
penyimpangan-penyimpangan, seperti hasad, iri, dengki, khianat,
sombong, ujub, dan lainnya. Perkara-perkara tercela itu dapat
menghalangi dari meraih ilmu dan keberkahan ilmu.
g. Memilih guru yang baik
Hendaklah seorang penuntut ilmu meneliti, melihat, dan memilih
guru-guru yang baik untuk menuntut ilmu. Hendaklah guru tersebut
berasal dari orang yang ahli dalam agama, orang shalih, orang yang
terhormat, orang yang suci, orang yang mengamalkan ilmunya, orang
zuhud dan ahli ibadah. Janganlah memilih guru yang suka mencari-cari
perkara aneh yang tidak bisa diterima akal, yang sibuk mencari harta
dunia, yang melecehkan ilmu, yang suka mencari keliruan-keliruan dan
yang suka mencari kepuasan orang-orang awam atau masyarakat
umum.

11
Demikian juga hendaknya ia memilih guru yang ahli atau pakar
didalam ilmu yang ia tuntut darinya. Maksudnya, hendaklah seorang
guru orang yang ahli di dalam ilmu mereka. Disamping itu, mereka
memiliki pengalaman yang banyak. Oleh karena itu, Muhammad bin
Sirin berkata : “Sesungguhnya ilmu adalah agama, maka perhatikanlah
dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Abu Hanifah menjelaskan apa sebabnya ia berguru kepada
Hammad bin Abi Sulaiman : “Aku mendapati ia seorang syaikh yang
terhormat, santun dan sabar.”8

2.3. Adab Murid dalam Pembelajaran


a. Menghormati Guru dan Beradab Kepadanya
Seorang pelajar wajib menghormati dan memuliakan gurunya.
janganlah ia berbicara tentangnya kecuali dengan menyebut nama
syaikh atau sejenisnya. selayaknya ia bertawadhu' kepadanya,
membukakan pintu baginya, menyilahkannya didepan ketika berjalan,
menyiapkan sendalnya, tidak mendahuluinya ketika menjawab dan
tidak menyulitkannya dengan banyak bertanya. Hendaklah pula engkau
memulai mengucapkan salam jika bertemu dengan nya, mendahulukan
ia masuk kedalam masjid dan duduk dihadapannya dengan tawadhu',
dan lain sebagainya.
Imam Ahmad bin Hanbal berkata kepada Khalaf Al-Ahmar: "Aku
tidak akan duduk kecuali di hadapanmu. sesungguhnya kami telah
diperintahkan supaya bersikap tawadhu' kepada orang yang kami
belajar ilmu darinya."
Hendaklah penuntut ilmu mengetahui hak guru dan tidak
melupakan jasanya, mengagungkan kehormatannya, dan menolak
ghibah tentangnya, serta marah untuk membelanya. Jika ia tidak
mampu, hendaklah ia bangkit dan meninggalkan majelis. Hendaklah ia

8
'Abdul 'aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam menurut Al-Qur'an dan AS-
sunnah, Pustaka Imam Asy-Syafi'I, Jakarta, 2009 , hlm. 179-185.

12
mendoakan gurunya selama hidupnya dan hendaklah ia memperhatikan
keturunan nya, kerabat karibnya, dan orang-orang yang simpati
kepadanya sepeninggalannya. hendaklah ia pun menziarahi kuburnya,
memohon ampun untuknya dan bersedekah untuknya.
Seorang penuntut ilmua hendaklah bersabar atas kekerasan
gurunya dan hendaklah ia bersikap lembut kepadanya. Imam asy-Syafi'i
mengatakan bahwa dikatakan kepada Sufyan bin 'Uyainah :
"Sesungguhnya orang-orang datang kepadamu dari penjuru dunia, lalu
engkau marah kepada mereka, hingga dikhawatirkan mereka akan
pergi meninggalkanmu." Maka ia berkata kepada orang itu : "Kalau
begitu mereka orang-orang bodoh sepertimu jika mereka meninggalkan
apa yang bermanfaat bagi mereka hanya karena keburukan akhlakku."
b. Dialog Murid dengan Guru
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepada para
sahabat pada suatu hari ditengah-tengah wejangan beliau kepada
mereka: "Sesungguhnya diantara pohon-pohon itu ada sebuah pohon
yang tidak gugur daunnya. itulah perumpamaan bagi seseorang
muslim. Coba sebutkan kepadaku pohon apakah itu?" Ibnu Umar
berkata : "Orang-orang mengira pohon yang ada dilembah namun
didalam hatiku aku mengira pohon itu adalah pohon kurma, tetapi aku
malu menyebutkannya (didalam riwayat lain: karena melihat aku yang
paling kecil maka aku pun diam). Para sahabat berkata : "Wahai
Rasulullah, beritahukanlah kepada kami pohon apakah itu." Rasulullah
bersabda :"Pohon itu adalah pohon kurma." Ibnu Umar berkata: "Aku
menceritakan kepada ayahku apa yang terlintas didalam hatiku tadi."
Maka Umar berkata: "Sekiranya engkau menjawabnya, maka itu lebih
aku sukai daripada ini dan itu."
c. Menghindari Berdebat Dengan Guru
Bertengkar dan berdebat akan menghalangi kebaikan yang banyak.
Apalagi jika seorang penuntut ilmu berdebat dengan gurunya dan
mendebatkan dengan debat yang melampaui batas, yang tujuannya
bukan untuk mengetahui kebenaran dengan dalilnya. jika berdebat itu

13
buruk seluruhnya, maka terhadap gurunya itu lebih buruk lagi, sangat
jauh dari kebaikan, dan sangat memungkinkan penuntut ilmu jatuh
kedalam keburukan, serta merupakan sebab penghalang dari
memperoleh banyak kebaikan.
Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, ia berkata: "Janganlah
kamu mendebat orang yang lebih alim daripadamu. Jika engkau
melakukannya, maka ia akan menyimpan ilmunya darimu, sedang ia
tidak merugi sedikitpun."
Diriwayatkan juga dari az-Zuhri, ia berkata: "Salamah dahulu suka
mendebat Ibnu 'Abbas sehingga ia pun terhalang dari kebaikan yang
sangat banyak."
d. Mengikat Ilmu Dengan Tulisan
Kadang seorang lupa terhadap suatu masalah dari ilmu yang dia miliki.
Namun, jika ia menulisnya, niscaya ia akan mengingatnya dan mudah
baginya untuk merujuk kembali. Abu Hurairah berkata: "Tidak ada
seorang pun dari kalangan sahabat Nabi yang lebih banyak hadistnya
daripadaku, melainkan 'abdullah bin 'Amr bin al-'Ash. Sebab ia
menulis, sedang aku tidak."
Oleh karena itu, telah diriwayatkan secara shahih dari para sahabat
dan Tabi'in bahwa mereka berkata: "Ikatlah ilmu dengan
menuliskannya." Di riwayatkan pula dalam hadist yang marfu'
bahwasanya Nabi bersabda: "Ikatlah ilmu dengan tulisan."
Hendaklah seorang penuntut ilmu menulis apa yang mampu ia tulis
dari masalah-masalah ilmu hingga ia mendapatinya ketika ia
membutuhkannya.
e. Mengatur dan Menyusun dengan Rapi Apa yang Ditulis
Jika seorang penuntut ilmu mulai menulis suatu karya ilmiah,
hendaklah ia bersungguh-sungguh menyusun dan mengelompokkannya.
Yaitu, mengumpulkan materi-materi ilmiah sesuai dengan babnya yang
berkaitan dengan masalah tertentu, kemudian mengelompokannya
kedalam bab yang baik sehingga mudah baginya ketika ingin
merujuknya kembali agar dapat menghemat waktu.

14
f. Diarang Menyembunyikan Ilmu Setelah Ia Mempelajarinya
Apabila seorang muslim telah mempelajari ilmu dari ilmu-ilmu
syar'i, maka tidak boleh baginya menyembunyikannya dari orang lain.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-
Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua
(makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap
mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].
Wajib atas siapa saja yang mengetahui tentang suatu dari hukum-
hukum agama untuk menjelaskan dan mengajarkannya kepada orang
lain. Jika tidak demikian, maka ia akan mendapatkan laknat dari Allah.
Dan tidak termasuk menyembunyikan ilmu yang dicela oleh Allah
jika seorang menyampaikan kepada manusia sesuatu yang selaras
dengan keadaan mereka. Janganlah ia menyampaikan kepada mereka
sesuatu yang bisa dipahami secara keliru atau menyampaikan hal-hal
diluar batas akal dan pemahaman mereka.
Ibnu Mas'ud berkata: "Tidaklah engkau berbicara kepada suatu
kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak bisa dicerna oleh akal
mereka, melainkan kamu menjadi fitnah bagi sebagian mereka."
g. Mengamalkan Ilmu
Mengamalkan ilmu merupakan kewajiban yang paling utama atas
seorang Muslim. Hal ini termasuk adab yang paling agung, bahkan
inilah hakikat ilmu. Yaitu, seorang muslim mengamalkan ilmunya
sehingga bermanfaat, benar, dan dapat menuntun pemiliknya ke Surga.
Sebab, ilmu pada hakikatnya adalah untuk diamalkan, hingga dapat
menyampaikan pemiliknya kepada keridhaan Allah. Nabi telah
mengabarkan bahwa setiap manusia akan ditanya tentang apa yang
telah diamalkan dari ilmunya.

15
Rasulullah Bersabda: "Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba
pada hari kiamat hingga ia ditanya tentang empat perkara: ... dan
ilmunya, apa yang telah diamalkan darinya."
Hendaklah seorang muslim beramal dengan tuntunan ilmu yang
Allah berikan kepadanya karena hal itu merupakan kewajiban yang
paling utama atasnya. Adapun jika ia tidak mengamalkan ilmu yang ia
miliki, maka ia berhak mendapat celaan. Orang seperti itu mirip dengan
orang-orang yahudi yang tersesat sementara mereka memiliki ilmu.
h. Menyebarkan Ilmu dan Tidak Menutupinya
Menyebarkan ilmu merupakan zakat ilmu syar'i, yang demikian itu
adalah hak Allah atas orang alim dan penuntut ilmu, yaitu ia
mengajarkan manusia sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
menyebarkan ilmu syar'i ditengah-tengah mereka, mengajak mereka
pada kebaikan, dan menyebarkan sunah di tengah-tengah mereka. Jika
ia melakukan hal itu, niscaya ia akan mendapatkan pahala yang besar.
Allah telah memperingatkan bahaya menyembunyikan ilmu,
bahkan mengancamnya dengan laknat. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan
petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-
Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua
(makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap
mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].
Wajib atas seorang penuntut ilmu dan seorang 'alim untuk
bersungguh-sungguh menyebarkan ilmu dan tidak menutup-nutupinya
sedikitpun.9

9
'Abdul 'aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam menurut Al-Qur'an dan AS-
sunnah, Pustaka Imam Asy-Syafi'I, Jakarta, 2009 , hlm. 186-193.

16
2.4. Adab Murid Terhadap Guru
Menurut Syeikh Ahmad Nawawi adab murid terhadap guru antara lain :
a. Murid harus taat kepada guru (terhadap apa yang diperintahkan di
dalam perkara yang halal).
b. Murid harus menghormati guru.
c. Mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru.
d. Ketika murid bertemu dengan guru ditepi jalan, hendaklah murid
menghormati guru dengan berdiri dan berhenti.
e. Murid hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru
datang.
f. Ketika duduk dihadapan guru harus sopan.
g. Murid harus memperhatikan penjelasan guru.
h. Murid jangan bertanya ketika guru sedang lelah.
i. Ketika duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak
menoleh-noleh kebelakang.
j. Murid jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan
dibidangnya atau bukan ahlinya.
k. Murid harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatanya
untuk mengikat ilmu agar tidak mudah hilang.
l. Murid harus berprasangka baik terhadap guru.10

2.5. Adab Guru dalam Pembelajaran

Beberapa calon guru memiliki perasaan takut atau ragu-ragu di dalam


menghadapi tugas praktik mengajar, tetapi perasaan tersebut akan hilang dengan
sendirinya setelah terjun dan mengikuti latihan mengajar di kelas atau di sekolah.
Cara pandangan guru yang baik adalah tidak terfokus pada sesuatu yang
menarik perhatiannya, namun harus meliputi seluruh kelas, bersikap tenang, tidak
gugup, tidak kaku, ambil posisi yang baik sehingga dapat dilihat dan didengar
peserta didik. Senyuman dapat mengusahakan dan menciptakan situasi belajar

10
Fajar Widianto, Menjadi Hebat Zaman Now, (Sukabumi ; CV Jejak, 2018), hlm : 73-74

17
yang sehat, suara yang terang dan jelas dan diadakan variasi sehingga suara yang
simpatik akan selalu menarik perhatian anak-anak.11

Adab Guru dalam Pembelajaran :

a. Ketika hendak berangkat ke tempat mengajar (majlis al-tadrîs),


menyucikan diri dari hadats (hadats) dan kotoran (khubts), membersihkan
dan merapikan badan serta dengan elegan mengenakan pakaian paling
bagus yang layak sesuai kultur yang berlaku.

b. Membaca doa keluar rumah.

c. Duduk pada posisi yang bisa dilihat oleh seluruh murid yang hadir dengan
terlebih dahulu mengatur posisi duduk mereka secara proporsional.

d. Sebelum memulai pelajaran, sebaiknya membacakan beberapa ayat al-


Qur’an agar mendapatkan keberkahandan berdoa untuk kebaikan diri
sendiri, para murid dan seluruh kaum Muslimin.

e. Mendahulukan disiplin ilmu yang berstatus lebih mulia (asyraf) dan lebih
urgen (ahamm).

f. Dapat mengatur nada dan intonasi suaranya ketika mengajar.

g. Menghindarkan majelis pelajarannya dari kegaduhan (laght).

h. Mampu mencegah berbagai pihak terutama dari internal para murid yang
akan berbuat keji dalam debat, atau yang kebingungan dalam mengkaji,
atau yang tidak baik dalam beradab (su’ul adab), atau yang tidak mampu
bersikap adil setelah kebenaran berhasil diungkap dalam perdebatan.

11Asmani, Jamal Ma‟mur, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, Diva Press,

Jogja, 2013, hlm. 57-60.

18
i. Senantiasa bersikap adil dalam memberikan pelajaran dan pembelajaran.

j. Ketika mengakhiri pelajaran hendaknya mengucapkan “wallahu a’lam”


(hanya Allah yang lebih mengetahui).

k. Mengetahui kompetensi keahliannya sehingga ia tidak akan mengajar pada


bidang keilmuan yang bukan menjadi spesialisasi keahliannya.12

2.6.Tanggung Jawab Guru Terhadap Murid.

a. Tanggungjawab Intelektual

Tanggungjawab intelektual guru diwujudkan melalui penguasaan


materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur
dan metodologi keilmuannya.

b. Tanggungjawab Profesi/Pendidikan

Tanggungjawab profesi/pendidikan diwujudkan melalui


pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

c. Tanggungjawab Sosial
Tanggungjawab sosial guru diwujudkan melalui kemampuan guru
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
d. Tanggungjawab Moral dan Spiritual

12Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung, 2011, hlm. 40-43.

19
Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui
penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa
tidak menyimpang dari norma agama dan moral.
e. Tanggungjawab Pribadi
Tanggung jawab pribadi diwujudkan melalui kemampuan
untuk memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya dan
menghargai serta mengembangkan dirinya.
Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses
pembelajaran di kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah
mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif
(medium) antara pesta didik dengan ilmu pengetahuan. Mengenai tugas
guru, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat
bahwa tugas guru ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas.
Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam
bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh,
membiasakan, dan lain-lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas
dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak
orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah
yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-
Qur’an Ali Imran ayat 104 Allah berfirman:

Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Profesi seorang guru juga dapat di katakan sebagai penolong orang
lain, karena dia menyampaikan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran
Islam agar orang lain dapat melakasanakan ajaran Islam. Dengan demikian
akan tertolonglah orang lain dalam memahamin ajaran Islam. Musthafa
Al-Maraghi mengatakan ”Orang yang diajak bicara dalam hal ini adalah
umat yang mengajak kepada kebaikkan, yang mempunyai dua tugas, yaitu
menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar”, Dalam tafsir Al-
Azhar, diterangkan bahwa: “Suatu umat yang menyediakan dirinya untuk
mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat

20
yang ma’ruf yaitu, yang patut, pantas, sopan, dan mencegah dari yang
mungkar.
Berdasarkan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, guru berkewajiban
membantu perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan
ajaran Islam, apalagi di dalam tujuan pendidikan terkandung unsur tujuan
yang bersifat agamis, yaitu agar terbentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang
ma’ruf dan mana yang mungkar, oleh karena itu hendaklah guru agama
menggerakkan siswa kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar,
supaya siswa bertambah tinggi nilainya baik disisi manusia maupun
dihadapan Allah.
Bila diperhatikan secara lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang
mestinya dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah
di atas intinya adalah mengajak manusia melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Menurut M. Ja’far bahwa “Tugas dan tanggung
jawab guru menurut agama Islam dapat diidentifikasikan sebagai tugas
yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu menyuruh yang ma’ruf dan
mencegah yang mungkar”. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan tugas
yang dilaksanaan guru agama dengan mubaligh/da’i, melaksanakan
tugasnya melalui jalur pendidikan luar jalur sekolah (non
formal). Rasulullah bersabda:

(‫ بلغوا عنى ولو آية (رواه البخارى‬: ‫و عن عبد هللا عمرو بن العاص رضى هللا قال‬

Artinya : “Dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a dia berkata:
Bersabda Nabi SAW, sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat.
(HR. Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan
tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui

21
termasuk pendidik/guru adalah menyampaikan apa yang diketahuinya
(ilmu) kepada orang yang tidak mengetahui.
SyaifulBahriDjamarah menyatakan bahwa seorang guru mempunyai
tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas
kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang
kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika,
tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau
transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis
yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.
Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar
dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-
baiknya.Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi
diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.
Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka
pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam
keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini
berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan
mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau
penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara
kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi
perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia
hidup.
Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga
negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah
digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN. Ketiga
tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan
organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di
dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator,
motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat
tinggal. Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru

22
harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa
sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-
praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik
harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih
nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak
didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena
anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara
manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa
tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu,
nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui
bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang
biasanya disebut rumus-rumus.13
Ahmad Tafsir membagi tugas-tugas yang dilaksanakan oleh guru
antara lain adalah:
 Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak
dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui
pergaulan, angket dan sebagainya.
 Berusaha menolong anak didik mengembangkan
pembawaan yang baik dan menekankan pembawaan yang buruk
agar tidak berkembang.
 Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa
dengan cara memperkenalkan kepada anak didik tugas orang
dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai keahlian,
keterampilan, agar anak didik memilikinya dengan cepat.
 Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui
apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik.
 Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik
melalui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.

13
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dalam Interaksi Edukatif, RinekaCipta, Jakarta, 2000,
hlm. 65-67.

23
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui
tugas guru bukan hanya mengajar atau menyampaikan kewajiban kepada
anak didik, akan tetapi juga membimbing mereka secara keseluruhan
sehingga terbentuk kepribadian muslim
Tanggung jawab para guru dan unsure pendidikan lainnya bukan
hanya sekedar dalam hal mengajar atau memajukan dunia pendidikan di
sekolah ditempatnya bertugas, tetapijuga bertangggung jawab untuk
mengfajak masyarakat di sekitarnya masing-masing untuk ikut
berpartisipasi dalam memajukan pendidikan di wilayahnya. Maju
mundurnya pendidikan di daerah tergantung kinerja para dewan guru,
pengawas ekolah dan komite sekolah, karenanya diharapkan semuanya
biasa menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya yang disertai keikhlasan
hati dalam mengemban amanah yang diberikan.
Guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan
pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi
maupun metode. Selain itu juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya
dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional
hendaknya mampu memikul dalam melaksanakan tanggung jawab
sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara
dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi,
sosial, intelektual, moral dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang
mandiri Yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya,
menngendalikan dirinya dan menghargai serta mengembangkan dirinya.
Tanggung jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dari
lingkungan social serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif.
Tangggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai
perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
penunjang tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan
melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya
senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan moral.14

14Ahmad Tafsir. 2004. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja

Rosdakarya. Hlm. 45-48

24
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Adab merupakan norma atau aturan mengenai tata krama, sopan
santun, budi pekerti yang tertanamn pada diri seseorang yang didasarkan
atas aturan agama. Adapun belajar merupakan proses perubahan tingkah
laku melalui latihan dan pengalaman. Sedangkan pembelajaran merupakan
kegiatan yang di dalamnya termasuk kegiatan belajar mengajar. Maka,
Adab dalam belajar dan pembelajaran adalah tata krama dalam
meningkatkan perilaku sehingga dapat menjadi insan kamil termasuk
dalam proses – proses yang ditempuh untuk menjadi insan kamil tersebut.
Seorang penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan
menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap dirinya maupun kepada
orang lain. Karena dengan adab tersebut, ilmu akan lebih mudah kita
terima dan kebekahan pun akan mengiringi, serta menjadikan ilmu – ilmu
tersebut sebagai penerang dalam jiwa dan wasilah yang semakin
mendekatkan kita pada Sang Pencipta.

3.2.Saran
Agar menghasilkan jerih payahnya menghasilkan ilmu yang
bermanfaat, maka seorang penuntut ilmu haruslah menghiasi dirniya
dengan adab – adab yang baik serta menghindari segala hal yang dapat
mengurangi keberkahan ilmu dan kesuciannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Al – Attas, Syed Muhammad Al – Naqueb. 1987. Konsep Pendidikan


dalam Islam . Bandung : Mizan.

Asari, Hasan. 2008. Etika Akademis Dalam Islam. Yogyakarta : Tiara


Wacana.

Asmani, Jamal Ma’mur, 2013, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan
Inovatif, Jogjakarta: Diva Press.

Iru, La dan La Ode Safiun Arihi. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan,


Metode, Strategi, dan Model – Model Pembelajaran. Bantul :
Multi Presindo.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif


Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nada, 'Abdul 'aziz bin Fathi as-Sayyid. 2007. Ensiklopedi Adab Islam
menurut Al-Qur'an dan AS-sunnah. Jakarta: Pustaka Imam
Asy-Syafi'i.

Nata, Abuddin. 2003. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta :


Raja Grafindo Persada.

Slavin,Robert E. 2009. Educational Psychology. Jakarta : PT. Indeks.

Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:


RinekaCipta.
Syekh Al – Zarnuji. 2000.Etika Menuntut Ilmu, Terjemahan Oleh Achmad
Sunarto Bandung : Husaini Bandung.

Tafsir, Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Widianto, Fajar. 2018. Menjadi Hebat Zaman Now. Sukabumi : CV Jejak.

26

Anda mungkin juga menyukai