Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Hadis tentang etika guru terhadap murid dan sebaliknya


Di ajukan dalam Memenuhi Tugas Mata kuliah hadis tarbawi

Oleh :
KELOMPOK SEBELAS (11)
1. Agil Azmi ( 2110201064 )
2. Sarma jihadi ( 2210201123 )

Dosen Pengampu :
Dr.muhamad yusuf,M.Ag

MAHASISWA JURUSANPENDIDIKAN AGAMAISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 2023 M/ 1444 H
KATAPENGANTAR

Rasa syukur senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini.
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
KaruniaNya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.
Shalawat serta salam tidak lupakita haturkan kepada junjungan Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW, atas bimbingan Beliau sehingga kita dapat membedakan mana
yang benar dan mana yang salah.
Ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah materi pai lanjutan
yang telah memberikan kami kesempatan untuk membuat makalah ini sebagai
pedoman, acuan, dan sumber belajar.Kami sudah berusaha semampu mungkin untuk
menyelesaikan makalah ini, kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah berikutnya.

Kerinci,18,november 2023

penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................i
DaftarIsi..............................................................................................................ii
BABI
Pendahuluan.......................................................................................................1
A. LatarBelakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................1

BABII
pembahasan........................................................................................................2
A. Pengertian adab ...............................................................................2
B. Pengertian etika...............................................................................2
C. Pengertian guru dan siswa...............................................................3
D. Adab dan etika siswa terhadap guru………...…………………4
E. Hakikat peserta didik dalam pendidikan islam………………..6

BABIII
Penutup................................................................................................................7
A. Kesimpulan...................................................................................7
B. Saran.............................................................................................7
DaftarPustaka.....................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Ilmu menjadi sarana bagi setiap manusia untuk memperoleh kesejahteraan dunia maupun
akhirat, maka mencari ilmu hukumnya wajib. Mengkaji ilmu itu merupakan pekerjaan
mulia, karenanya banyak orang yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan
didasari iman kepada Allah SWT. Maka semua yang ada di bumi mendoakannya. Karena
mencari ilmu itu pekerjaan yang memerlukan perjuangan fisik dan akal, maka nabi
pernah bersabda bahwa orang yang keluar untuk mencari ilmu akan mendapatkan
pertolongan dari Allah, karena Allah suka menolong orang yang mau bersusah payah
dalam menjalankan kewajiban agama. (Juwariyah, 2010: 141). Sebagaimana hadits yang
telah diriwayatkan oleh Sunan Ibnu Majah yang berbunyi:“ Dari Annas bin Malik
berkata: bahwa rasulullah saw bersabada: “Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim”.
(H.R. Sunan Ibn Majah, , 1, 17, 224, t.th: 81). Perlu diketahui bahwa, kewajiban
menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak sembarang ilmu, tapi
terbatas ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah
dengan sesama manusia.
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling hormat menghormati,
saling menghargai satu sama lain, dalam menuntut ilmu sangatlah penting di tanamkan
adab dan tatakrama yang sopan terhadap guru.Di zaman yang modern seperti sekarang ini
telah banyak pergeseran tentang adab atau prilaku sehingga menjurus kepada dekadensi
moral, murid dengan guru sudah tidak bisa lagi dibedakan baik dalam perkataan,
perbuatan ataupun prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya makalah ini
penyusun mencoba menjelaskan pandangan islam tentang adab, tatakrama dan prilaku
yang seharusnya dijunjung tinggi dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam bergaul satu sama lain ataupun dengan guru.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan dipaparkan dalam makalah
ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan etika?
2. Apa yang dimaksud dengan murid?
3. Bagaimanakah adab seorang anak terhadap guru?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. pengertian adab
Menurut bahasa Adab memiliki arti kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi
pekerti, akhlak. M. Sastra Praja menjelaskan bahwa, adab yaitu tata cara hidup,
penghalusan atau kemuliaan kebudayaan manusia. Sedangkan menurut istilah Adab
adalah suatu ibarat tentang pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang
salah.Pengertian bahwa adab ialah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau
hinanya seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang. Maka jelaslah bahwa
seseorang itu bisa mulia dan terhormat di sisi Allah dan manusia apabila ia memiliki
adab dan budi pekerti yang baik.Seseorang akan menjadi orang yang beradab dengan
baik apabila ia mampu menempatkan dirinya pada sifat kehambaan yang hakiki. Tidak
merasa sombong dan tinggi hati dan selalu ingat bahwa apa yang ada di dalam dirinya
adalah pemberian dari Allah swt. Sifat-sifat tersebut telah dimiliki Rasulullah saw.
Secara utuh dan sempurna.
Menurut Imam al-Ghazali akhlak mulia adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh para
utusan Allah swt. yaitu para Nabi dan Rasul dan merupakan amal para shadiqin.
Akhlak yang baik itu merupakan sebagian dari agama dan hasil dari sikap sungguh-
sungguh dari latihan yang dilakukan oleh para ahli ibadah dan para mutaqin.Al-
Ghazali berpendapat bahwa pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas mujahadah
(ketekunan) dan latihan jiwa. Mujahadah dan riyadhah-nafsiyah (ketekunan dan
latihan kejiwaan) menurut al-Ghazali ialah membebani jiwa dengan amal-amal
perbuatan yang ditujukan kepada khuluk yang baik, sebagaimana kata beliau:
Barangsiapa yang ingin dirinya mempunyai akhlak pemurah, maka ia harus melatih
diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan pemurah, yakni dermawan, dan gemar
bersedekah. Jika beramal bersedekah dilakukan secara istiqamah, maka akan jadi
kebiasaan.
B. pengertian etika
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,yang
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasaLatin, yaitu “Mos” dan
dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-
hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi
dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem
nilai-nilai yang berlaku

2
C.pengertian guru dan siswa
1. Pengertian Guru
Dalam literatur kependidikan Islam, kata guru sering juga dikatakan dengan
ustadz, mu’allim, murabbiy, mudarris dan muaddib. Sedangkan menurut
Muhammad Ali al-Khuli dalam kamusnya “Dictionary of Education; English-
Erobic”, kata “guru” disebut juga dengan mu’allim dan mudarris.Kata “uztadz”
biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna
bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam
mengemban tugasnya. Seorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya
melihat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya,sikap komitmen terhadap
mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvemen, yaitu selalu
berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya
sesuai dengan tuntutan zamannya. Yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi
bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan
hidup pada zamannya di masa depan.
2. Pengertian Siswa
Kata “Siswa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai pengertian
orang yang sedang berguru. Menurut Ahmad Warson Al- Munawwir dalam
kamusnya “Al-Munawwir” bahwa “Siswa” adalah orang yang masa-masa
belajar. Sedangkan kata “Siswa” menurut John M. Echold dan Hassan Shadily
adalah orang yang belajar (pelajar). Istilah lain yang berkenaan dengan murid
(pelajar) adalah al-thalib.Kata ini berasal dari bahasa Arab, thalaba, yathlubu,
thalaban, talibun yang berarti “orang yang mencari sesuatu”. Pengertian ini dapat
dipahami karena seorang pelajar adalah orang yang tengah mencari ilmu
pengetahuan,pengalaman, dan keterampilan dan pembentukan kepribadiannya
untuk bekal kehidupannya di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat

D.Adab dan etika siswa terhadap guru


Sesungguhmya adab yang mulia adalah salah satu faktor penentu kebahagiaan dan
keberhasilan seseorang. Begitu juga sebaliknya, kurang adab atau tidak beradab adalah
alamat jurang kehancurannya. Tidaklah kebaikan dunia dan akhirat kecuali dapat
diraih dengan adab, dan tidaklah tercegah kebaikan dunia dan akhirat melainkan
karena kurangnya adab. Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu
kepada seorang guru. Demi untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan
mengamalkan ilmu atau pengetahuan yang telah diperoleh dari seorang guru, maka
seorang murid haruslah memiliki akhlak atau etika yang benar terhadap gurunya.Di
antara adab-adab yang telah disepakati adalah adab murid kepada syaikh atau gurunya.
Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-
3
Qur’an, ahli Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan kholifah, orang yang
punya keutamaan dan orang yang berilmu.”
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Ikhlas sebelum melangkah
Pertama kali sebelum melangkah untuk menuntut ilmu hendaknya kita berusaha selalu
mengikhlaskan niat. Sebagaimana telah jelas niat adalah faktor penentu diterimanya
sebuah amalan. Ilmu yang kita pelajari adalah ibadah, amalan yang mulia, maka sudah
barang tentu butuh niat yang ikhlas dalam menjalaninya
2. Bersikap tawadhu’ dan merendahkan diri di hadapan guru.
Ilmu tidak akan didapat kecuali dengan tawadhu’ dan mencurahkan perhatian
maksimal untuk mendengar penjelasan guru. Sikap tawadhu’ seorang murid kepada
gurunya akan mengangkat derajatnya, dan rendah dirinya di hadapan gurunya akan
menambah kemuliaannya.
3. Menjaga kehormatan guru (Mengagungkan guru)
Mengagungkan orang yang berilmu termasuk perkara yang dianjurkan.Seorang murid
hendaknya menganggap gurunya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Sebagai
pengajar yang mengajarkan ilmu kepadanya, serta sebagai pendidik yang
membimbingnya pada budi pekerti yang baik. Seorang murid kalau tidak percaya pada
gurunya dalam hal ini maka dia tidak akan mendapatkan apa yang dia inginkan.
Sebagai sebuah gambaran, jika seorang murid ragu-ragu dengan kemampuan ilmu
gurunya, bagaimana mungkin dia akan mengambil manfaat darinya
4. Akuilah keutamaan gurumu
Khothib al-Baghdadi berkata: “Wajib bagi seorang murid untuk mengakui keutamaan
gurunya yang faqih dan hendaklah pula menyadari bahwa dirinya banyak mengambil
ilmu dari gurunya.”
5.Sopan ketika berbicara dengan guru.
Seorang murid harus sopan dan santun ketika berbicara dengan gurunya. Di antara
bentuk sopan santun tersebut ialah tidak memanggil namanya secara langsung, tapi
hendaknya diawali dengan panggilan Pak, Bu, Ustadz, Ustadzah, Kiai, atau yang
sejenisnya, dengan nada rendah. Tidak juga berbicara dengannya dari jarak jauh
sambil mengeraskan suara, kecuali jika terpaksa
‫اَل َتْج َع ُلْو ا ُد َع ۤا َء الَّرُسْو ِل َبْيَنُك ْم َكُد َع ۤا ِء َبْع ِض ُك ْم َبْعًضا‬
Janganlah kamu jadikan panggilan rasul (Muhammad) di antara kamu seperti
panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). (QS. an-Nur [24]:63)”

4
6. Beradab ketika mengajukan pertanyaan.
Seorang murid harus beradab ketika bertanya kepada gurunya. Hendaknya ia bertanya
dengan tutur kata yang lemah lembut, tidak mengangkat suara, tidak pula bertanya
dengan tujuan mendebat. Barangsiapa yang bertanya dengan mengangkat suara atau
dengan tujuan mendebat, niscaya ia tidak akan memperoleh banyak ilmu dari guru
tersebut.Jangan juga bertanya untuk mengetes keilmuan guru atau mencari kelemahan
dan kesalahannya. Ini merupakan adab yang buruk dan tidak selayaknya dilakukan
oleh seorang penuntut ilmu.
7. Sabar bergaul dengan guru yang memiliki sifat keras.
Sebagian guru ada yang memiliki sifat keras. Maka seorang murid yang baik dan bijak
akan sabar bergaul dengannya demi mendapat faedah ilmu yang banyak. Barangsiapa
yang tidak sabar, maka ia tidak akan memperoleh banyak ilmu darinya, yang akhirnya
akan merugikan dirinya sendiri.
8. Tidak memotong penjelasan guru.
Memotong penjelasan guru merupakan adab yang tidak baik. Maka seorang murid
hendaknya mendengarkan dengan baik apa yang dijelaskan oleh gurunya. Jika guru
telah selesai dari penjelasannya, maka silakan murid bertanya atau mengomentari apa
yang dijelaskan guru
9. Membela kehormatan guru
Ketahuilah selayaknya bagi siapa saja yang mendengar orang yang sedang
mengghibah kehormatan seorang muslim, hendaklah dia membantah dan menasehati
orang tersebut. Apabila tidak bisa diam dengan lisan maka dengan tangan, apabila
orang yang mengghibah tidak bisa dinasehati juga dengan tangan dan lesan maka
tinggalkanlah tempat tersebut. Apabila dia mendengar orang yang mengghibah
gurunya atau siapa saja yang mempunyai kedudukan, keutamaan dan kesholihan, maka
hendaklah dia lebih serius untuk membantahnya. (Shohih al-Adzkar 2/832, Adab
atTatalmudz hal. 33)
10. Jangan berlebihan kepada guru
Guru adalah manusia biasa. Tidak harus semua perkataannya diterima mentah-mentah
tanpa menimbangnya menurut kaidah syar’iah. Orang yang selalu manut terhadap
perkataan guru, bahkan sampai membela mati-matian ucapannya adalah termasuk
sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Apabila telah jelas kekeliruan guru maka nasehatilah,
jangan diikuti kesalahannya.Jangan seorang guru dijadikan tandingan bagi Alloh
dalam syariat ini.
Allah berfirman;
‫ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل‬ ‫ِاَّتَخ ُذ ْٓو ا َاْح َباَر ُهْم َو ُر ْهَباَنُهْم َاْر َباًبا ِّم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا َو اْلَم ِس ْيَح اْبَن َم ْر َيَۚم َوَم ٓا ُاِم ُر ْٓو ا ِااَّل ِلَيْعُبُد ْٓو ا ِاٰل ًها َّواِح ًد ۚا‬
‫ُهَۗو ُسْبٰح َنٗه َع َّم ا ُيْش ِرُك ْو َن‬

5
Artinya :
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rohib-rohib mereka sebagai Robb-
Robb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Robb) AlMasih putera Maryam;
padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Alloh dari apa yang mereka
persekutukan”. (QS. at-Taubah [9]: 31)

E. Hakikat peserta didik dalam pendidikan islam


Menurut Langeveld, anak manusia itu memerlukan pendidikan karena ia berada
dalam keadaan tidak berdaya. Dalam dunia tasawuf, peserta didik atau murid adalah
orang yang menerima pengetahuan dan bimbingan dalam melaksanakan amal
ibadahnya, dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya ke arah itu. Peserta
didik atau murid di sini ada tiga tingkat, yaitu:
a) Mubtadi’ atau pemula, yaitu mereka yang baru mempelajari syari’at.Jiwanya
masih terikat pada kehidupan duniawi.
b) Mutawasit atau tingkatan menengah, yaitu orang yang sudah dapatmelewati kelas
persiapan, telah mempunyai pengetahuan yang dalam tentang syari’at. Kelas ini
sudah mulai memasuki pengetahuan dan alam batiniyah. Tahap ini adalah tahap
belajar dan berlatih mensucikan batin agar tercapai akhlak yang baik.
c) Muntahid atau tingkatan atas, yaitu yang telah matang ilmu syari’atnya,sudah
mendalami ilmu batiniyah. Orang yang sudah mencapai tingkat ini disebut orang
arif, yaitu orang yang sudah boleh mendalami ilmu hakikat. Perlu diperjelas
beberapa diskripsi tentang hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap
pendidikan Islam, yaitu:
- Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunianya sendiri.
-Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi
perkembangan dan pertumbuhan
- Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi
- Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik
yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam kesimpulannya,Keseluruhan istilah anak didik dalam perspektif hadits mengacu
pada satu pengertian, yaitu orang yang sedang menuntut ilmu, tanpa membedakan
ilmu agama atau ilmu umum.Karakteristik peserta didik dalam perspektif hadits
adalah: peserta didik menjadikan Allah sebagai motivator utama dalam menuntut ilmu,
mendalami pelajaran secara maksimal, mengadakan perjalanan (rihlah, comparative
study) dan melakukan riset, bertanggung jawab mengajarkan ilmunya kepada orang
lain, dan ilmu itu harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat dan agama. Tugas dan
tanggung jawab murid adalah: mengutamakan ilmu yang mempunyai kemaslahatan
paling besar untuk agama umat dan kehidupan akhirat, mengulangi pelajaran, ikut
bertanggung jawab pada pendanaan pendidikan jika ia mampu, mematuhi peraturan
yang berlaku, mengutamakan menuntut ilmu dari pada amalan sunat lainnya, dan lain-
lain.Mengenai pengambilan upah dalam mengajarkan agama terjadi perbedaan
pendapat dikalangan paraulama, seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan,
kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali
membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika
perbuatannya tergolong taqorrub

B. Saran
Dengan adanya makalah adab anak terhadap seorang guru ini diharapkan menjadi
sumber referensi bagi para mahasiswa dan guru dalam memahami dan mencari
kembali sumber informasi terkini mengenai adab anak terhadap seorang guru dan
beberapa penelitian mengenai hal tersebut supaya lebih bias memahami dan mengerti.

7
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, 1995, Epistimologi Untuk Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Fakultas
Tarbiyah UUN Sunan Gunung Djati Bandung
Asep Jihad, Muchlas Rawi dan Noer Komarudin, 2010, Pendidikan Karakter Teori
dan Aplikasi, Jakarta: kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
Barnawi dan M.Arifin, 2012, Strategi & Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Danim, Sudarwan, 2010, Perkembangan Peserta Didik, Bandung: Penerbit Alfabeta
Bandung
Departemen Pendidikan dan Keagamaan, 1986, GBPP Mata Pelajaran PAI, Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional, Undang–Undang Guru dan Dosen, UU RI No. 14
Th, 2005, Jakarta: Sinar Grafika, 2010
Dharma Kesuma dkk, 2011, Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai