Anda di halaman 1dari 2

2.

Paham Surga dan Neraka menurut Mu'tazilah dan Asy’ariyah


a.      Mu’tazilah
Surga dan Neraka, menurut aliran ini imengatakan belum ada, hanya diberitakan saja. Dan
adanya itu nanti setelah hari kiamat. Adapun alasannya juga dari Alqur-an :

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.  (Arrohman ayat 26-27)
“Segala sesuatu (manusia) yang diatas bumi akan rusak, hancur (fana’) Dan yang tetap hanya
Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulyaan”
Ayat ini menerangkan tentang undang-undang qiamat, bahwa pada waktu qiamat nanti semua
langit dan bumi dan apa saja yang ada didalamnya akan hancur. Kecuali yang tidak hancur
hanyalah Alloh sendiri. Bukankah dalam Alqur-an ada ayat yang menerangkan: ‫كل شي هالك اال‬
‫وجه‬ “Tiap-tiap segala sesuatu rusak, kecuali Dzat Alloh”.
Dengan dasar ini maka bila surga dan neraka sekarang ini sudah ada (berarti belum dimasuki
oleh manusia), sudah dihancurkan lagi. Ini mustahil, belum ditempati sudah dihancurkan lagi.
Terlebih lagi, manusia yang masuk surga dan neraka itukan setelah qiamat.
Karena itu maka mereka berpendapat bahwa surga dan neraka sekarang ini belum diciptakan
dan diciptakannya itu setelah hari qiamat.
Dan bila diciptakan setelah hari qiamat (sudah tidak ada kehancuran lagi), ini sesuai dengan
sifatnya surga dan neraka, yakni kekal. ‫خالدين فيها‬
Tapi kalau dibangun sebelum qiamat, maka pada hari kiamat nanti akan hancur.. Dan bila
hancur berarti surga dan neraka tidak kekal, tidak.] ‫خالدين فيها‬  
            Mengenai Ajaran Mu’tazilah yang ketiga (Al-wa’d wa al- waid) ini sesuai denga
keadilan, jelasnya siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan baik, sebaliknya masalah
keburukan dibalas dengan keburukan, selain memenui jajinya yaitu memberi pahala bagi
orang yang taat dan menyeksa bagi orang yang berbuat maksiat kecuali bagi orang yang
bertaubat. Mangkanya dari itu tidak ada harapan bagi pendurhaka kecuali ia taubat, oleh
karena itu kedurhakaan yang meneyebabkan pelakunya masuk neraka adalah kejahatan yang
termasuk dosa besar, sedangkan terhadap dosa kecil tuhan mungkin mengampuninya.
b.      Asy’ariah
Menurut Asy’ari, seorang muslim yang melakukan perbuatan dosa besar dan meninggal
dunia sebelum sempat bertaubat, tetap dihukumi mukmin, tidak kafir, tidak pula berada
diantara mukmin dan kafir, dan di akhirat terserah Allah SWT dengan beberapa
kemungkinan:
1)      Ia mendapat ampunan dari Allah dengan rahmat-Nya sehingga pelaku dosa besar
tersebut memasukkannya kedalam surga.
2)      Ia mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW sesuai dengan sabda
beliau:“Syafaatku adalah untuk umatku yang melakukan dosa besar”
3)      Allah memberikan hukuman kepadanya dengan dimasukkan kedalam siksa neraka
sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya, kemudian dia memasukkannya ke surga.
Tentang janji dan ancaman Menurut aliran ini bahwa al-Quran menegaskan, siapa yang
berbuat baik makan dia akan masuk surga, dan siapa yang berbuat jahat maka akan masuk
neraka, untuk menegasi persoaln ini kalimat Arab, Man Alazna dan sebagaiya yang
menggambarkan arti siapa, oleh aliran ini diberi interpretsi “bukan semua orang tetapi
sebagian” disubutkan dalam Surah Al-luma’. Ayat 77, “Disebut sebutkan dalam Al-Nisak,
ayat 10,
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).
Aliran Asy’ariah memahami ayat ini bukan semua orang melainkan hanya sebagian saja,
dengan kata lain yang diancam akan mendapatkan hukuman bukan semua orang tetapi hanya
sebagian orang yang menelan harta anak yatim piatu, yang sebagian akan terlepas dari
ancaman dengan dasar kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, dengan inerpretasi ini Asy’ari
mengatasai persoalan wajibnya tuhan menempati janji dan menjalankan ancaman.

Konsep Usaha dan Doa menurut Mu'tazilah dan Asy’ariyah

A. Mu'tazilah
Doa mempunyai peranan yang sangat penting menurut mu’tazilah. Manusia
memiliki segala daya yang telah diciptakan Tuhan untuk berbuat. Kaum
mu’tazilah memposisikan usaha sebagai suatu hal yang dikerjakan oleh manusia,
tanpa perlu campur tangan Tuhan. Namun, dengan adanya sebentuk pengharapan
manusia atas apa yang diinginkan, merupakan bukti bahwa secara implisit
manusia berharap akan sesuatu, dan hal itu merupakan indikator yang kuat bahwa
doa merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan. Dari analisa atas doktrin-
diktrin yang diajarkan Mu’tazilah seperti; kehendak bebas manusia, keadilan
Tuhan, dan hubungannya dengan sunatullah, maka secara implisit memberikan
pengertian bahwa doa masih berguna bagi kaum mu’tazilah. Berlandaskan
argumentasi rasional dijelaskan bahwa doa merupakan bentuk energi yang paling
kuat yang bisa dihasilkan oleh manusia. Kekuatan ini nyata seperti halnya daya
tarik bumi (law of attraction).

B. Asy’ariyah
Imam al-Asyʿarī mengatakan bahwa segalanya di dunia ini terjadi atas izin Allah, tetapi
manusia tetap punya potensi dan tanggung jawab untuk berusaha. Teori ini memang rumit,
tapi dalam bahasa sederhana, saya bisa merangkumnya dengan ungkapan berikut:
“optimalkan ikhtiar lalu bertawakkal.” Artinya, ada sinergi yang seimbang antara ikhtiar, doa,
dan tawakkal, antara ikhtiar lahir dan batin. Berikutnya, lewat teori ini, mazhab Asy’ariyyah
ini juga tidak membabat habis hukum alam sebagai sunnatullah.
Berdoa dan bertawakkal adalah kemestian yang akan menentramkan batin kita dan
menghindarkan kita dari ketakutan yang berlebihan. Dua paket ini tidak dapat dibantah.
Hanya yang perlu diingat, sembari berdoa dan sebelum bertawakkal (mewakilkan urusan
yang berada di luar kemampuan kita kepada Allah) ada hal yang perlu dilakukan, yakni
ikhtiar.

Anda mungkin juga menyukai