Anda di halaman 1dari 2

Nama: M Fajril Lubabil

NIM: 21230340000014

Tugas

Soal

Para sarjana Muslim dan Barat telah berusah menjelaskan kronologi al-Qurʾān. Jelaskan
kronologi yang telah diusung oleh sarjana Muslim dan non-Muslim, dan jelaskan kriteria yang
dijadikan oleh para sarjana tersebut untuk membagi kronologi al-Qurʾān, serta sumber yang
dijadikan dasarnya.

Jawab

Mengenai kronologi al-qur’an, bisa diketahui bahwasannya para sarjana muslim


memulainya dari awal mula penerimaan wahyu, penyebaran wahyu, dan pemeliharaan wahyu
(pengumpulan, dan penulisan). Bentuk paling awal dari proses interaksi antara generasi pertama
Islam dan kalam ilahi adalah penghafalan wahyu-wahyu yang diterima Nabi. Bentuk tulisan
Arab ketika itu – secara teknis dikenal sebagai scriptio defectiva – yang lebih merefleksikan
dirinya sebagai alat untuk memudahkan hafalan, telah menunjang proses pemeliharan verbum
dei ke dalam “dada-dada manusia.” Bahkan terminus technicus yang digunakan untuk
menunjukkan proses pengumpulan wahyuwahyu yang diterima Nabi – yakni jam‘u-l-qur’ãn –
juga mencakupkan hafalan sebagai salah satu kandungan maknanya.

Lewat tradisi hafalan, keseluruhan wahyu yang diterima Nabi telah dipelihara dari
kemusnahannya. Belakangan, ketika dilakukan kodifikasi resmi alQuran pada masa
pemerintahan Khalifah Utsman, komisi yang dibentuknya – diketuai oleh Zayd ibn Tsabit – juga
telah memanfaatkan “dada-dada manusia,” yakni hafalan, sebagai sumber kodifikasi, disamping
sumber-sumber tertulis lainnya.

Setelah penyebarluasan salinan-salinan kodifikasi resmi al-Quran ke berbagai wilayah


utama Islam, transmisi al-Quran secara lisan dalam bentuk hafalan dari generasi ke generasi tetap
dipertahankan, dan merupakan suatu tradisi oral independen yang terpisah dari teks tertulis.
Bentuk scriptio defectiva yang digunakan ketika itu untuk menyalin al-Quran, memang
menyulitkan orang untuk berpijak semata-mata pada teks dalam pembacaan al-Quran. Lantaran
kelemahan scriptio defectiva, sebagian ulama mengungkapkan laporan lainnya bahwa ketika
Utsman mendistribusi salinan-salinan mushaf resminya ke berbagai wilayah utama imperium
Islam, ia juga mengirim sejumlah qurra’ menyertai salinan-salinan itu untuk mengajarkan
masyarakat di wilayah-wilayah tersebut bagaimana membaca teks resmi al-Quran secara tepat.

Cara yang umum digunakan dalam membahas teks Al-Qur'an tentang transkripsi, dan
pelestarian dibahas dalam dua bab oleh Sheila Blair. Dalam bab pertama ini, Blair menyelidiki
bagaimana wahyu lisan diubah menjadi dokumen tertulis dan bagaimana bentuk dokumen
tersebut berubah untuk memenuhi berbagai kebutuhan kaum Muslim yang berkembang.
Kesimpulan yang dicapai oleh Blair sangat penting karena ia menjelaskan bahwa materi-materi
Qur'ani bukan hanya sumber vital untuk ekspresi seni, tetapi juga memberikan jendela utama ke
dalam sejarah sosial dan budaya tradisi Islam. Dalam kontribusinya yang kedua, Blair
mengeksplorasi beberapa temuan penelitian terbaru tentang prasasti teks Qur'an pada arsitektur,
benda-benda fisik, dan bahan padat lainnya. Ringkasan Blair tentang pentingnya prasasti ini
menarik perhatian kritis terhadap ketepatan tata letak, teknik, dan gaya yang digunakan dalam
penggunaannya pada bangunan dan benda-benda dengan cara yang memperkaya aspek pesan Al-
Qur'an. Dalam babnya, pertimbangan yang sesuai diberikan untuk penerapan metodologi untuk
studi prasasti. Kemudian ada Efim Rezvan yang mengulas produksi edisi cetak Al-Qur'an dan
peran inovasi teknologi. Dengan keprihatinan untuk mengidentifikasi fase-fase kunci dalam
produksinya, Rezvan menjelaskan sejarah yang rumit di balik munculnya edisi-edisi ini, dengan
menyoroti materi yang dihasilkan dengan menggunakan jenis huruf yang dapat dipindahkan dan
litografi; ia juga membahas munculnya edisi- edisi fasimili Al-Qur'an.

Kemudian ada Yasin Dutton yang membahas historis transmisi Al-Qur'an mulai dari asal-
usulnya hingga presentasi akhirnya sebagai teks yang tetap dilacak dalam kontribusi bagi
kehidupan umat muslim. Ia juga Memeriksa sifat rumit hubungan antara fase-fase pra-wahyu dan
pasca-wahyu bentuk lisan dan tertulis teks Al-Qur'an, Dutton membahas langkah-langkah
historis yang mengarah pada standarisasi korpus bacaan Al-Qur'an. Studi terobosan tentang
variasi Al-Qur'an dipelopori oleh para sarjana seperti Theodor Nöldeke, Gotthelf Bergsträsser,
Otto Pretzl, dan Arthur Jeffery.

Anda mungkin juga menyukai