Anda di halaman 1dari 9

METODOLOGI STUDI Al-QUR’AN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik


Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu :Dr.Ismail Yahya, S.Ag., M.A.

Disusun Oleh:

Malky Adam M (HPI 3B/182131011)

Sinar Wahyuni (HPI 3B/182131013)

Rahmat Febry H (HPI 3B/182131079)

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

TAHUN 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mana Khalil Al-Qattan dalam Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, kata Al-Qur’an
merupakan bentuk Masdar dari kata qaraa-yaqrau-quranan yang berarti bacaaan. Al-
Qur’an merupakan bacaan yang sempurna. Kata qara’a juga memeliki arti
mengumpulkan dan menghimpun. Dengan begitu qira’ah berarti menghimpun huruf-
huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Dalam
pengertian terminologis (istilah), sebagaimana dikemukakan oleh Al-Jurjani dalam Al-
Ta’rofat mendefinisikan Al-Qur’an adalah (kitab) yang diturunkan kepada Rasulullah,
yang ditulis di dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir tanpa ada keraguan.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, pemyampaian Al-Qur’an secara
keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun, yakni 13 tahun di Makkah dan 10
tahun di Madinah. Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, bahasa yang kaya dengan
kosakata, selain itu, Al-Qur’an ditururnkan dengan bahasa Arab guna mempermudah bagi
setiap pembaca untuk mempelajarinya. Hal ini terdapat pada firman Allah SWT QS.Al-
Qamar 17.
‫مد دك كرر‬
‫ن م‬
‫م ن‬ ‫ن كللذ ذك نرك فههه ن‬
‫ل ك‬ ‫سنرهنا ال ن م‬
‫قنرآ ه‬ ‫وهل ه ه‬
‫قد ن ي ه د‬
Artinya:
“Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan, maka adakah
orang yang mau mengambil pelajaran?”

Kajian tentang Al-Qur’an adalah bentuk respons atas penerimaan Al-Qur’an sebagai
realitas yang tak bisa dipungkiri adanya. Kajian tentang Al-Qur’an ini telah ada sejak Al-
Qur’an ini ada. Perhatian tidak hanya diberikan oleh Nabi Muhammad dan umatnya saja,
tetapi orang-orang kafir Quraisy juga menaruh perhatian terhadapnya. Untuk itu kami
akan menjelaskan metodologi studi Al-Qur’an dari zaman Klasik, Barat dan di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metodologi studi Al-Qur’an pada zaman Klasik?
2. Bagaimana metodologi studi Al-Qur’an di Barat?
3. Bagaimana metodologi studi Al-Qur’an di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari metodologi studi Al-Qur’an pada zaman Klasik.
2. Untuk mengetahui dan mempelajari metodologi studi Al-Qur’an di Barat.
3. Untuk mengetahui dan mempelajari metodologi studi Al-Qur’an di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metodologi Studi Al-Qur’an Pada Zaman Klasik

Tahap klasik dalam perkembangan studi Al-Qur’an yakni berupa tafsir-tafsir yang
berbasis pada nalar, artinya hasil penafsiran masih diterima begitu saja sebagai
kebenaran tanpa kritik, tidak pernah ada seorangpun yang mempertanyakan produk
penafsiran yang dihasilkan. Secara historis, tahapan ini terjadi di sepanjang Nabi
Muhammad SAW masih hidup. Begitu Al-Qur’an diwahyukan, Nabi langsung
menerima, memahami, menafsirkan, dan mengajarkannya kepada para sahabat. Model
penafsirannya masih bersifat ijmali dan disampaikan secara oral melalui metode riwayat,
sebab peradaban Arab saat itu masih berupa peradaban lisan dan periwayatan, bukan
peradaban tulis dan penalaran. Nabi juga belum merumuskan metodologi penafsiran
secara sistematis sebab kegiatan penafsiran saat itu lebih bersifat praktis implementatif.1

1
Chuzaimah Batubara, 2018, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta:Prenada Group, 77-78.
Setelah Nabi wafat, tradisi penafsiran yang demikian berlanjut sampai masa para
sahabat, seperti Abdullah Ibn Abbas, Abdullah Ibn. Mas’ud, Zayd Ibn. Tsabit, dan
seterusnya. Model penafsirannya relatif sama dengan masa Nabi. Dan sumber
penafsirannya adalah Al-Qur’an. Hal ini dilakukan atas dasar statement yang populer
saat itu yakniAl-Qur’an yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (ayat-ayat Al-Qur’an itu saling
menafsirkan antara satu dengan lainnya), juga hadits Nabi yang sahih, dan qiraat.

Setelah generasi sahabat, penafsiran semacam ini dilakukan oleh para tabiin. Paling
tidak ada 3 (tiga) aliran yang menonjol di era ini, yaitu yang pertama aliran Makkah
adalah mereka yang berguru pada Ibn. Abbas ; yang kedua aliran Madinah adalah
mereka yang berguru kepada Ubay Ibn. Ka’ab ; yang ketiga aliran Irak adalah mereka
yang berguru kepada Abdullah Ibn. Mas’ud. Sementara itu ada yang menambahkan satu
aliran lagi yaitu aliran Bashrah. Jika aliran Makkah dan Madinah cenderung bercorak
riwayat, maka dari aliran Irak ini muncul benih-benih tafsir bi Al-ra’yi, yang cenderung
menggunakan akal dan penalaran atau ijtihad.

Pasca tabiin, penafsiran dilakukan oleh generasi atba altabiin. Pada masa ini
pembukuan produk penafsiran dilakukan secara khusus, di antaranya adalah Kitab Tafsir
Maani Al-Qur’an karya Al-Farra adalah karya tafsir periode ini yang sampai ke kita
sekarang ini.

B. Metodologi Studi Al-Qur’an di Barat

Di samping Nabi Muhammad dan umatnya, orang-orang non-muslim, dalam hal ini
Barat, juga telah membangun studi Al-Qur’an yang khas, yang berbeda dengan studi Al-
Qur’an yang telah dikembangkan sebelumnya, terutama dilihat dari sisi pendekatannya.
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, studi Al-Qur’an sebagai bagian integral dari
studi Islam, meminjam istilah Charles J. Adams, dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu
normatif dan deskriptif.

Dari sisi normatif, Adams memetakannya lagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
pertama, pendekatan misionaris tradisional dengan tujuan misi penyebaran agama
Kristen dan kolonialisasi. Pendekatan ini terjadi sampai sekitar abad ke-18M ; kedua,
pendekatan apologetik dari sarjana muslim upaya mempertahankan ‘serangan’ dari
pendekatan misionaris di atas sehingga pendekatan ini sifatnya defensif dan polemis,
tidak ilmiah dan ketiga, pendekatan irenik yaitu pendekatan yang berimbang dan
menampakkan ekspresi simpatik terhadap Islam. Pendekatan ini mulai berkembang di
abad ke-19 an. Sementara yang masuk dalam kategori deskriptif adalah pendekatan
filologis, historis, pendekatan ilmu-ilmu sosial, dan pendekatan fenomenologis.

Beberapa contoh karya-karya Barat, khususnya yang berkaitan dengan studi Al-Qur’an di
sepanjang rentang sejarahnya, adalah di antaranya :

1. Sebelum abad ke-18 an, seorang Kristiani yang bernama Abu Nuh Al-Anbari
menulis satu risalah berbahasa Arab yang berisi penolakan terhadap Al-Qur’an
dengan judul Tafmd Al-Qur’an. Meneruskan penentangan Al-Qur’an juga dilakukan
oleh YuhannaAl-Haushabi yang menulis tentang kontradiksi dalam Al-Qur’an
berjudul Munaqadhat Al-Qur’an, juga sebuah karya tentang kebenaran Injil dan
kebohongan Al-Qur’an atau Sidq Al-Injil wa Kidzb Al- Qur’an.

Terdapat pengarang-pengarang lain yang menulis kajian tentang Al-Qur’an


dalam bahasa Yunani, seperti : John dari Damaskus yang mencela Islam dengan
menganggap pernikahan Nabi dengan Zainab, bekas isteri dari anak angkatnya Zaid
Ibn Haritsah adalah sebuah contoh ketak bermoralan penerima Al-Qur’an, Nabi
Muhammad. Niketas menganggap Al-Qur’an tidaklah rasional dan tidak sistematis.

Adapun penulis yang menulis karya kajiannya tentang Al-Qur’an dalam


bahasa Latin adalah William dari Tripoli Syiria menulis karya De Statu
Sarracenorum, yang melaporkan tentang isi dan penciptaan Al-Qur’an. Karya
tentang Al-Qur’an abad pertengahan yang berpengaruh ditulis oleh Florentine
Dominican Riccaldo dari Middle East berjudul Contra Legem Sarracenorum. Isinya
didasarkan pada pengetahuan yang luar biasa tentang teks Al-Qur’an yang
berbahasa Arab.

Kajian Al-Qur’an yang berada di abad ke-16, di antaranya karya polemik


Guillaume Pastel berjudul Al-Corani Seu Legis Mahometi et Evangelistarum
Concordiae Liber, yaitu tentang pendapat keberlanjutan antara Al-Qur’an, hukum
Muhammad, dan ajaran protestan. Di sini Pastel menggambarkan sebuah paralelitas
antara asal-mula Islam dan bidah baru Lutherian. Juga muncul sebuah karya dari
seorang Jerman Selatan, yakni Johann Albrecht Vo Widmanstetler dengan karyanya
Mahometis Abdallae Filii Theologia Dialogo Explicata yang kemudian dikenal
denga Doctrina Mahometi yang dalam karya itu memperihatkan hubungan antara
ajaran Al-Qur’an dengan ajaran Yahudi.

2. Kajian Al-Qur’an di abad ke-19-an. Mulai abad ini dimulailah kajian yang bersifat
akademik atas Al-Qur’an di Barat. Trend ini tepatnya bermula di pertengahan abad
ini dan dipengaruhi dengan munculnya 2 (dua) karya dari Jerman, yaitu karya G.
Weil yaitu Historisch-Kritische Einleitung pada tahun 1844 dan karya Noldeke yaitu
Gesichte des Qorans pada tahun 1890. Yang pertama merupakan risalah pendek
yang hanya mengabdikan 40 halamannya untuk studi Al-Qur’an. Isinya adalah
pembagian surat makiyah dan madaniyah yang digunakan untuk membangun
framework kronologi pewahyuan. Dengan melakukan hal itu Weil menjadi orang
yang pertama yang berupaya untuk mencermati ulang tentang persepsi waktu
tradisional tentang surat-surat, sesuatu yng kemudian dielaborasi ulang dan
disempurnakan oleh Noldeke.

3. Kajian Al-Qur’an di abad ke-20. Topik dominan kajian Al-Qur’an masa ini adalah
pada aspek linguistik kata-kata dari Al-Qur’an, variasi-variasi bacaan, dan kosa kata
asingnya. Pentingnya kajian ini pada konsep dan term-term tunggal dalam Al-
Qur’an, tujuan dan kronologi bagian teks dan kesatuannya dan pengaruhnya terhadap
keimanan agama-agama monoteis sebelumnya terhadap isi dan pesan Al-Qur’an.2

C. Metodologi StudiAl-Qur’an di Indonesia

Secara garis besar, sejarah Indonesia modern dibagi menjadi dua masa, masa
pertama meliputi jangka waktu dari abad ke-20 sampai tahun 1945, dan masa kedua
mencakup kurun waktu sejak tahun 1945 sampai sekarang. Pada permulaan abad ke-20,
antara tahun 1908 dan 1912, sejara kaum nasionalis Indonesia dimulai, dengan ditandai
didirikannya Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah. Tidak lama didirikan
Sarekat Islam menjadi induk organisasi bagi perkumpulan untuk kemerdekaan Indonesia.

Sekolah-sekolah Islam pada waktu itu dalam mempelajari agama bersandar pada
karya-karya Arab Klasik. Pada masa itu menunjukan bahwa buku-buku teks Arab Klasik

2
Ulya, 2017, Berbagai Pendekatan Dalam StudiAl-Qur’an (Penggunaan Ilmu-Ilmu Sosial, Humaniora
dan Kebahasaan Dalam PenafsiranAl-Qur’an, Yogyakarta:Idea Press, 10-16.
dari abad pertengahan sangat umum digunakan. Tafsir Jalalain (karya dua jalal)
merupakan tafsir Al-Qur’an yang popular, Kitab Arba’in karya An-Nawawi telah
digunakan sebagai sumber primer dalam bidang hadis, dan Nailul Authar karya Asy-
Syaukani dipelajari untuk masalah norma tingkah laku umat Islam.

Karya-karya para penulis modern dari mesir telah digunakan oleh beberapa
ilmuwan, diantara karya-karya tersebut adalah Tafsir Al- Kabir karya Muhammad Abduh
dan Rasyid Ridha. Namun, penggunaan buku-buku teks seperti itu bukan merupakan
trend umum. Beberapa sekolah telah berinteraksi dengan pemikiran Muslim modern
memperkenalkan beberapa buku teks berbahasa Indonesia ke dalam kelas-kelas mereka.

Aboebakar Atjeh, menyebutkan pada bagian pertama abad ke-20 kedewasaan baru
telah berkembang dalam ajaran dan pengetahuan di sekolah-sekolah Islam. Dia mencatat
pada abad ke-19, para pelajar belajar bagaimana cara membaca Al-Qur’an dari guru-
gurunya dalam suatu pola yang tidak sistematis. Guru membacakannya dalam bahasa
Arab sampai para murid dapat menangkap gaya, nada, dan cara pengucapan huruf
(makhraj). Di sekolah-sekolah standar (madrasah) yang didirikan oleh Nahdlatul Ulama
dan Muhammadiyah pada abad ke-20, Al-Qur’an diajarkan dengan cara pengucapan dan
penulisan yang sistematis, yang memberikan pengetahuan pada para pelajar mengenai
cara yang dapat digunakan untuk mempelajari ayat-ayat suci tersebut. Setelah menguasai
prinsip-prinsip tersebut, para pelajar melanjutkan ke berbagai ilmu tentang keislaman,
hadis, tafsir, dan fiqh. Di pesantren-pesantren pengetahuan membaca Al-Qur’an tersebut
sama saja, kecuali pengetahuan tentang keislaman lainnya lebih kuat dan tinggi levelnya
daripada di madrasah.

Ini adalah era generasi Al-Qur’an pertama ditandai dengan munculnya terjemahan-
terjemahan dan tafsir dalam bahasa Indonesia. Karya-karya tersebut sangat dihargai dan
digunakan secara luas oleh kaum modernis Muslim. Haji Abdulkarim melanjutkan
karyanya dalam bidang Al-Qur’an dengan menerbitkan Tafisr Juz Amma. Beliau
memadukan pendapat-pendapat para Mufasir klasik dan abad pertengahan Islam, seperti
Al- Baghdad, Al-Razi, Ibnu Katsir, dan Ath-Thibi dengan pendapat-pendapat kaum
modernis dari Mesir. 3

3
Howard M. Federspiel, 1996, KajianAl-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan, 29-37.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metodologi studi Al-Qur’an pada zaman Klasik
Yaitu penafsiran yang digunakan pada zaman Nabi sampai Sahabat bersifat ijmali dan
disampaikan dengan metode riwayat, sedang generasi tabiin menggunakan penafsiran bi
Al-ra’yi yang cenderung menggunakan akal dan penalaran atau ijtihad.

Metodologi Studi Al-Qur’an di Barat


Penafsiran pada tahap ini lebih didominasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu,
sehinggaAl-Qur’an seringkali diperlakukan untuk melegitimasi kepentingan tertentu.

Metodologi Studi Al-Qur’an di Indonesia


Pada tahap ini, studi Al-Qur’an banyak menggunakan tafsir-tafsir pada zaman klasik
maupun pertemngahan. Al-Qur’an diajarkan dengan cara pengucapan dan penulisan yang
sistematis, yang memberikan pengetahuan pada para pelajar mengenai cara yang dapat
digunakan untuk mempelajari ayat-ayat suci tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, Chuzaimah, 2018, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta:Prenada Group.


Federspie, Howard M, 1996, KajianAl-Qur’an di Indonesia, Bandung: Mizan.

Ulya, 2017, Berbagai Pendekatan Dalam Studi Al-Qur’an (Penggunaan Ilmu-Ilmu Sosial,
Humaniora dan Kebahasaan Dalam PenafsiranAl-Qur’an, Yogyakarta:Idea Press.

Anda mungkin juga menyukai