Anda di halaman 1dari 20

Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

JURNAL ANDRAGOGI
Article Type :
Date Received :
Date Accepted :
Date Published :

PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STUDI ILMU AL-QUR’AN

Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

Al-Hamidiyah Playgroup&Kindergarten Depok (yuliyantimiran@gmail.com)

Alwafi Islamic Boarding School Depok, Indonesia (sidiqmuchammad9@gmail.com)

Perguruan Tinggi Ilmu Alqur’an (PTIQ) JAKARTA (samsunga511998@gmail.com)

Kata Kunci : Abstrak

Qur’an, sejarah, Tulisan ini membahas tentang pengertian Ulumul Qur’an serta

ilmu Sejarah dan perkembangan studi ilmu Qur’an. Tulisan ini

menggunakan pendekatan kepustakaan. Instrumen yang

digunakan pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembahasan Ulumul

Qur’an sangatlah luas. Pembahasannya mencakup sebab

turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, kompilasi tulisan Al-Qur’an,

pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyyah Madaniyyah, Nasikh

Mansukh dan lain-lain. Sebelum Ulumul Qur’an menjadi sebuah

disiplin ilmu tersendiri, ada beberapa fase-fase yang dileawati

selama proses perkembangannya. Tokoh-tokoh yang

terlibatpun dalam bidang ini sangatlah banyak, mulai dari

Rasulullah itu sendiri, Sahabat, Tabi’in hingga para Ulama yang

berada di abad ke-15. Yang paling masyhur diantara mereka adalah

Jalaluddin Al Suyuthi yang menulis kitab Al itqan fi ‘Ulumil Qur’an

dan Al-Zarqany dengan karyanya Al Burhan fi ‘Ulumil Qur’an. Kedua

kitab ini selalu menjadi rujukan dalam kajian-kajian Ulumul Qur’an.


Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

Keywords : Abstract

Qur’an, This paper discusses the meaning of Ulumul Qur'an, the history and

history, development of Qur’anic study. This paper uses a library approach.

knowledge The instrument used in this study is a qualitative method. The results

of the study show that the discussion of Ulumul Qur'an is very broad.

The discussion includes the reasons for the revelation of the verses of

the Qur'an, knowledge of the verses of Makiyyah, Madaniyyah, Nasikh

Mansukh and others before Ulumul Qur'an became a separate scientific

discipline, there were several phases that were passed during its

development process. There are many figures involved in this field,

begin with the Prophet himself, his Companions, Tabi'in to the scholars

who were in the 15th century. The most famous among them is

Jalaluddin al-Suyuthi who wrote the book Al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an.

And Al-Zarqany with his work Al-Burhan fi 'Ulumul Qur'an. These

two books have always been a reference in the studies of the Ulumul

Qur'an.
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

A. PENDAHULUAN

Dalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai

pengertian ulumul Qur’an dan sejarah perkembangan studi ilmu Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan

perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum

muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.

‫َاب ِت ْب َيا ًنا‬ َ ‫علَ ٰى ٰ َهؤ ََُل ِء ۚ َون ََّز ْلنَا‬


َ ‫علَيْكَ ْال ِكت‬ َ َ‫علَ ْي ِهم ِم ْن أَنفُ ِس ِه ْم ۖ َو ِج ْئنَا ِبك‬
َ ‫ش ِهيدًا‬ َ ‫ش ِهيدًا‬ َ ‫ث فِي ُك ِل أ ُ َّم ٍة‬
ُ ‫َو َي ْو َم َن ْب َع‬
َ‫ش ْيءٍ َو ُهدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َر ٰى ِل ْل ُم ْس ِل ِمين‬ َ ‫ِل ُك ِل‬

Artinya : “(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang

saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi

saksi atas seluruh umat manusia dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Qur’an) untuk

menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang

yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89)1

Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas

pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal

yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang

menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap

orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang

yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan

terjemahannya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak

yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat

mengetahui/memahami isi kandungan Al- Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari

bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu ‘Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-

1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 2005).
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih

mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.

B. METODE
Metode yang dipakai dalam penelitian ini diantaranya adalah studi literature, dan studi

pustaka, yaitu berisi teori-teori yang relevan dengan masalah-masalah penelitian disertai

dengan pemaparan pembahasan dengan deskriptif dan naratif.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


I. Pengertian ‘Ulumul Qur’an

a. Arti Kata ‘Ulum

Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua

kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu”

yang berarti ilmu-ilmu2. Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah

memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang

berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun

dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.

b. Arti Kata Al-Qur’an

Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama

dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a”

yang artinya membaca. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

Artinya: Apabila kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya. (QS. Al-Qiyamah: 18)

Kemudian dari makna masdhar ini dijadikan nama untuk kalamullah mukjizat bagi

nabi Muhammad SAW. Lebih lanjut terdapat beberapa pandangan ulama tentang nama al-

Qur’an itu sendiri, sebagaimana yang terungkap dalam kitab al- Madkhal li Dirasah al-

Qur’an al-Karim sebagai berikut:

1. Qur’an adalah kata sifat dari al-Qar’u yang bermakna al-jam’u (kumpulan). Selanjutnya

kata ini digunakan sebagai salah satu nama bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
4
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
Muhammad SAW, karena al-Qur’an terdiri dari sekumpulan surah dan ayat, memuat kisah-

kisah, perintah dan larangan, dan mengumpulkan inti sari dari kitab-kitab yang diturunkan

sebelumnya. Pendapat ini dikemukakan al-Zujaj.

2. Kata al-Qur’an adalah ism alam, bukan kata bentukan dan sejak awal digunakan

sebagaimana bagi kitab suci umat Islam. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Syafi’i.

Menurut Abu Syuhbah, dari beberapa pendapat di atas, yang paling tepat adalah

pendapat yang mengatakan al-Qur’an bentuk masdhar dari kata Qara-a.

Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang

diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah

Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang

membacanya merupakan ibadah.

Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam

Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung

mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan

yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan

demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan)

yang berkaitan dengan al-Qur’an.

c. Arti Kata ‘Ulumul Qur’an

Setelah membahas kata “ulum” dan “Al-Qur’an” yang terdapat dalam kalimat

“Ulumul Qur’an”, perlu kita ketahui bahwa tersusunnya kalimat tersebut mengisyaratkan

bahwa adanya bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Al-Qur’an atau

pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek

keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai

pedoman dan petunjuk bagi manusia.

Kata ‘ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertian

bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,

baik dari segi keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap

petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan

berbagai defenisi Ulumul Qur’an.


Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

1. Al-Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai berikut: beberapa

pembahasan yang berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya,

uruturutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,

kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan

keraguan terhadapnya, dan sebagainya.2

2. Manna’ al- Qathan memberikan defenisi bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu yang

mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi

pengetahuan tentang sebab-sebab turunnya, pengumpulan Al-Qur’an dan urut-urutannya,

pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, hal–hal lain yang ada

hubungannya dengan al-Qur’an.3

3. Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie ‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang

berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya,

menulisnya, membacanya dan menafsirkannya, I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak

syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.4

Defenisi nomor satu dan dua di atas pada dasarnya sama. Keduanya menunjukkan

bahwa ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya

merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu agama dan

bahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting.

Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.5

Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal:

1. Aspek pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya

dan yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.

2. Meskipun ke duanya tidak membatasi pembahasannya pada aspek-aspek yang

ditampilkan, namun defenisi pertama lebih luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab,

defenisi pertama diawali dengan kata Mabahitsu ( ‫ ) ث ح ا ب م‬yang merupakan bentuk jama’

yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa

2
Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al-‘Irfan fi ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), 27.
3
Manna’ Al-Qathan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qu’an. (Beirut: Al-Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’, 1973), 15.
4
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 10-11.
5
Abd. Gani Isa, “Ulumul Qur’an (Kajian Sejarah dan Perkembangannya)”, Jurnal Academia
6
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya.

Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.

3. Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke

duanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dan

kemu’jizatan Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi

kedua semua itu tidak disebutkan.

Dengan melihat persamaan dan perbedaan antara kedua defenisi di atas dapat

diketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua. Dengan

demikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al-Qur’an yang selalu

berkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah pertumbuhan dan

perkembangan Ulumul Qur’an.

Penjelasan-penjelasan di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam

defenisi Ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah

pembahasan. Kedua, pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-

Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman

kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.

Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulum Al-Qur’an, terdapat tiga pendapat,

yaitu:

1. Pendapat umum di kalangan para penulis sejarah ‘Ulum Al-Qur’an mengatakan bahwa

lahirnya istilah ‘Ulum Al-Qur’an pertama kali ialah pada abad ke-7,6

2. Ibn Sa’id yang terkenal dengan sebutan Al-Hufi, dengan demikian menurutnya, istilah

ini lahir pada permulaan abad ke-15,7

3. Shubhi Al-Shalih berpendapat lain. Menurutnya, orang yang pertama kali menggunakan

istilah ‘Ulum Al-Qur’an ialah Ibn Al-Mirzaban. Dia berpendapat seperti ini berlandasan

pada penemuannya tentang beberapa kitab yang berbicara tentang kajian Al-Qur’an yang

telah mempergunakan istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Yang paling awal menurutnya ialah kitab

Ibn Al-Mirzaban yang berjudul Al-Hawi Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang ditulis pada abad ke-3

6 Muhammad Abd Al-‘Azhim Az-Zarqani, Manahil Al ‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Kairo: Dar Al Hadits, 2001), 34.
7 Muhammad Abd Al-‘Azhim Az-Zarqani, Manahil Al ‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, 34-35.
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

H. Hal ini juga disepakti oleh Hasbi As-shiddieqi.8

II. Sejarah dan Perkembangan Studi Ilmu Al-Qur’an

Jika berbicara perkembangan ulumul Qur’an, tentu bahasannya sangat luas dan paling

tidak memerlukan referensi yang lengkap. Untuk itu, Penulis membahasnya pada bagian-

bagian yang dianggap terkait langsung dengan perkembangan ulumul Qur’an.

Al-Qura’anul Karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizat selalu diperkuat

oleh kemajuan ilmu pengetahun. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad s.a.w

untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta

membimbing mereka kejalan lurus. Rasulullah s.a.w. menyampaikan Qur’an kepada para

sahabatnya –orang-orang Arab asli– sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan

naluri mereka. Apabila mereka mengalami ketidak jelasan dalam memahami suatu ayat,

mereka menanyakannya kepada Rasulullah s.a.w.9

Nabi Muhammad saw bagi para sahabat adalah sebagai mahaguru dan sumber ilmu.

Hanya kepada Nabi, mereka menanyakan segala sesuatu yang tidak mereka pahami

termasuk makna atau pengertian ayat-ayat Alquran. Sebagai ilustrasi, berikut

dikemuakakan dalam contoh:

Sahabat bertanya kepada Nabi saw. Mengenai makna gayril magdhubi ’alaihim wa

ladhdhallin yang terdapat dalam surat Al-Fatihah, Nabi saw menjawab :magdhubi ’alaihim

adalah orang-orang Yahudi sedangkan dhallin adalah orang-orang Nasrani.”10

Lalu bagaimana proses perkembangannya hingga terbentuk menjadi Ulumul Qur’an

itu sendiri. Fakta sejarah membuktikan bahwa ilmu ini sangat penting bagi umat Islam

khususnya. Al-Qur’an tidak akan bisa dipahami dengan baik dan benar tanpa menguasai

ulumul Qur’an.

Sejarah perkembangan ‘Ulumul Qur’an tidak terlepas waktu kapan Al-Qur’an

diturunkan pertama kali sampai dengan bagaimana Al-Qur’an menjadi sebuah mushaf.

Perkembangan ‘Ulumul Qur’an secara umum tidak ada yang tahu persis kapan istilah

8 T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 16.


9
Mannaa’ Khaliil al-Qattaan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2001), 1.
10
Kadar M. Yusuf, Studi Alquran, (Pekan Baru: Amzah, 2009), 5.
8
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
‘Ulumul Qur’an pertama kali diperkenalkan dan menjadi sebuah disiplin ilmu.Namun

menurut beberapa ahli bahwa istilah ‘Ulumul Qur’an pertama kali diperkenalkan oleh Ibn

Al-Marzuben (wafat 309 H).11

Fase Turunnya Al-Qur’an

Para ulama membagi sejarah turunnya Al-Qur’an dalam dua periode: (1) Periode

sebelum hijrah (ayat-ayat makkiyyah); dan (2) periode sesudah hijrah (ayat-ayat

madaniyyah).12

Periode satu terbagi menjadi 2 proses, pertama yaitu berlangsung sekitar 4-5 tahun

dan telah menimbulkan bermacam-macam reaksi dikalangan masyarakat Arab ketika itu.

Kedua adalah turunnya Al-Qur’an pada periode ini terjadi selama 8-9 tahun, pada masa ini

terjadi pertikaian dahsyat antara kelompok Islam dan Jahiliah.

Pada periode kedua dakwah Al-Qur’an telah mencapai atau mewujudkan suatu

prestasi besar karena penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-

ajaran agama di Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-Madinah Al-Munawwarah).

Periode ini berlangsung selama 10 tahun.13

Al-Qur’an yang diturunkan dalam masa 23 tahun, atau tepatnya, dua puluh dua tahun

dua bulan dua puluh dua hari, yang terdiri dari 114 surat, 30 juz, dan susunannya

ditentukan oleh Allah dengan cara tawqifi, tidak mengggunakan metode-metode

sebagaimana metode-metode penyusunan buku-buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang

membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam bab-

bab dan pasal pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam al-Qur’an, yang di dalamnya

banyak persoalan induk silih berganti diterangkan.14

Al-Qur’an yang turun dalam jangka waktu tersebut berisi ajakan untuk bertauhid

yang diturunkan ke Makkah, sedangkan ayat-ayat yang turun di Madinah sebagai ajakan

11
Pipih Nurasiah Jamil, “Ulum Al-Qur’an, Sejarah dan Perkembangannya,” Jurnal
12
Cahaya Khaeroni, “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif tentang Sejarah Kodifikasi
Al-Qur’an)”, Jurnal Historia 5, no. 2 (2017): 195.
13
Cahaya Khaeroni, “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif tentang Sejarah Kodifikasi Al-
Qur’an)”, 196.
14
M. Quraish Shihab, Membumikan al Qur’an: Fungsi peran wahyu dalam kehidupan masyarakat (Bandung: Mizan,
2013), 16.
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

untuk membangun sosial kemasyarakatan.15

Fase-fase Perkembangan ‘Ulumul Qur’an16

1. ’Ulumul Qur’an pada masa Rasulullah SAW

Embrio awal ‘Ulumul Qur’an pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Qur’an

langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat,begitu pula dengan antusias para

sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat,menghafalkan dan mempelajari hukum-

hukumnya.

a. Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.

Dari Uqbah bin Amir ia berkata:”aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata di

atas mimbar, ”Dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi

(Anfal:60), ingatlah bahwa kekuatan di sini adalah memanah” (HR Muslim).

b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Qur’an.

Diriwayatkan dari Abu ‘Abdurrahman as-Sulami, ia mengatakan: ”Mereka yang

membacakan Al-Qur’an kepada kami, seperti Utsman bin ‘Affan dan ‘Abdullah bin Mas’ud

serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka

tidak melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada di dalamnya,mereka

berkata ‘kami mempelajari Al-Qur’an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.”

c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain Al-Qur’an, sebagai upaya menjaga

kemurnian Al-Qur’an.

Dari Abu Sa’ad al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Janganlah kamu tulis

dari aku;barang siapa menuliskan tentang aku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus. Dan

ceritakan apa yang dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja

berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka.” (HR Muslim).

Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan di masa Rasul

dan Sahabat.

15
Yusron Masduki, “Sejarah Turunnya Al-Qur’an Penuh Fenomenal (Muatan Nilai-Nilai Psikologi Dalam
Pendidikan),” Jurnal Medina-Te 16, no. 1 (2017): 48.
16
Pipih Nurasiah Jamil, “Ulum Al-Qur’an, Sejarah dan Perkembangannya,” Jurnal
10
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
1. kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar untuk memahami

Al-Qur'an dan rasul dapat menjelaskan maksudnya.

2. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis

3. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an.

Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di

masa Nabi maupun di zaman sahabat.

2. ’Ulumul Qur’an pada masa Khalifah

Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ’Ulumul Qur’an mulai

berkembang pesat, diantaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana

berikut:

a. Khalifah Abu Bakar: dengan kebijakan pengumpulan (penulisan) Al-Qur’an yang

pertama yang diprakarsai oleh ‘Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit.

b. Kekhalifahan Utsman Ra; dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu

mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan

mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa provinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan

ar-Rosmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai

permulaan dari ilmu Rasmil Qur’an.

c. Kekhalifahan Ali Ra: dengan kebijakan perintahnya kepada Abu ‘Aswad Ad-Du’ali

meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan

memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu

I’rabil Qur’an.

3. ’Ulumul Qur’an pada masa Sahabat dan Tabi’in

Pada masa ini penjelasannya ada di pembahasan berikutnya, karena banyak tokoh-

tokoh ulama yang berperan dalam perkembangan ulumul Qur’an. Karya-karyanya pun

memiliki pengaruh yang besar bagi terjaganya kesucian Al-Qur’an dan pemahaman

hukum-hukum didalamnya.
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

III. Ruang Lingkup dan pokok bahasan Ulumul Qur’an

Berdasarkan pengertian ‘Ulum AL-Qur’an di atas dapat dipahami tentang ruang

lingkup Ulum Al-Qur’an, yaitu semua ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an berupa

ilmu agama dan ilmu ‘Ibrah Al-Qur’an. Bahkan As-Suyuthi sebagaimana dikutip oleh

Ahmad Syadali memperluasnya sehingga memasukkan kedokteran, ilmu ukur, astronomi

dan sebagainya ke dalam pembahasan ‘Ulumul Qur’an.17

Namun As-Shiddiqie sebagaimana yang dikutip oleh Ramli Abdul Wahid mengatakan

bahwa segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an kembali kepada beberapa pokok

persoalan sebagai berikut:

1. Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-mula

turun dan yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah pisah, dan

yang turun sekaligus.

2. Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan sanad yang muthawatir,

yang ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk Qiraat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan

cara tahammul (penerimaan riwayatnya).

3. Persoalan adab Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah (cara

memanjangkan) takhfif Hamzah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan bunyi

huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya).

4. Persoalan yang menyangkut lafaz Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima

perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah

(metaphor), tasybih (penyerupaan).

5. Persoalan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang bermakna

umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal (global), yang

munfashal (yang terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), nasikh

mansukh, mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan lain sebagainya

6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafaz fashl (pisah), washal

(berhubungan), ijaz (singkat), ithnab (panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).18

17
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 11.
18
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), 9.
12
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
Adapun tujuan dari mempelajari ‘Ulumul Qur’an adalah:

1. Agar dapat memahami kalam Allah ‘Aza Wajalla sejalan dengan keterangan yang dikutip

oleh para sahabat dan para tabi’in tentang interprestasi mereka terhadap Al-Qur’an.

2. Agar mengetahui cara dan gaya yang digunakan oleh para mufassir (ahli tafsir) dalam

menafsirkan Al-Qur’an dengan disertai penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang

ternama serta kelebihan-kelebihannya.

3. Agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur’an.

4. Mengetahui ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan dalam menafsirkan Al-Qur’an.

Hubungan ‘Ulumul Qur’an dengan tafsir juga dapat dilihat dari beberapa hal yaitu:

a. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai alat untuk menafsirkan, yaitu:

1. Ulumul Qur’an akan menentukan bagi seseorang yang membuat syarah atau menafsirkan

ayat-ayat Al-Qur’an secara tepat dapat dipertanggung jawabkan. Maka bagi mafassir

‘Ulumul Qur’an secara mutlak merupakan alat yang harus lebih dahulu dikuasai sebelum

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

2. Dengan menguasai ‘Ulumul Qur’an seseorang baru bisa membuka dan menyelami apa

yang terkandung dalam Al-Qur’an.

3. ‘Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an sesuai dengan

maksud apa yang terkandung di dalamnya dan mempunyai kedudukan sebagai ilmu pokok

dalam menafsirkan Al-Qur’an.

b. Fungsi ‘Ulumul Qur’an sebagai Standar atau Ukuran Tafsir

Apabila dilihat dari segi ilmu, ‘Ulumul Qur’an sebagai standar atau ukuran tafsir Al-

Qur’an artinya semakin tinggi dan mendalam ‘Ulumul Qur’an dikuasai oleh seseorang

mufassir maka tafsir yang diberikan akan semakin mendekati kebenaran, maka dengan

‘Ulumul Qur’an akan dapat dibedakan tafsir yang shahih dan tafsir yang tidak shahih.

Ada beberapa syarat dari ahli tafsir ( mufassir) yaitu:

1. Akidahnya bersih

2. Tidak mengikuti hawa nafsu

3. Mufassir mengerti Ushul at-Tafsir


Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

4. Pandai dalam ilmu riwayah dan dirayah hadits

5. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama

6. Mufassir mengerti ushul fiqh

7. Mufassir menguasai bahasa Arab

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an sangat penting dipelajari

dalam rangka sebagai pijakan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an oleh para mufassir. Dapat

dikatakan semakin dikuasainya ‘Ulumul Qur’an oleh mufassir maka semakin tinggilah

kualitas tafsir yang dibuatnya.

IV. Tokoh-tokoh yang menonjol dalam Ulumul Qur’an

Sudah banyak para tokoh-tokoh yang berperan langsung dalam bidang ilmu Al-

Qur’an, mulai dari zaman sahabat, tabi’in hingga ulama-ulama kontemporer. Berikut

adalah para tokoh dan karya-karyanya yang sangat fenomenal bahkan sebagian masih

menjadi rujukan utama bagi yang mendalami bidang ulumul Qur’an.

1. Peranan Sahabat dalam penafsiran Al-Qur’an dan Tokoh-tokohnya19

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-

makna Al-Qur’an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan

kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan

lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW, hal demikian diteruskan oleh

murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.

Diantaranya para Mufassir yang termasyhur dari pada sahabat adalah:

1) Empat orang khalifah (Abu Bakar, ’Umar, ’Utsman dan ‘Ali)

2) Ibnu Mas’ud

3) Ibnu ‘Abbas,

4) Ubai bin Ka’ab,

5) Zaid bin Tsabit,

6) Abu Musa Al-Asy’ari dan

19
Pipih Nurasiah Jamil, “Ulum Al-Qur’an, Sejarah dan Perkembangannya,” Jurnal
14
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
7) ’Abdullah bin Zubair.

2. Peranan Tabi’in dalam penafsiran Al-Qur’an dan tokoh-tokohnya

Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil

ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan

ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara mereka,masing-masing sebagai

berikut:

1) Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa’id bin ubair,Mujahid, ’IKrimah bekas

sahaya (maula) Ibnu Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ata ’bin abu Rabah.

2) Murid Ubai bin Ka’ab, di Madinah: Zaid bin Aslam, Abul Aliyah dan Muhammad bin

Ka’b al-Qurazi.

3) Abdullah bin Mas’ud di Iraq yang terkenal: ’Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin

Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan Al-Basyri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi. Dan yang

diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur’an, ilmu Asbabun

Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan ilmu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini tetap

didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.

3. Peranan para Ulama abad ke-2 H hingga 15 H

Pada abad ke 2 H ulumul Qur’an memasuki masa pembukuan. Para ulama

memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm

al-‘ulum al-Qur’aniah (induk ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam tafsir adalah

Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.20

Pada abad ke-3 terkenal seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia orang

pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia

juga mengemukakan I’rab dan istinbath (penggalian hukum dari al-Qur’an). Di abad ini juga

lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makiyah dan

Madaniyah. Berikut ini dapat kita lihat karya ulama pada abad ke -3, yaitu:

1. Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini

2. Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Ubaid

20
Abd. Gani Isa, “Ulumul Qur’an (Kajian Sejarah dan Perkembangannya)”, Jurnal Academia
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

al-Qasim Ibn Salam.

3. Kitab tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al

Dharis.21

Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an. Adapun

Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:

1. Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an.

2 Isi kitab ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf, penulisan

mushafmushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.

3 Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an

4 Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya Gharib al-Qur’an

5 Muhammad Ibn Ali al- Adfawi, kitabnya Al- Istighna fi Ulumul Qur’an.22

Di abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para tokoh serta karyanya

adalah:

1. Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al-

Qur’an

2. Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath

3. Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal Qur’an.23

Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat al-Qur’an. Abu Qasim Abdur Rahman al-

Suahaili mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafaz-lafaz Al-Qur’an

yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi

‘Aja’ib al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.24

Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz mengarang kitab

Majaz al-Qur’an. ‘Alam al-Din al- Sakhawi mengarang tentang Qiraat. Ia menulis kitab

Hidayah al-Murtab fi al- Mutasyabih. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi,

menulis kitab Al-Mursyid al-Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al-‘Aziz.

Pada abad ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-

21
Shubhi Al-Shalih, Mabaahits fi Ulumul Qur’an, (Beirut: Dar al-‘ilm al-Malayin, 1977), 121-122.
22
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 14.
23
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, 14.
24
Rifat Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), 221.
16
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
Qur’an, seperti berikut ini:

1. Ibn Abi al- Ishba’, kitabnya tentang badai al-Qur’an.Ilmu ini membahas berbagai macam

keindahan bahasa dalam al-Qur’an.

2. Ibn Qayyim, menulis tentang Aqsamul Qur’an

3. Najamuddin al-Thufi, menulis tentang Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti

yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan suatu hukum

4. Abu Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amstal al-Qur’an

5. Badruddin al-Zarkasyi, kitabnya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.25

Pada abad ke-9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Qur’an,

yaitu:

1. Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut Al-

Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul

Qur’an yang lengkap. Sebab dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an

2. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya

diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan dalam kitabnya

itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.

3. Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102

macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai kitab

Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau menyusun lagi

sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80 macam ilmu-ilmu

Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al- Zarqani kitab ini merupakan kitab

pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Al-Suyuthi tidak

terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Sehingga

terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H.26

Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke-15, perhatian ulama terhadap

penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan

kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya. Di antara Ulama yang

menulis tentang Ulumul Qur’an ialah:

25
Rifat Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, 222.
26
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, 20.
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

1. Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi Al-

Qur’an.

2. Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil.

3. Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-

Qur’an.

4. Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an

5. Sayyid Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-Qur’an

6. Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar

7. Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an

8. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an

9. Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar ilmu Tafsir

10. M. Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an.27

11. Syeikh Mahfudz Termas, beliau adalah seorang ulama’ nusantara abad 14 H yang

mempunyai banyak karya, dan salah satunya adalah karya dalam bidang Ulumul Qur’an,

yaitu buku dengan karyanya yang berjudul Fath al-Khabir yang sampai sekrang masih

dalam bentuk manuskrip, juga menjadi warisan intelektual nusantara.28

Seperti yang diterangkan Zainur Awari dalam Abstrak Tesisnya, ia berpendapat bahwa

Fath al-Khabir bi Sharh Miftah al’Tafsir sangat cocok untuk dikaji dalam bidang ilm ma’anal-

Qur’an, karena konten yang terdapat dalam kitab tersebut lebih menonjolkan aspek-aspek

retorika.29

Sampai saat ini telah lahir puluhan tokoh di bidang Ulum Al-Qur’an, diantara mereka

yang paling masyhur adalah Jalaluddin Al Suyuthi yang menulis kitab Al itqan fi ‘Ulumil

Qur’an dan Al-Zarqany dengan karyanya Al Burhan fi ‘Ulumil Qur’an. Kedua kitab ini

selalu menjadi rujukan dalam kajian-kajian Ulumul Qur’an.30

27 Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, 21.


28
Ihwan Fahidin, “Studi Ulumul Qur’an Karya Muhammad Mafudz Al-Tarmas Dalam Buku Fath Al-Khabir Bi
Sharh Miftah Al’Tafsir,” Jurnal Nun 7, no. 1 (2021): 254.
29
Ihwan Fahidin, “Studi Ulumul Qur’an Karya Muhammad Mafudz Al-Tarmas Dalam Buku Fath Al-Khabir Bi
Sharh Miftah Al’Tafsir, 258.
30
Pipih Nurasiah Jamil, “Ulum Al-Qur’an, Sejarah dan Perkembangannya,” Jurnal
18
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih
D. KESIMPULAN

Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan

yang sangat luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an,

baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti

ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang

tercakup didalamnya. Dalam kitab Al-Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang

ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia

mengutip Abu Bakar Ibnu al-Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari

77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan

dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an Mengandung makna Dzohir, batin,

terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun

jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak

terhitung. Firman Allah: “Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)

kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-

kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (Q.S. Al-Kahfi

:109).

E. SARAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH


Semoga Makalah ini bermanfaat khususnya bagi Penulis, Umumnya bagi pembaca.
Dengan adanya makalah ini, maka diharapkan dapat menjadi referensi dan juga menambah
pengetahuan tentang Al-Qur’an, terutama dalam proses pengumpulan/penyusunan
terkhusus kepada penulis sendiri. Didalam makalah ini juga diharapkan adanya saran dan
kritikan guna untuk perbaikan kedepannya.
Yuliyanti, Muchammad Sidiq, Muhammad Ismail Nur Chan, Agus Tasbih

DAFTAR PUSTAKA

‘Azim, Muhammad Abdul. Manahil al-‘Irfan fi ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Al-Shalih, Shubhi. Mabaahits fi Ulumul Qur’an. Beirut: Dar al-‘ilm al-Malayin, 1977.
Al-Qathan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulum al-Qu’an. Beirut: Al- Syarikah al-Muttahidah li al-tauzi’,
1973.
Al-Qattaan, Mannaa’ Khaliil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Terj. Muzakkir AS. Bogor: PT. Pustaka
Litera Antar Nusa, 2001.
As-Shiddiqie, T.M. Hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Az-Zarqani, Muhammad Abd Al-‘Azhim. Manahil Al ‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an. Kairo: Dar Al
Hadits, 2001.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan terjemahnya. Cet. V; Bandung: CV. Diponegoro, 2005.
Fahidin, Ihwan. “Studi Ulumul Qur’an Karya Muhammad Mafudz Al-Tarmas Dalam Buku
Fath Al-Khabir Bi Sharh Miftah Al’Tafsir.” Jurnal Nun 7, no. 1 (2021).
Isa, Abd. Gani. “Ulumul Qur’an (Kajian Sejarah dan Perkembangannya)”. Jurnal Academia
Jamil, Pipih Nurasiah. “Ulum Al-Qur’an, Sejarah dan Perkembangannya.” Jurnal
Khaeroni, Cahaya. “Sejarah Al-Qur’an (Uraian Analitis, Kronologis, dan Naratif tentang
Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an)”. Jurnal Historia 5, no. 2 (2017).
Masduki, Yusron. “Sejarah Turunnya Al-Qur’an Penuh Fenomenal (Muatan Nilai-Nilai
Psikologi Dalam Pendidikan).” Jurnal Medina-Te 16, no. 1 (2017).
Nawawi, Rifat Syauqi. dan M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Shihab, M. Quraish. Membumikan al Qur’an: Fungsi peran wahyu dalam kehidupan masyarakat.
Bandung: Mizan, 2013.
Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, h. 9
Yusuf, Kadar M. Studi Alquran. Pekan Baru: Amzah, 2009.

20

Anda mungkin juga menyukai