Oleh:
Kelompok 2
Jamaliah (190103020072)
Raisa Mahfuzhia Aufa (190103020012)
Septi Ikka Indriani Azhari (190103020157)
Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui
perantara malaikat jibril yang membacanya dinilai ibadah. Al-Qur’an berisi petunjuk hidup bagi
seluruh umat manusia. Oleh karena itu, diharuskan bagi seorang muslim untuk memahami dan
mempelajari isi kandungannya serta ilmu-ilmu yang membahas tentangnya agar dapat digunakan
sebagai pedoman hidup dengan sebaik-baiknya.
Indahnya gaya bahasa Al-Qur’an yang memuat berbagai penjelasan didalamnya menarik
perhatian dari berbagai pihak tak terkecuali oleh ilmuwan barat untuk mengkaji dan meneliti dari
keagungan Alquran yang tentunya tidak akan pernah habis untuk dikaji dan digali hingga akhir
zaman.
Mengupas orientalisme dalam studi Al-Qur’an, akan selalu menarik dan seolah tidak
akan kehabisan bahasan karena begitu besarnya cakupan garapan orientalis. Masing-masing
bidang studi Islam tidak luput dari sentuhan kajian para orientalis, bahkan mereka berhasil
menghasilkan karya-karya bermutu yang tidak dapat dilakukan oleh sebagian umat Islam. Di situ
pula kita akan memahami bagaimana cara Barat memandang Islam. Hal ini dikarenakan Islam
adalah satu dari sekian banyak peradaban yang mampu menjadi lawan tangguh bagi ateisme dan
materialisme dalam budaya Barat modern, yang tanpa mengenal rasa takut, siap menghadapi
segala tantangan dalam berbagai bentuknya. Lewat studi orientalisme, Barat mencoba untuk
memahami Islam agar dapat dihancurkan dari dalam dan menggagalkan setiap usaha untuk
membangkitkan kembali peradaban Islam.
PEMBAHASAN
3
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulumil Quran terj. Mudzakir AS, ( Jakarta , PT. Litera Antar Nusa
: 2009 ) 7
Dalam rangka memantapkan itu, maka, dibentuklah lembaga-lembaga
pendidikan yang berkembang di Negara “penjajah” seperti di Inggris, Perancis,
Belanda, Portugal dan lain-lain. Pada tahun 1636 Loud salah satu uskup kenamaan
Inggris membentuk program studi (chair) di Universitas Oxford yang secara khusus
mempelajari bahasa Arab. Kemudian berkembang pesat di berbagai Universitas dan
Akademi di Inggris. Antara lain, London University (1916), lahir pula di Negara-
negara jajahan Inggris Khurtum, Sudan dibentuk Gordon Memorial for Arabic
Studies, di Afrika Selatan ada University of Cape Town (1918), di Pakistan
Universitas Punjab, Dakka, Australia lahir Universitas Sydney, Melbourne,
Queensland dan lain-lain. Tujuan yang ingin dicapai dari semua upaya itu adalah
selain motifasi ilmiah, juga mempersembahkan sesuatu yang bermanfaat buat raja
dan Negara melalui perdagangan, mengagungkan Tuhan, memperluas batas gereja,
dan melakukan ajakan memeluk agama Kristen. Bahkan, Rodinson menelusuri
sejarah orientalisme sejak abad ke-4 M., hingga pertengahan abad ke-20. Cetusan
Gustav Weil (1808-1889 M.) melalui karyanya Historische-Kritische Einleitung in
der Koran, pada tahun 1844. Asumsi yang dikembangkan Weil adalah bahwa dalam
hal periodisasi Alquran ia membaginya ke dalam Makkiyah awal, tengah, akhir, serta
Madaniyah. Menurut sudut pandang sarjana barat, Montgomery Watt
mengungkapkan bahwa para orientalis memusatkan perhatian pada pertimbangan
gaya Alquran, perbendaharaan kata, mereka menjadikan Alquran sebagai sasaran
penelitian dengan menggunakan metode kritik sastra dan kritik sejarah modern.
Sedang dalam menetapkan pembagian surat-surat Alquran mereka tetap mengikuti
pembagian oleh kesarjanaan muslim.
Menurut Fazlur Rahman, (1332-1408H/1919-1988M), studi Al-Qur’an di
Barat bisa dibagi menjadi tiga; yang pertama, karya-karya yang berusaha mencari
pengaruh Yahudi-Kristen di dalam Al-Qur’an. Yang kedua, karya-karya yang
membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an. Dan yang terakhir, karya-
karya yang menjelasakan keseluruhan atau sebagian aspek tertentu dari Al-Qur’an.
Di dalam kasus penelusuran pengaruh Yahudi-Kristen dalam Al-Qur’an, beberapa
dari orientalis ingin membuktikan bahawa Al-Qur’an sangat terpengaruh oleh tradisi
agama Yahudi atau Kristen dan Nabi Muhammad adalah penganut salah satu agama
mereka. Bahkan sebagian orientalis mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah
salah satu murid kalangan Yahudi.4
Membahas tentang studi Al-Qur’an sebagaimana yang telah dimaklumi
bersama bahwa selama ini Al-Qur’an telah dikaji dengan berbagai macam metode
dan diajarkan dengan berbagai macam cara pula. Realitanya , berbagai kajian tentang
kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur’an terus-menerus bermunculan, mulail dari yang
berupa penafsiran, kritiik dan tawaran metodologi yang baru untuk memahaminya,
kajian filologis, hingga penelitian-penelitian yang sifatnya sosial-fenomenologis.
Kajian-kajian terhadap Al-Qur’an mengalami peningkatan yang sangat
signifikan sejak seperempat terakhir abad keduapuluh. Tokoh-tokoh kontemporer
umat Islam dalam studi Al-Qur’an mulai bermunculan seperti, Fazlur Rahman,
Quraish Shihab, Farid Esack, Asghar Ali Engineer, dan lainnya. Kajian-kajian Al-
Qur’an dari kalangan non-Muslim di dunia Barat juga memilik kecenderungan yang
sama, seolah tidak mau kalah dengan para pengkaji Muslim. Hal ini ditandai dengan
munculnya para orientalis pengkaji Al-Qur;an dari Barat, seperti. Arthur John
Arberry, Richard Martin, John Wansbrough, Andrew Rippin, Jane Dammen
McAuliffe, Gabriel Said Reynolds, dan Angelika Neuwirt. Karya-karya mereka yang
berkaitan dengan studi Al-Qur’an tersebar dalam bentuk makalah yang
dipresentasikan di berbagai seminar, artikel yang dimuat di dalam jurnal-jurnal
ilmiah internasional, dalam bentuk buku-buku dan lain-lain. Tentu berbeda dengan
kajian tafsir dalam tradisi Islam, studi Islam di dalam tradisi orientalis Barat dinilai
memiliki cakupan yang lebih beragam, yang mana studi tafsir diyakini sudah masuk
di dalamnya. Kajian tersebut meliputi kajian teks al-Qur’an, sejarah al-Qur’an,
periodisasi al-Qur’an, kandungan al-Qur’an. Isu otentitas al-Quran, serta hubungan
al-Qur’an dengan teks-teks keagamaan sebelumnya.5
Studi Al-Qur’an di mata orientalis atau ilmuan Barat memang selalu menarik
untuk diperbincangkan. Al-Qur’an menyatakan dirinya yang terhindar dari ّشك
4
Muhammad Anshori,”Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an dalam Pandangan Orientalis di Barat” Vol. 4,
No. 1, 2018, 19
5
Ihwan Agustono, “Potret Perkembangan Metode Metodologi Kelompok Orientalis”, dalam Jurnal Studia
Quranika, Vol. 4, No. 2, Januari 2019, 161-162
(keraguan) dijamin keotentikannya, dan bahkan hingga saat ini tidak ada yang bisa
menandinginya. Walaupun demikian, sejak beberapa dekade yang lalu telah terjadi
pergeseran cara pandang dari para sarjana terhadap Al-Qur’an sebelum berakhir di
abad ke-20. Huson Smith dalam The World Religions ia mengatakan bahwa belum
pernah ada kitab dalam khazanah keagamaan dalam kebudayaan lain yang demikian
sukar dimengerti oleh ilmuan Barat selain Al-Qur’an. Al-Qur’an di masa-masa
sebelumnya dipandang secara teologis, fenomena alQuran dari sisi asal dimana ia
berasal , maka akhir-akhir ini, pemandangan tersebut didekati sebagai
fenomenaindependen, sebuah fakta kultural bukan karena sumber dari
kemunuculannya, akan tetapi karena dirinya sendiri memang mengandung makna
bagi masyarakat.6
6
Hasani Ahmad Said, “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis”, dalam Jurnal At-Tibyan, Vol. 3, No. 1,
Juni 2018, 28
PENUTUP
Kesimpulan
Dari semua upaya-upaya itu, terlihat begitu besar ketertarikannya orientalis terhadap
kajian Alquran, terlepas usaha keras itu ingin merekonstruksi Alquan, yang pasti dari kajian
mereka kita kembali dikejutkan untuk selalu menjaga dan paling tidak selalu mengakaji Alquran.
Maka upaya apapun, baik misalnya perdebatan nasikh- mansukh menyoal adanya surat tambahan
versi Syi’ah, ingin merombak susunan ayat dan surat Alquran secara kronologis, mengoreksi
bahasa Alquran ataupun ingin mengubah redaksi ayat-ayat tertentu, bahkan bukan hanya sampai
di situ menebar isu mempersoalkan autentisitas Alquran, dan lain-lain. Jelasnya, stigma miring
ini tidak kemudian melunturkan keimanan atau memurtadkan keyakinan, karena upaya mereka
terbukti sampai sekarang tidak berhasil. Justru malah sebaliknya, animo untuk mengkaji Alquran
dan keyakinan akan kitab suci Alquran semakin tinggi dan marak.
DAFTAR PUSTAKA
Khalil al-Qattan, Manna’, Mabahits Fi Ulumil Quran terj. Mudzakir AS. Jakarta: PT. Litera
Muin Umar, A., Orientalisme dan Studi tentang Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Nur Fawzan Ahmad, Orientalisme, artikel Fakultas Sastra Undip. 2007 dalam
ORIENTALISME_2.pdf 46-ArticleText-82-1-10-20170823.pdf
Ahmad, Hasani Said. “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis”. dalam Jurnal At-Tibyan. Vol.