Anda di halaman 1dari 9

PANDANGAN ORIENTALIS TENTANG STUDI AL-QUR’AN

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Al-Qur’an dan Orientalis
Dosen Pengampu: Riza Saputra, MA

Oleh:
Kelompok 2
Jamaliah (190103020072)
Raisa Mahfuzhia Aufa (190103020012)
Septi Ikka Indriani Azhari (190103020157)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
BANJARMASIN
2021 M/ 1442 H
PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui
perantara malaikat jibril yang membacanya dinilai ibadah. Al-Qur’an berisi petunjuk hidup bagi
seluruh umat manusia. Oleh karena itu, diharuskan bagi seorang muslim untuk memahami dan
mempelajari isi kandungannya serta ilmu-ilmu yang membahas tentangnya agar dapat digunakan
sebagai pedoman hidup dengan sebaik-baiknya.
Indahnya gaya bahasa Al-Qur’an yang memuat berbagai penjelasan didalamnya menarik
perhatian dari berbagai pihak tak terkecuali oleh ilmuwan barat untuk mengkaji dan meneliti dari
keagungan Alquran yang tentunya tidak akan pernah habis untuk dikaji dan digali hingga akhir
zaman.
Mengupas orientalisme dalam studi Al-Qur’an, akan selalu menarik dan seolah tidak
akan kehabisan bahasan karena begitu besarnya cakupan garapan orientalis. Masing-masing
bidang studi Islam tidak luput dari sentuhan kajian para orientalis, bahkan mereka berhasil
menghasilkan karya-karya bermutu yang tidak dapat dilakukan oleh sebagian umat Islam. Di situ
pula kita akan memahami bagaimana cara Barat memandang Islam. Hal ini dikarenakan Islam
adalah satu dari sekian banyak peradaban yang mampu menjadi lawan tangguh bagi ateisme dan
materialisme dalam budaya Barat modern, yang tanpa mengenal rasa takut, siap menghadapi
segala tantangan dalam berbagai bentuknya. Lewat studi orientalisme, Barat mencoba untuk
memahami Islam agar dapat dihancurkan dari dalam dan menggagalkan setiap usaha untuk
membangkitkan kembali peradaban Islam.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Orientalisme dan Orientalis


Orientalisme secara harfiah berasal dari kata Orient dan isme, “Orient” artinya
Timur dan “Isme” artinya faham.1 Ada tiga istilah yang berkaitan dengan orientalisme:
1. Orient yang berarti wilayah Timur, bangsa Timur atau kebudayaan Timur.
2. Orientalist adalah para ahli yang menekuni tentang ketimuran.
3. Orientalism adalah ideologi atau paham ketimuran. Dari pengertian itulah maka
orientalisme mempunyai banyak pengertian.2
Dari keterangan-keterangan di atas disimpulkan tentang pengertian dari orientalisme,
yaitu suatu ajaran atau paham yang mempelajari dan mengumpulkan segala
pengetahuan yang berkenaan dengan bahasa, agama, kebudayaan, sejarah, ilmu bumi,
ethnografi, ethnologi, kesusasteraan, kesenian yang berasal dari dunia Timur yang
meliputi Afrika Utara ( Timur Dekat, Timur Tengah dan Timur Jauh ).Setelah
mengemukakan tentang pengertian dari orientalisme, perlu kita ketahui pelaku atau
orang yang menyelidiki /mempelajari tentang ajaran yang bersifat Timur, yang
dinamakan orientalis ( Orientalist ).

B. Sejarah Singkat Perkembangan Studi Al-Qur’an


Al-Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan umat
manusia di dunia ini. Oleh karena itu menjadi amat penting bagi kita sebagai umat Islam
untuk memahami Alquran dengan sebaik-baiknya sehingga Alquran bisa kita pahami
dengan benar lalu kita gunakan sebagai pedoman hidup di dunia ini dengan sebenar-
benarnya. Alquran adalah risalah Allah kepada manusia semuanya. Maka tidaklah aneh
apabila Alquran dapat memenuhi semua tuntutan kemanusiaan. Al-Qur’an merupakan
mukjizat yang mampu menarik banyak ilmuwan untuk mempelajarinya. Tidak hanya
ilmuwan muslim namun juga non-muslim. Jika ditarik garis besar, studi Al-Qur’an dapat
dibagi dalam beberapa fase, yaitu:
1
A. Muin Umar, Orientalisme dan Studi tentang Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), 7.
2
Nur Fawzan Ahmad, Orientalisme, artikel Fakultas Sastra Undip. 2007 dalam ORIENTALISME_2.pdf
46-ArticleText-82-1-10-20170823.pdf
1. Fase sebelum kodifikasi
Fase ini dimulai sejak zaman nabi Muhammad saw. dimana benih-benih ulumul
qur’an mulai muncul. Hal ini ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk
mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an.
2. Fase kodifikasi
Pada fase ini, Al-Qur’an sudah mengalami kodifikasi. Pengkodifikasian ilmu-ilmu
agama diawali ketika Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad untuk
menulis nahwu3. Pengodifikasisan itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada
di bawah pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasyah pada periode-periode awal
pemerintahannya.
3. Fase pengembangan di abad modern
Pada abad modern ini bangkit kembali kegiatan penulisan ulumul qur’an dan
perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditandai dengan banyaknya ulama’ yang
mengarang ulumul qur’an dan menuls kitab-kitabnya, baik tafsir maupun macam-
macamnya kitab ulumul qur’an.

C. Studi Al-Qur’an dari Sudut Pandang Orientalis


Pada mulanya agama Kristen menjadi fokus utama kajian orientalisme.
Bahkan agamawan Kristen Protestan memandang perlu memberikan interpretasi baru
terhadap teks-teks keagamaan mereka, agar sejalan dengan perkembangan baru.
Sampai kemudian mereka mengarah ke Timur, dengan mempelajari bahasa Ibrani
dan Arab. Sehingga studi mereka mencakup bahasa-bahasa Timur, agama dan
kebudayaannya.Upaya agamawan ini disambut baik oleh politisi yang merasa gagal
dalam invasi ke Timur yang dikenal dengan Perang Salib. Oleh karena itu, sekian
banyak agamawan bersekutu dengna penjajah. Akan tetapi tidak dapat dinafikan,
bukan satu-satunya tujuan mereka menyebarkan agama dan menjajah, ada juga yang
betul-betul bertujuan memenuhi hasrat kepada pengetahuan.

3
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahits Fi Ulumil Quran terj. Mudzakir AS, ( Jakarta , PT. Litera Antar Nusa
: 2009 ) 7
Dalam rangka memantapkan itu, maka, dibentuklah lembaga-lembaga
pendidikan yang berkembang di Negara “penjajah” seperti di Inggris, Perancis,
Belanda, Portugal dan lain-lain. Pada tahun 1636 Loud salah satu uskup kenamaan
Inggris membentuk program studi (chair) di Universitas Oxford yang secara khusus
mempelajari bahasa Arab. Kemudian berkembang pesat di berbagai Universitas dan
Akademi di Inggris. Antara lain, London University (1916), lahir pula di Negara-
negara jajahan Inggris Khurtum, Sudan dibentuk Gordon Memorial for Arabic
Studies, di Afrika Selatan ada University of Cape Town (1918), di Pakistan
Universitas Punjab, Dakka, Australia lahir Universitas Sydney, Melbourne,
Queensland dan lain-lain. Tujuan yang ingin dicapai dari semua upaya itu adalah
selain motifasi ilmiah, juga mempersembahkan sesuatu yang bermanfaat buat raja
dan Negara melalui perdagangan, mengagungkan Tuhan, memperluas batas gereja,
dan melakukan ajakan memeluk agama Kristen. Bahkan, Rodinson menelusuri
sejarah orientalisme sejak abad ke-4 M., hingga pertengahan abad ke-20. Cetusan
Gustav Weil (1808-1889 M.) melalui karyanya Historische-Kritische Einleitung in
der Koran, pada tahun 1844. Asumsi yang dikembangkan Weil adalah bahwa dalam
hal periodisasi Alquran ia membaginya ke dalam Makkiyah awal, tengah, akhir, serta
Madaniyah. Menurut sudut pandang sarjana barat, Montgomery Watt
mengungkapkan bahwa para orientalis memusatkan perhatian pada pertimbangan
gaya Alquran, perbendaharaan kata, mereka menjadikan Alquran sebagai sasaran
penelitian dengan menggunakan metode kritik sastra dan kritik sejarah modern.
Sedang dalam menetapkan pembagian surat-surat Alquran mereka tetap mengikuti
pembagian oleh kesarjanaan muslim.
Menurut Fazlur Rahman, (1332-1408H/1919-1988M), studi Al-Qur’an di
Barat bisa dibagi menjadi tiga; yang pertama, karya-karya yang berusaha mencari
pengaruh Yahudi-Kristen di dalam Al-Qur’an. Yang kedua, karya-karya yang
membahas rangkaian kronologis ayat-ayat Al-Qur’an. Dan yang terakhir, karya-
karya yang menjelasakan keseluruhan atau sebagian aspek tertentu dari Al-Qur’an.
Di dalam kasus penelusuran pengaruh Yahudi-Kristen dalam Al-Qur’an, beberapa
dari orientalis ingin membuktikan bahawa Al-Qur’an sangat terpengaruh oleh tradisi
agama Yahudi atau Kristen dan Nabi Muhammad adalah penganut salah satu agama
mereka. Bahkan sebagian orientalis mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah
salah satu murid kalangan Yahudi.4
Membahas tentang studi Al-Qur’an sebagaimana yang telah dimaklumi
bersama bahwa selama ini Al-Qur’an telah dikaji dengan berbagai macam metode
dan diajarkan dengan berbagai macam cara pula. Realitanya , berbagai kajian tentang
kitab suci umat Islam yaitu Al-Qur’an terus-menerus bermunculan, mulail dari yang
berupa penafsiran, kritiik dan tawaran metodologi yang baru untuk memahaminya,
kajian filologis, hingga penelitian-penelitian yang sifatnya sosial-fenomenologis.
Kajian-kajian terhadap Al-Qur’an mengalami peningkatan yang sangat
signifikan sejak seperempat terakhir abad keduapuluh. Tokoh-tokoh kontemporer
umat Islam dalam studi Al-Qur’an mulai bermunculan seperti, Fazlur Rahman,
Quraish Shihab, Farid Esack, Asghar Ali Engineer, dan lainnya. Kajian-kajian Al-
Qur’an dari kalangan non-Muslim di dunia Barat juga memilik kecenderungan yang
sama, seolah tidak mau kalah dengan para pengkaji Muslim. Hal ini ditandai dengan
munculnya para orientalis pengkaji Al-Qur;an dari Barat, seperti. Arthur John
Arberry, Richard Martin, John Wansbrough, Andrew Rippin, Jane Dammen
McAuliffe, Gabriel Said Reynolds, dan Angelika Neuwirt. Karya-karya mereka yang
berkaitan dengan studi Al-Qur’an tersebar dalam bentuk makalah yang
dipresentasikan di berbagai seminar, artikel yang dimuat di dalam jurnal-jurnal
ilmiah internasional, dalam bentuk buku-buku dan lain-lain. Tentu berbeda dengan
kajian tafsir dalam tradisi Islam, studi Islam di dalam tradisi orientalis Barat dinilai
memiliki cakupan yang lebih beragam, yang mana studi tafsir diyakini sudah masuk
di dalamnya. Kajian tersebut meliputi kajian teks al-Qur’an, sejarah al-Qur’an,
periodisasi al-Qur’an, kandungan al-Qur’an. Isu otentitas al-Quran, serta hubungan
al-Qur’an dengan teks-teks keagamaan sebelumnya.5
Studi Al-Qur’an di mata orientalis atau ilmuan Barat memang selalu menarik
untuk diperbincangkan. Al-Qur’an menyatakan dirinya yang terhindar dari ّ‫شك‬

4
Muhammad Anshori,”Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an dalam Pandangan Orientalis di Barat” Vol. 4,
No. 1, 2018, 19
5
Ihwan Agustono, “Potret Perkembangan Metode Metodologi Kelompok Orientalis”, dalam Jurnal Studia
Quranika, Vol. 4, No. 2, Januari 2019, 161-162
(keraguan) dijamin keotentikannya, dan bahkan hingga saat ini tidak ada yang bisa
menandinginya. Walaupun demikian, sejak beberapa dekade yang lalu telah terjadi
pergeseran cara pandang dari para sarjana terhadap Al-Qur’an sebelum berakhir di
abad ke-20. Huson Smith dalam The World Religions ia mengatakan bahwa belum
pernah ada kitab dalam khazanah keagamaan dalam kebudayaan lain yang demikian
sukar dimengerti oleh ilmuan Barat selain Al-Qur’an. Al-Qur’an di masa-masa
sebelumnya dipandang secara teologis, fenomena alQuran dari sisi asal dimana ia
berasal , maka akhir-akhir ini, pemandangan tersebut didekati sebagai
fenomenaindependen, sebuah fakta kultural bukan karena sumber dari
kemunuculannya, akan tetapi karena dirinya sendiri memang mengandung makna
bagi masyarakat.6

6
Hasani Ahmad Said, “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis”, dalam Jurnal At-Tibyan, Vol. 3, No. 1,
Juni 2018, 28
PENUTUP

Kesimpulan
Dari semua upaya-upaya itu, terlihat begitu besar ketertarikannya orientalis terhadap
kajian Alquran, terlepas usaha keras itu ingin merekonstruksi Alquan, yang pasti dari kajian
mereka kita kembali dikejutkan untuk selalu menjaga dan paling tidak selalu mengakaji Alquran.
Maka upaya apapun, baik misalnya perdebatan nasikh- mansukh menyoal adanya surat tambahan
versi Syi’ah, ingin merombak susunan ayat dan surat Alquran secara kronologis, mengoreksi
bahasa Alquran ataupun ingin mengubah redaksi ayat-ayat tertentu, bahkan bukan hanya sampai
di situ menebar isu mempersoalkan autentisitas Alquran, dan lain-lain. Jelasnya, stigma miring
ini tidak kemudian melunturkan keimanan atau memurtadkan keyakinan, karena upaya mereka
terbukti sampai sekarang tidak berhasil. Justru malah sebaliknya, animo untuk mengkaji Alquran
dan keyakinan akan kitab suci Alquran semakin tinggi dan marak.
DAFTAR PUSTAKA

Khalil al-Qattan, Manna’, Mabahits Fi Ulumil Quran terj. Mudzakir AS. Jakarta: PT. Litera

Antar Nusa, 2009.

Muin Umar, A., Orientalisme dan Studi tentang Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.

Nur Fawzan Ahmad, Orientalisme, artikel Fakultas Sastra Undip. 2007 dalam

ORIENTALISME_2.pdf 46-ArticleText-82-1-10-20170823.pdf

Ahmad, Hasani Said. “Potret Studi Al-Qur’an di Mata Orientalis”. dalam Jurnal At-Tibyan. Vol.

3. No. 1. Juni 2018.

Agustono, Ihwan. “Potret Perkembangan Metode Metodologi Kelompok Orientalis”. Dalam

Jurnal Studia Quranik. Vol. 4. No. 2. Januari 2019.

Anshori, Muhammad.”Tren-Tren Wacana Studi Al-Qur’an dalam Pandangan Orientalis di

Barat”. Vol. 4. No. 1. Juni 2018.

Anda mungkin juga menyukai