Anda di halaman 1dari 11

MENJAGA KEHORMATAN DIRI

KELOMPOK 3:

RAFLI MAULANA 19024010145


MOCHAMMAD ABDUL MUIZ 19024010146
WAHYU TITO 19024010147
PUTRI BUDIANTI SC 19024010148

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2020

1
DAFTAR ISI

BAB I . PENDAHULUAN……………………………………………………………….3
BAB II. PEMBAHASAN………………………………………………………………....4
A. KONSEP IFFA DALAM KEHIDUPAN…...…………………………………4
B. KEUTAMAAN IFFAH……………………………………………………….6
C. MACAM-MACAM IFFAH.……………………………………………..……7
D.
BAB III.. KESIMPULAN……………………………………………………………..…11

2
BAB I
PENDAHULUAN

Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-Iffah yang berarti
menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara
terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan
merendahkan, merusak dan menjatuhkannya. Iffah juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk
memelihara kesucian diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan
memelihara kehormatan.
Dengan demikian, seorang yang ‘arif adalah orang yang bisa menahan diri dari
perkara-perkara yang dihalalkan ataupun diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada
perkara tersebut dan menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:. “Apa yang ada
padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa
yang menahan diri dari memintaminta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan
siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar.
Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah
akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih
baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP IFFAH DALAM KEHIDUPAN


Iffah dalam Kehidupan. iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada
dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati (qalb) untuk
tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk. Sedangkan kesucian diri terbagi ke
dalam beberapa bagian:
1. Kesucian Panca Indra;
‫َو ْليَ ْستَ ْعفِفِالَّ ِذينَاَل يَ ِجدُونَنِ َكاحًا َحتَّ ٰىيُ ْغنِيَهُ ُماللَّهُ ِم ْنفَضْ لِ ِه‬
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (QS. An-Nur: 33)
2. Kesucian Jasad
ۚ
َ ‫يَاأَيُّهَاالنَّبِيُّقُ ْلأِل َ ْز َوا ِج َك َوبَنَاتِ َك َونِ َسا ِء ْال ُم ْؤ ِمنِينَيُ ْدنِينَ َعلَ ْي ِهنَّ ِم ْن َجاَل بِيبِ ِهنَّ ٰ َذلِ َكأ َ ْدن َٰىأ َ ْنيُ ْع َر ْفنَفَاَل ي ُْؤ َذ ْي ۗنَ َو َكانَاللَّهُ َغفُور‬
‫ًار ِحي ًما‬

Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.
dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Aḥzab: 59)
3. Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain
.
ۖ ۚ ‫اوبِدَارًاأَ ْنيَ ْكبَر‬
ِ‫ُوا َو َم ْن َكانَ َغنِيًّافَ ْليَ ْستَ ْعفِ ْف َو َم ْن َكانَفَق‬ َ ً‫احفَإ ِ ْنآنَ ْستُ ْم ِم ْنهُ ْم ُر ْشدًافَا ْدفَعُواإِلَ ْي ِه ْمأ َ ْم َوالَهُ ۖ ْم َواَل تَأْ ُكلُوهَاإِ ْس َراف‬ ْ ُ‫َوا ْبتَل‬
َ ‫وااليَتَا َم ٰى َحتَّ ٰىإ ِ َذابَلَ ُغواالنِّ َك‬
ۚ ْ
‫يرًافَ ْليَأ ُك ْلبِ ْال َم ْعرُوفِفَإ ِ َذا َدفَ ْعتُ ْمإِلَ ْي ِه ْمأ َ ْم َوالَهُ ْمفَأ َ ْش ِهدُوا َعلَ ْي ِه ۚ ْم َو َكفَ ٰىبِاللَّ ِه َح ِسيبًا‬

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada
mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa.
barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia Makan harta
itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah
Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu)." (QS. An-Nisa’ : 6)

4
4. Kesucian Lisan

َ ‫ض ٰى َربُّ َكأَاَّل تَ ْعبُدُواإِاَّل إِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َد ْينِإِحْ َسانً ۚاإِ َّمايَ ْبلُ َغنَّ ِع ْن َد َك ْال ِكبَ َرأَ َح ُدهُ َماأَوْ ِكاَل هُ َمافَاَل تَقُ ْللَهُ َماأُفٍّ َواَل تَ ْنهَرْ هُ َم‬
‫اوقُ ْللَهُ َماقَوْ اًل َك ِري ًما‬ َ َ‫َوق‬

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di
antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia." (QS. Al Isra’ :
23)

5
B. KEUTAMAAN IFFAH
Dengan demikian, seorang yang ‘arif adalah orang yang bisa menahan diri dari perkara-
perkara yang dihalalkan ataupun diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara
tersebut dan menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:. “Apa yang ada padaku
dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang
menahan diri dari memintaminta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa
yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan
siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan
memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan
lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim
Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan usaha-usaha untuk
membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal berikut:
1. Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan menjaga kehormatan
diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak
meminta kepada makhluk, baik secara lisan (lisan al-maqal) maupun keadaan (lisan al-ḥal).
2. Merasacukupdengan Allah Swt, percaya dengan pencukupan-Nya.Siapa yang bertawakal
kepada Allah Swt, pasti Allah Swt akan mencukupinya. Allah Swt itu mengikuti persangkaan
baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia
bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya.
Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan
dilakukan oleh seorang muslim untuk menjaga kehormatan diri, di antaranya:
1. Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakansunnah Rasulullah,
2. Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yang jelas akhlaknya,
3. Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan berpakaian secara Islami,
4. Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang diperolehnya,
5. Menundukkan pandangan mata (gaḍḍ al-baṣhar) dan menjaga kemaluannya,
6. Tidak khalwat (berduaan) dengan lelaki atau perempuan yang bukan mahramnya,
7. Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang fitnah.
'Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt. Oleh sebab itulah sifat ini
perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan
terhadap keinginan- keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan
saat telah dewasa. Dari sifat 'iffah akan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur,
santun, dan akhlak terpuji lainnya. Ketika sifat 'iffah ini sudah hilang dari dalam diri
seseorang, akan membawa pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup
oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah,
mana baik dan buruk, yang halal dan haram.

6
C. MACAM-MACAM IFFAH
1. Iffah anggota badan
Seorang muslim hendaknya menjaga tangan, kaki, mata, telinga, dan farjinya dari yang
haram, dan jangan sampai dikalahkan oleh hawa nafsunya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
َ‫ُوجهُ ْم َذلِكَ أَ ْز َكى لَهُ ْم إِ َّن هَّللا َ خَ بِي ٌر بِ َما يَصْ نَعُون‬
َ ‫ار ِه ْم َويَحْ فَظُوا فُر‬
ِ ‫ص‬َ ‫قُلْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ يَ ُغضُّ وا ِم ْن أَ ْب‬
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kehormatannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nuur: 30)
ْ َ‫ار ِه َّن َويَحْ ف‬
َ ‫ظنَ فُر‬
‫ُوجه َُّن‬ َ ‫ت يَ ْغضُضْ نَ ِم ْن أَب‬
ِ ‫ْص‬ ِ ‫َوقُلْ لِ ْل ُم ْؤ ِمنَا‬
Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
kehormatannya.” (QS. An Nuur: 31)
‫ص َر َو ْالفُؤَ ا َد ُكلُّ أُولَئِكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسئُواًل‬
َ َ‫إِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan-jawabnya.” (QS. Al Israa’: 36)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang pandangan secara tiba-tiba
(tidak sengaja kepada wanita ajnabi/bukan mahram),
َ‫ص َرك‬ ْ ‫اصْ ِر‬
َ َ‫ف ب‬
“Palingkanlah pandanganmu.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Allah Subhaanahu wa Ta’ala juga memerintahkan setiap muslim menjaga dirinya dan
farjinya sampai ia mampu menikah. Allah Azza wa Jalla berfirman,

ِ ِ‫َو ْليَ ْستَ ْعف‬


‫ف الَّ ِذينَ اَل يَ ِج ُدونَ نِ َكاحًا َحتَّى يُ ْغنِيَهُ ُم هَّللا ُ ِم ْن فَضْ لِ ِه‬
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An Nuur: 33)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong para pemuda untuk menikah agar menjaga
kesucian dirinya, dan menganjurkan mereka yang belum mampu untuk berpuasa dan
beribadah agar ia mampu menundukkan pandangan dan memelihara kehormatannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ْ‫صنُ لِ ْلفَر‬
ُ‫ فَإِنَّه‬،‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِالصَّوْ ِم‬،‫ج‬ َ ْ‫ َوأَح‬،‫ص ِر‬
َ َ‫ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫ َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوج‬،‫ب‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫لَهُ ِو َجا ٌء‬
“Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian yang sanggup menikah, maka hendaknya
ia menikah, karena menikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan.
Barang siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa akan
menjaganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

7
2. Iffah Jasad
Termasuk iffah adalah seorang muslim menutup jasadnya dan menjauhi dirinya dari
menampakkan auratnya.
Laki-laki muslim wajib menutup auratnya, yaitu antara pusar hingga lututnya, sedangkan
wanita muslimah wajib menutup seluruh tubuhnya dengan berhijab atau memakai jilbab,
karena ciri khas wanita adalah bersikap malu dan sopan. Dan melepas jilbab menandakan
hilangnya rasa malu dan kesopanan. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
‫ين ِزينَتَه َُّن إِاَّل َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو ْليَضْ ِر ْبنَ بِ ُخ ُم ِر ِه َّن َعلَى جُ يُوبِ ِه َّن‬
±َ ‫َواَل يُ ْب ِد‬
“Dan janganlah mereka (kaum wanita) menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa)
tampak daripadanya[i]. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS.
An Nuur: 31)
‫ْن َو َكانَ هَّللا ُ َغفُورًا‬±َ ‫ك أَ ْدنَى أَ ْن يُع َْر ْفنَ فَاَل ي ُْؤ َذي‬
َ ِ‫ك َونِ َسا ِء ْال ُم ْؤ ِمنِينَ يُ ْدنِينَ َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن َجاَل بِيبِ ِه َّن َذل‬ َ ‫يَا أَيُّهَا النَّبِ ُّي قُلْ أِل َ ْز َوا ِج‬
َ ِ‫ك َوبَنَات‬
‫َر ِحي ًما‬
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang
mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzaab: 56)
3. ‘Iffah terhadap harta orang lain
Seorang muslim menjaga diri dari harta orang lain, dimana ia tidak mengambilnya tanpa jalan
yang hak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫صا أَ ِخي ِه فَ ْليَ ُر َّدهَا إِلَ ْي ِه‬ َ ‫اَل يَأْ ُخ ْذ أَ َح ُد ُك ْم َع‬
َ ‫ فَ َم ْن أَ َخ َذ َع‬،‫صا أَ ِخي ِه اَل ِعبًا أَوْ َجا ًّدا‬
“Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil tongkat milik saudaranya baik bercanda
arau serius. Barang siapa yang mengambil tongkat milik saudaranya, maka hendaknya ia
mengembalikannya.” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, dalam riwayat Abu Dawud dengan
kata-kata, “barang milik saudaranya,” dan dihasankan oleh Al Albani).
Saat Abdurrahman bin Auf hijrah ke Madinah, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Rabi’ radhiyallahu ‘anhu, maka Sa’ad
berkata kepada Abdurrahman, “Sesungguhnya aku adalah orang Anshar yang paling banyak
hartanya. Aku siap membagi hartaku menjadi dua bagian, dan aku memiliki dua istri.
Silahkan lihat, mana yang lebih menarik bagimu dan beritahukan aku agar aku mentalaknya.
Jika sudah habis masa iddahnya, maka nikahilah.” Lalu Abdurrahman bin Auf berkata,
“Semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu. Aku hanya meminta ditunjukkan di
mana pasar?” Lalu ia pun ditunjukkan pasar Bani Qainuqa’. (HR. Bukhari).
Demikian pula seorang muslim menjaga diri dari harta anak yatim ketika ia diamanahkan
untuk menjaga dan mengurusnya. Jika dirinya seorang yang kaya, maka ia
mengembangkannya dan berbuat ihsan terhadapnya sambil mengharap keridhaan Allah Azza
wa Jalla. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

8
“Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka boleh ia makan harta itu
menurut cara yang wajar[ii].” (Terj. QS. An Nisaa’: 6)
4. Iffah dalam hal makan dan minum
Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya memakan makanan yang
halal lagi baik. Dia berfirman,

ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكلُوا ِم ْن طَيِّبَا‬


َ‫ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم َوا ْش ُكرُوا هَّلِل ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُ ُدون‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami
berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu
menyembah.” (QS. Al Baqarah: 172)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mendorong umatnya untuk memakan makanan
yang halal, dan Beliau menerangkan, bahwa makanan yang paling baik adalah makanan yang
diperoleh dari hasil usahanya sendiri. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«‫ َكانَ يَأْ ُك ُل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه‬،‫ي هَّللا ِ دَا ُو َد َعلَ ْي ِه ال َّسالَ ُم‬
َّ ِ‫ َوإِ َّن نَب‬،‫ َخ ْيرًا ِم ْن أَ ْن يَأْ ُك َل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه‬،‫ط‬
ُّ َ‫» َما أَ َك َل أَ َح ٌد طَ َعا ًما ق‬

“Tidak ada makanan yang dimakan seseorang yang lebih baik dari makan hasil usahanya
sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud ‘alaihis salam makan dari hasil usahanya sendiri.”
(HR. Bukhari)
Seorang muslim juga menjaga dirinya dari memasukkan ke mulutnya sesuatu yang haram,
karena barang siapa yang memasukkan ke mulutnya sesuatu yang haram, maka neraka yang
lebih berhak dimasukinya. Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ت فَالنَّا ُر أَوْ لَى بِ ِه‬
ٍ ْ‫ُكلُّ َج َس ٍد نَبَتَ ِم ْن سُح‬
“Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram, maka neraka yang lebih berhak baginya.” (HR.
Baihaqi dalam Asy Syu’ab dari Abu Bakr, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, Ahmad, Darimi,
Ibnu Hibban, dan Hakim dari Jabir, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no.
4519).
5. Iffah dalam berbicara
Seorang muslim menjaga dirinya dari mencela dan mencaci-maki, sehingga ia tidak
mengucapkan kecuali yang baik. Allah Subhaanahu wa Ta’ala menyifati hamba-hamba-Nya
yang mukmin,
‫اط ْال َح ِمي ِد‬ ِ ‫ب ِمنَ ْالقَوْ ِل َوهُدُوا إِلَى‬
ِ ‫ص َر‬ ِ ِّ‫َوهُدُوا إِلَى الطَّي‬
“Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada
jalan (Allah) yang terpuji.” (QS. Al Hajj: 24)
Allah Subhaanahu wa Ta’ala juga menyuruh kita selalu mengucapkan kata-kata yang baik,
Dia berfirman,

ِ َّ‫َوقُوْ لُوْ ا لِلن‬


‫اس ُح ْسنًا‬
“Dan ucapkanlah perkataan yang baik-baik kepada manusia.” (QS. Al Baqarah: 83)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

9
‫ش َواَل البَ ِذي ِء‬ ِ َ‫َّان َواَل الف‬
ِ ‫اح‬ ِ ‫ْس ال ُم ْؤ ِمنُ بِالطَّع‬
ِ ‫َّان َواَل اللَّع‬ َ ‫لَي‬
“Orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berkata keji, dan berkata
kotor.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani).
ْ ‫َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهَّلل ِ َواليَوْ ِم اآل ِخ ِر فَ ْليَقُلْ خَ ْيرًا أَوْ لِيَصْ ُم‬
‫ت‬
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik
atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
6. Iffah dari meminta-minta kepada manusia
Seorang muslim menjaga dirinya dari meminta-minta, ia mengetahui bahwa tangan di atas
(memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (meminta). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُ ‫ َو َم ْن يَ ْستَ ْغ ِن يُ ْغنِ ِه هَّللا‬،ُ ‫ف ي ُِعفَّهُ هَّللا‬ َّ ‫ َو َخ ْي ُر ال‬،ُ‫ َوا ْبد َْأ بِ َم ْن تَعُول‬،‫اليَ ُد الع ُْليَا خَ ْي ٌر ِمنَ اليَ ِد ال ُّس ْفلَى‬
َ ‫ص َدقَ ِة ع َْن‬
ْ ِ‫ َو َم ْن يَ ْستَ ْعف‬،‫ظه ِْر ِغنًى‬
“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah memberikan orang yang kamu
tanggung, dan sedekah yang terbaik adalah di luar kebutuhan. Barang siapa yang berusaha
menjaga kesucian dirinya, maka Allah akan menyucikannya, dan barang siapa yang merasa
cukup terhadap pemberian Allah, maka Allah akan cukupkan dirinya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
َ ‫ َحتَّى يَأْتِ َي يَوْ َم القِيَا َم ِة لَي‬،‫اس‬
‫ْس فِي َوجْ ِه ِه ُم ْز َعةُ لَحْ ٍم‬ َ َّ‫َما يَ َزا ُل ال َّر ُج ُل يَسْأ َ ُل الن‬
“Seorang yang selalu meminta-minta kepada manusia hingga akhirnya ia akan datang pada
hari Kiamat, sedangkan di wajahnya tidak ada sepotong daging pun.” (HR. Bukhari dan
Muslim, namun lafaz ini lafaz Bukhari).
Bahkan Allah memuji kaum fakir yang membutuhkan, namun mereka menahan diri dari
meminta-minta karena tingginya sifat iffah mereka. Dia berfirman,
‫اس إِ ْل َحافًا َو َما تُ ْنفِقُوا ِم ْن خَ ي ٍْر فَإ ِ َّن هَّللا َ بِ ِه َعلِي ٌم‬
َ َّ‫ْرفُهُ ْم بِ ِسي َماهُ ْم اَل يَسْأَلُونَ الن‬ ِ ُّ‫يَحْ َسبُهُ ُم ْال َجا ِه ُل أَ ْغنِيَا َء ِمنَ التَّ َعف‬
ِ ‫ف تَع‬
“Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-
minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada
orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (QS. Al Baqarah: 273)

10
BAB III
KESIMPULAN

Seorang muslim yang cerdas adalah yang bisa memahami akibat yang ditimbulkan
dari suatu perkara dan memahami cara-cara yang ditempuh orang-orang bodoh untuk
menyesatkan dan meyimpangkannya. Ia akan menjauhkan diri dari membeli majalah-
majalah perusak dan tak berfaedah, dan ia tidak akan membuang hartanya untuk
merobek kehormatan dirinya dan menghilangkan ‘iffah-nya. Karena kehormatannya
adalah sesuatu yang sangat mahal dan ‘iffah-nya adalah sesuatu yang sangat berharga.
Memang usaha yang dilakukan untuk sebuah ‘iffah bukanlah usaha yang ringan. Perlu
perjuangan jiwa yang sungguh-sungguh dengan meminta tolong kepada Allah
subhanahu wa ta’ala.

11

Anda mungkin juga menyukai