BAB II
Kata ahli waris berasal dari dua kata yaitu ahli dan waris, kata ahli
menurut kamus Bahasa Indonesia berarti orang yang faham sekali dalam bidang
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas harta warisan yang
Sajuti Thalib memberi definisi, ahli waris adalah orang yang berhak mendapat
Dalam literatur lain ahli waris diartikan, seorang atau beberapa orang
yang merupakan penerima harta warisan.4 Ahli waris juga diartikan orang yang
berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.5
Menurut Kompilasi Hukum Islam ahli waris adalah orang yang pada saat
1
Hamzah Ahmad, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya:Fajar Mulya,1996), h.13
2
Ibid, h.411
3
Hajar M, Hukum Kewarisan Islam,(Pekanbaru: Alaf Riau, 2007),cet. Pertama, h.32
4
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta:PT Grafindo Persada, 2002),cet.5,
h.262
5
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta:Kencana,2004),cet.2. h.210
12
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.6
Warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban
tentang kekayan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, ahli waris adalah seorang atau
kerabat dan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang
Jika ditelusuri lebih dalam, dasar utama kewarisan ini sudah lengkap
terdapat dalam al-Qur’an dan Sunah nabi Muhammad SAW. Dalam hal-hal
6
Himpunan Perundang-undangan, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Fokusmedia,
2007), h.56
7
Beni Ahmad Saebani,Fiqih Mawaris,(Bandung: CV. Pustaka Setia,2009),cet. 1,h.17
8
Ibid.
13
Artinya: “bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap ahli waris baik laki-laki maupun
kerabatnya (pewaris) dengan ketentuan bagian yang telah disebutkan oleh hukum
faraidh. Dalam hukum Islam (al-Qur’an) telah menjelaskan bahwa bagian anak
laki-laki sama dengan dua banding satu yaitu bagian seorang anak laki-laki sama
10
Ibid
15
َﺿﻲَ ﷲُ َﻋ ْﻨﮭُﻤﺎ َ َﻋﻦِ اﻟﻨ ﱠﺒِﻲِ ﺻَ ﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ وَ َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل ِ َﻋﻦْ أَﺑِﯿٌ ِﮫ ﻋَﻦْ إِ ْﺑﻦُ َﻋﺒﱠﺎ
ِ َس ر
11
ٍاَﻟٌﺤِ ﻘُﻮْ ااﻟﻔَﺮاَﺋِﺾَ ﺑِﺎ َ ْھﻠِﮭَﺎ ﻓَ َﻤﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻓَﮭُﻮَ اﻷَوْ ﻟَﻰ رَ ُﺟﻞٍ َذ َﻛر
Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a Nabi SAW, berkata ia: berikanlah faraidh (bagian
yang telah ditentukan dalam al-Qur’an) kepada yang berhak dan sisanya
ﺟَ ﺄ ًتْ اﻟ ﱠﺠ َﺪةُ إﻟﻰَ أَﺑِﻲْ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ ﻓَﺘَ ْﺴﺄ َﻟ ْﺘﮫُ ِﻣ ْﯿﺮَ ﺛَﮭَﺎ ﻗَﺎلَ ﻟَﮭَﺎ َﻣﺎ: ﺐ ﻗَﺎ َل
ٍ َﻋﻦْ ﻗَﺒِ ْﯿﺼَ ﺔَ ْﺑﻦ ُد ًو ْﯾ
َب ﷲِ َﺷ ْﯿ ٌﻰ ﻓَﺎرْ ﺟِ ِﻌﻲْ ﺣَ ﺘﱠﻰ أَ ْﺳﺄلَ اﻟﱠﻨﺎسَ ﻓَﻘَﺎلَ اﻟ ُﻤ ِﻐ ْﯿﺮَ اةُ ا ْﺑﻦُ ُﺷ َﻌ ْﯿﺒَﺔ
ِ ﻟِﻚِ ﻓِﻲْ ِﻛﺘَﺎ
ِﺣَ ﻀَ ﺮْ تُ رَ ُﺳﻮْ لَ ﷲ ﺻَ ﻠَﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ أَ ْﻋﻄَﺎھَﺎ اﻟ ُﺴ ُﺪ سَ ﻓَﻘَﺎلَ أَﺑُﻮْ ﺑَ َﻜﺮْ ھَﻞْ َﻣ َﻌﻚ
ََﻏ ْﯿﺮَ كِ ؟ ﻓَﻘَﺎ َم ُﻣﺤَ ﱠﻤ ُﺪ ْﺑﻦُ ُﻣ َﺴﻠَ َﻤﺔَ اﻻاّ ْﻧﺼﺎري ﻓَﻘَﺎلَ ِﻣ ْﺜﻞَ َﻣﺎ ﻗَﺎلَ اﻟُﻤ ِﻐ ْﯿﺮَ اةٌ ْﺑﻦُ ُﺷ ْﻌﺒَﺔ
12
.ﻓَﺄ ّ ْﻧﻔَ َﺬهَ ﻟَﮭَﺎ اَﺑُﻮْ ﺑَ ْﻜ ٍﺮ
Artinya: Dari Qubaishah bin Zueb yang berkata : seseorang nenek mendatangi
abu bakar yang meminta warisan kepada cucunya. Berkata kepadanya
Abu Bakar: “saya tidak menemukan sesuatu untukmu dalam kitab Allah
dan saya tidak mengetahui ada hakmu dalam sunah Nabi. Kembalilah
dulu, nanti saya akan bertanya kepada orang lain tentang hal ini”
Maghirah dan Su’bah berkata :” saya pernah menghadiri Nabi
memberikan nenek sebanyak seperenam (1/6)”. Berkata Abu
Bakar:”Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya.”
Muhammad bin Maslamah dan berkata seperti yang dikatakan
Maghirah. Maka akhirnya Abu Bakar memberikan hak kewarisan nenek
itu.
13
. ُ اﻟﻘَﺎﺗِ ُﻞ َﻻﯾُ ِﺮث: ََﻋﻦْ أَﺑِﻰْ ھُ َﺮ ْﯾﺮَ ةَ َﻋﻦْ رَ ُﺳﻮْ لِ ﷲِ ﺻَ ﻠﱠﻰ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ وَ َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎل
11
Bukhari, al-Jami’ Shakhihu al-Bukhari, (Kairo: Daru wa mathaba’ah’u al-
Sya’bi), Juz VII, h.181.
12
Isa al-Tirmidzhi, Abu, al-Jami’ al-Shahih, (Kairo: Musthafa al-Babi, 1939), h.320.
13
Abu Daud, Sunan Abi Daud, (Kairo:Musthafa al-Babi al-Halbi, 1952), Jilid II, h.100
16
Artinya: Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW, bersabda: pembunuh terhalang
mewarisi.
ِھَﺘَﺎن ََﻋﻦْ ﺟَ ﺎﺑِ ٍﺮ ْﺑﻦِ َﻋ ْﺒ ِﺪ ﷲِ ﻗَﺎلَ ﺟَ ﺄ َتْ اﻟ َﻤﺮْ أَةُ ﺑِﺎ ْﺑﻨَﺘَ ْﯿﻦِ ﻟَﮭَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ ْﯾﺎ رَ ُﺳﻮل
ﺢ ﻗُﺘِﻞَ َﻣ َﻌﻚَ ﯾَﻮْ َم اُ ُﺣ ٍﺪ َﺷ ِﮭﺪاً وَ اِنﱠ َﻋ ﱠﻤﮭُ َﻤﺎ اَﺧَ َﺪ َﻣﺎ ﻟَﮭُ َﻤﺎ ﻓَﻠَ ْﻢ
ِ إِ ْﺑﻨَﺘَﺎ َﺳ ِﻌ ْﯿﺪ ﺑﻦ اﻟﺮَ ﺑِ ْﯿ
ُﯾَ َﺪ ْع ﻟَﮭُ َﻤﺎ َﻣ ًﺎﻻ َو َﻻ ﺗُ ْﻨ ِﻜﺤَ ﺎنِ اِ ﱠﻻ وَ ﻟَﮭُ َﻤﺎ َﻣﺎ ٌل ﻗَﺎلَ ﯾَ ْﻘﻀِ ﻰ ﷲ ِﻓﻰ َذاﻟِﻚَ ﻓَﻨَﺰَ ﻟَﺖْ اَﯾَﺔ
: َث ﻓَﺒَ َﻌﺚَ رَ ُﺳﻮْ ُل ﷲِ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ اِﻟَﻰ َﻋ ﱢﻤ ِﮭ َﻤﺎ ﻓَﻘَﺎل
ِ اﻟ ِﻤﯿﺮَ ا
14
. َأَ ْﻋﻂِ اِ ْﺑﻨَﺘَﻲْ َﺳ ْﻌ ٍﺪ اﻟﺜﱡﻠُﺜُ ْﯿﻦِ وَ ْأ ْﻋﻂِ اُ ﱡﻣﮭُ َﻤﺎ اﻟﺜﱡ ُﻤﻦَ وَ َﻣﺎ ﺑَﻘِﻲَ ﻓَﮭُﻮَ ﻟَﻚ
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah berkata ia: Janda Saat ibn Rabi’ datang kepada
Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia
berkata: Ya Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad yang telah
gugur dalam peperangan Uhud bersama kamu. Paman mereka
mengambil harta peninggalan ayah mereka, dan tidak memberikan apa-
apa untuk mereka. Keduanya tidak mengkin menikah tanpa harta. Nabi
berkata: Allah akan menetapkan hukum dalam kasus ini. Sesudah itu
turunlah ayat-ayat tentang hukum kewarisan. Kemudian Rasul
memanggil paman dari kedua anak perempuan itu, dan berkata:
seperdelapan (1/8) untuk jandanya dan sisanya untuk kamu.
perkawinan.
kelahiran.15
14
Ibid. h. 109.
15
Hajar M, Op.cit., h. 17
17
Pada tahap awal, seorang anak yang lahir dari seorang ibu mempunyai
hubungan kerabat dengan ibu yang melahirkan itu. Hak itu tidak dapat dibantah,
karena anak tersebut secara nyata keluar dari rahim ibu. Hubungan darah ini
bersifat alamiah, dan berlaku sejak awal adanya manusia. Dengan berlakunya
hubungan kerabat antara seorang anak dengan ibunya, berlaku pula hubungan
Sahnya hubungan kerabat, selain didahului aqad nikah yang sah, disyaratkan pula
bahwa semata-mata aqad nikah sah, sedah cukup untuk menetapkan hubungan
kekerabatan.16
kelamin yang menghasilkan janin, tetapi karena tidak nyata maka diganti dengan
mazinnahnya( akad nikah yang sah antara ayah dan ibu). Keduannya juga
sepakat bahwa mazinnah yang dapat dijadikan Ilat hukum adalah aqad nikah.bila
sebab hakiki itu tidak mungkin dibuktikan, apakah semata-mata mazinnah sudah
cukup kuat untuk dijadikan bukti. Dalam tersebut terdapat perbedaan pendapat.
Jumhur ulama’ menetapkan bahwa mazinnah itu tidak lagi diperhatikan bila
16
Ibid., h.18
18
dipastikan bahwa yang menjadi sebab hakiki itu tidak ada. Sedangkan ulama
Kelahiran terjadi ketika ayah dan ibu masih dalam ikatan perkawinan,
anak yang lahir mempunyai hubungan kekerabatan dengan ayahnya, kecuali jika
ayah mengikarinya dalam sumpah li’an. Jika ketika lahir, hubungan perkawinan
kekerabatan antara anak yang lahir dengan suami yang menceraikan ibunya,
diukur jarak waktu antara putusnya perkawinan dengan waktu kelahiran atau
yang pernikahannya terjadi secara subhat. Subhat ada dua, subhat perbuatan dan
subhat aqad. Subhat perbuatan adalah hubungan kelamin yang yang terjadi
mengira bahwa yang digaulinya adalah pasangan yang sah. Sedangkan subhat
aqad adalah hubungan kelamin yang terjadi karena aqad yang semula sah, tetapi
disebabkan oleh hubungan kelamin secara subhat, baik subhat aqad maupun
17
Ibid., h.19
18
Ibid.
19
Ibid., h.21
19
persyaratan yaitu:
a. Ada orang yang hilang dan ada pula pihak keluarga yang kehilanagan.
b. Dari segi usia antara orang hilang antara pihak keluarga yang kehilangan
kerabat.
a. Bahwa keduanya telah berlangsung aqad nikah yang sah. Aqad nikah yang
b. Diantara suami dan isteri masih berlangsung ikatan perkawinan pada saat
meninggalnya salah satu pihak . jika salah satu pihak meninggal dunia,
sementara ikatan perkawinan telah putus dalam bentuk talak raj’i, isteri
yang sedang mengalami masa iddah talak raj’i tetap berstatus sebagai isteri
20
Ibid., h.21-22
21
Ibid., h.18 22-23
20
3. Al-Wala Yaitu kekerabatan sebab hukum. Disebut juga wala al-‘itqi dan
baik keduanya berada dalam satu titik hubungan (satu jalur) seperti ayah
keatas dan anak kebawah, maupun pada jalur yang memunculkan orang
ketiga, yaitu saudara-saudara paman dari ayah dan ibu. Keturunan yang seyah
perkawinan tidak bisa terjadi, kecuali dengan adanya akad sah antara laki-laki
hamba sahaya.25
akan timbullah persoalan pengutamaan sesama ahli waris itu. Ada yang perlu
22
Beni Ahmad saebani, op.cit., h. 109
23
Ibid., h.110
24
Ibid., h.111
25
Ibid.
21
Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup aau penghalang, orang yang
menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang disebut mahjub. Hijab ada
dua, pertama hijab nuqsan yaitu menghalangi yang berakibat mengurangi bagian
ahli waris yang mahjub, seperti suami, seharusnya menerima bahagian ½, karena
yaitu menghalangi secara total. Hak-hak waris si mahjub tertutup sama sekali
sekandung semula berhak menerima bagian ½, tetapi karena bersama anak laki-
Tentang hijab ini terdapat perbedaan antara kelompok ahlu sunnah dan
Syi’ah. Menurut Ahlu Sunnah, yang berhak menghijab secara penuh adalah
kelompok ahli waris laki-laki, kecuali dalam hal tertentu seperti anak perempuan
26
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakara:Sinar Grafika,2004), h.85.
27
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta : Gama Media,
2001, h.71
22
5. Saudara seayah ditutup oleh saudara sekandung laki-laki dan oleh ahli waris
7. Anak saudara kandung ditutup oleh saudara laki-laki seayah dan oleh ahli
8. Anak saudara seayah ditutup oleh anak laki-laki saudara kandung dan oleh ahli
9. Paman kandung ditutup oleh anak laki-laki saudara seayah dan oleh ahli waris
10. Paman seayah ditutup oleh paman kandung dan oleh ahli waris yang
11. Anak laki-laki paman kandung ditutup oleh paman seayah dan oleh ahli waris
12. Anak laki-laki paman seayah ditutup oleh anak laki-laki paman kandung dan
Ahli waris atau disebut juga dengan warist dalam istilah fiqih ialah orang
yang berhak atas hartwarisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Ahli waris dapat
28
Hajar M, Op cit, h.28
23
Ahli waris ashab al-furudh adalah ahli waris yang bagiannya telah
diteapkan secara pasti di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi. Mereka menerima
harta warisan dalam urutan yang pertama. Ahli waris yang secara hukum syara’
Ahli waris ashab al-furudh terdiri dari dua belas orang, yang terdiri dari
delapan orang perempuan dan empat orang dari anak laki-laki. Yang di maksud
dengan ahli waris ashab al-furudh adalah ahli waris yang mendapat bagian-
bagian tertentu sebagaimana yang telah di tetapkan oleh syara’ baik besar
maupun kecil.
Bagian- bagian tertentu (al furudh muqaddharah) itu ada enam macam,
yaitu:
a. Seperdua (1/2)
b. Seperempat (1/4)
c. Seperdelapan (1/8)
d. Duapertiga (2/3)
e. Sepertiga (1/3)
f. Seperenam (1/6).
29
Ahmad Rofiq, Op.cit,.h.49
24
1. Anak perempuan, mendapat: ½ jika sendirian dan tidak bersama anak laki-
laki, 2/3 jika dua orang atau lebih dan tidak bersama dengan anak laki-laki.
2. Cucu perempuan, mendapat: ½ jika sendirian dan tidak bersama cucu laki-
laki dan tidak terhijab, 2/3 jika dua orang atau lebih dan tidak bersama cucu
3. Ibu , mendapat: 1/6 jika ada anak atau cucu atau dua orang bersaudara atau
lebih, 1/3 jika tidak meninggalkan anak atau cucu atau dua orang saudara
atau lebih.
4. Ayah , mendapat: 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, 1/6 jika +
5. Suami (duda), mendapat: ½ jika tidak meninggalkan anak atau cucu, ¼ jika
6. Istri (janda), mendapat: ¼ jika tidak ada anak atau cucu, 1/8 jika ada anak
atau cucu.
7. Saudara perempuan seayah, mendapat: ½ jika sendiri dan tidak ada saudara
laki-laki maupun saudara perempuan seayah, 2/3 jika lebih dari seorang dan
tidak bersama saudara laki-laki atau saudara perempuan seayah, 1/6 jika
8. Saudara perempuan seibu, mendapat: 1/6 jika hanya sendirian saja, 1/3 jika
dengan perempuan.
25
saudara laki-laki, 2/3 jika lebih dari seorang dan tidak bersama saudara laki-
laki.
10. Saudara laki-laki seibu, mendapat: 1/6 bila dia adalah seorang, 1/3 untuk
11. Kakek , mendapat: 1/6 bila bersamanya ada anak atau cucu, mendapat sisa
harta bila tidak ada anak atau cucu laki-laki, 1/6 kemudian sisa harta bila
12. Nenek, mendapat: 1/6 selama tidak terhijab oleh ahli waris
yang lain.30
Ahli waris ashabah adalah ahli waris yang berhak namun tidak dijelaskan
bagiannya dalam al-Qur’an dan Hadist Nabi. Dia menerima hak dalam urutan
kedua. Dia mengambil seluruh harta bila tidak ada bersamanya ahli waris dzawu
al- furudh dan mengambil sisa harta setelah diberikan lebih dahulu kepada ahli
waris dzawu al- furudh yang ada bersamanya.31 Apabila harta warisan itu masih
bersisa hendaknya diberikan kepada ahli waris laki-laki yang terdekat hubungan
jihat:
a) Jihat Bunuwwah (anak keturunan), yaitu anak laki-laki dari orang yang
b) Jihat Ubuwwah (bapak dan Leluhur), yaitu meliputi ayah, dan kakek dari
bawah.
paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung, dan anak laki-laki
2) Ashabah bil Ghairi, terbatas kepada empat orang perempuan yang meliputi:
saudaranya laki-laki.
b) Cucu perempuan.
saudara laki-lakinya dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali lipat dari
bagian perempuan.
dengan saudara laki-laki, ashabah ini dikatakan juga dengan ahli waris
dalam al-Qur’an dan atau Hadis Nabi sebagai dzawu al-furudh dan tidak
pula dalam kelompok ashabah. Bila kerabat yang menjadi ashabah adalah
keturunannya.
keturunannya.
32
Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah, Ter, Muzakir,(Bandung:Al Ma’arif,1993),h.260
33
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta:Kencana, 2004), h.149.
28
a. Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah dan anaknya.
kebawah
a. Saudara perempuan (kandung, seayah dan seibu) dari ayah dan anaknya.
b.Saudara laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya kebawah.
c.Saudara laki- laki atau perempuan (kandung, seayah dan seibu) dari ibu dan
seterusnya kebawah.34
34
Amir Syarifuddin, Loc.cit.