Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Nama Kelompok 1
i
Novia Silvania ( 201910110311044 )
DESEMBER 2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan kesempatan kepada kelompok kami untuk menyelesaikan tugas Makalah
Hukum Acara Pidana tentang " PENYIDIK DITINJAU DARI SEGI ASPEK
PENYIDIKAN, PENYELIDIKAN, DAN OUTPUT PEMBUATAN BAP".
Dalam menyelesaikan tugas ini, kami menggunakan buku panduan dan literatur
lain sebagai bahan pendukung. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
teman - teman yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
Menyusul
Menyusul
Menyusul
Menyusul
BAB II PEMBAHASAN
Menyusul
Menyusul
Menyusul
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
1
penegakan hukum pidana, KUHAP merupakan acuan umum yang harus di jadikan
pegangan bagi semua yang terlibat dalam proses bekerjanya Sistem Peradilan Pidana
dalam rangka mencapai satu tujuan bersama.2
Proses penyidikan merupakan tahap yang paling krusial dalam Sistem Peradilan
Pidana, dimana tugas penyidikan yang di bebankan kepada Polri sangat kompleks,
selain sebagai penyidik juga sebagai pengawas serta sebagai koordinator bagi penyidik
PPNS. Dalam hal ini Polisi selaku penyidik yang melakukan proses penyidikan
sebelumnya telah melakukan keputusan awal (pemutus awal) bahwa suatu peristiwa
merupakan suatu tindak pidana atau bukan (dalam proses penyelidikan). Hal ini tentu
menjadikan adanya rasa puas dan tidak puas dari para pihak yang berperkara. 3
Tujuan :
Memperoleh pemahaman tentang materi " Penyidik Ditinjau Dari Segi Aspek
Penyidikan, Penyelidikan dan Output Pembuatan BAP " dengan menerapkan /
mengetahui perbedaan hal diatas tersebut dengan baik.
2
Asri Agsutiwi, S. H. "Tinjauan Yuridis Terhadap Tugas Dan Wewenang Penyidik Polri Dalam
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi." PROSEDING SEMINAR UNSA. Vol. 1. No. 1. 2014.
3
Tedi, Handika. PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI NARKOTIKA OLEH PENYIDIK
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG
(Studi di Satuan Reserse Narkoba Polresta Padang). Diss. Universitas Andalas, 2018
2
Manfaat Teoritis :
Manfaat Praktis :
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang
untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1 KUHAP).
5
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2 KUHAP).
6
Penyidik pembantu adalah Pejabat Kepolisian negara republik Indonesia yang
karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur
dalam Undang-undang (Pasal 1 butir 3 KUHAP).
7
Penyidik pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat
kepangkatan (Pasal 10 ayat (1) KUHAP).
7
(Pasal 10 ayat (1) KUHAP).
4
Ketentuan dan wewenang Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yaitu :
5
1. Bahwa Penyidik harus menyampaikan berkas perkaranya kepada Penuntut
umum.
2. Dalam hal Penuntut umum berpendapat bahwa berkas masih kurang
lengkap,penuntut umum dapat mengembalikan berkas perkara itu kepada
Penyidik dengan diberi petunjuk untuk dilengkapi, dan apabila penyidikan
sudah dianggap selesai,Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka
dan barang bukti kepada Penuntut umum.
6
memotret seorang; menurut hukum yang bertanggung
membawa dan menghadapkan jawab.
seorang pada penyidik.
(Pasal 7 ayat [1] KUHAP)
(Pasal 5 KUHAP)
8
Dasar Hukum Penyidik diatur dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHAP yang dimana
Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
9
Tujuan penyidik perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus
menghindari orang yang tidak bersalah dari tindakan yang dibebankan padanya.
Oleh karena itu alasan tersebut, maka sering kali proses penyidikan yang lakukan
oleh penyidik membutuhkan waktu yang cendurung lama, melelahkan dan mungkin
pula dapat menimbulkan bebas psikis.
8
(Pasal 1 butir 1 KUHAP )
9
Eddy.o.s. Hiariej, op.cit, hlm. 2.12.
7
a) Laporan Polisi/Pengaduan
b) Surat Perintah
e) SPDP
10
Adapun kegiatan penyidikan menurut pasal 10 ayat (1) Perkapolri 6/2019
juga menjabarkan ada 10 kegiatan dalam proses penyidikan diantaranya yaitu
terdiri atas penyelidikan, dimulainya penyidikan, upaya paksa, pemeriksaan,
penetapan tersangka, pemberkasan, penyerahan berkas perkara, penyerahan
tersangka dan barang bukti dan penghentian penyidikan. Dengan Dasar Hukum
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019
Proses Penyidikan ini dilakukan oleh pihak penyidik yang melakukan kegiatan
pemeriksaan pendahuluan/awal (vooronderzoek) yang seharusnya di titik beratkan
pada upaya pencarian atau pengumpulan “bukti faktual” penangkapan dan
penggeledahan, bahkan jika perlu dapat di ikuti dengan tindakan penahanan
terhadap tersangka dan penyitaan terhadap barang atau bahan yang di duga erat
kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi. Penyidikan mempunyai kedudukan
dan peranan yang sangat penting dan strategis untuk menentukan berhasil tidaknya
proses penegakan hukum pidana selanjutnya. Pelaksanaan penyidikan yang baik
akan menentukan keberhasilan Jaksa Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan
dan selanjutnya memberikan kemudahan bagi hakim untuk menggali/menemukan
kebenaran materiil dalam memeriksa dan mengadili di persidangan.
10
Abplawfirm, “cara-membedakan-penyelidikan-dan-penyidikan”, https://abplawfirm.co.id/cara-
membedakan-penyelidikan-dan-penyidikan/
8
penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan”
suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana.
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya”.
4. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya.
11
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia , (Malang: Bayumedia
Publishing, April 2005), hal.380-381
9
oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Tugas utama dari penyidik
adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat
terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangka.12
“penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan
peradilan”.
“Penyitaan adalah serangkaian tindkaan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan
dan peradilan”.
12
Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana Penyelidikan dan Penyidikan , Jakarta:
Sinar Grafika, hal. 11.
13
Bambang Poernomo. 1996. Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta. Seksi Kepidanaan Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada, Halaman 57.
10
Dalam penyitaan tentu terdapat ketentuan yang harus dipehatikan dan ada
sesuatu hal yang perlu dimengerti dalam penyitaan, hal ini di atur dalam peraturan
pemerintah tentang kitab Undang-Undang acara pidana Pasal 1 ayat 16 KUHAP,
mangenai paksaan penyitaan, bahkan adanya keputusan menteri pertahanan yang
mengatur masalah penyitaan.14 Arti penting masalah penyitaan tercermin dalam
Pasal 38 Undan-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan
oleh penyidik dengan surat izin ketua Pengadilan Negeri setempat, walaupun dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak penyidik harus segera bertindak dan dapat
melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan wajib segera melaporkan
kepada ketua pengadilan guna mendapatkan persetujuan. Penyitaan sangat erat
hubungannya dengan hak-hak azasi manusia. Dalam melakukan suatu penyitaan
harus diusahakan adanya imbangan yang layak. Imbangan antara kepentingan
instansi yang dalam melakukan penyitaan terhadap orang yang disangka telah
melakukan tindak kejahatan di satu pihak, dengan kepentingan orang itu sendiri di
lain pihak serta untuk kepentingan masyarakat dimana orang tersebut memegang
peranan penting dalam proses penyidikan tindak pidana.15
11
kasus tertentu dapat dilakukan oleh Jaksa. Di saat inilah dimana seseorang disebut
sebagai tersangka.
12
4 KUHAP: "Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan."
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
Penghentian penyelidikan
13
Dalam hal penyidik menghentikan prnyidikan atas suatu tindak pidana, maka
penyidik harus memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum, tersangka dan
keluarganya.
Selama ini kasus semacam dalam praktek “ Jarang” dihentikan penyidikannya, ada
kesan dikembangkan (Floating Case) oleh penyidik yang menganut aliran
keselamatan dalam kegiatan penyidikan, artinya yang penting selamat, dari pada
dituntut Praperadilan .
Penyidikan dihentikan demi hokum artinya bahwa perkara tersebut “Sudah tidak
dapat lagi dilakukan penyidikan” apapun alasannya, sedangkan penghentian
penyidik tersebut butir a dan b diatas masih dapat dilakukan penyidikan lanjutan
14
apabila dipertemukan bukti-bukti baru yang dapat mendukung dilakukannya
penyidikan ulangan lanjutan terhadap perkara yang telah dihentikan penyidikannya.
Hal-hal yang menyebabkan penyidikan dihentikan demi hukum ialah:
1. Tidak ada pengaduan/ pengaduan dicabut, bagi delik-delik aduan (Pasal 76 ayat
(1) KUHP)
2. Tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa tersebut telah diputus oleh Hakim
Pengadilan dengan keputusan yang tidak boleh dirubah lagi/ tetap (Nebis In
Idem) Pasal 76 ayat (1) KUHP)
4. Hak menurut tindak pidana telah kedaluarsa/ lewat waktu artinya bahwa apabila:
a) Sesudah lewat 1 Tahun bagi segala pelanggaran dan bagi kejahatan yang
dilakukan dengan mempergunakan cetakan
d) Sesudah lewat 18 Tahun, bagi semua kejahatan yang diancam hukuman mati
atau penjara seumur hidup
15
BAP : catatan atau tulisan dalam bentuk resmi, yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atas kekuatan sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.Teknik
Pembuatan BAP :
Syarat Formil :
a. Pada hal pertama disebelah kiri atas disebutkan Nama Kesatuan dan Wilayah.
b. Dibawah nama kesatuan dituliskan kata-kata Pro Justia atau Demi Keadlilan.
c. Pada bagian tengah halaman pertama ditulis kata-kata BAP dan dibawahnya
antara tanda kurung dituliskan status orang yang diperiksa (saksi, ahli,
tersangka).
d. Pada pendahuluan BAP dicantumkan Hari/Tanggal/Bulan/Tahun/Waktu
Pembuatan, Identitas Penyidik/Penyidik Pembantu yang memeriksa dan
Legalitas Penyidik, Identitas Terperiksa terdiri dari Nama Lengkap, Alias (Nama
Panggilan), Tempat dan Tanggal Lahir (Umur), Agama, Kewarganegaraan,
Tempat Tinggal, Pekerjaan. Semua Identitas tersebut dicocokan dengan KTP,
Passport, SIM, Nomor Telepon. Lalu ditulis juga mengenai alasan pemeriksaan
yang berisikan nomor dan tanggal dilakukan pemeriksaan serta uraian singkat
perkara dan Pasal Undang-Undang yang dilanggar.
e. Dibagian awal pertanyaan harus ditanyakan tentang kondisi kesehatan
terperiksa, dan juga pemeriksa harus menyampaikan agar terperiksa memberikan
keterangan yang sebenar-benarnya.
16
f. Lalu mulai ditanyakan hal-hal yaitu meliputi : tentang pendampingan, riwayat
hidup, pengalaman dan keahliannya, saksi yang meringankan, dan keterangan
lainnya.
g. Lalu dihalaman terakhir, Terperiksa dan yang mendampingi memberi paraf pada
pojok kanan bawah BAP.
h. Pada akhir BAP terdapat kolom tandatangan Terperiksa dan pihak lain yang
terlibat kemudian BAP ditutup dengan tandatangan penyidik.
a. Bila Terperiksa tidak dapat baca tulis, maka kolom tandatangan dibubuhkan cap
jempol.
b. Bila Terperiksa tuna rungu dan tuna wicara, maka pemeriksa wajib mencari ahli
bahasa isyarat untuk mendampingi sebagai penerjemah. Yang mana penerjemah
ini harus disebutkan dalam uraian BAP.
c. Bila Terperiksa cacat kedua belah tangannya, maka pemeriksa membubuhkan
keterangan tentang keadaan Terperiksa dan diketahui oleh saksi lain.
d. Bila yang bersangkutan tidak mau menandatangani BAP, maka dibuatkan Berita
Acara Penolakan dengan menulis alasannya.
e. Pada saat pemeriksaan di Luar Negeri, maka Terperiksa harus didampingi oleh
perwakilan negara RI atau Kedubes atau Konjen atau Konsuler dan hasil BAP
nya dilegalisir oleh perwakilan negara RI di Negara tersebut.
f. Pasa setiap awal dan akhir kalimat apabila masih ada ruang harus diisi dengan
garis putus-putus.
g. Bila ada tulisan yang salah perlu diperbaiki supaya tulisan yang salah tersebut
dicoret dan diparaf diujung kiri/kanan, Perbaikan ditulis pada marge dan diparaf
pada ujung kiri dan kanan dengan didahului kata-kata “SAH DIGANTI”.
h. Kata-kata harus ditulis lengkap (tidak disingkat).
17
i. Penulisan angka yang menyebutkan jumlah harus diulangi dengan huruf dalam
tanda kurung.
Syarat Materiil :
Persyaratan materiil yang harus dipenuhi dalam suatu BAP terkait dengan 7
pertanyaan , yaitu :
1. Siapa ;
2. Apa ;
3. Dimana ;
4. Dengan Apa ;
5. Mengapa ;
6. Bagaimana ;
7. Bilamana.
2.6 Peranan Berita Acara Pemeriksan (BAP) Dalam Penanganan Perkara
Berita acara pemeriksaan tersangka, saksi, dan ahli adalah catatan atau tulisan yang
bersifat otentik, yang dibuat oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan
sumpah jabatan, yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik atau penyidik
pembantu (petugas yang membuat BAP tersebut) dan tersangka, saksi, atau ahli yang
diperiksa, serta memuat uraian tindak pidana yang disangkakan dengan menyebut
waktu, tempat, dan keadaan pada waktu suatu tindak pidana tersebut dilakukan, berita
acara pemeriksaan juga harus memuat identitas penyidik atau penyidik pembantu dan
yang diperiksa serta keterangan-keterangan yang diperiksa Berdasarkan Pasal 184 ayat
(1) KUHAP menyatakan secara limitative alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.
Selain alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 tersebut, tidak dibenarkan menggunakan
alat bukti lain selain alat bukti yang telah diatur dalam pasal 184 ayat (1) untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Dalam Pasal 187 huruf a KUHAP mengatur bahwa
berita acara, termasuk berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan alat bukti surat yang
dapat di gunakan dalam pengadilan. Alat bukti yang sah dan yang dibenarkan
mempunyai kekuatan pembuktian hanya terbatas pada alat-alat itu saja. 16 Adapun alat
16
Yahya Harahap, 2009, pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP: pemeriksaan sidang
pengadilan, Banding, Kasasi dan peninjauan kembali, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.285-289
18
bukti yang sah menurut Undang Undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal
184 ayat (1) KUHAP adalah:
1. Keterangan saksi.
2. Keterangan ahli.
3. Surat.
4. Petunjuk.
5. Keterangan terdakwa.
Usaha pembuatan BAP ini merupakan salah satu bagian terpenting dalam
18
penyidikan. Karena proses berita acara pemeriksaan ini merupakan dasar untuk
pemeriksaan selanjutnya, yaitu penuntutan dan menjadi dasar pula dalam proses
pemeriksaan dimuka persidangan pengadilan. Berita acara pemeriksaan itu disajikan
bagi hakim sebagai dasar pemeriksaan suatu peristiwa pidana dalam sebuah sidang
pengadilan. Ida bagus dwiyantara juga mengatakan hal yang sama bahwa BAP pada
dasarnya berfungsi sebagai pedoman atau tuntutan bagi hakim guna memeriksa suatu
perkara pidana yang dipelajari agar hakim mengerti kronologis atau alur tindak pidana.
Mengenai BAP sebagai alat bukti surat Mahkamah Agung memberi penegasan bahwa
berita acara, bukan hanya sekedar pedoman hakim untuk memeriksa suatu perkara
pidana, melainkan sebuah alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian. Dalam hal ini
17
Susmono sumowardojo, Pedoman Dasar dan Cara Pengusutan Peristiwa Tindak Pidana (Semarang SS
Semarang 1969 hlm 10
18
Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan (PemeriksaanSidangPengadilan,
Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.hlm 25
19
merujuk pada Pasal 187 huruf a KUHAP yang tertulis bahwa BAP merupakan alat bukti
surat. BAP ini merupakan bentuk proses verbal yang dianut oleh HIR dan diteruskan
sampai sekarang. BAP dibuat oleh penyidik atau penyidik pembantu yang berwenang
dalam melakukan penyidikan, BAP itu harus disetujui dengan pemberian tanda tangan
oleh tersangka, saksi, atau saksi ahli yang diperiksa pada saat pembuatan Berita Acara
Pemeriksan tersebut.BAP itu adalah bukti dan keyakinan penyidik akan kesalahan
tersangka. Dalam penjelasan yang terdapat pada pasal 305 HIR menyebutkan bahwa
BAP dapat berguna sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan, BAP dapat menjadi
alat bukti keterangan sesuai Pasal 162 KUHAP dan alat bukti surat sesuai Pasal 287
huruf a KUHAP hal yang sama diatur demikian dalam RUU KUHAP revisi 2010 dalam
pasal 177 huruf a.
Apabila dibuat oleh seorang pegawai polisi yang telah disumpah pada waktu
menerima jabatannya maka bunyi penutupan itu ialah sebagai berikut ” Demikian berita
acara ini saya buat dengan mengingat sumpah jabatan. saya tutup dan di tanda
tandatangani di..pada tanggal..bulan.. tahun..” Dalam praktik kepolisian agar suatu
berita acara pemeriksaan ( BAP ) itu menjadi jelas untuk di baca dan tidak mudah
dipalsukan, maka dalam penulisan suatu berita acara pemeriksaan haruslah diperhatikan
ketentuanketentuan sebagai berikut:
1. Berita acara itu harus ditulis dengan kalimat-kalimat sederhana, singkat, tapi
lengkap.
2. Tulisan harus terang, serta diberi garis antara yang cukup apabila ditulis dengan
mesin tulis.
3. Diantara garis-garis itu tidak diperkenankan dituliskan apa apa.
4. Tempat-tempat yang kosong tidak diperbolehkan, garis- garis yang tidak penuh
dengan tulisan harus ditutup dengan garis.
5. Jika menulis manual dilarang menghapus dengan setip.
6. Coretan-coretan atau tambahantambahan kata-kata harus dituliskan pada
halaman kiri yang kosong dan disahkan dengan paraf atau tanda tangan
pembuat.
7. Kata-kata wajib ditulis dengan lengkap, tidak diperbolehkan menyingkat kata-
kata yang tidak umum.
20
8. Angka-angka yang sungguh-sungguh penting harus ditulis dengan huruf atau
diulangi ditulis dengan huruf.
9. Lebih baik apabila nama- nama orang yang tersebut dalam berita acara itu ditulis
dengan huruf huruf besar atau pun bila dengan huruf kecil tetapi digaris bawahi.
Secara konkrit tindakan penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang,:
a. Tindak pidana apa yang telah dilakukan.
b. Kapan tindak pidana itu dilakukan.
c. Dimana tindak pidana itu dilakukan.
d. Dengan apa tindak pidana itu dilakukan.
e. Bagaimana tindak pidana itu dilakukan.
f. Mengapa tindak pidana itu dilakukan.
g. Siapa pembuatnya atau yang melakukuan tindak pidana itu.
Sehingga isi dari berita acara pemeriksaan (BAP) haruslah berkaitan dengan tujuh
pertanyaan pokok diatas. Adapun pasal-pasal dalam KUHAP yang mengatur
keberadaan perihal berita acara pemeriksaan ini, ialah sebagai berikut:
1. Pasal 8 ayat (1) KUHAP :Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan
tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 dengan tidak mengurangi
ketentuan lain dalam undang-undang ini.
2. pasal 12 KUHAP: Penyidik pembantu membuat berita acara dan menyerahkan
berkas perkara kepada penyidik, kecuali perkara dengan acara pemeriksaan
singkat yang dapat langsung diserahkan kepada Penuntut Umum.
3. Pasal 33 ayat (5) KUHAP : Dalam waktu dua hari setelah memasuki atau
menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya
disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
4. Pasal 49 ayat (1) KUHAP : Penyidik membuat berita acara tentang tindakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 dan pasal 75. Pasal 49 ayat (2) KUHAP :
Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kantor pos
dan telekomunikasi, Kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau
pengangkutan yang bersangkutan.
21
5. Pasal 72 KUHAP: Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat
yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk
kepentingan pembelaannya.
6. Pasal 75 ayat (1) KUHAP: Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
pemeriksaan tersangka. - Penangkapan. - Penahanan. - Penggeledahan. -
Pemasukan rumah. - Penyitaan benda. - Pemeriksaan surat. - Pemeriksaan saksi.
- Pemeriksaan ditempat kejadian. - Pelaksanaan penetapan dan putusan
pengadilan. - Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang
ini.
19
Pasal 75 ayat (2) KUHAP : Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam
melakukan tindakan tersebut pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.
Pasal 75 ayat (3) : berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada
ayat (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut
pada ayat (1).9 Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) KUHAP Penyidik memiliki kewajiban
sebagai berikut:
1. Menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang.
7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
9. Mengadakan penghentian penyidikan.
10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Kewenangan yang diberikan ke Penyidik yang tersebut di atas, dalam hal pelaksanaan
tugasnya haruslah mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain
kewajiban di atas, dalam setiap tugasnya seorang penyidik harusmenjunjung tinggi
19
Pasal 75 ayat (2) KUHAP dan Pasal 75 ayat (3)
22
hukum yang berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP). Dalam melaksanakan tugasnya,
penyidik akan membuat sebuah Berita Acara dan Penyidik yang selanjutnya akan
diserahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum. Penyidik hanya menyerahkan
berkas perkara saja, akan tetapi apabila pelaksanaan penyidikan dianggap telah cukup
atau selesai, maka penyidik akan menyerahkan seluruh tanggung jawab atas seorang
tersangka kepada Penuntut Umum seperti yang tertulis dalam Pasal 8 KUHAP.
20
Penyidik mempunyai wewenang memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi ditingkat penyidikan, penyidik yang melakukan
pemeriksaan harus dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, penyidik
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk di periksa,
dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar
antara diterimanya panggilan dan hari orang itu diharuskan memenuhi panggilan
tersebut. Orang yang di panggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang,
penyidik berhak memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas yang
berwenang untuk membawanya. Pada umumnya suatu berita acara yang baik haruslah
memenuhi beberapa syarat, sebagai berikut:
1. Berita acara haruslah dibuat oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini
penyidik yang melakukan proses penyidikan.
2. Berita acara itu harus memuat hari, tanggal, dan jam dilakukannya tindakan
pemeriksaan itu oleh penyidik tersebut dengan menyebutkan juga nama,
pangkat, dan ditandatangani oleh baik penyidik maupun oleh si terperiksa.
Artinya bahwa penyidik itulah yang bertanggung jawab atas kebenaran isi berita
acara tersebut. Adapun tangal itu perlu untuk menjamin agar berita acara dengan
secepat mungkin dibuatnya.
3. Berita acara itu harus memuat gambaran yang jelas tentang terjadinya perkara
pidana. Di dalam berita acara tersebut, harus dimuat hal-hal dan keadaan-
keadaan yang telah didengar, dilihat dan dialami sendiri oleh saksi tersebut.
Serta disebutkan dengan nyata alasan-alasan pengetahuannya tidak boleh dari
kata orang lain.
20
R.soesilo(e), Membuat Berita Acara dan laporan polisi (menurut KUHAP) ,cet 1, ( Bogor Politeia
1985 ,hlm 10
23
4. Berita acara itu harus memuat segala unsur-unsur hukum sebagaimana yang di
maksudkan oleh undang-undang hukum acara pidana.
5. Harus dibuat atas sumpah jabatan, agar menjamin bahwa apa yang tersebut
dalam berita acara itu benar, tidak palsu.
Agar suatu acara pemeriksaan itu dapat digunakan sejalan dengan yang
dimaksudkan oleh undang-undang, karena itulah dalam suatu berita acara pemeriksaan
harus memuat, sebagai berikut:
1. Keadaan-keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan haruslah dituliskan dalam
berita acara pemeriksaan itu.
2. Macam tindak pidana yang telah dilakukan, misalnya suatu pembunuhan atau suatu
pencurian atau penggelapan atau suatu penganiayaan dan sebagainya.
3. Waktu bilamana tindak pidana itu dilakukan, misalnya jam, waktu siang atau
malam, hari bulan dan tahun.
4. Tempat dimana tindak pidana itu telah terjadi.
5. Bukti-bukti serta penunjukanpenunjukan yang memberatkan kesalahan terdakwa
tentang tindak pidana itu.
Syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh penyidik, agar suatu berita acara menjadi sah
adalah:
1. Berita acara tersebut harus dibuat oleh pejabat yang bersangkutan, yakni
penyidik yang melakukan tindakan penyidikan, dan dibuat atas kekuatan sumpah
jabatan (Pasal 75 ayat (2) KUHAP).
2. Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat penyidik yang
bersangkutan, juga harus ditandatangani oleh semua pihak yang terlibat dalam
tindakan penyidikan tersebut.
24
pokok tersebut dilakukan oleh segenap anggota Polri yang bertugas mulai dari
pejabat Polri di pusat sampai pejabat di daerah, dan bahkan anggota yang
bertugas di lapangan. Sesuai dengan azas negara hukum Republik Indonesia,
maka pelaksanaan tugas tersebut harus mendasari kepada hukum yang berlaku.
Kepolisian diberikan kewenangan atau diskresi oleh hukum pidana kita
untuk melakukan seluruh rangkaian proses terhadap siapa saja yang terlibat
dalam kejahatan19. Wewenang kepolisian bukanlah untuk mempengaruhi
jalannya proses pemidanaan, namun untuk memperkuat proses penegakan
hukum.
Pengaturan mengenai penyelidikan dan penyidikan di tingkat kepolisian
diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kemudian
dijelaskan dalam Perkap No 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana.
Penyidikan tindak pidana tersebut harus dilaksanakan dengan
professional, transparan dan akuntabel terhadap setiap perkara pidana, guna
terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan.
Penyidikan tindak pidana dilaksanakan berdasarkan Laporan Polisi dan
surat perintah penyidikan. Laporan Polisi sebagaimana dimaksud dalam Perkap
No 14 Tahun 2012 pada pada pasal 5 ayat (1) yang diterima Sentra Pelayanan
Kepolisian Terpadu (SPKT) atau Siaga Bareskrim Polri dibuat dalam bentuk
Laporan Polisi Model A (perkara ditemukan oleh polisi) dan Laporan Polisi
Model B (adanya laporan dari masyarakat).
Setelah Laporan Polisi dibuat, penyelidik/penyidik pembantu yang
bertugas di SPKT atau Siaga Bareskrim Polri segera menindaklanjuti dengan
melakukan pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara
pemeriksaan saksi pelapor. Kepala SPKT atau Kepala Siaga Bareskrim Polri
segera meneruskan laporan polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor
sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (3) kepada: a. Karobinops Bareskrim
Polri untuk laporan yang diterima di Mabes Polri; b. Direktur Reserse Kriminal
Polda untuk laporan yang diterima di SPKT Polda sesuai jenis perkara yang
dilaporkan; c. Kapolres/Wakapolres untuk laporan yang diterima di SPKT
Polres; dan d. Kapolsek/Wakapolsek untuk laporan yang diterima di SPKT
25
Polsek. Laporan Polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat dilimpahkan ke kesatuan yang lebih rendah atau
sebaliknya dapat ditarik ke kesatuan lebih tinggi. Kegiatan penyidikan
dilaksanakan secara bertahap meliputi: 21
a. Penyelidikan;
b. Pengiriman SPDP;
c. Upaya paksa;
d. Pemeriksaan;
e. Gelar perkara;
f. Penyelesaian berkas perkara;
g. Penyerahan berkas perkara ke penuntut umum;
h. Penyerahan tersangka dan barang bukti; dan
i. Penghentian penyidikan.
26
untuk yang kedua kali. Kerugian pertama karena sebagai objek tindak pidana.
Kerugian kedua, materi dan waktu yang digunakan untuk proses pengungkapan
tindak pidana dalam tahap penyidikan. Atau dengan kata lain korban
mengalami viktimisasi sekunder.
22
Yulia R,Herli d,Prakasa A. (2019). “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEJAHATAN PADA
PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA”. Jurnal Hukum
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Hlm.666
27
Hak ini yang sudah dilaksanakan meski dengan cara bukan ada penerjemah
tetapi penyidik bertanya dengan Bahasa di daerah itu.
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
Pertanyaan menjerat dengan yang tidak menjerat adalah tipis perbedaannya.
Menjerat disini dengan maksud menjebak agar menjawab dengan jujur atau
menjawab sesuai dengan keinginan penyidik. Dalam beberapa kasus, pertanyaan
menjerat dilakukan agar terungkap informasi yang valid dengan waktu yang
tidak terlalu lama.
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
Informasi perkembangan kasus dalam tahap penyidikan sudah diperoleh pihak
korban dengan baik. Yaitu adanya SP2HP, Surat Pemberitahuan Perkembangan
Hasil Penyidikan yang disampaikan kepada korban. SP2HP ini ada beberapa
tahapan, yang meliputi:
1. Format A1: perihal pemberitahuan perkembangan hasil penelitian laporan
dibuat penyidik setelah 3 hari menerima laporan.
2. Format A2: perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan. Hal ini
dilakukan apabila perkara tersebut tersangkanya belum tertangkap atau
terungkap dan masih dalam proses penyelidikan.
3. Format A3: perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan apabila
dalam proses penyelidikan ditemukan bukti permulaan yang cukup dan dapat
ditingkatkan untuk proses penyidikan.
4. Format A4: perihal pemberitahuan hasil penyidikan dibuat secara bertahap
selama perkara tersebut dalam proses penyidikan sampai dengan pengiriman
tersangka dan barang bukti ke JPU (Tahap II)
5. Format A5: perihal pemberitahuan perkembangan hasil
penyelidikan/penyidikan apabila perkara tersebut proses
penyidikan/penyelidikannya dihentikan dengan alasan:
a. Perkaranya bukan tindak pidana;
b. Perkaranya tidak cukup bukti/kadaluwarsa;
c. Tersangkanya meninggal dunia;
d. Tersangkanya dinyatakan gila yang dikuatkan dengan surat keterangan
saksi ahli.
28
Meski demikian, SP2HP adakalanya tidak sampai kepada korban, dengan
berbagai kendala.
29
Hak dirahasiakan identitasnya dapat juga diperoleh di tahap penyidikan. Hak ini
merupakan hak baru yang ada dalam perubahan undang-undang perlindungan
saksi dan korban.
Adapun hak-hak korban lainnya adalah mendapat tempat kediaman sementara;
mendapatkan tempat kediaman baru; memperoleh penggantian biaya
transportasi sesuai dengan kebutuhan; mendapatkan nasihat hukum; dan/atau;
memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai waktu perlindungan
berakhir; mendapat pendampingan. Hak-hak tersebut akan sulit di
implementasikan dalam tahap penyidikan, apabila hanya penyidik yang
melaksanakan. Oleh karenanya diperlukan lembaga lain yang berwenang untuk
secara koordinasi memenuhi hak-hak korban.
Sebagai contoh hak mendapat kediaman sementara dan hak mendapatkan
kediaman baru tidak bisa diberikan oleh penyidik tanpa peran lembaga lain
yang berwenang. Kemudian selama ini penyidik tidak dapat memberikan
penggantian biaya transportasi sesuai kebutuhan kepada korban, hal ini
mengingat anggaran di kepolisian yang terbatas, selain itu fokus manajemen
anggaran adalah untuk pengungkapan pelaku tindak pidana.
Hak untuk mendapatkan nasihat hukum dan hak untuk mendapatkan
pendampingan memerlukan kerjasama dengan advokat dan lembaga sosial
ataupun lembaga psikososial.
30
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, LPSK
berwenang:
a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari pemohon dan pihak
lain yang terkait dengan permohonan;
b. Menelaah keterangan, surat, dan/atau dokumen yang terkait untuk
mendapatkan kebenaran atas permohonan;
c. Meminta salinan atau fotokopi surat dan/atau dokumen terkait yang
diperlukan dari instansi manapun untuk memeriksa laporan pemohon sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Meminta informasi perkembangan kasus dari penegak hukum;
e. Mengubah identitas terlindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. Mengelolarumahaman;
g. Memindahkan atau merelokasi terlindung ke tempat yang lebih aman;
h. Melakukan pengamanan dan pengawalan;
i. Melakukan pendampingan Saksi dan/atau Korban dalam proses peradilan; dan
j. Melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian Restitusi dan Kompensasi.
Dalam Pasal 8 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014
tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban mengatur tentang perlindungan terhadap saksi/korban
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 diberikan sejak tahap penyelidikan
dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Undang-undang. Dengan demikian, hak- hak yang sebagaimana sudah
diuraikan di atas, harus diberikan pada tahap penyelidikan dan penyidikan.
Pasal 8 ayat (2) mengatur bahwa dalam keadaan tertentu, perlindungan
diberikan sesaat setelah permohonan diajukan kepada LPSK.
Melihat pengaturan yang terdapat dalam Undang-undang perlindungan saksi
dan Korban, rasanya sudah lengkap dan dapat diimpementasikan dengan baik.
Akan tetapi dalam proses penyidikan masih memerlukan berbagai perangkat
dan dukungan dalam pemberian perlindungan korban tersebut.
31
Peraturan kepolisian yang substansinya merupakan instrumen bagi Polri dalam
memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban yaitu Peraturan Kapolri
No 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus dan Tata Cara
Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana.
32
Dasar atau pertimbangan tersebut antara lain mengenai proses penyelidikan dan
penyidikan suatu tindak pidana merupakan kunci utama untuk menentukan
dapat tidaknya suatu perkara dilanjutkan ke proses penuntutan dan peradilan
pidana. Hal ini guna mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan, mengedepankan asas peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan.
Untuk mewujudkan tujuan hukum tersebut, metode penegakan hukum harus
mengikuti perkembangan keadilan masyarakat. Keadilan yang sedang
berkembang saat ini adalah keadilan restoratif. Prinsip keadilan restoratif yang
merefleksikan keadilan sebagai bentuk keseimbangan hidup manusia.
Model penyelesaian perkara yang dilakukan adalah upaya mengembalikan
keseimbangan tersebut dengan membebani kewajiban terhadap pelaku
kejahatan dengan kesadarannya mengakui kesalahan, meminta maaf, dan
mengembalikan kerusakan dan kerugian korban seperti semula atau setidaknya
menyerupai kondisi semula, yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.
Meski demikian, dalam beberapa pasal yang diatur terdapat hal yang sulit
diimplementasikan. Misalnya terkait dengan polisi yang harus menjadi mediator
dalam penyelesaian perkara. Selain mediator memiliki syarat-syarat tersendiri
dan khusus, juga ada pandangan bahwa polisi tidak boleh intervensi dalam
menyelesaikan suatu perkara. Dalam Surat Edaran disebutkan bahwa
penyelidik/penyidik sebagai mediator, tetapi dalam praktek tidak aman bagi
penyelidik/penyidik. Karena belum ada pelatihan mediator bagi
penyelidik/penyidik Polri.
Hal lain adalah adanya prinsip pembatas terkait dengan penerapan keadilan
restoratif dalam proses penyidikan hanya sebelum SPDP dikirim ke Penuntut
Umum sangat mempersulit penyelesaian perkara pidana dengan penerapan
keadilan restoratif dan dipandang mempersempit atau sangat membatasi
“ruang” penerapan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana pada
proses penyidikan tindak pidana. Proses restoratif hanya dapat dilakukan pada
perkara yang masih dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan sebelum SPDP.
Oleh karena itu, proses restoratif justice dapat dimaksimalkan pada saat
penyelidikan saja.
33
Restorative justice juga digunakan untuk menanggulangi perkara yang sudah
menumpuk, meski dalam praktek terjadi permasalahan. Pertama, restorative
justice disalahkaprahkan sebagai tidak melanjutkan kasus (mirip diskresi) atau
penghentian kasus (mirip penangguhan penahanan perkara) padahal keduanya
tidak benar.
34