Anda di halaman 1dari 6

Adapun beberapa polemik yang terjadi di Indonesia tentang pelanggaran kode etik

profesi hukum sering kali dijumpai di berita manapun baik dari media cetak maupun media
elektronik. Kasus mengenai pelanggaran kode etik jaksa yang masih hangat di tahun 2020
dan dan sering kali diperbincagkan yaitu tentang kasus jaksa pinangki. Menurut berita yang
telah beredar bahwa kasus jaksa pinangki merupakan contoh dari pelanggarakan kode etik
profesi hukum yaitu sebagai seorang jaksa. Jaksa sebagai salah satu penegak hukum
Indonesia yang bertugas untuk menerapkan sistem hukum Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kasus jaksa pinangki yang masih
berlangsung bisa dijadikan suatu bahan analisis dalam mengenai pelanggaran kode etik
profesi hukum.
Jaksa Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima suap sebesar US$ 500 ribu atau
sekitar Rp7 miliar dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Jaksa Pinangki
selain didakwa tindak pidana suap juga didakwa Pasal 3 Undang-Undang No 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang karena Jaksa Pinangki diduga mempergunakan uang suap tersebut untuk
kepentingan sendiri dengan total lebih dari Rp4,7 miliar. Selain itu, Jaksa Pinangki
diduga melakukan permufakatan jahat dengan dakwaan Pasal 15 juncto Pasal 5 ayat
(1) huruf a dan/atau Pasal 15 juncto Pasal
13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.1
Mengenai kasus dari jaksa pinangki sebagai contoh dari pelanggaran kode etik profesi
hukum jaksa bisa dijadikan suatu bahan analisis bahwa tindakan yang dilakukan oleh
jaksa pinangki telah melanggar beberapa kode etik jaksa. berdasarkan Peraturan Jaksa
Agung Republik Indonesia Nomor PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa,
khususnya larangan untuk seorang jaksa yang termuat dalam pasal 7 PERJA tersebut.
Perilaku yang telah dilakukan oleh jaksa pinangki tidak mencerminkan sama sekali
tentang kode etik profesi hukum dikarenakan perbuatan tersebut telah melanggar norma
ataupun kaidah hukum yang berlaku. Perbuatan jaksa piangki yang telah melakukan
penyuapan dan pencucian uang termasuk kedalam tindak pidana khusus atau extraordinary
crime, maka dari itulah dalam menangani perkara tersebut perlu dilakukan secara khusus
baik dari proses penyidikan sampai pengadilan khusus. Berdasarkan kasus jaksa pinangki
tersebut telah melanggar kode etik jaksa yang termuat dalam PERJA Nomor PER-

1
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-
54231689. Diakses pada tanggal 24 Juni 2021
014/A/JA/11/2012 pasal 7.
Adapun jaksa dalam melaksanakan tugasnya juga memiliki larangan sebagai kode etik
profesinya, larangan tersebut merupakan bagian dari integritas yang diatur dalam pasal 7
dan terdiri atas beberapa hal,dalam kaitannya kasus tersebut larangan yang yang yelah
dilanggar yaitu :
a. Jaksa dilarang memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan
keuntungan pribadi secara langsung maupun tindak langsung bagi diri sendiri
maupun orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun.
b. Jaksa dilarang meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam
bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun
tidak langsung.
Dari penjelasan kasus jaksa pinangki tersebut bahwa perbuatan jaksa pinangki telah
melanggar dan tidak sesuai dengan kode etik PERJA Nomor PER-014/A/JA/11/2012
tentang Kode Perilaku Jaksa pasal 7 pada poin a dan b. Mengartikan bahwasannya
tindakan suap dan tindakan pencucian uang tersebut telah dilarang secara tegas dalam
PERJA tersebut. Untuk itulah jaksa pinangki dikenakan dakwaan sesuai apa yang telah
dilanggar suseuai ketentuan undang-undang TIPIKOR dan TPPU. Kasus jaksa pinangki
bisa dijadikan suatu pembelajaran bagi profesi hukum lainnya bahwa sebagai penegak
hukum dan sebagai profesi hukum memiliki kode etik yang harus dijaga, ditaati, dan
dijunjung tinggi oleh pihak siapapun yang memiliki profesi hukum. Hal ini dikarenakan
sebagai penegak hukum harus bisa memberikan cerminan yang baik kepada masyarakat
Indonesia, dan menjadikan proyeksi bahwa penegak hukum di Indonesia mempunyai suatu
kehormatan yang tinggi.

Penyelesaian Permasalahan Penegakan Kode Etik Jaksa yang Ideal di Indonesia


1. Penyebab Pelanggaran Kode Etik Jaksa
Pelanggaran dari sebuah kode etik profesi ini adalah suatu tindakan pelanggaran yang
dapat dikerjakan oleh segelintir oknum maupun sekelompok orang dari profesi tersebut
yang disertai oleh sifat yang tidak mencerminkan tentang bagaimana seharusnya seorang
Jaksa dalam menjalankan
profesinya sebagaimana martabat profesi tersebut dan sekaligus menjaga mutu dari profesi
tersebut di tengah masyarakat. Dibawah ini merupakan Tujuan dari Kode Etik Profesi:2
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi tersebut.
b. Untuk meningkatkan mutu dari profesi tersebut.
c. Untuk menjaga serta memelihara kesejahteraan dari para anggotanya.
d. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota dari profesi tersebut.
e. Agar mempunyai suatu kesatuan organisasi professional yang kuat dan terjalin
secara erat.
f. Agar meningkatkan serta mendahului kepentingan layanan publik diatas
kepentingan pribadi.
Kode etik lahir sebagai untuk membatasi seorang profesional dalam sikap moral agar
sesuai dengan standar operasional yang telah disepakati bersama. Akan tetapi, tetap saja
masih banyak orang yang melanggar kode etik tersebut.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab pelanggaran kode etik antara lain:3
a. Pengaruh Sifat Kekeluargaan Acapkali kode
etik tersebut berhubungan dan berbenturan dengan
hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan.
Sifat tidak enak akan menolak hal tersebut menimbulkan hal sedemikiran rupa
mulai dari pelanggaran kode etik sampai nepotisme. Seseorang yang professional
harus bisa membedakan antara sikap professional dan
kekeluargaan.
b. Pengaruh Jabatan
Dalam kenyataan yang terjadi, tidak semua keputusan yang bermakna positif akan
menghasilkan sesuatu yang positif juga. Apabila berada di luar kode etik, terkadang
menimbulkan permasalahan yang baru. Seseorang cenderung mengambil suatu
tindakan dengan hanya memperhatikan efek positifnya saja tanpa memperhatikan
efek negatifnya dengan menghiraukan kode etik yang ada.
Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia
Merupakan salah satu faktor yang terbilang klasik dikarenakan penegakan akan
ketaatan terhadap kode etik itu sendiri cenderung lemah. Setiap kali ada sebuah celah,

2
Dwi Haryadi, Kode Etik Profesi Hukum,
(http://www.uub.ac.id, diakses 24 Juni 202).
3
Abdulkadir Muhammad. 2006. Etika Profesi Hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hlm. 173.
dapat dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan untuk menyimpang dari kode etik
yang telah ada untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
Lemahnya Kontrol dari Masyarakat
Masyarakat dalam hal ini harus sebagai pilar utama dalam penegakan hukum di
Indonesia sesuai dengan kaidah “Social Control” ataupun “Social Engineering”.
Fungsi dari Masyarakat untuk mengawasi secara penuh tentang bagaimana roda
pemerintahan berjalan demi mewujudkan cita-cita bersama dari bangsa dan negara.
c. Kurangnya Sarana Untuk Menyampaikan Keluhan Masyarakat
Untuk mengantisipasi pelanggaran kode etik di kemudian hari, sebaiknya
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
menyampaikan pendapatnya mengenai pelayanan yang ada. Agar harapannya
terdapat ulasan positif yang baik dari masyarakat, sehingga dapat meminimalisir
terjadinya pelanggaran-pelanggaran kode etik yang pernah ada.
Cara Menyikapi Pelanggaran Kode Etik Jaksa
“Kode etik profesi hukum sangat dekat kaitannya dengan apa yang disebut dengan
integrated criminal justice system yaitu sistem perkara pidana secara terpadu”.4
Jaksa sendiri merupakan sebuah profesi yang ditugaskan sebagai perwakilan negara
dalam rangka menegakkan keadilan dimuka hukum. Jaksa diwajibkan mampu berfikir
secara rasional disamping tugas fungsional utamanya adalah penututan terhadap sebuah
kasus yang ditangani. Tugas fungsional seorang jaksa pun pada akhirnya memberikan
kesempatan untuk seorang jaksa agar mampu memberikan keuntungan pribadi bagi mereka
sendiri, misalnya dengan menerima suapan yang diberikan dari kasus – kasus yang mereka
tangani. Maka dari itu penekanan terhadap profesi jaksa dalam menjalankan tugasnya harus
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan harus menjunjung tinggi martabat
profesi nya karena jika seorang jaksa bisa mengindahkan nilai-nilai dan menjunjung tinggi
martabat profesi jaksa akan ada timbal baliknya dengan institusi jaksa itu sendiri dan nama
baik profesi jaksa terjaga.

Cara menyikapi pelanggaran kode etik jaksa memiliki dua cara khusus yaitu:
1. dengan cara pendidikkan karakter dari pendidikan karakter ini diharapkan agar
jaksa bisa berperilaku sesuai kode etik jaksa dan melaksanakan kewajiban nya
sebagai aparat penegak hukum yang menjunjung tinggi nilai profesionalitas dalam
bertugas.

4
Prof. Darji Darmodiharjo S.H dan Shidarta S.H, M.Hum, “Pokok – Pokok Filsafat Hukum” (Jakarta : PT.
Gramedia Putstaka Utama, 2019), Hlm.284
2. Selanjutnya, dengan cara memberikan hukuman kepada jaksa yang tidak
profesional dalam menjalankan tugasnya.

Pedoman penyikapan pelanggaran kode etik oleh jaksa melalui cara represif diatur
dalam Peraturan Jaksa Agung mengenai Kode Perilaku Jaksa. Yang tertuang pada pasal 3
hingga 5 yaitu mengenai kewajiban jaksa sebagai profesi, pasal 7 mengenai pelarangan, dan
pasal 12 hingga pasal 14 mengenai sanksi yang diberikan.

Tentunya pelanggaran profesi jaksa ini disamping mendapatkan sanksi administratif


melalui peraturan Jaksa agung, juga mendapatkan sanski hukum lainnya menyesuaikan
dengan pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh seorang jaksa. Peran Komisi Kejaksaan
ini dalam menyikapi pelanggaran kode etik jaksa disini sangat penting karena Komisi
Kejaksaan memiliki tugas salah satunya adalah mengawasi dan menilai kinerja seorang
jaksa dalam melakukan tugas dinasnya. Dengan adanya kehadiran komisi kejaksaan
diharapkan dapat membuat para jaksa ini mematuhi kode etik jaksa dan komisi kejaksaan
mempunyai wewenang yaitu, menerima aduan masyarakat mengenai perilaku jaksa yang
tidak sesuai dengan kode etik jaksa. Dengan adanya peran serta masyarakat yang dapat
melaporkan perilaku jaksa yang tidak sesuai dengan kode etik jaksa maka dapat langsung di
laporkan ke komisi kejaksaan sebagai lembaga pengawas eksternal lalu dilanjutkan kepada
unit pengawas internal kejaksaan untuk di proses.

Tetapi komisi kejaksaan ini mempunyai hambatan dalam menyikapi pelanggaran


kode etik jaksa yaitu Komisi Kejaksaan tidak mempunyai kekuatan untuk menghukum
para jaksa yang melanggar kode etik jaksa, terbatas nya manusia yang ada di dalam
komisi kejaksaan sehingga memperhambat penegakan pelanggaran kode etik jaksa,
alokasi anggaran yang sedikit kepada Komisi Kejaksaan sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya dengan baik karena terbatas dengan anggaran-nya, dan yang terakhir ialah
aduan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap seorang jaksa tidak berdasar sehingga
sulit untuk ditindak lanjuti oleh komisi kejaksaan karena tidak ada bukti dalam
aduannya.

PENUTUP

Dalam rangka menciptakan ketertiban dalam masyarakat, setiap komponen masyarakat


harus mampu menaati berbagai nilai dan norma di masyarakat, tidak terkecuali berlaku pada
berbagai profesi yang dijalankan di masyarakat. Secara khusus dalam ranah penegak hukum
dari banyak komponen yang ada, profesi jaksa adalah salah satu yang memiliki komponen
aturan khusus yang mengatur bagaimana profesi ini seharusnya dijalankan sesuai nilai dan
norma atau yang dapat kita sebut sebagai etika dalam profesi. Maka muncullah aturan kode
etik khusus yang diterapkan pada profesi ini.

Pengaturan kode etik jaksa di Indonesia diwujudkan dengan berlakunya prinsip


prinsip seperti landasan Catur Asana, Doktrin Tri Krama Adhyaksa, serta prinsip- prinsip
Tri Atmaka. Selain itu adanya peraturan dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor PER- 014/A/JA/11/2012 mengenai kode perilaku jaksa yang memiliki 6 Bab dan 31
Pasal yang substansinya meliputi ketentuan umum, perilaku jaksa, tindakan administratif,
tata cara pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif, ketentuan lain-lain, dan
ketentuan penutup. Peraturan mengenai perilaku jaksa ini memuat tentang kewajiban-
kewajiban jaksa, peraturan tentang integritas, kemandirian, ketidakberpihakan, dan
perlindungan. Jaksa yang tidak mampu atau melanggar peraturan kode etik yang telah
ditetapkan akan dikenakan sanksi tindakan administratif yang mana tindakan ini tidak
mengesampingkan ketentuan hukum pidana dan hukuman disiplin berdasarkan peraturan
disiplin PNS apabila diketahui adanya pelanggaran ketentuan terkait. Dalam realitasnya
banyak pelanggaran yang terjadi pada kode etik profesi ini, seperti kasus Jaksa Pinangki
terkait suap dan pencucian uang yang secara jelas melanggar kode etik profesi jaksa
berdasarkan peraturan yang ada. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya pelanggaran adalah pengaruh sifat kekeluargaan, jabatan, lemahnya penegakkan
hukum di Indonesia, lemahnya kontrol di masyarakat serta minimnya sarana pengaduan
pelanggaran. Dalam upaya menyikapi realitas ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan
yaitu tindakan preventif dengan pendidikan karakter dan moral maupun tindakan represif
dengan pemberian sanksi. Pemberian sanksi yang dilakukan juga memiliki pedoman khusus,
yaitu Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER- 014/A/JA/11/2012 pada
pasal 12 hingga pasal 14 mengenai sanksi yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai