PROPOSAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Cici Adelia
1203050018
BANDUNG
2023/1445 H
1
PERSPEKTIF PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS
KASUS KETERLIBATAN ANGGOTA POLRI DALAM PEMASANGAN
BALIHO CAPRES DI JAWA TIMUR
1
Siti Zuhro. Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019. Vol 16, No. 1, Juni 2019.
hlm 111-124.
2
operandinya memberikan suatu tantangan tugas baru yang lebih berat bagi Polri
dalam mewujudkan Kamtibmas.2
2
Dr. M. Gaussyah, S.H., M.H. Peranan Dan Kedudukan POLRI Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. 2014. hlm 4-5.
3
Basuki Kurniawan, S.H., M.H. Hukum Pemilihan Umum di Indonesia. hlm 5.
4
Mohammad Darry, dan Diah Asri. Problematika Netralitas Polri Di Era Jokowi: Keterlibatan
Dalam Politik Praktis Dan Bisnis. Vol 8, No. 1, 2022. hlm 30-48.
3
Ketidakikutsertaan TNI dan Polri dalam politik khususnya hak memilih dan
dipilih dalam Pemilu itu dikarenakan reformasi Indonesia yang didorong oleh
semangat bangsa Indonesia untuk menata kehidupan dan masa depan bangsa yang
lebih baik telah menghasilkan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan
dan kenegaraan. Perubahan tersebut telah ditindaklanjuti antara lain melalui
penataan kelembagaan sesuai dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan
tugas kedepan. Perubahan pada sistem kenegaraan berimplikasi pula terhadap
TNI, antara lain adanya pemisahan TNI dan Polri, yang menyebabkan perlunya
penataan kembali peran dan fungsi masing-masing. Hal inilah yang kemudian
menimbulkan keraguan bagi TNI dan Polri terhadap hak politik berupa hak pilih
yang seharusnya melekat dalam statusnya. Pada masa Orde Lama, Pemilihan
Umum Indonesia 1955 adalah Pemilihan Umum pertama di Indonesia. Anggota
angkatan bersenjata dan Polisi diikutsertakan untuk memilih. Dalam hal ini terjadi
pro dan kontra, menurut Moh. Mahfud MD bahwa hak pilih anggota TNI dan
Polri adalah hak asasi yang melekat pada pribadi bukan institusi. Hak memilih
adalah hak asasi yang tertuang didalam konstitusi di dunia maupun Konvensi
Internasional.5 Dipisahkannya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan satu langkah
modernisasi yang sangat penting dan suatu langkah reformasi yang penting sekali
dan sebaiknya bersungguh-sungguh dijadikan sebagai momentum bergulirnya
reformasi Kepolisian Republik Indonesia secara lebih luas dan berkualitas.
Melihat hal di atas mengenai hak pilih bagi anggota TNI dan Polri di bidang
perpolitikan, maka terdapat makna pemerintah telah menghilangkan hak dasar
berupa hak pilih dan memilih bagi anggota TNI dan Polri guna menciptakan
situasi yang diinginkan oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 200
UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, menyatakan
“Dalam Pemilu, anggota TNI tidak menggunakan haknya untuk memilih”,
sehingga hal tersebut menimbulkan adanya konflik norma serta bertentangan jika
melihat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan
5
Rafli Nugraha. Pengaturan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia Dan Kepolisian Republik
Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. 2021. hlm 6-8.
4
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sejatinya
kedudukan UUD NRI Tahun 1945 dalam hierarki Perundang-undangan Indonesia
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding Undang-Undang yang lain.
Dasar hukum netralitas Polri dalam Pemilu terdapat dalam Pasal 28 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
yaitu sebagai berikut:
6
Ibid, hlm 31.
7
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
5
Kemudian, berdasarkan Ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan bahwa “Setiap
anggota Polri harus melaksanakan tugas sebagai alat negara seperti melaksanakan
pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan dan membina masyarakat
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat dan
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan Peraturan Perundang-Undangan,
serta memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum”. Tak hanya itu,
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia menjelaskan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri”. Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang memegang
peranan penting dalam negara, terutama bagi negara yang berdasar atas hukum
(Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945). Di dalam negara hukum, kehidupan hukum sangat
ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, disamping faktor-faktor lain,
seperti substansi hukum dan faktor kultur hukum. Kepolisian Negara Republik
Indonesia memiliki keterbatasan, baik dalam hal ketersedian personil, peralatan
dan anggaran operasional, oleh karena itu diperlukan keterlibatan masyarakat itu
sendiri dalam penciptaan keamanan dan ketertiban umum. Berkaca pada tugas dan
peranan negara dalam melindungi seluruh warga negaranya, maka dalam
terminologi ilmu pemerintahan negara dimanapun di dunia ini, yakni:
memberikan layanan civil (Civil Service), memberikan layanan publik (Public
Service) dan memberikan penguatan pemberdayaan masyarakat (Empowering)
melalui kebijakan-kebijakannya. Tiap-tiap warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, wajib menjunjung hukum dan
6
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI Tahun 1945).8
Sesuai dengan ketentuan di atas maka terhadap anggota Polri yang bersikap
tidak netral dalam penyelenggaraan Pemilu atau berpihak pada salah satu peserta
Pemilu secara otomatis telah melakukan pelanggaran terhadap Peraturan
Perundang-Undangan, terlebih lagi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini semua pihak dapat
berperan sebagai social control terhadap pelaksanaan ketentuan di atas. Demikian
pula dengan partai politik dan atau para tim sukses agar tidak melakukan upaya
atau cara-cara yang mengakibatkan oknum anggota Polri melakukan tindakan
tidak terpuji dengan memihak pada partai politik atau peserta Pemilu. Tak hanya
itu, sejak lama masyarakat menghendaki Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) dalam menjalankan tugasnya tidak bersifat militeristik yakni menggunakan
senjata melawan musuh masyarakat, tetapi yang diinginkan masyarakat adalah
Polri bisa lebih berperan sebagai sosok hukum yang hidup yang bertugas
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta bertindak berdasarkan
hukum yang berlaku.
Di Jawa Timur telah terjadi kasus ketidaknetralaan oknum anggota Polri yang
baru-baru ini terjadi, yaitu Kasus Oknum Anggota Polri yang ikut serta dalam
pemasangan baliho Capres di Jawa Timur. Kontroversi seputar keterlibatan
oknum kepolisian dalam pemasangan baliho Prabowo Subianto-Gibran
Rakabuming Raka di Jawa Timur (Jatim) tersebut memicu reaksi tegas dari
Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Lhokseumawe.
IPNU mendesak Kapolri untuk memastikan bahwa Polri tidak terlibat dalam
dinamika politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Beredarnya
informasi mengenai instruksi dari oknum elit Polri terkait pemasangan baliho
menjadi sorotan dan menciptakan kekhawatiran akan netralitas lembaga penegak
hukum tersebut. Mereka merujuk pada Undang-Undang Polri Pasal 28 Ayat (1)
8
Muhammad Arif. Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Vol 13, No. 1, Januari 2021.
hlm 91.
7
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang secara jelas menyatakan netralitas Polri dalam kehidupan politik. 9
A. Rumusan Masalah
9
Zaki Mubarak. Oknum Polisi Diduga Pasang Baliho Prabowo-Gibran di Jatim, IPNU
Lhokseumawe Minta Ini ke Kapolri. Diakses dari https://aceh.tribunnews.com/2023/11/13/oknum-
polisi-diduga-pasang-baliho-prabowo-gibran-di-jatim-ipnu-lhokseumaweminta-ini-kekapolri pada
tanggal 10 Desember 2023, pukul 10.00 WIB.
8
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktisi
9
C. Kerangka Pemikiran
10
Kesimpulan dan Saran
D. Langkah-Langkah Penelitian
1. Metode Penelitian
Sumber data dari penelitian deskriptif analisis ini ialah data penelitian
primer dan sekunder, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber
data primer berasal dari hasil observasi dan wawancara secara langsung terhadap
anggota Kepolisian Republik Indonesia yang terlibat langsung dalam pemasangan
baliho Capres di Jawa Timur. Sedangkan untuk data sekunder, berasal dari
penelitian yang dipublikasikan, pemberitaan media daring, jurnal ilmiah, buku-
buku, dan dokumen yang memiliki keterkaitan dengan masalah pada penelitian
ini. Kemudian data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode
deskriptif.
10
Atami Puspa Reusi. (2019). Ekspresi Vlogger Melalui Media Vlog di Kota Bandung. Universitas
Komputer Indonesia, Bandung. hlm 44.
11
Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai landasan dalam
penelitian maka penulis melakukan pengumpulan data dari lapangan dengan
menggunakan 4 metode, yaitu:
11
Sugiyono. (2018). Bab III - Metode Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. hlm
32-41.
12
penulis mencari data kembali secara berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan
apakah dugaan itu dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.
12
Aziz Abdul. (2010). Teknik Analisis Data. hlm 1–15.
13
kelembagaan, dan mekanisme kontrol yang berimbas pada stagnansi demokrasi di
Indonesia. Sejumlah masalah memiliki dampak ketidakpercayaan publik terhadap
Polri. Sikap pesimistis ini diperlihatkan di ranah media sosial ataupun pada media
publik, hal tersebut ditandai dengan adanya munculnya tagar “Percuma Lapor
Polisi” dan juga istilah “Dwifungsi Polri”. Polri dianggap sebagai warisan ABRI
di era Orde Baru dengan keterlibatannya di luar fungsi keamanan dan ketertiban.
Di samping itu, sejumlah perwira tinggi Polri yang menjabat pada jabatan publik
atau direksi BUMN membawa masalah tentang pengisian jabatan berbasis sistem
merit.13
a. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Darry dan Diah Asry tidak ada
spesifik lokasi penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan spesifik
lokasi penelitian, yaitu Jawa Timur.
2. Hasil Penelitian Putu Diatmika Mahendra, Osgar S. Matompo, dan
Muliadi (2019)
13
Mohammad Darry dan Diah Asri. Problematika Netralitas Polri Di Era Jokowi: Keterlibatan
Dalam Politik Praktis Dan Bisnis. Vol 8, No. 1, 2022. hlm 44.
14
pendekatan yuridis normatif, yang dimana datanya diperoleh melalui penelitian
kepustakaan (library research). Analisis data yang digunakan semua bahan-bahan
dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara Yuridis Kualitatif guna
menarik kesimpulan atas pokok permasalahan yang diajukan. Selanjutnya hasil
analisisyuridis kualitatif tersebut akan dipaparkan secara deskriptif analitis.
Berdasarkan poin diatas sangat jelas terlihat bahwa ada beberapa sanksi
kode etik yang dapat diberikan kepada anggota Kepolisian yang tidak netral yang
terlibat dalam politik praktis diantaranya demosi jabatan, demosi pindah tugas
hingga yang paling berat adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH)
namun hal tersebut tidak pernah diterapkan oleh institusi Kepolisian terhadap
anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap netralitasnya sebagai
anggota Kepolisian.14
14
Putu Diatmika Mahendra, Osgar Matompo, dan Muliadi. SANKSI KODE ETIK BAGI
ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRALDALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH
15
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Putu Diatmika, Osgar S.
Matompo, dan Muliadi dengan penelitian ini ialah:
16
2017 Tentang Pemilihan Umum dengan sanksi pidana sebagaimana diatur
dalam Pasal 494 yaitu pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Selama ini
apabila terdapat dugaan anggota Kepolisian tidak netral dalam Pemilu,
hanya diselesaikan secara internal oleh Kepolisian dan sanksi yang
diberikan kepada pelaku hanya bersifat administratif;
2) Ada banyak faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap
anggota Kepolisian yang tidak menerapkan asas netralitas Polri, yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor substansi hukum, yaitu adanya ketentuan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang memberikan waktu terbatas
kepada aparat penegak hukum untuk menyelesaikan penanganan terhadap
tindak pidana Pemilu;
b. Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya Jaksa Penuntut Umum (JPU)
yang mengalami kesulitan dalam menghadirkan Terdakwa atau saksi ke
depan persidangan maupun melakukan eksekusi putusan hakim; dan
c. Faktor sarana dan prasarana, yaitu tidak adanya alokasi dana khusus dalam
penanganan perkara pidana Pemilu dan keterbatasan waktu penganganan
perkara, sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga memprioritaskan
penyelesaian perkara lain.15
Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid Prastiyo dengan
penelitian ini ialah:
15
Fajar Hadid Prastiyo. (2019). ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRAL DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU).
Universitas Lampung, Lampung. hlm 75-76.
17
a. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid Prastiyo menggunakan 2 (dua)
Peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Sedangkan penelitian ini menggunakan 1 (satu)
Peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai acuan; dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid Prastiyo memfokuskan kepada
ranah Hukum Pidana, sedangkan penelitian ini memfokuskan kepada
ranah Hukum Tata Negara.
4. Hasil Penelitian Teguh Soedarsono (2010)
Penulis menyimpulkan bahwa hak pilih Polri dalam pemilu dengan alasan
untuk memenuhi tuntutan objektivitas, profesionalitas, dan netralitas sangat
penting dan diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya dan guna mewujudkan
kepentingan nasional serta agenda nasional. Namun, tidak berarti bahwa Polri
harus kehilangan hak dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk
menampung dan memfasilitasi hak dipilih bagi anggota Polri dalam pesta
demokrasi (Pemilu, Pilkada, dan Pilpres), khususnya guna mewadahi bentuk
kreativitas, wujud inovasi, serta aktivitas perjuangan Polri dalam mewujudkan
kelangsungan dan keberlanjutan tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, Polri seyogya nya diberi toleransi untuk menyiapkan mekanisme dan
atau saluran khusus guna melakukan proses pemilihan yang berbeda.
Sikap netralitas Polri dalam Pemilu legislatif dan Pilpres sangat dituntut
keberadaannya tanpa harus menghilangkan hak-hak pilih dan dipilih. Karena itu,
agar netralitas Polri dapat dikembangkan, perlu suatu reformasi kebijakan di
18
tubuh Polri, dengan berupaya meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya
Manusia) Polri melalui pendidikan dan jaminan kesejahteraan yang semakin
meningkat tanpa mengurangi hak-hak politik mereka.16
16
Teguh Soedarsono. Netralitas Polri Dalam Pesta Demokrasi Pemilu Perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan. Vol 9, No. 2, 2010. hlm 177–90.
19
satu kegiatan penelitian hukum normatif. Oleh karenanya, perlu dilakukan
pemeriksaan lebih detail lagi terhadap fakta hukum tersebut. Penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk memberikan pendapat menurut hukum apakan
peristiwa tersebut telah benar atau salah dan bagaimana sebaiknya peristiwa itu
menurut hukum. Kemudian penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-
Undangan, yang dimana fokusnya mengkaji Peraturan Perundang-Undangan yang
berhubungan dengan (isu hukum) permasalahan yang sedang dihadapi.
17
Winda Lestari. (2020). Tinjauan Fiqih Siyasah Terhadap Pembatasan Hak Politik Anggota TNI
Dan Anggota POLRI Dalam Pemilihan Umum. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Bengkulu.
hlm 98.
20
a. Keduanya sama-sama menjadikan Instasi Kepolisian sebagai objek
penelitian; dan
b. Keduanya sama-sama menggunakan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
acuan.
Penelitian Mikyal Salsabila yang berjudul “Hak Memilih TNI dan POLRI
dalam Perspektif Hukum Positif dan Hak Asasi Manusia.” Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum (legal research) dengan metode
yuridis normatif seperti pendekatan konsep (conceptual approach),
pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (state approach), pendekatan
sejarah (historical approach) dan pendekatan analisis (analytical approach).
Adapun penulis menggunakan bahan hukum dengan teknis kepustakaan
(library research) melalui penelusuran dan analisis data sekunder seperti
jurnal, buku dan artikel serta bahan-bahan hukum primer lainnya.
21
bahwa setiap warga negara berhak mendapat persamaan hak memilih dan
dipilih dalam Pemilu berdasarkan norma Perundang-Undangan. Hal ini
menunjukan eksistensi HAM bagi negara demokrasi ialah memberikan
tanggung jawab kepada negara untuk berkewajiban melindungi, menghormati,
dan memenuhi HAM bagi setiap warga negaranya (to protect, respect, and
fulfil). Namun, pada kenyataanya hak memilih TNI dan POLRI dibatasi oleh
ketentuan Pasal 200 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum, Pasal 39 Undang-Undang TNI, dan Pasal 28 Undang-
Undang POLRI.18
22
7. Hasil Penelitian Alfianim (2016)
1) Secara yuridis bahwa pengaturan pembatasan hak pilih bagi anggota TNI
dan Polri dalam pemilihan mum di Indonesia dalam tiga periode terakhir
mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan pada masa Orde Lama,
angkatan bersenjata dan Polri diberikan hak memilih. Pada Orde Baru,
ABRI tidak diberikan hak untuk memilih, namun keberadaan ABRI dalam
ranah-ranah politik diatur secara khusus melalui mekanisme pengangkatan
dalam lembaga legislatif dan diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun
1969 Tentang Pemilihan Umum;
2) Bahwa pengaturan pembatasan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri
dalam Pemilihan Umum di Indonesia sesungguhnya sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun
permasalahannya adalah perkembangan masyarakat demokratis di
Indonesia semakin mengarah pada konsolidasi politik dalam hal
pemberian hak yang sama pada setiap warga Negara; dan
3) Idealnya hak pilih TNI dan Polri dalam Pemilihan Umum di Indonesia
agar tercipta Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,
maka; Pertama, pengakuan hak pilih TNI dan Polri sebagai bagian
23
perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia). Kedua, memperkuat demokrasi
melalui hak pilih TNI dan Polri. Ketiga, perubahan regulasi terkait
perlindungan hak pilih TNI dan Polri.19
19
Alfianim, Dodi Haryono, dan Abdul Ghafur. Pembatasan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia
Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Pemilihan Umum Di Indonesia. Vol 3, No. 2,
Oktober 2016. hlm 12-13.
24
1) Pengaturan pembatasan hak pilih anggota TNI dan POLRI dalam Pemilu
di Indonesia dari masa ke masa dapat menjadikan hak pilih dan memilih
anggota TNI dan Polri tidak diberikan, bahkan di dalam HAM sangat
bertentangan oleh Undang-Undang HAM; dan
2) Dalam prespektif demokrasi dan HAM kedepan anggota TNI dan Polri
diberikan hak pilih dan hak memilih dalam pemilu karena mereka adalah
warga negara Indonesia melihat kesetaraan politik, itu merupakan salah
satu kunci demokrasi yang diaktualisasikan dalam dua kegiatan dan yang
paling terkait, memilih dan dipilih.20
25
9. Hasil Penelitian Puji Rahayu (2018)
1) Dalam Pandangan fiqh siyasah pembatasan hak pilih bagi anggota Polri
tidak sesuai dengan prinsip yang ada karena menurut ketentuan yang ada
rakyat suatu negara yang telah memenuhi syarat mempunyai hak untuk
memilih pemimpin yang dianggapnya mampu mewakilinya dalam
mengelola semua urusannya sesuai dengan syariat Islam. setiap warga
negara juga berhak untuk berpartisipasi dalam urusan negara, politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan melalui hak dalam pemberian suara, hak
memilih dalam pemilihan, dan kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan pers dan kebebasan berkumpul.21
21
Puji Rahayu. (2018). TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP UU NO.2 TAHUN 2002
TENTANG HAK PILIH ANGGOTA POLRI DALAM PEMILU. Universitas Islam Negeri Raden
Intan, Lampung. Hlm 76.
26
a. Keduanya sama-sama menjadikan Kepolisian sebagai objek penelitian;
dan
b. Sama-sama menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai acuan.
1) Dalam hal pengaturan hak pilih aktif (hak memilih) bagi anggota TNI dan
POLRI, Negara Indonesia yang merupakan negara yang berdasarkan UUD
1945 sebagai konstitusi tertulis dan sangat menjunjung tinggi nilai
kedaulatan rakyat selama 3 (tiga) Periode yakni Orde Lama, Orde Baru,
dan Orde Reformasi mengalami kemunduran/kemerosotan yang sangat
signifikan; dan
2) Pengaturan Hak Memilih Anggota TNI dan POLRI yang diatur di dalam
Pasal 39 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, Pasal 28
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertentangan dengan Hak Konstitusional Anggota TNI dan
POLRI sebagai warga negara (the citizen’s constitutional rights).22
22
William Edson Apena. KAJIAN KONSTITUSIONAL ATAS HAK PILIH ANGGOTA TNI DAN
POLRI DALAM PEMILIHAN UMUM. Vol 6, No. 1, Januari-Februari 2017. Hlm 138.
27
Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh William Edson Apena
dengan penelitian ini ialah:
28
DAFTAR PUSTAKA
Artikel:
Alfianim, Haryono Dodi, dan Ghafur Abdul. “Pembatasan Hak Pilih Tentara
Nasional Indonesia Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam
Pemilihan Umum Di Indonesia”. Vol 3, No. 2, Oktober 2016. hlm 12-13.
Darry Mohammad, dan Asri Diah. “Problematika Netralitas Polri Di Era Jokowi:
Keterlibatan Dalam Politik Praktis Dan Bisnis”. Vol 8, No. 1, 2022. hlm
30-48.
29
Gaussyah. “Peranan Dan Kedudukan POLRI Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. 2014”. hlm 4-5.
Mahendra Putu Diatmika, Matompo Osgar, dan Muliadi. “SANKSI KODE ETIK
BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRALDALAM
PEMILIHAN KEPALA DAERAH MENURUT PERKAP NOMOR
14TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI POLRI”. Vol 2, No. 1,
Oktober 2019. hlm 1887.
Reusi, Atami Puspa. (2019). “Ekspresi Vlogger Melalui Media Vlog di Kota
Bandung. Universitas Komputer Indonesia”, Bandung. hlm 44.
30
Sugiyono. (2018). “Bab III - Metode Penelitian”. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung. hlm 32-41.
Zuhro, Siti. “Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019”. Vol 16,
No. 1 Juni 2019. hlm 111-124.
Peraturan Perundang-Undangan:
Internet:
31