Anda di halaman 1dari 31

PERSPEKTIF PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN

2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


ATAS KASUS KETERLIBATAN ANGGOTA POLRI DALAM
PEMASANGAN BALIHO CAPRES DI JAWA TIMUR

PROPOSAL

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Cici Adelia

1203050018

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2023/1445 H

1
PERSPEKTIF PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS
KASUS KETERLIBATAN ANGGOTA POLRI DALAM PEMASANGAN
BALIHO CAPRES DI JAWA TIMUR

A. Latar Belakang Penelitian


Hubungan antara polisi dan demokrasi dapat ditinjau lewat beberapa aspek.
Pertama, peran mereka sebagai lembaga negara. Polisi adalah lembaga negara
yang melakukan operasi dibawah otoritas (pemerintahan) sipil. Peran seperti ini
menunjukkan bahwa polisi merupakan perwakilan negara yang paling jelas
terlihat dalam masyarakat. Karena itulah relasi sosial akan sangat terlihat jelas
antara polisi dan masyarakat. Kedua, hubungan polisi dengan prinsip sistem
demokrasi juga dapat ditinjau melalui fungsi penegakan hukum (law
enforcement). Ketiga, dari sisi filosofi. Polisi di negara demokrasi memiliki
filosofi yang mengarah pada jaminan ketentraman masyarakat dan kepatuhannya
kepada hukum. Keempat, akuntabilitas. Polisi juga harus dapat menunjukkan
akuntabilitasnya dan tidak membela kekuasaan. Disinilah relevansi netralitas
polisi dalam politik. Polisi dianggap sebagai institusi yang bertugas menjaga
kepentingan masyarakat tanpa keberpihakan pada salah satu kelompok. 1 Dewasa
ini, tugas polisi semakin kompleks, hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi
yang berkembang dengan sangat pesat yang memicu terjadinya globalisasi dan
modernisasi di segala bidang kehidupan. Modernisasi tidak hanya membawa
dampak positif dalam bidang kehidupan, tetapi juga membawa dampak negatif
terutama dalam bidang kejahatan/pidana. Meningkatnya intensitas kejahatan dan
berbagai macam tindak kejahatan yang terjadi dengan berbagai modus

1
Siti Zuhro. Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019. Vol 16, No. 1, Juni 2019.
hlm 111-124.

2
operandinya memberikan suatu tantangan tugas baru yang lebih berat bagi Polri
dalam mewujudkan Kamtibmas.2

Walaupun demikian, problematika mengenai netralitas Polri, tidak dapat


dilepaskan dari dinamika sejarah politik perkembangan kepolisian di Indonesia.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, secara kelembagaan terbentuknya Polri
memiliki akar sejarah yang berbeda dengan TNI. Polri merupakan alat keamanan
sipil dan dioperasikan di bawah kewenangan perdana menteri. Di bawah
kepemimpinan Kapolri Soekanto, Kepolisian berusaha keras mempertahankan
kepercayaan dan kemerdekaan sipilnya sampai nanti di tahun 1960 Polri dilebur
bersama Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara menjadi ABRI
(Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Meskipun telah dilebur ke dalam
ABRI, Polri berhasil mempertahankan independensinya sebagai kementerian yang
terpisah di bawah portofolia pertahanan dan keamanan.3

Independensi Polri berubah ketika di era Presiden Soeharto jabatan kapolri


tidak lagi setara dengan menteri, akan tetapi dilebur ke dalam Kementerian
Pertahanan dan Keamanan yang mana posisi menteri dirangkap oleh Panglima
ABRI. Hal ini menyebabkan Polri tidak lagi menjadi kepolisian sipil karena
mengadopsi kurikulum militer. Dampak dari adanya subordinasi Polri ke dalam
militer adalah pengurangan anggaran belanja kepolisian serta penurunan jumlah
personal kepolisian dengan perbandingan terhadap populasi Indonesia 1:1.200,
tiga kali lebih rendah dari adanya rekomendasi internasional secara minimal
(Djamin, 1999). Selain itu Polri yang tidak independen, membuat penegakan
hukum tidak berjalan maksimal. Fenomena ini membuat adanya tuntutan untuk
mereformasi dan melakukan demokratisasi guna menciptakan kepolisian yang
profesional.4

2
Dr. M. Gaussyah, S.H., M.H. Peranan Dan Kedudukan POLRI Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. 2014. hlm 4-5.
3
Basuki Kurniawan, S.H., M.H. Hukum Pemilihan Umum di Indonesia. hlm 5.
4
Mohammad Darry, dan Diah Asri. Problematika Netralitas Polri Di Era Jokowi: Keterlibatan
Dalam Politik Praktis Dan Bisnis. Vol 8, No. 1, 2022. hlm 30-48.

3
Ketidakikutsertaan TNI dan Polri dalam politik khususnya hak memilih dan
dipilih dalam Pemilu itu dikarenakan reformasi Indonesia yang didorong oleh
semangat bangsa Indonesia untuk menata kehidupan dan masa depan bangsa yang
lebih baik telah menghasilkan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan
dan kenegaraan. Perubahan tersebut telah ditindaklanjuti antara lain melalui
penataan kelembagaan sesuai dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan
tugas kedepan. Perubahan pada sistem kenegaraan berimplikasi pula terhadap
TNI, antara lain adanya pemisahan TNI dan Polri, yang menyebabkan perlunya
penataan kembali peran dan fungsi masing-masing. Hal inilah yang kemudian
menimbulkan keraguan bagi TNI dan Polri terhadap hak politik berupa hak pilih
yang seharusnya melekat dalam statusnya. Pada masa Orde Lama, Pemilihan
Umum Indonesia 1955 adalah Pemilihan Umum pertama di Indonesia. Anggota
angkatan bersenjata dan Polisi diikutsertakan untuk memilih. Dalam hal ini terjadi
pro dan kontra, menurut Moh. Mahfud MD bahwa hak pilih anggota TNI dan
Polri adalah hak asasi yang melekat pada pribadi bukan institusi. Hak memilih
adalah hak asasi yang tertuang didalam konstitusi di dunia maupun Konvensi
Internasional.5 Dipisahkannya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dari
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan satu langkah
modernisasi yang sangat penting dan suatu langkah reformasi yang penting sekali
dan sebaiknya bersungguh-sungguh dijadikan sebagai momentum bergulirnya
reformasi Kepolisian Republik Indonesia secara lebih luas dan berkualitas.
Melihat hal di atas mengenai hak pilih bagi anggota TNI dan Polri di bidang
perpolitikan, maka terdapat makna pemerintah telah menghilangkan hak dasar
berupa hak pilih dan memilih bagi anggota TNI dan Polri guna menciptakan
situasi yang diinginkan oleh negara sebagaimana diatur dalam Pasal 200
UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, menyatakan
“Dalam Pemilu, anggota TNI tidak menggunakan haknya untuk memilih”,
sehingga hal tersebut menimbulkan adanya konflik norma serta bertentangan jika
melihat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan

5
Rafli Nugraha. Pengaturan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia Dan Kepolisian Republik
Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. 2021. hlm 6-8.

4
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sejatinya
kedudukan UUD NRI Tahun 1945 dalam hierarki Perundang-undangan Indonesia
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding Undang-Undang yang lain.

Salah satu tujuan reformasi adalah membentuk kepolisian sebagai aktor


keamanan dan aparat penegak hukum yang profesional. Terbentuknya kepolisian
yang profesional merupakan bentuk komitmen atas pilihan sistem politik
demokrasi. Dalam konteks “profesional” artinya Polri (Kepolisian Republik
Indonesia) bekerja hanya pada sektor-sektor yang berkaitan dengan keamanan dan
tidak terlibat atau melibatkan diri pada kegiatan politik praktis maupun bisnis.
Ketidakterlibatan pada ranah di luar bidang keamanan merupakan upaya untuk
menciptakan netralitas Polri, hal ini berkaitan dengan sejarah masa lalu di rezim
sebelumnya bahwa kepolisian terlibat dalam politik praktis baik di bidang
eksekutif maupun legislatif. Selain itu, bentuk dari netralitas Polri lainnya adalah
tidak menjadi alat penguasa dan menghormati HAM (Hak Asasi Manusia). Guna
mewujudkan Polri yang profesional dan netral, maka dikeluarkan Undang-
Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
mengatur tugas, pokok, dan fungsi Polri dalam urusan keamanan, ketertiban, dan
penegakan Hukum.6

Dasar hukum netralitas Polri dalam Pemilu terdapat dalam Pasal 28 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
yaitu sebagai berikut:

1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan


politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis;
2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak
memilih dan dipilih;
3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan
diluar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas
Kepolisian.7

6
Ibid, hlm 31.
7
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

5
Kemudian, berdasarkan Ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dijelaskan bahwa “Setiap
anggota Polri harus melaksanakan tugas sebagai alat negara seperti melaksanakan
pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan dan membina masyarakat
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat dan
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan Peraturan Perundang-Undangan,
serta memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum”. Tak hanya itu,
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia menjelaskan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam
negeri”. Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang memegang
peranan penting dalam negara, terutama bagi negara yang berdasar atas hukum
(Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945). Di dalam negara hukum, kehidupan hukum sangat
ditentukan oleh faktor struktur atau lembaga hukum, disamping faktor-faktor lain,
seperti substansi hukum dan faktor kultur hukum. Kepolisian Negara Republik
Indonesia memiliki keterbatasan, baik dalam hal ketersedian personil, peralatan
dan anggaran operasional, oleh karena itu diperlukan keterlibatan masyarakat itu
sendiri dalam penciptaan keamanan dan ketertiban umum. Berkaca pada tugas dan
peranan negara dalam melindungi seluruh warga negaranya, maka dalam
terminologi ilmu pemerintahan negara dimanapun di dunia ini, yakni:
memberikan layanan civil (Civil Service), memberikan layanan publik (Public
Service) dan memberikan penguatan pemberdayaan masyarakat (Empowering)
melalui kebijakan-kebijakannya. Tiap-tiap warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, wajib menjunjung hukum dan

6
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI Tahun 1945).8

Sesuai dengan ketentuan di atas maka terhadap anggota Polri yang bersikap
tidak netral dalam penyelenggaraan Pemilu atau berpihak pada salah satu peserta
Pemilu secara otomatis telah melakukan pelanggaran terhadap Peraturan
Perundang-Undangan, terlebih lagi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini semua pihak dapat
berperan sebagai social control terhadap pelaksanaan ketentuan di atas. Demikian
pula dengan partai politik dan atau para tim sukses agar tidak melakukan upaya
atau cara-cara yang mengakibatkan oknum anggota Polri melakukan tindakan
tidak terpuji dengan memihak pada partai politik atau peserta Pemilu. Tak hanya
itu, sejak lama masyarakat menghendaki Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) dalam menjalankan tugasnya tidak bersifat militeristik yakni menggunakan
senjata melawan musuh masyarakat, tetapi yang diinginkan masyarakat adalah
Polri bisa lebih berperan sebagai sosok hukum yang hidup yang bertugas
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta bertindak berdasarkan
hukum yang berlaku.

Di Jawa Timur telah terjadi kasus ketidaknetralaan oknum anggota Polri yang
baru-baru ini terjadi, yaitu Kasus Oknum Anggota Polri yang ikut serta dalam
pemasangan baliho Capres di Jawa Timur. Kontroversi seputar keterlibatan
oknum kepolisian dalam pemasangan baliho Prabowo Subianto-Gibran
Rakabuming Raka di Jawa Timur (Jatim) tersebut memicu reaksi tegas dari
Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Lhokseumawe.
IPNU mendesak Kapolri untuk memastikan bahwa Polri tidak terlibat dalam
dinamika politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Beredarnya
informasi mengenai instruksi dari oknum elit Polri terkait pemasangan baliho
menjadi sorotan dan menciptakan kekhawatiran akan netralitas lembaga penegak
hukum tersebut. Mereka merujuk pada Undang-Undang Polri Pasal 28 Ayat (1)
8
Muhammad Arif. Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai Penegak Hukum
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Vol 13, No. 1, Januari 2021.
hlm 91.

7
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang secara jelas menyatakan netralitas Polri dalam kehidupan politik. 9

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat


judul “PERSPEKTIF PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002
TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS KASUS
KETERLIBATAN ANGGOTA POLRI DALAM PEMASANGAN BALIHO CAPRES
DI JAWA TIMUR.”

A. Rumusan Masalah

Telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota Kepolisian, yaitu


pemasangan Baliho Capres di Jawa timur. Padahal di dalam Pasal 28 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
sudah jelas tertulis bahwa Anggota Kepolisian harus bersikap netral dalam Politik.
Kemudian untuk meneliti kasus tersebut, penelitian ini akan meneliti beberapa
permasalahan yang ingin dibahas, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana Aparat Kepolisian harus bersikap dalam Pemilu menurut


Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia?
2. Mengapa Aparat Kepolisian terlibat dalam pemasangan baliho Capres
di Jawa Timur, padahal menurut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Aparat
Kepolisian merupakan abdi negara dan abdi masyarakat?
3. Sanksi hukum apa yang harus dijatuhkan kepada Aparat Kepolisian
yang terlibat dalam pemasangan Baliho Capres menurut Perspektif
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia?

9
Zaki Mubarak. Oknum Polisi Diduga Pasang Baliho Prabowo-Gibran di Jatim, IPNU
Lhokseumawe Minta Ini ke Kapolri. Diakses dari https://aceh.tribunnews.com/2023/11/13/oknum-
polisi-diduga-pasang-baliho-prabowo-gibran-di-jatim-ipnu-lhokseumaweminta-ini-kekapolri pada
tanggal 10 Desember 2023, pukul 10.00 WIB.

8
B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis sikap Aparat Kepolisian dalam


Pemilu menurut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis alasan apa yang menjadi penyebab


Aparat Kepolisian terlibat dalam pemasangan baliho Capres di Jawa
Timur menurut Perspektif Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

c. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai sanksi apa yang harus


dijatuhkan kepada Aparat Kepolisian yang terlibat dalam pemasangan
Baliho Capres Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dilakukannya penelitian ini ialah memberikan pemahaman


akan pengaturan pada Perspektif Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Atas Kasus Keterlibatan Anggota
Polri Dalam Pemasangan Baliho Capres di Jawa Timur.

b. Manfaat Praktisi

Manfaat praktis dilakukannya penelitian ini ialah memberikan pedoman bagi


penegak Hukum mengenai penerapan pengaturan Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atas Kasus
Keterlibatan Anggota Polri Dalam Pemasangan Baliho Capres di Jawa Timur.

9
C. Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir adalah alur pikir penulis sebagai dasar-dasar pemikiran


untuk memperkuat sub fokus yang menjadi latar belakang dari penelitian ini.
Didalam penelitian kualitatif, dibutuhkan sebuah landasan yang mendasari
penelitian agar penelitian lebih terarah. Oleh karena itu dibutuhkan kerangka
pemikiran untuk mengembangkan konteks dan konsep penelitian lebih lanjut
sehingga dapat memperjelas konteks penelitian, metedologi, serta penggunaan
teori dalam penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara teori
dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Berikut ialah kerangka
berpikir dari penelitian ini:

PERSPEKTIF PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002


TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS KASUS
KETERLIBATAN ANGGOTA POLRI DALAM PEMASANGAN BALIHO
CAPRES DI JAWA TIMUR

1. Bagaimana Aparat Kepolisian harus bersikap dalam Pemilu menurut Pasal


28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia?
2. Mengapa Aparat Kepolisian terlibat dalam pemasangan baliho Capres di
Jawa Timur, padahal menurut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Aparat Kepolisian
merupakan abdi negara dan abdi masyarakat?
3. Sanksi hukum apa yang harus dijatuhkan kepada Aparat Kepolisian yang
terlibat dalam pemasangan Baliho Capres menurut Perspektif Pasal 28
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia?

Metode Penelitian Deskriptif Analisis

Hasil Penelitian dan Pembahasan

10
Kesimpulan dan Saran

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

D. Langkah-Langkah Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini ialah metode


deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif. Metode deskriptif analisis
dipilih karena penelitian yang dilakukan berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
yang sedang berlangsung dan berkenaan dengan kondisi masa sekarang. Dengan
kata lain penelitian deskriptif analisis mengambil masalah atau memusatkan
perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian
dilaksanakan.10

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dari penelitian deskriptif analisis ini ialah data penelitian
primer dan sekunder, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber
data primer berasal dari hasil observasi dan wawancara secara langsung terhadap
anggota Kepolisian Republik Indonesia yang terlibat langsung dalam pemasangan
baliho Capres di Jawa Timur. Sedangkan untuk data sekunder, berasal dari
penelitian yang dipublikasikan, pemberitaan media daring, jurnal ilmiah, buku-
buku, dan dokumen yang memiliki keterkaitan dengan masalah pada penelitian
ini. Kemudian data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan metode
deskriptif.

3. Teknik Pengumpulan Data

10
Atami Puspa Reusi. (2019). Ekspresi Vlogger Melalui Media Vlog di Kota Bandung. Universitas
Komputer Indonesia, Bandung. hlm 44.

11
Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai landasan dalam
penelitian maka penulis melakukan pengumpulan data dari lapangan dengan
menggunakan 4 metode, yaitu:

1) Observasi, yaitu proses pengamatan langsung tentang apa yang terjadi


dilapangan, sehingga penulis dapat memperkuat data yang ada.
2) Wawancara, yaitu metode pengambilan data dengan cara menanyakan
sesuatu kepada seseorang responden (narasumber) dengan bercakap-cakap
secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan
menggunakan pedoman wawancara. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan mengadakan wawancara langsung kepada Anggota Kepolisan
Republik Indonesia untuk mendapatkan data yang objektif.
3) Studi Literatur, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah
bahan penelitian.
4) Studi Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang tidak ditujukan
langsung kepada subjek penelitian, namun meneliti berbagai macam
dokumen yang berguna untuk bahan analisis.11

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif, yang


dimana analisis data kualitatif merupakan proses adalah proses mencari data dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari baik melalui hasil
wawancara, catatan lapangan, maupun dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, yang diakhiri dengan membuat
kesimpulan, sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data dalam penelitian kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi dugaan-
dugaan atau kesimpulan sementara. Kemudian dari kesimpulan awal tersebut,

11
Sugiyono. (2018). Bab III - Metode Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. hlm
32-41.

12
penulis mencari data kembali secara berulang-ulang sehingga dapat disimpulkan
apakah dugaan itu dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul.

Hingga dapat disimpulkan bahwa analisis data kualitatif pada hakikatnya


adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan,
memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu
temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.12

E. Review Atas Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan


acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini.
Maka dalam penelitian ini, penulis mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu
yaitu sebagai berikut:

1. Hasil Penelitian Mohammad Darry dan Diah Asry (2022)

Penelitian Mohammad Darry dan Diah Asry yang berjudul “Problematika


Netralitas Polri di Era Jokowi: Keterlibatan Dalam Politik Praktis dan Bisnis”.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif analisis
dengan pendekatan kualitatif. Sumber data menggunakan data sekunder dari hasil
penelitian yang dipublikasikan, pemberitaan media daring, jurnal ilmiah, buku-
buku, dan dokumen yang memiliki keterkaitan dengan masalah pada penelitian
ini. Artikel ini akan mendiskusikan mengenai perkembangan sejarah Polri di
Indonesia. Selain itu juga memperlihatkan problematika profesional Polri dengan
adanya penempatan sejumlah perwira tingginya di jabatan publik dan perusahaan-
perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) oleh pemerintahan Presiden
Jokowi.

Penulis menyimpulkan bahwa keterlibatan Polri di luar fungsinya sebagai


aparat penegak Hukum dapat menimbulkan masalah dalam demokratisasi di
Indonesia. Merujuk pada Teori Security Sector Reform, sejumlah masalah terkait
reformasi kepolisian belum dilaksanakan secara konsisten meliputi perspektif,

12
Aziz Abdul. (2010). Teknik Analisis Data. hlm 1–15.

13
kelembagaan, dan mekanisme kontrol yang berimbas pada stagnansi demokrasi di
Indonesia. Sejumlah masalah memiliki dampak ketidakpercayaan publik terhadap
Polri. Sikap pesimistis ini diperlihatkan di ranah media sosial ataupun pada media
publik, hal tersebut ditandai dengan adanya munculnya tagar “Percuma Lapor
Polisi” dan juga istilah “Dwifungsi Polri”. Polri dianggap sebagai warisan ABRI
di era Orde Baru dengan keterlibatannya di luar fungsi keamanan dan ketertiban.
Di samping itu, sejumlah perwira tinggi Polri yang menjabat pada jabatan publik
atau direksi BUMN membawa masalah tentang pengisian jabatan berbasis sistem
merit.13

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Darry dengan Diah


Asry dengan penelitian ini ialah:

a. Objek yang diteliti sama-sama Instansi Kepolisian;


b. Sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif analisis; dan
c. Menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai acuan.

Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Darry dan


Diah Asry dengan penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Darry dan Diah Asry tidak ada
spesifik lokasi penelitian, sedangkan penelitian ini menggunakan spesifik
lokasi penelitian, yaitu Jawa Timur.
2. Hasil Penelitian Putu Diatmika Mahendra, Osgar S. Matompo, dan
Muliadi (2019)

Penelitian Putu Diatmika, Osgar S. Matompo, dan Muliadi yang berjudul


“SANKSI KODE ETIK BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRAL
DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH MENURUT PERKAP NOMOR 14
TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI POLRI”. Penelitian ini
merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif analisis dengan

13
Mohammad Darry dan Diah Asri. Problematika Netralitas Polri Di Era Jokowi: Keterlibatan
Dalam Politik Praktis Dan Bisnis. Vol 8, No. 1, 2022. hlm 44.

14
pendekatan yuridis normatif, yang dimana datanya diperoleh melalui penelitian
kepustakaan (library research). Analisis data yang digunakan semua bahan-bahan
dan informasi yang telah dikumpulkan dianalisis secara Yuridis Kualitatif guna
menarik kesimpulan atas pokok permasalahan yang diajukan. Selanjutnya hasil
analisisyuridis kualitatif tersebut akan dipaparkan secara deskriptif analitis.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, penulis menyimpulkan bahwa:

1) Netralitas bagi anggota Kepolisian merupakan sesuatu yang mutlak


harus di taati oleh seluruh anggota Kepolisian sebagaimana yang di
atur di dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Pasal 21 Perkap Nomor
14 Tahun 2011 Tentang Sanksi Kode Etik Profesi Polri. Namun titik
rawan netralitas bagi anggota Kepolisian itu sendiri terletak pada
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
2) Sanksi kode etik profesi Polri merupakan nilai-nilai etis yang
ditetapkan sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana
seharusnya atau seyogyanya pemegang profesi bertindak atau
berperilaku dalam menjalankan profesinya, namun sampai dengan saat
ini pelanggaran terhadap netralitas Polri dalam pemilukada tidak
pernah diberikan sanksi kode etik terhadap anggota yang terlibat
politik praktis dalam pemilukada.

Berdasarkan poin diatas sangat jelas terlihat bahwa ada beberapa sanksi
kode etik yang dapat diberikan kepada anggota Kepolisian yang tidak netral yang
terlibat dalam politik praktis diantaranya demosi jabatan, demosi pindah tugas
hingga yang paling berat adalah Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH)
namun hal tersebut tidak pernah diterapkan oleh institusi Kepolisian terhadap
anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap netralitasnya sebagai
anggota Kepolisian.14

14
Putu Diatmika Mahendra, Osgar Matompo, dan Muliadi. SANKSI KODE ETIK BAGI
ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRALDALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

15
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Putu Diatmika, Osgar S.
Matompo, dan Muliadi dengan penelitian ini ialah:

a. Objek yang diteliti sama-sama Instansi Kepolisian;


b. Keduanya menggunakan metode desktriptif analisis; dan
c. Menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Putu Diatmika, Osgar S.


Matompo, dan Muliadi dengan penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Diatmika, Osgar S. Matompo, dan


Muliadi menggunakan 2 (dua) Peraturan sebagai acuan yaitu Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Pasal 21 Perkap Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Sanksi
Kode Etik Profesi Polri. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan 1
(satu) Peraturan saja yaitu Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Diatmika, Osgar S. Matompo, dan
Muliadi tidak ada spesifik lokasi penelitian, sedangkan penelitian ini
menggunakan spesifik lokasi penelitian, yaitu Jawa Timur.
3. Hasil Penelitian Fajar Hadid Prastiyo (2019)

Penelitian Fajar Hadid Prastiyo yang berjudul “ANALISIS PENEGAKAN


HUKUM PIDANA TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK
NETRAL DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU)”. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif.

Penulis menyimpulkan bahwa:

1) Penegakan hukum pidana terhadap anggota Kepolisian yang tidak netral


dalam Pemilihan Umum (Pemilu) belum dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Pasal 280 Ayat (2) huruf (g) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
MENURUT PERKAP NOMOR 14TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI POLRI. Vol 2,
No. 1, Oktober 2019. hlm 1887.

16
2017 Tentang Pemilihan Umum dengan sanksi pidana sebagaimana diatur
dalam Pasal 494 yaitu pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Selama ini
apabila terdapat dugaan anggota Kepolisian tidak netral dalam Pemilu,
hanya diselesaikan secara internal oleh Kepolisian dan sanksi yang
diberikan kepada pelaku hanya bersifat administratif;
2) Ada banyak faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap
anggota Kepolisian yang tidak menerapkan asas netralitas Polri, yaitu
sebagai berikut:
a. Faktor substansi hukum, yaitu adanya ketentuan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang memberikan waktu terbatas
kepada aparat penegak hukum untuk menyelesaikan penanganan terhadap
tindak pidana Pemilu;
b. Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya Jaksa Penuntut Umum (JPU)
yang mengalami kesulitan dalam menghadirkan Terdakwa atau saksi ke
depan persidangan maupun melakukan eksekusi putusan hakim; dan
c. Faktor sarana dan prasarana, yaitu tidak adanya alokasi dana khusus dalam
penanganan perkara pidana Pemilu dan keterbatasan waktu penganganan
perkara, sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga memprioritaskan
penyelesaian perkara lain.15

Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid Prastiyo dengan
penelitian ini ialah:

a. Keduanya meneliti objek yang sama, yakni Instansi Kepolisian Republik


Indonesia; dan
b. Menggunakan metode deskriptif analisis;

Sedangkan perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid


Prastiyo dengan penelitian ini ialah:

15
Fajar Hadid Prastiyo. (2019). ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP
ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRAL DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU).
Universitas Lampung, Lampung. hlm 75-76.

17
a. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid Prastiyo menggunakan 2 (dua)
Peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Sedangkan penelitian ini menggunakan 1 (satu)
Peraturan yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai acuan; dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hadid Prastiyo memfokuskan kepada
ranah Hukum Pidana, sedangkan penelitian ini memfokuskan kepada
ranah Hukum Tata Negara.
4. Hasil Penelitian Teguh Soedarsono (2010)

Hasil penelitian Teguh Soedarsono yang berjudul “NETRALITAS POLRI


DALAM PESTA DEMOKRASI PEMILU PERSPEKTIF PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN.” Penelitian ini menggunakan teknik analisis sosial
dengan fokus memberikan kritik konstitusional untuk mengembalikan hak-hak
Kepolisian dalam rangka pemberdayaan pendidikan kewarganegaraan.

Penulis menyimpulkan bahwa hak pilih Polri dalam pemilu dengan alasan
untuk memenuhi tuntutan objektivitas, profesionalitas, dan netralitas sangat
penting dan diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya dan guna mewujudkan
kepentingan nasional serta agenda nasional. Namun, tidak berarti bahwa Polri
harus kehilangan hak dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk
menampung dan memfasilitasi hak dipilih bagi anggota Polri dalam pesta
demokrasi (Pemilu, Pilkada, dan Pilpres), khususnya guna mewadahi bentuk
kreativitas, wujud inovasi, serta aktivitas perjuangan Polri dalam mewujudkan
kelangsungan dan keberlanjutan tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, Polri seyogya nya diberi toleransi untuk menyiapkan mekanisme dan
atau saluran khusus guna melakukan proses pemilihan yang berbeda.

Sikap netralitas Polri dalam Pemilu legislatif dan Pilpres sangat dituntut
keberadaannya tanpa harus menghilangkan hak-hak pilih dan dipilih. Karena itu,
agar netralitas Polri dapat dikembangkan, perlu suatu reformasi kebijakan di

18
tubuh Polri, dengan berupaya meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya
Manusia) Polri melalui pendidikan dan jaminan kesejahteraan yang semakin
meningkat tanpa mengurangi hak-hak politik mereka.16

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Tegus Soedarsono dengan


penelitian ini ialah:

a. Keduanya sama-sama meneliti Instansi Kepolisian; dan


b. Keduanya sama-sama menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Tegus Soedarsono dengan


penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Tegus Soedarsono lebih cenderung


menjelaskan dari segi Pendidikan Kewarganegaraan, sedangkan penelitian
ini lebih cenderung menjelaskan dari segi Hukum Tata Negara; dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Teguh Soedarsono cenderung
memperlihatkan dari segi Hak Asasi Manusia (HAM) dan memberikan
kesempatan kepada anggota Kepolisian untuk terjun ke dunia Politik,
sedangkan penelitian ini sama sekali tidak memperlihatkan hal tersebut,
melainkan mempertegas bahwa Anggota Kepolisian merupakan alat
keamanan dan ketertiban negara, sehingga tidak boleh ikut serta dalam
ranah Politik.
5. Hasil Penelitian Winda Lestari (2021)

Penelitian Winda Lestari yang berjudul “TINJAUAN FIQIH SIYASAH


TERHADAP PEMBATASAN HAK POLITIK ANGGOTA TNI DAN ANGGOTA
POLRI DALAM PEMILIHAN UMUM.” Penelitian ini menggunakan penelitian
hukum normatif/penelitian pustaka. Yaitu suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk memahami
beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara menganalisisnya merupakan salah

16
Teguh Soedarsono. Netralitas Polri Dalam Pesta Demokrasi Pemilu Perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan. Vol 9, No. 2, 2010. hlm 177–90.

19
satu kegiatan penelitian hukum normatif. Oleh karenanya, perlu dilakukan
pemeriksaan lebih detail lagi terhadap fakta hukum tersebut. Penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk memberikan pendapat menurut hukum apakan
peristiwa tersebut telah benar atau salah dan bagaimana sebaiknya peristiwa itu
menurut hukum. Kemudian penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-
Undangan, yang dimana fokusnya mengkaji Peraturan Perundang-Undangan yang
berhubungan dengan (isu hukum) permasalahan yang sedang dihadapi.

Penulis menyimpulkan bahwa:

a. Pertimbangan pembatasan hak politik anggota TNI dan anggota Polri


adalah untuk menjaga netralitas didalam pemilihan umum, apabila anggota
TNI dan anggota Polri diikut sertakan didalam pemilihan umum
ditakutkan akan memicu konflik internal dan juga kondisi perpolitikan saat
ini belum matang jika anggota TNI dan anggota Polri tetap diberikan hak
pilih dan memilih maka akan rawan menimbulkan keributan dan bisa
menyebabkan TNI dan Polri terpecahbela pada partai politik tertentu jika
diberikan hak politik; dan
b. Sedangkan menurut Fiqih Siyasah, pembatasan hak politik anggota TNI
dan anggota Polri tidak sesuai dengan prinsip yang ada, karena menurut
ketentuan, warga negara yang telah memenuhi syarat diperbolehkan untuk
mengemukakan atu menyalurkan haknya secara langsung, setiap warga
negara juga memiliki hak untuk berpartisipasi dalam urusan negara dan
urusan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan melalui pemberian hak
suara. Karena Islam telah memberikan hak memilih, kebebasan
mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan tidak
ada kecualinya.17

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Winda Lestari dengan


penelitian ini ialah:

17
Winda Lestari. (2020). Tinjauan Fiqih Siyasah Terhadap Pembatasan Hak Politik Anggota TNI
Dan Anggota POLRI Dalam Pemilihan Umum. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Bengkulu.
hlm 98.

20
a. Keduanya sama-sama menjadikan Instasi Kepolisian sebagai objek
penelitian; dan
b. Keduanya sama-sama menggunakan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
acuan.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Winda Lestari dengan


penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Winda Lestari menggunakan 2 (dua) objek


yaitu TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sedangkan
penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu) objek saja yaitu Kepolisian
Negara Republik Indonesia; dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Winda Lestari cenderung memperlihatkan
dari segi Fiqih Siyasah dan juga segi Hukum Postifi Indonesia, sedangkan
penelitian ini hanya memperlihatkan dari segi Hukum Tata Negara
Indonesia.
6. Hasil Penelitian Mikyal Salsabila (2023)

Penelitian Mikyal Salsabila yang berjudul “Hak Memilih TNI dan POLRI
dalam Perspektif Hukum Positif dan Hak Asasi Manusia.” Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum (legal research) dengan metode
yuridis normatif seperti pendekatan konsep (conceptual approach),
pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (state approach), pendekatan
sejarah (historical approach) dan pendekatan analisis (analytical approach).
Adapun penulis menggunakan bahan hukum dengan teknis kepustakaan
(library research) melalui penelusuran dan analisis data sekunder seperti
jurnal, buku dan artikel serta bahan-bahan hukum primer lainnya.

Penulis menyimpulkan bahwa Hak memilih pada hakikatnya termasuk


HAM dalam rangka hak politik. Ketentuan tentang HAM tertuang dalam Pasal
28 J UUD Tahun 1945 dan kemudian diperkuat oleh Undang-Undang HAM.
Tepatnya pada Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang HAM yang mengatur

21
bahwa setiap warga negara berhak mendapat persamaan hak memilih dan
dipilih dalam Pemilu berdasarkan norma Perundang-Undangan. Hal ini
menunjukan eksistensi HAM bagi negara demokrasi ialah memberikan
tanggung jawab kepada negara untuk berkewajiban melindungi, menghormati,
dan memenuhi HAM bagi setiap warga negaranya (to protect, respect, and
fulfil). Namun, pada kenyataanya hak memilih TNI dan POLRI dibatasi oleh
ketentuan Pasal 200 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum, Pasal 39 Undang-Undang TNI, dan Pasal 28 Undang-
Undang POLRI.18

Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Mikyal Salsabila dengan


penelitian ini ialah:

a. Keduanya sama-sama mengkaji Instansi Kepolisian sebagai objek; dan


b. Keduanya sama-sama menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Mikyal Salsabila dengan


penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Mikyal Salsabila menggunakan 2 (dua)


objek yaitu Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), sedangkan
penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu) objek saja yaitu Kepolisian;
dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Mikyal Salsabila menggunakan beberapa
Peraturan Perundang-Undangan, seperti Pasal 200 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 39 Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, dan
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 200 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu
Sumber Peraturan Perundang-Undangan, yaitu Pasal 28 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
18
Mikyal Salsabila. HAK MEMILIH TNI DAN POLRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
DAN HAK ASASI MANUSIA. Vol 1, No. 4, September 2023. hlm 10.

22
7. Hasil Penelitian Alfianim (2016)

Penelitian Alfianim yang berjudul “PEMBATASAN HAK PILIH TENTARA


NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DALAM PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA.” Penelitian ini menggunakan
pendekatan hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Karena
menjadikan bahan kepustakaan sebagai tumpuan utama. Bahan pustaka
merupakan data dasar dalam penelitian. Dalam penelitian ini, penulis melakukan
penelitian terhadap asas-asas hukum yang bertitik tolak dari bidang-bidang tata
hukum tertentu, dengan cara mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap
kaidah-kaidah hukum yang telah dirumuskan di dalam Peraturan Perundang-
Undangan tertentu.

Penulis menyimpulkan bahwa:

1) Secara yuridis bahwa pengaturan pembatasan hak pilih bagi anggota TNI
dan Polri dalam pemilihan mum di Indonesia dalam tiga periode terakhir
mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan pada masa Orde Lama,
angkatan bersenjata dan Polri diberikan hak memilih. Pada Orde Baru,
ABRI tidak diberikan hak untuk memilih, namun keberadaan ABRI dalam
ranah-ranah politik diatur secara khusus melalui mekanisme pengangkatan
dalam lembaga legislatif dan diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun
1969 Tentang Pemilihan Umum;
2) Bahwa pengaturan pembatasan hak pilih bagi anggota TNI dan Polri
dalam Pemilihan Umum di Indonesia sesungguhnya sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun
permasalahannya adalah perkembangan masyarakat demokratis di
Indonesia semakin mengarah pada konsolidasi politik dalam hal
pemberian hak yang sama pada setiap warga Negara; dan
3) Idealnya hak pilih TNI dan Polri dalam Pemilihan Umum di Indonesia
agar tercipta Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,
maka; Pertama, pengakuan hak pilih TNI dan Polri sebagai bagian

23
perlindungan HAM (Hak Asasi Manusia). Kedua, memperkuat demokrasi
melalui hak pilih TNI dan Polri. Ketiga, perubahan regulasi terkait
perlindungan hak pilih TNI dan Polri.19

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Alfianim dengan penelitian


ini ialah:

a. Keduanya sama-sama membahas netralitas Intansi Kepolisian di dalam


Pemilu.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Alfianim dengan penelitian


ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Alfianim menggunakan 2 (dua) objek,


yaitu TNI dan Kepolisian. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan 1
(satu) objek saja, yaitu Kepolisian;
b. Secara garis besar, penelitian yang dilakukan oleh Alfianim menjelaskan
netralitas TNI dan Polri dari segi HAM (Hak Asasi Manusia). Sedangkan
penelitian ini menjelaskan netralitas Polri dari segi Tata Negara.
8. Hasil Penelitian Rafli Nugraha (2021)

Penelitian Rafli Nugraha yang berjudul “PENGATURAN HAK PILIH


TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN REPUBLIK
INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.”
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang dimana tidak
mengenal data atau fakta sosial yang dikenal hanya bahan hukum, jadi untuk
menjelaskan hukum atau untuk mencerminkan dan memberi nilai akan hukum
tersebut hanya digunakan konsep hukum dan langkah-langkah yang ditempuh
adalah langkah normatif.

Penulis menyimpulkan bahwa:

19
Alfianim, Dodi Haryono, dan Abdul Ghafur. Pembatasan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia
Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Pemilihan Umum Di Indonesia. Vol 3, No. 2,
Oktober 2016. hlm 12-13.

24
1) Pengaturan pembatasan hak pilih anggota TNI dan POLRI dalam Pemilu
di Indonesia dari masa ke masa dapat menjadikan hak pilih dan memilih
anggota TNI dan Polri tidak diberikan, bahkan di dalam HAM sangat
bertentangan oleh Undang-Undang HAM; dan
2) Dalam prespektif demokrasi dan HAM kedepan anggota TNI dan Polri
diberikan hak pilih dan hak memilih dalam pemilu karena mereka adalah
warga negara Indonesia melihat kesetaraan politik, itu merupakan salah
satu kunci demokrasi yang diaktualisasikan dalam dua kegiatan dan yang
paling terkait, memilih dan dipilih.20

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Rafli Nugraha dengan


penelitian ini ialah:

a. Keduanya sama-sama menjadikan Kepolisian sebagai objek penelitian;


dan
b. Keduanya menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai acuan bahan penelitian.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Rafli Nugraha dengan


penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Rafli Nugraha menggunakan 2 (dua) objek,


yaitu TNI dan Kepolisian. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan 1
(satu) objek saja, yaitu Kepolisian; dan
b. Penelitian yang dilakukan oleh Rafli Nugraha mengkaji 3 (tiga) Peraturan
Perundang-Undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 Tentang Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan penelitian ini hanya
mengkaji 1 (satu) Peraturan Perundang-Undangan saja, yaitu Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
20
Nugraha. (2021). Pengaturan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia Dan Kepolisian Republik
Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan. Universitas Jambi, Jambi. hlm 49.

25
9. Hasil Penelitian Puji Rahayu (2018)

Penelitian Puji Rahayu yang berjudul “TINJAUAN FIQH SIYASAH


TERHADAP UU NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG HAK PILIH ANGGOTA POLRI
DALAM PEMILU.” Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian pustaka (library
research), yaitu penelitian yang di laksanakan dengan menggunakan literatur
(kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari
peneliti terdahulu yang di gunakan sebagai data primer. Kemudian pendekatan di
dalam penelitian Puji Rahayu ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yang
di maksud pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang di lakukan
berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-
konsep, asasasas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan penelitian ini.

Penulis menyimpulkan bahwa:

1) Dalam Pandangan fiqh siyasah pembatasan hak pilih bagi anggota Polri
tidak sesuai dengan prinsip yang ada karena menurut ketentuan yang ada
rakyat suatu negara yang telah memenuhi syarat mempunyai hak untuk
memilih pemimpin yang dianggapnya mampu mewakilinya dalam
mengelola semua urusannya sesuai dengan syariat Islam. setiap warga
negara juga berhak untuk berpartisipasi dalam urusan negara, politik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan melalui hak dalam pemberian suara, hak
memilih dalam pemilihan, dan kebebasan mengungkapkan pendapat,
kebebasan pers dan kebebasan berkumpul.21

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Puji Rahayu dengan


penelitian ini ialah:

21
Puji Rahayu. (2018). TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP UU NO.2 TAHUN 2002
TENTANG HAK PILIH ANGGOTA POLRI DALAM PEMILU. Universitas Islam Negeri Raden
Intan, Lampung. Hlm 76.

26
a. Keduanya sama-sama menjadikan Kepolisian sebagai objek penelitian;
dan
b. Sama-sama menggunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai acuan.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Puji Rahayu dengan


penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Puji Rahayu lebih memperlihatkan dari


sudut pandang Fiqh Siyasah, sedangkan penelitian ini memperlihatkan dari
sudut pandang Hukum Tata Negara.
10. Hasil Penelitian William Edson Apena (2017)

Penelitian William Edson Apena yang berjudul “KAJIAN KONSTITUSIONAL


ATAS HAK PILIH ANGGOTA TNI DAN POLRI DALAM PEMILIHAN UMUM.”
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum (legal research) dengan
metode yuridis normatif melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara
menelusuri dan menganalisis data sekunder berupa bahan-bahan hukum primer.

Penulis menyimpulkan bahwa:

1) Dalam hal pengaturan hak pilih aktif (hak memilih) bagi anggota TNI dan
POLRI, Negara Indonesia yang merupakan negara yang berdasarkan UUD
1945 sebagai konstitusi tertulis dan sangat menjunjung tinggi nilai
kedaulatan rakyat selama 3 (tiga) Periode yakni Orde Lama, Orde Baru,
dan Orde Reformasi mengalami kemunduran/kemerosotan yang sangat
signifikan; dan
2) Pengaturan Hak Memilih Anggota TNI dan POLRI yang diatur di dalam
Pasal 39 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, Pasal 28
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertentangan dengan Hak Konstitusional Anggota TNI dan
POLRI sebagai warga negara (the citizen’s constitutional rights).22

22
William Edson Apena. KAJIAN KONSTITUSIONAL ATAS HAK PILIH ANGGOTA TNI DAN
POLRI DALAM PEMILIHAN UMUM. Vol 6, No. 1, Januari-Februari 2017. Hlm 138.

27
Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh William Edson Apena
dengan penelitian ini ialah:

a. Keduanya sama-sama menjadikan Kepolisian sebagai objek penelitian;


b. Keduanya sama-sama memakai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
c. Keduanya sama-sama membahas dari segi Hukum Tata Negara.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh William Edson Apena


dengan penelitian ini ialah:

a. Penelitian yang dilakukan oleh William Edson Apena menggunakan 2


(dua) objek penelitian, yaitu TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan
Kepolisian. Sedangkan penelitian ini hanya menggunakan 1 (satu) objek
penelitian saja, yaitu Kepolisian.

28
DAFTAR PUSTAKA

Artikel:

Abdul, Aziz. (2010). “Teknik Analisis Data”. hlm 1–15.

Alfianim, Haryono Dodi, dan Ghafur Abdul. “Pembatasan Hak Pilih Tentara
Nasional Indonesia Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam
Pemilihan Umum Di Indonesia”. Vol 3, No. 2, Oktober 2016. hlm 12-13.

Apena, William Edson. “KAJIAN KONSTITUSIONAL ATAS HAK PILIH


ANGGOTA TNI DAN POLRI DALAM PEMILIHAN UMUM”. Vol 6, No.
1, Januari-Februari 2017. hlm 138.

Arif, Muhammad. “Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai


Penegak Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian”. Vol 13, No. 1, Januari 2021. hlm 91.

Darry Mohammad, dan Asri Diah. “Problematika Netralitas Polri Di Era Jokowi:
Keterlibatan Dalam Politik Praktis Dan Bisnis”. Vol 8, No. 1, 2022. hlm
30-48.

29
Gaussyah. “Peranan Dan Kedudukan POLRI Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. 2014”. hlm 4-5.

Kurniawan, Basuki. “Hukum Pemilihan Umum di Indonesia”. hlm 5.

Lestari, Winda (2020). “Tinjauan Fiqih Siyasah Terhadap Pembatasan Hak


Politik Anggota TNI Dan Anggota POLRI Dalam Pemilihan Umum”.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Bengkulu. hlm 98.

Mahendra Putu Diatmika, Matompo Osgar, dan Muliadi. “SANKSI KODE ETIK
BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN YANG TIDAK NETRALDALAM
PEMILIHAN KEPALA DAERAH MENURUT PERKAP NOMOR
14TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PROFESI POLRI”. Vol 2, No. 1,
Oktober 2019. hlm 1887.

Nugraha, Rafli. “Pengaturan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia Dan


Kepolisian Republik Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan”. 2021. hlm 6-8.

Nugraha. (2021). “Pengaturan Hak Pilih Tentara Nasional Indonesia Dan


Kepolisian Republik Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan”. Universitas Jambi, Jambi. hlm 49.

Rahayu, Puji. (2018). “TINJAUAN FIQH SIYASAH TERHADAP UU NO.2


TAHUN 2002 TENTANG HAK PILIH ANGGOTA POLRI DALAM
PEMILU”. Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung. hlm 76.

Reusi, Atami Puspa. (2019). “Ekspresi Vlogger Melalui Media Vlog di Kota
Bandung. Universitas Komputer Indonesia”, Bandung. hlm 44.

Salsabila, Mikyal. “HAK MEMILIH TNI DAN POLRI DALAM PERSPEKTIF


HUKUM POSITIF DAN HAK ASASI MANUSIA”. Vol 1, No. 4,
September 2023. hlm 10.

Soedarsono, Teguh. “Netralitas Polri Dalam Pesta Demokrasi Pemilu Perspektif


Pendidikan Kewarganegaraan”. Vol 9, No. 2, 2010. hlm 177–90.

30
Sugiyono. (2018). “Bab III - Metode Penelitian”. Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung. hlm 32-41.

Zuhro, Siti. “Dinamika Sosial Politik Menjelang Pemilu Serentak 2019”. Vol 16,
No. 1 Juni 2019. hlm 111-124.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Internet:

Mubarak, Zaki. “Oknum Polisi Diduga Pasang Baliho Prabowo-Gibran di Jatim,


IPNU Lhokseumawe Minta Ini ke Kapolri”. Diakses dari
https://aceh.tribunnews.com/2023/11/13/oknum-polisi-diduga-pasang-
baliho-prabowo-gibran-di-jatim-ipnu-lhokseumaweminta-ini-kekapolri
pada tanggal 10 Desember 2023, pukul 10.00 WIB.

31

Anda mungkin juga menyukai