0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
34 tayangan6 halaman
Dokumen tersebut membahas peran lembaga penegak hukum di Indonesia yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Hakim. Kepolisian berperan dalam penegakan hukum, perlindungan masyarakat, dan pelayanan masyarakat. Kejaksaan berperan sebagai penuntut umum dan mewakili negara dalam perkara perdata. Hakim berperan menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara secara adil. Dokumen ini juga membah
Deskripsi Asli:
Judul Asli
Tugas Pertemuan Ke-12 PpKN Rifka Uliani XII MIPA 4
Dokumen tersebut membahas peran lembaga penegak hukum di Indonesia yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Hakim. Kepolisian berperan dalam penegakan hukum, perlindungan masyarakat, dan pelayanan masyarakat. Kejaksaan berperan sebagai penuntut umum dan mewakili negara dalam perkara perdata. Hakim berperan menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara secara adil. Dokumen ini juga membah
Dokumen tersebut membahas peran lembaga penegak hukum di Indonesia yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Hakim. Kepolisian berperan dalam penegakan hukum, perlindungan masyarakat, dan pelayanan masyarakat. Kejaksaan berperan sebagai penuntut umum dan mewakili negara dalam perkara perdata. Hakim berperan menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara secara adil. Dokumen ini juga membah
Materi : Peranan Lembaga Penegak Hukum (Polri, Kejaksaan dan Hakim)
Nama : Rifka Uliani Kelas : XII MIPA 4 Soal 1. Kemukakan peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri)! 2. Kemukakan peran Jaksa Republik Indonesia! 3. Kemukakan peran Hakim Republik Indonesia! 4. Bacalah beberapa sumber belajar atau wawancarai orang yang ada di sekitarnya tentang hambatan-hambatan dalam pelaksanaan peran ketiga lembaga penegak hokum (Polri, Kejaksaan, Hukum), dalam pelayanan public! Jawaban : 1. Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (4) (setelah di amandeman): ”Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum”. Berdasarkan pasal di atas sangat jelas bahwa prioritas pelaksanaan tugas Polri adalah pada penegakan hukum. Ini berarti tugas-tugas kepolisian lebih diarahkan kepada bagaimana cara menindak pelaku kejahatan sedangkan perlindungan dan pelayanan masyarakat merupakan prioritas kedua dari tindakan kepolisian. Sebagai wujud dari peranan Polri, maka dalam mengambil setiap kebijakan harus didasarkan pada pedoman-pedoman yang ada di antaranya: Peran Polri dalam Penegakan Hukum Polri merupakan bagian dari Criminal Justice System selaku penyidik yang memiliki kemampuan penegakan hukum (represif) dan kerjasama kepolisian internasional untuk mengantisipasi kejahatan internasional. Dalam menciptakan kepastian hukum peran Polri diaktualisasikan dalam bentuk: a) Polri harus profesional dalam bidang hukum acara pidana dan perdata sehingga image negatif bahwa Polri bekerja berdasar kekuasaan akan hilang; b) Mampu meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sehingga tidak menjadi korban dari kebutuhan hukum atau tindakan sewenang-wenang; c) Mampu memberikan keteladanan dalam penegakan hukum; d) Mampu menolak suap atau sejenisnya dan bahkan sebaliknya mampu membimbing dan menyadarkan penyuap untuk melakukan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku. Peran Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat Peran ini diwujudkan dalam kegiatan pengamanan baik yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan (asas legalitas) maupun yang belum diatur oleh peraturan perundang-undangan (asas oportunitas yang diwadahi dalam hukum kepolisian). Aktualisasi peran ini diwujudkan dalam bentuk: a) Mampu menempatkan diri sejajar dengan masyarakat, tidak arogan dan merasa tidak lebih di mata masyarakat b) Mampu dan mau bekerja keras untuk mencegah dan meniadakan segala bentuk kesulitan masyarakat c) Mampu melindungi berdasarkan hukum dan bukan sebaliknya melanggar hukum karena interest tertentu d) Mampu mengantisipasi secara dini dalam, membentengi masyarakat dan segala kemungkinan yang bakal mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. Peran Polri sebagai pelayan masyarakat (public service) Peran ini merupakan kemampuan Polri dalam pelaksanaan tugas Polri baik pre-emtif, preventif maupun represif. Peran ini merupakan akan menjamin ketentraman, kedamaian dan keadilan masyarakat sehingga hak dan kewajiban masyarakat terselenggara dengan seimbang, serasi dan selaras. Polri sebagai tempat mengadu, melapor segala permasalahan masyarakat yang mengalami kesulitan perlu memberikan pelayanan dan pertolongan yang ikhlas dan responsif. Aktualiasi dari peran Polri ini adalah: a) Mampu dan proaktif dalam mencegah dan menetralisir segala potensi yang akan menjadikan distorsi kantibmas; b) Mampu mencegah dan menahan diri dalam segala bentuk pamrih sehingga tidak memaksa dan menakut-nakuti serta mengancam dengan kekerasan; c) Mampu memberikan pelayanan yang simpatik sehingga memberikan kepuasan bagi yang dilayani. 2. Hubungan perdata merupakan hubungan antar-anggota masyarakat yang biasanya didasarkan pada perjanjian. Jaksa dapat berperan dalam perkara perdata apabila Negara atau pemerintah menjadi salah satu pihaknya dan jaksa diberikan kuasa untuk mewakili. Peran jaksa berbeda dalam ranah pidana dan perdata yaitu : Dalam perkara pidana, jaksa berperan sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap. Dalam perkara perdata, jaksa berperan sebagai kuasa dari Negara atau pemerintah di dalam maupun di luar pengadilan mengenai perkara perdata. 3. Peran hakim dalam perlindungan dan penegakan hukum adalah menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara hukum berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak dalam sidang sesuai ketentuan perundang-undangan. 4. System Peradilan Pidana dalam KUHAP dan Peraturanlainnya Mengkaji KUHAP Tahun 1981 sebagai dasar hukum terselenggaranya sistem peradilan pidana di Indonesia tidak dapat terlepas dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang dibentuk dengan tujuan untuk mendukung pelaksanaan sistem peradilan pidana. Sehingga, dengan mencermati ketentuan mengenai sistem peradilan pidana dalam KUHAP dan peraturan perundang-undangan lainnya, maka akan tampak subsistem-subsistem sebagai berikut: Subsistem Penyidikan Menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP Tahun 1981 disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat polisi negara RI atau Pegawai Negeri Sipil (disingkat PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik Polri memonopoli penyidikan khususnya untuk tindak pidana umum, yaitu tindak pidana yang tercantum dalam KUHP. Sedangkan penyidik pegawai negeri sipil hanya menyidik tindak-tindak pidana yang tersebut dalam perundang-undangan pidana khusus atau perundang-undangan administrasi yang bersanksi pidana. (non penal code offences)[29]. Perundang-undangan khusus yang dimaksud adalah perundang-undangan di luar KUHP yang dapat dibagi, pertama adalah perundang-undangan pidana khusus seperti Undang- undang Tindak Pidana Ekonomi (PPATK),Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan sebagainya. Kedua, perundang-undangan administrasi yang diberi sanksi pidana, yang jumlahnya banyak sekali seperti undang-undang psikotropika, narkotika dan lain-lain. Unsur penyidik POLRI dan PPNS menjadi unsur utama di dalam KUHAP. Dalam kenyataannya, produk hukum di luar KUHAP Tahun 1981 telah menetapkan pejabat penyidik selain POLRI dan PPNS yaitu KPK berdasarkan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan perwira TNI AL berdasarkan ketentuan Pasal 33 Undang-undang No.5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZE ). Dilihat dari kesatuan yang integral, bervariasinya mekanisme tata kerja di bidang penyidikan itu, kurang menggambarkan adanya lembaga penyidikan yang mandiri dan terpadu. Kemudian sejak berlakunya KUHAP Tahun 1981, maka untuk tindak pidana umum yaitu tindak pidana yang diatur dalam KUHP, kejaksaan tidak lagi melakukan penyidikan terhadap tersangka. Ini berarti bahwa proses pemeriksaan terhadap tersangka dilakukan oleh penyidik tanpa campur tangan sama sekali dari penuntut umum. Namun demikian, berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf d, terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan UU jaksa masih bisa melakukan penyidikan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan UU yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya UU No, 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 serta UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Subsistem Penuntutan Setelah proses penyidikan telah dinyatakan selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses penuntutan. Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP Tahun 1981 tercantum definisi penuntutan sebagai berikut: “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.” Pasal 137 KUHAP Tahun 1981 menentukan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. Mengenai kebijakan penuntutan, penuntut umum yang menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah dianggap sudah lengkap atau tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan negeri untuk diadili, hal ini diatur dalam Pasal 139 KUHAP Tahun 1981. Dalam hal ini, selain kejaksaan, terdapat lembaga lain yang juga berwenang untuk melakukan penuntutan terhadap suatu tindak pidana khusus. dalam Pasal 6 UU No. 30 Tahun 2002 disebutkan bahwa salah satu tugas dari KPK selain penyelidikan dan penyidikan adalah penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. KPK juga berwenang untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik[30]. Dalam melaksanakan wewenang tersebut KPK juga berwenang untuk mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan[31]. Hal inilah kemudian yang menimbulkan konflik di antara ketiga lembaga tersebut. Subsistem Pengadilan Proses persidangan merupakan salah satu tahap terpenting dalam keseluruhan sistem peradilan pidana. Dalam KUHAP Tahun 1981, pemeriksaan dalam sidang pengadilan ada tiga macam acara pemeriksaan yaitu acara pemeriksaan biasa, acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat yang terdiri atas acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan[32]. Secara umum pengaturan proses pemeriksaan dalam sidang pengadilan yang ditata oleh KUHAP Tahun 1981 telah menempatkan kedudukan terdakwa sejajar dengan penuntut umum, karena terdakwa telah dilengkapi dengan hak-hak tertentu, diantaranya adalah hak untuk didampingi oleh penasihat hukum. Menurut KUHAP Tahun 1981 Penasihat Hukum di dalam sidang pengadilan telah dilengkapi dengan seperangkat hak yaitu hak untuk bertanya kepada saksi, hak untuk mengajukan saksi yang meringankan, hak untuk mengajukan keberatan terhadap surat dakwaan, hak untuk mengajukan pembelaan dan sebagainya. Kesemuanya ini menjadikan tersangka memiliki kedudukan sebagai subyek (prinsip accusatoir) dan tidak lagi sebagai obyek pemeriksaan belaka[33]. Selanjunya, jika melihat ketentuan di KUHAP, hakim memiliki posisi yang sentral dan sangat menentukan, karena hakimlah yang menetapkan tentang terbukti atau tidaknya kesalahan terdakwa. Kegiatan pengumpulan bukti-bukti dilakukan oleh penyidik, pemanfaatan alat-alat bukti menjadi tanggung jawab penuntut umum karena dialah yang berkewajiban membuat dakwaan dan membuktikannya melalui alat-alat bukti yang dikumpulkan oleh penyidik. Keadaan demikian adalah konsekuensi logis dari sistem peradilan yang dianut oleh negara kita yang mewarisi sistem hukum Eropa Kontinental dimana menempatkan posisi hakim sebagai figur sentral dalam proses peradilan pidana.[34] Subsistem Pelaksanaan Putusan Pengadilan Di dalam subsistem ini terdapat tiga hal yang penting, yaitu pertama mengenai pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap oleh jaksa. [35] Kedua, pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan yang dilakukan oleh hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melaksanakan hal tersebut.[36]
Dewasa Ini Lapangan Pekerjaan Sangat Sempit Terutama Bagi Mereka Yang Tidak Memiliki Pengakuan Sertifikasi Oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Semakin Banyaknya Pengangguran Adalah Indikasi Kurangnya Lowongan Pekerjaan Dan Kurang
Dewasa Ini Lapangan Pekerjaan Sangat Sempit Terutama Bagi Mereka Yang Tidak Memiliki Pengakuan Sertifikasi Oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Semakin Banyaknya Pengangguran Adalah Indikasi Kurangnya Lowongan Pekerjaan Dan Kurang