Anda di halaman 1dari 12

Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)

“Pemberantasan Korupsi”

Oleh :

1. Ni Wayan Tania Ananda Putri (P07120219014)


2. Ni Kadek Astikananda Wulandari (P07120219019)
3. Tanjung Arif Wangsa Kenari (P07120219033)
4. Ni Putu Novi Gayatri Dewi (P07120219039)
5. Ellen Erdiana Paput (P07120219040)
6. Ni Komang Meta Arianti (P07120219041)
7. Ni Luh Komang Sri Puspayanti (P07120219048)
8. Ni Wayan Cening Setiari Gayatri (P07120219049)

II A / S.Tr Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Pendidikan dan Budaya Anti
Korupsi dengan judul “Pemberantasan Korupsi”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Penlis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Denpasar, 1 Agustus 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….. 1

1. 1 Latar Belakang …………………………………………………. 1


1. 2 Rumusan Masalah ……………………………………………… 2
1. 3 Tujuan Penulisan …………………………………………….…. 2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………… 3

2.1 Konsep Pemberantasan Korupsi Dahulu Sampai Sekarang ……………...… 3


2.2 Strategi Pemberantasan Korupsi ……………………………………………. 6

BAB III PENUTUP …………………………………………………………….…. 8

3.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….. 8


3.2 Saran ………………………………………………………………………… 8

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………… 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga
negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan terhadap sarana dan
prasarana yang diperlukan guna menopang pembangunan di bidang hukum.
Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu
didukung adanya peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan
pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan peranana badan-badan penegak
hukum merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan proses penegak
hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa antara pembangunan dan
kejahatan atau pelanggaran hukum ada hubungan yang erat. Oleh karena itu,
perencanaan pembangunan harus meliputi juga perencanaan perlindungan
masyarakat terhadap pelanggaran hukum.
Dalam hukum pidana itu terkandung aturan-aturan yang menentukan
perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan disertai ancaman berupa
pidana (nestapa) dan menentukan syarat-syarat pidana dapat dijatuhkan. Sifat
publik yang dimiliki hukum pidana menjadikan konsekuensi bahwa hukum
pidana itu bersifat nasional. Dengan demikian, maka hukum pidana Indonesia
diberlakukan ke seluruh wilayah negara Indonesia.
Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan nilainilai
kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali digambarkan sebagai
pedang yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana bertujuan menegakkan nilai
kemanusiaan, namun di sisi yang lain penegakan hukum pidana justru
memberikan sanksi kenestapaan bagi manusia yang melanggarnya.
Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Polri dalam
khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU No.2
Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Penyidikan tindak pidana korupsi tidak hanya

1
dimiliki oleh Polri, namun Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
juga memiliki kewenangan penyidikan
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka terdapat rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah konsep pemberantasan korupsi dahulu sampai sekarang ?
2. Bagaimanakah strategi pemberantasan korupsi ?
1. 3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat tujuan penulisan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pemberantasan korupsi dahulu sampai
sekarang.
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi pemberantasan korupsi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pemberantasan Korupsi dahulu sampai sekarang


Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, sejak awal Republik sampai
pembentukan dan selama perjuangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
salah satu “saga” pembentukan lembaga penegak hokum yang paling unik dan
menarik di dunia. Sejarah Pemberantasan Korupsi dan pengaturannya pada
dasarnya sudah dimulai sejak tahun 1953 (orde lama) hingga saat ini.
Pemberantasan dan pengaturan pemberantasan korupsi dapat diklasifikasi atau
dibagi dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Pada Orde lama (Masa tahun 1957 – 1960)
Korupsi sudah banyak terjadi dalam tubuh pemerintahan. Nasionalisasi
perusahaan asing dianggap sebagai titik awal korupsi di Indonesia. Beberapa
peraturan yang dijadikan dasar hukum pemberantasan korupsi, yaitu :
a) Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/06/1957 tentang tata kerja
menerobos kemacetan memberantas korupsi ;
b) Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/08/1957 tentang pemilikan harta
benda;
c) Peraturan Penguasa Militer No. PRT/PM/11/1957 tentang penyitaan harta
benda hasil korupsi, pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan perbuatan
korupsi ;
d) Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf AD No.
PRT/PEPERPU/031/1958;
e) Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf AL No. PRT/z.1/I/7/1958

Pada masa ini pernah dibentuk Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran),
yang dipimpin oleh A.H. Nasution dibantu oleh Prof.M.Yamin dan Roeslan
Abdul Gani. Namun karena kuatnya reaksi dari pejabat korup, Paran berakhir
tragis, deadlock, dan akhirnya kepada Kabinet Juanda.

3
2. Pada Masa 1960 – 1971
Pemberantasan korupsi dilakukan berdasarkan UU Nomor 24 Prp
Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana
Korupsi dengan menambah perumusan tindak pidana korupsi yang ada dalam
KUHP dan dibentuk Lembaga khusus untuk memberantas korupsi, yaitu:
a) Operasi Budhi (Keppres No. 275/1963)
b) Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar) dengan ketua
Presiden Soekarno dibantu Soebandrio dan Ahmad Yani.
c) Tim Pemberantas Korupsi (Keppres No. 228/1967)
d) Tim Komisi Empat (Keppres No. 12/1970)
e) Komite Anti Korupsi/KAK (1967). Namun lembaga pemberantasan
korupsi tersebut tidak berhasil karena tidak ada perumusan menyangkut
perbuatan yang merugikan keuangan negara.
3. Pada masa Orde Baru (Masa 1971 – 1999)
Diundangkan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dimana perumusan tindak pidana korupsi mengacu pada
pasal-pasal yang ada di KUHP dan perumusannya menggunakan delik formal.
Sebagai pelaksana Undang-Undang dibentuk Tim OPSTIB sesuai
Inpres No. 9/1977, tetapi kinerja Tim OPSTIB tersebut vakum, dan pada
tahun 1999 dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara
Negara/KPKPN dengan Keppres 127/1999
4. Pada Masa Reformasi (Masa 1999 – 2002)
UU No. 3 Tahun 1971 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum maka disahkan UU No. 31 Tahun 1999 dan dilakukan
perubahan dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagai penyempurnaan kembali perumusan tindak pidana
korupsi dalam UU 3/1971 (korupsi aktif dan korupsi pasif) . Penegasan
perumusan tindak pidana korupsi dengan delik formil dan memperluas
pengertian pegawai negeri. Disamping itu lahir UndangUndang No. 28 tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi

4
dan Nepotisme. Selain penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dan
Kejaksaan, maka dengan maksud untuk mempercepat pemberantasan korupsi
dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/TGTPK
dengan PP 19/2000.
5. Berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (2002) Setelah dilakukannya
revisi berbagai peraturan perundang-undangan tetapi pemberantasan tindak
pidana korupsi yang terjadi belum dapat dilaksanakan secara optimal dan
lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum
berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi,
sehingga dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Undang-
Undang No. 30 Tahun 2002.
6. Timtastipikor Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi merupkan lembaga
pemerintah dalam menindak lanjuti kasus korupsi yang dibentuk dan
bertanggung jawab secara langsung terhadap presiden berdasarkan Keppres
No. 11 Tahun 2005. Adapun Timtaspikor ini keanggotaanya terdari dari
Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Namun karena keberadaan
Timtastipikor dinilai kurang efektif dan tegas serta kewenagannya tumpang
tindih dengan lambaga pemerintah lainnya seperti kepolisian, kejaksaan dan
KPK sehingga dikeluarkan Keppres No 10 Tahun 2007 tentang Pengakhiran
Tugas Dan Pembubaran Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Korupsi.
7. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Hasil evaluasi terhadap praktek
pemberantasan dan penegakan hukum tindak pidana korupsi dan
perkembangan hukum nasional dan internasional telah mendorong perubahan
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil dalam penanganan tindak
pidana korupsi dan yang terakhir adalah diundangkannya Undang-undang
Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai
pengadilan khusus yang menngadili perkara tindak pidana korupsi dan
perubahan tersebut telah membawa implikasi hukum pada ketentuan undang-
undang lain.

5
2.2 Strategi Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Karena
termasuk dalam kategori kejahatan yang luar biasa, korupsi juga harus diberantas
seacara luar biasa pula. Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan (crimes agains
humanity) harus dibentas dengan cara yang tepat. Seperti yang dituturkan oleh
Wijayanti (2010) terdapat empat jenis pendekatan yang terindentifikasi sebagai
gerakan melawan korupsi yang telah dijalankan di berbagai belahan dunia.
Berikut ini adalah keempat pendekatan tersebut:
1. Lawyer Approach atau Pendekatan Pengacara
Pendekatan ini merupakan sebuah cara yang menekankan pemberantasan
korupsi melalui upaya hokum yang berlaku. Aturan-aturan hokum ini yang
selanjutnya sangat berpotensi untuk menutup celah perilaku korupsi para
koruptor. Pendekatan ini dilakukan dengan membongkar kasus dan
menangkap para koruptor sehingga akan membrikan imbas cepat
(quickimpact). Imbas yang dapat dirasakan dengan waktu singkat menjadi sisi
positif dari pendekatan ini, sedangkan sisi negativenya adalah biaya tinggi
dalam pelaksanannya.
2. Business Approach atau Pendekatan Bisnis
Kebutuhan ekonomi digadakan menjadi salah satu factor mengapa seseorang
melakukan tindakan korupsi. Pendekatan ini kemudian muncul sebagai bentuk
pencegahan dengan memberikan intensif bagi karyawan melalui kompetisi
secara sehat dalam menunjang kinerja mereka. Pemberian intensif diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan para karyawan dan tidak ada lagi karyawan yang
melakukan tindak korupsi untuk meningkatkan pendapatannya. Pendekatan
ini mengacu pada prinsip rational choice theory. Manusia adalah makhluk
rasional dan melakukan pilihan berdasarkan insentif yang diterimanya, baik
insentif yang bersifat finansial maupun nonfinansial. Menurut pendekatan ini,
kejujuran bisa diciptakan dan setiap individu bisa diubah menjadi individu

6
jujur asal disediakan insentif yang sesuai; dengan memberikan insentif bagi
individu yang tidak melaakukan korupsi diharapkan korupsi dapat ditekan.
3. Market or Economist Approach atau Pendekatan Pasar/Ekonomi
Pendekatan ini mengharuskan adanya kompetensi antar karyawan atau
pegawai untuk dapat meningkatkan potensi diri mereka sehingga mereka akan
salong berlomba menciptakan kinerja yang baik, bebas korup, agar kemudian
dipilih pelayanannya. Salah satu titik krusial yang menentukan sukses
tidaknya pendekatan pasar adalah bagaimana menciptakan kompetisi yang
sehat antarsesama pegawai pemerintah dan antarsesama klien karena bisa jadi
kompetisi yang terjadi bukanlah kompetisi yang saling menjatuhkan dan
justru akan merusak system yang ada.
4. Cultural Approach atau Pendekatan Budaya
Pendekatan ini berfokus untuk dapat menciptakan masyarakat yang kental
dengan budaya anti korupsi. Untuk memberikan pola piker dan pemahaman
yang mendalam akan korupsi kepada generasi penerus bangsa diharpkan
kedepannya tidak aka nada lagi tindakan-tindakan korupsi yang merugikan
negara. Meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama tetapi pendekatan
ini akan lebih mendalam untuk dirasakan setiap individu. Terkait dengan
pemberantasan korupsi, pendekatan budaya berpotensi untuk memengaruhi
sudut pandang masyarakat. Di satu sisi, walaupun relative merupakan
pendekatan yang efisien dari sisi pendanaan, pendekatan budaya sulit
diharapkan dapat memberikan hasil dalam waktu yang singkat. Tetapi, apabila
pendekatan ini berhasil, hal ini akan memberikan dampak jangka panjang.
Ketika masyarakat menganggap korupsi sebagai aib, mereka akan turut
berperan dalam menekan tingkat korupsi. Peran tersebut dapat diwujudkan
dalam tindakan, dari yang paling sederhana misalnya dengan menghindarkan
diri dari upaya menyuap polisi atau pegawai kecamatan, hingga turut
membongkat kasus korupsi dengan berperan sebagai whistleblower.
Satu titik krusial pendekatan budaya adalah menemukan cara agar upaya
pemahaman tersebt tidak dilakuksanakan secara formal dan kaku, tetapi

7
melalui pendekatan yang cair dan informal (masyarakat tidak merasa
terpaksa) serta dilakukjan oleh tokoh-tokoh yang telah teruji.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sejarah Pemberantasan Korupsi dan pengaturannya pada dasarnya
sudah dimulai sejak tahun 1953 (orde lama) hingga saat ini. Pemberantasan
dan pengaturan pemberantasan korupsi dapat diklasifikasi atau dibagi dalam
beberapa tahap, yaitu: Pada Orde lama (Masa tahun 1957 – 1960), Pada Masa
1960 – 1971, Pada masa Orde Baru (Masa 1971 – 1999), Pada Masa
Reformasi (Masa 1999 – 2002), Berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi
(2002), Timtastipikor Tim Koordinasi Pemberantasan Korupsi, dan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan (crimes agains humanity)
harus dibentas dengan cara yang tepat. Seperti yang dituturkan oleh Wijayanti
(2010) terdapat empat jenis pendekatan yang terindentifikasi sebagai gerakan
melawan korupsi yang telah dijalankan di berbagai belahan dunia. Berikut ini
adalah keempat pendekatan tersebut: Pendekatan Pengacara, Pendekatan
Bisnis, Pendekatan Pasar/Ekonomi, dan Pendekatan Budaya

3.2 Saran
Terkait dengan pemberantasan korupsi, kami menyarankan kepada pembaca
yaitu sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Selain itu penegak
hukum juga harus lebih memperketat mengenai hukuman kepada oknum
yang terlibat korupsi.

8
DAFTAR PUSTAKA

Karyanti, Tri, Yani Prihati, dan Sinta Tridian Galih. 2019. Pendidikan Anti
Korupsi
Berbasis Multimedia (Untuk Perguruan Tinggi). Yogyakarta: Deepublish
Wijayanto, Ridwan Zachrie, dan Anies Baswedan. 2009. Korupsi Mengorupsi
Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Juwono, Vishnu. 2018. Melawan Korupsi: Sejarah Pemberantasan Korupsi di
Indonesia 1945-2014. Jakarta: Centro Inti Media

Anda mungkin juga menyukai