PENCEGAHAN KORUPSI
DISUSUN OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
2020 / 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya makalah yang berjudul “Lembaga Penegak Hukum, Pemberantasan, dan
Pencegahan Korupsi” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penulisan dan penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan dikarenakan kurangnya pengalaman dan pengetahuan
yang kami miliki. Maka dari itu, kami menerima kritik dan saran yang membantu dalam
menyempurnakan makalah ini.
Penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bimbingan,
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini, kami
mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan berkat dan rahmat-Nya atas
bantuan yang telah diberikan kepada kami dalam penyusunan makalah ini, akhirnya semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Operasi Budhi didirikan pada Tahun 1963, melalui Keputusan Presiden Nomor
275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang pada saat itu menjabat
sebagai menteri koordinator pertahanan dan kemanan/ KASAB, dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Bhudi. kali ini
dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi kepengadilan dengan sasaran
utama perusahaanperusahaan negara serta Lembaga Negara lainya yang dianggap rawan
praktek korupsi dan Kolusi.
1
pada tahun 2001 mencatat bahwa seiring dengan lahirnya lembaga ini, pemberantasan
korupsi pada masa Orde Lama kembali masuk kejalur lambat, bahkan macet.
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato Kenegaraan pada tanggal 16 Agustus
1967, Soeharto terang-terangan mengkeritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas
korupsi dalam hubungan dengan Demokrasi yang terpusat ke Istana, pidato itu seakan
memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK),
yang diketuai Jaksa Agung. Namun ternyata, ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan
berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite 4 (empat) beranggotakan Tokoh-
Tokoh Tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof.Johanes, I.J.Kasimo, Mr
Wilopo, dan A.Tjokroaminoto, dengan tugas utama membersihkan Departemen Agama,
Bulog, CV Waringin, PT. Mantrust, Telkom, Pertamina, dan lain-lain.
Empat tokoh bersih ini menjadi tanpa taji ketika hasil temuan atas kasus korupsi
di Pertamina misalnya, sama sekali tidak digubris oleh pemerintah. Lemahnya posisi komite
ini pun menjadi alasan utama. Kemudian, ketika Laksamana Sudomo diangkat sebagai
Pangkopkamtib, dibentuklah Operasi Tertib dengan tugas antara lain juga memberatas
korupsi. Perselisihan pendapat mengenai metode pemberantasan korupsi yang bottom up
atau top down dikalangan pemberatas korupsi itu sendiri cenderung semakin melemahkan
pemberantasan korupsi, sehingga Operasi Tertib pun hilang seiring dengan makin
menguatnya kedudukan para koruptor di singgasana Orde Baru.
Di Era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai
komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN),
KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk
Tim. Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peratuan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. namun, ditengah semangat menggebu-gebu untuk
memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung,
Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akhirnya dibubarkan dengan logikan
membenturkanya ke Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Nasib Serupa tapi tidak sama
dialami oleh KPKPN dengan dibentuknya Komis Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN
2
melebur masuk kedalam KPK, sehingga KPKPN sendiri menguap. Artinya, KPK adalah
Lembaga Pemberantasan Korupsi Terbaru yang kian bertahan.
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui dan mempelajari lembaga penegakan tindak pidana korupsi
2. Dapat mengetahui dan mempelajari kebijakan pemerintah dalam pemberantasan
dan pencegahan tindak pidana korupsi
3
BAB II
PEMBAHASAN
3. Komisi PemberantasanKorupsi.
Sedangkanpenuntutanterhadaptindakpidanakorupsidilakukanoleh2 (dua)
instansi penegak hukum yaitu Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan
Korupsi yang masing-masing independen satudengan lainnya.
Selain lembaga-lembaga tersebut, dalam upaya meningkatkan kemampuan
dalam penanggulangan korupsi, telah pula dibentuk beberapa lembaga baru yaitu :
1. PusatPelaporandanAnalisisTransaksiKeuangan(PPATK).
2. Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; yang
dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005);
3. Pengadilan Tindak PidanaKorupsi;
4. Tim PemburuKoruptor.
4
1.Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dalam Penanggulangan
tindakan Korupsi
KPK sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor30 Tahun 2002
adalah merupakan lembaga negara yang
dalammelaksanakantugasdanwewenangnyabersifatindependendan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun baik pihak eksekutif, yudikatif, legislatif dan pihak-
pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi atau keadaan dan
situasiataupun dengan alasanapapun.
KPKdibentukdengantujuanmeningkatkandayagunadan hasil guna terhadap
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.Tugas KPK tidaklah hanya bersifat
penindakan (represif)terhadaptindakpidanakorupsitetapijugayangbersifat
pencegahan korupsi (preventif). Tugas-tugas KPK adalah:
a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidanakorupsi;
b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidanakorupsi;
c. melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi;dan
d. melakukanmonitorterhadappenyelenggaraanpemerintah-
annegara.
5
ditindaklanjuti;
b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut- larut
atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertangung-
jawabkan;
c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk
melindungipelaku tindak pidana korupsi yang
sesungguhnya;dan
d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi.
Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi, meliputi tindak pidana korupsi yang:
6
SesuaiPasal2Kepprestersebut,disebutkanbahwatugas pokok kejaksaan
adalah melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan serta turut serta menyelenggarakan
sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidanghukum.
Sedangkan fungsi Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Keppres 55
Tahun 1991 adalah :
a) merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan dan kebijak- sanaan teknis,
pemberian bimbingan dan pembinaan serta pemberian perizinan sesuai
dengan bidang tugasnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
dankebijaksanaanumumyangditetapkanolehPresiden;
b) menyelenggarakan dan melaksanakan pembangunan sarana prasarana,
pembinaan manajemen, administrasi, organisasi dan ketatalaksanaan
serta pengelolaan atas milik Negara yang menjadi tanggungjawabnya;
c) melakukankegiatanpelaksanaanpenegakanhukumbaik preventif
maupun represif yang berintikan keadilan di
bidangpidana,melakukandan/atauturutmenyelenggara- kan intelijen
yustisial di bidang ketertiban dan
ketenteramanumum,memberikanbantuan,pertimbangan pelayanan dan
penegakan hukum di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara serta
tindakan hukum dan tugaslain, untuk menjamin kepastian
hukum,kewibawaan pemerintah menyelamatkan kekayaan negara,
berdasarkanperaturan perundang-undangan dan
kebijaksanaanumumyangditetapkanolehPresiden;
d) Menetapkan seorang tersangka atau terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa atau tempat lain yang layak berdasarkan
penetapan hakim karena tidakmampu berdiri sendiri atau disebabkan
hal-hal yang dapatmembahayakan orang lain, lingkungan atau dirinya
sendiri;
e) memberikan pertimbangan hukum kepada instansi pemerintah di pusat
dan di daerah dan turut menyusun peraturan perundang-undangan serta
meningkatkan kesadaran hukummasyarakat
7
f) Menyelenggarakan koordinasi, bimbingan dan petunjuk teknis serta
pengawasan baik ke dalam maupun dengan instansi terkait atas
pelaksanaan tugaspokoknya
2. Upayapenindakan
8
pemberantasan korupsi pada 5 (lima) besar lembaga
pemerintah dengan APBN terbesar;
2) Percepatan penyelesaian kasus-kasus korupsi yang
sudahada;
3) Mempercepatpembekuandanpengelolaanaset- aset
hasil penyitaannegara;
4) Melakukan pembatalan terhadap berbagai SP3
perkara-perkara korupsi yang secara hukum masih
dapat diproses kembali berupa diaktifkan- nya
kembali penyelesaian kasus-kasus korupsi
kontroversial;
5) Mempercepatproseshukumterhadaptersangka/
terdakwa tindak pidana korupsi di pusat dan daerah
yang melibatkan anggota DPR/DPRD, Kepala
Daerah dan Pejabatlainnya;
6) Mempercepat proses hukum terhadap penye-
lewengan anggaran temuan BPK dan BPKP yang
berindikasi tindak pidanakorupsi;
7) Melakukan eksekusi terhadap kasus-kasus korupsi yang
telah berkekuatan hukum tetap(in kracht van gewijsde)
berupa pelaksanaan eksekusi terhadap terpidana
korupsi.
b. Dukungan terhadap Lembaga Penegak Hukum, dilakukan
dengan cara:
1) Membentuk satuan tugas (Task Force) yang
terdiridari para ahli/profesional yang berhubungan
dengan tindak pidanakorupsi;
2) Meningkatkan koordinasidan persamaan persepsi
antara lembaga penegak audit internal dan eksternal
pemerintah dengankejaksaan;
3) Peningkatankapasitasaparaturpenegakhukum;
9
4) Pengembangan sistem pengawasan lembaga
penegakhukum.
Pada prinsipnya, peran Kejaksaan di berbagai negara dikelompokkandalam 2
(dua) sistem, pertama, disebut mandatory prosecutorial system, dan kedua, disebut
discretionary prosecutorial system.
10
1), Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden vide pasal 19
ayat2)sertabertanggungjawabkepadapresidendanDPR(vide
pasat37ayat2),meskipundalammelaksanakankekuasaan
negaradibidangpenuntutansertakewenanganlainberdasarkan UU tersebut dilakukan
secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya (vide pasal 2 ayat 1 dan 2 serta penjelasannya dan penegasan ini
memang tidak dimuat di dalam UUsebelumnya).
Karakteristik kewenangan ini sejalan dengan penggarisan PBB pada tahun
1990 yang menyetujui Guidelines on The Role of Prosecutor dan Ketetapan
International Association of Prosecutors, bahwa menjamin profesi ini tidak boleh
diintimidasi, diganggu, atau diintervensi di dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya. Pengaturan yang demikian, mengandung maknadari sudut
kedudukan.
Tanpa mengabaikan kebijakan pemerintah yang lalu, di era Kabinet
Indonesia Bersatu, komitmen pemerintah dalam penegakan hukum nuansanya
tampak lebih kental. Kejaksaan bak mendapat durian runtuh, kekhawatiran adanya
dual obligationdiharapkanpupusmenjadionewayobligation,dengan keluarnya
berbagai produk-produk hukumpemerintah.
11
unsur Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI dan BPKP, diketuai oleh Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Khusus, yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan tugas
fungsi dan wewenangnya masing-masing serta bertanggung jawab langsung
kepada presiden. Karena komitmen pemerintah yang kuat di dalam pemberantasan
korupsi dan tindak pidana lain.
12
Masuk Presentase
Tahun Sisa Tahun Jumlah Diselesai Sisa Tingkat
Laporan kan Penyelesaian
2003 71 553 624 584 40 93%
13
Kerjasama ini dilakukan melalui International Criminal Police
Organization (ICPO – Interpol). ICPO-Interpol adalah organisasi internasional
yang bertujuan untuk mencegah dan memerangi semua bentuk kejahatan dengan
menciptakan dan membangun kerjasama kepolisian melalui National Central
Bureau (NCB-Interpol) Negara-negara anggota. Indonesia berkaitan dengan hal ini
telah membentuk NCB-Interpol Indonesia. Kepala NCB – Interpol Indonesia
adalah Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Namun perlu dijelaskan bahwa peran NCB-InterpolIndonesia hanyalah
sebatas pemberi sumber informasi criminal, sebagai fasilitator untuk
terselenggaranya kerjasama antar penegak hukum Indonesia dan Negara lain dan
melayani, memproses dan mengkoordinasikan dengan pihak berwenang dalam
memenuhi permintaan bantuan penyelidikan dan penyidikan dari dalam dan luar
negeri.
14
c. Pemeriksaan dengan tujuantertentu.
Pemeriksaan ini dilakukan BPK dengan tujuan khusus.
Termasuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah
pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan
pemeriksaan investigatif, yang tujuannya antara lain guna
mengungkap adanya indikasi kerugian negara serta adanya
unsur pidana.
5.TimKoordinasiPemberantasanTindakPidanaKorupsi (Timtastipikor)
Berkaitan dengan tugas dan wewenang penanggulangan korupsi, telah
dibentuk sebuah Tim yakni Tim KoordinasiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi
atau lebih dikenal dengan sebutan Tim Tastipikor. Dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 11 tahun2005
15
Pertimbangan dibentuknya Tim Tastipikor adalah untuk lebih mempercepat
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Unsur-unsur yang terlibat dalam TimTastipikor ini terdiri dari instansi
Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Tim ini melaksanakan tugasnya sesuai
tugasfungsi dan wewenangnya masing-masing, diketuai oleh Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus dan berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.
Di dalam diktum ketiga dan keempat Keppres tersebut disebutkan bahwa Tim
Tastipikor bertugas :
a. melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai ketentuan
hukum yang berlaku terhadap kasusu dan/atau indikasi tindak
pidanakorupsi;
b. mencari dan menangkap para pelaku yang diduga keras melakukan
tindak pidana korupsi, serta menelusuri dan mengamankan seluruh
asset-asetnya dalam rangka pengembalian keuangan Negara
secaraoptimal.
Untuk melaksanakan tugasnya, Tim Tastipikor :
a. melakukan kerjasama dan/atau koordinasi denganBadan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan
Analisis TransaksiKeuangan, Komisi Ombudsman Nasional dan
instansi pemerintah lainnyadalam upaya menegakan hukumdan
mengembalikan kerugian keuangan Negara akibat tindakan pidan
korupsi.
b. Melakukan hal-hal yangdianggap perlu guna memperoleh segala
informasi yang diperlukan dari semua instansi pemerintah pusat
maupun isntansi pemerintah daerah, BUMN/BUMD,sertapihak-
pihaklainyangdianggapperlu, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Susunan keanggotaan Tim Tastipikor terdiri dari :
16
a. Penasehat:
1. Jaksa AgungRI.
2. Kepala Kepolisian NegaraRI.
3. KepalaBPKP
17
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disertai dengan dibentuknya Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menunjukkan bahwa korupsi menjadi
perhatian khusus bagi negara.
Bahkan dalam consideran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut
disebutkan bahwa korupsi sebagai kejahatan luar biasa dimana dampaknya akan
membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis
juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.
Dalam melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK dapat
berkoordinasi dengan instansi lain, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 7 huruf e disebutkan juga bahwa dalam melaksanakan tugas koordinasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
a) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan TPK
b) Meminta Informasi Kegiatan pemberantasan TPK
c) Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
d) Meminta laporan mengenai pencegahan TPK
Selain melaksanakan tugas penindakan, KPK juga berperan aktif dalam upaya-
upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang dilakukan KPK menggandeng instansi
terkait sebagai mitra dalam upaya percepatan pemberantasan korupsi di Indonesia. Tidak
hanya itu, KPK terlibat aktif dalam kerjasama internasional dalam memberantas korupsi,
termasuk menjadi National Focal Point dalam review implementasi United Nations
Convention Against Corruption (UNCAC) serta pada Anti-Corruption Working Group G-
20.
KPK sebagaimana diamanahkan undang-undang telah melaksanakan tugas
pemberantasan korupsi baik melalui upaya pencegahan maupun penindakan. Sejak awal
berdirinya, KPK telah mendorong berbagai upaya pencegahan korupsi bersama dengan
lembaga eksekutif. Diantaranya adalah bersama dengan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara Reformasi Birokrasi berupaya mewujudkan berbagai strategi dalam
18
mendorong terciptanya Reformasi Birokrasi, mendorong terciptanya Zona Integritas
sehingga terciptanya Wilayah Bebas Korupsi serta bekerjasama dengan Bappenas dalam
upaya mewujudkan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi yang diturunkan melalui
berbagai Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
Fungsi koordinasi dan trigger mechanism yang dilakukan KPK selama ini juga
tercermin dalam Kegiatan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN
SDA) yang melibatkan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Dalam kegiatan
ini KPK mendorong pelaksanaan berbagai rencana aksi dalam rangka mewujudkan
transparansi dan tata kelola yang baik di bidang Sumber Daya Alam.
Pada bidang penindakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh KPK bersama
dengan penegak hukum lain baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan. Upaya tersebut
dilakukan melalui penanganan perkara secara langsung maupun dalam kerangka
koordinasi dan supervisi. Dengan Mahkamah Agung, KPK bersama dengan Lembaga
Penegak Hukum lainnya mendorong tersusunnya Peraturan Mahkamah Agung terkait
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Kerjasama ini merupakan kolaborasi yang sangat
strategis dalam rangka mendukung upaya penyelesaian perkara pidana yang melibatkan
korporasi yang selama ini terkesan sulit disentuh oleh hukum. Tidak ketinggalan
kerjasama dengan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia bersama-sama dengan
Universitas dan Komisi Yudisial, untuk mendorong pelaksanaan peradilan yang
transparan dan bersih dari korupsi.
Menyadari bahwa dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi, perlu
partisipasi dan peran semua elemen bangsa, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Tidak ketinggalan dari unsur akademisi dan praktisi, juga NGO sebagai kontrol sosial.
Kerjasama diperlukan baik dalam maupun dengan negara lain. Pelaksanaan kegiatan dan
inisiatif yang dilakukan tersebut, kiranya dapat disampaikan kepada masyarakat secara
luas sebagai salah satu bentuk pertanggungjawan atas amanah masyarakat.
Untuk itulah, dengan dilaksanakannya Konferensi Nasional Pemberantasan
Korupsi (KNPK) Tahun 2016, hendaknya dapat disampaikan kepada masyarakat secara
luas, upaya-upaya yang telah dilakukan negara dalam Pemberantasan Korupsi di
Indonesia.
Pada agenda prioritas keempat Nawacita, yaitu “Menolak negara lemah dengan
19
melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan
terpercaya”, KPK mempunyai peran pada program pencegahan dan pemberantasan
korupsi karena berkaitan erat dengan menurunnya tingkat korupsi serta meningkatkan
efektivitas pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Arah kebijakan dan strategi yang ditetapkan dalam program tersebut terdiri dari:
Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang Korupsi dengan
mengacu pada ketentuan United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC);
Penguatan Kelembagaan Dalam Rangka Pemberantasan Korupsi, yang
berkonsekuensi pada perlunya jaminan peraturan perundang-undangan
yang dapat menjamin kualitas penanganan kasus korupsi. Penguatan SDM
maupun dukungan operasional ini berlaku baik bagi KPK, maupun
Kepolisian dan Kejaksaan yang juga berwenang menangani kasus korupsi;
Optimalisasi peran KPK dalam menjalankan fungsi koordinasi dan
supervisi terhadap apgakum lain akan mendorong peningkatan kualitas
dan kuantitas penegakan hukum tipikor di Indonesia;
Meningkatkan Efektivitas Implementasi Kebijakan Anti-korupsi, melalui
optimalisasi penanganan kasus korupsi, mutual legal asisistance (MLA)
dalam hal pengembalian aset hasil tipikor, serta penguatan mekanisme
koordinasi dan monev Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi;
Meningkatkan Pencegahan Korupsi, dengan meningkatkan kesadaran dan
pemahaman anti-korupsi masyarakat maupun penyelenggara negara.
Pada KNPK Tahun 2016 yang dislenggarakan pada 23 November dan 1
Desember 2016 diharapkan dapat menjadi wadah diseminasi dan pertanggungjawaban
kementerian dan lembaga kepada publik atas upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi, serta menggambarkan peran masyarakat sipil dalam rangka ikut mendukung
upaya pemberantasan korupsi di Indonesia selama tahun 2016.
Adapun tema yang diangkat dalam KNPK Tahun 2016 ini diselaraskan dengan
Nawacita Pembangunan nasional tahun 2015-2019 dan rencana strategis KPK dalam
Penegakan Hukum dan Pelayanan Publik, dengan mengusung tema “Reformasi Sistem
20
Penegakan Hukum dan Pelayanan Publik yang Transparan dan Akuntabel”.
Selain itu, upaya mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia juga perlu
didorong oleh peran serta masyarakat secara terbuka dan partisipatif. Penegakan hukum
dan intervensi perbaikan sistem politik tidak akan bermakna tanpa
social enforcement yang melibatkan masyarakat. Agenda peningkatan kesadaran publik
terkait keberadaan, penyebab dan keseriusan serta ancaman yang ditimbulkan oleh
korupsi pun mendesak dilakukan. Salah satu forum multipihak yang telah digagas oleh
masyarakat sipil bersama pemerintah adalah Indonesia Anti-Corruption Forum atau
IACF. Memasuki forum penyelenggaran ke-5 tahun ini, forum ini telah menjadi ruang
untuk mempertemukan dan mengkonsolidasikan peran masyarakat sipil di dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi. IACF telah dimulai sejak 2010 dengan
melibatkan pemerintah, penegak hukum, lembaga pendidikan, media, sektor swasta dan
organisasi masyarakat sipil. Adapun maksud diselenggarakannya kegiatan ini adalah:
a) Sebagai wadah koordinasi dan diskusi terkait upaya dan inisiatif
stakeholder dalam mendukung Pemberantasan TPK.
b) Sebagai wadah penyelenggara negara untuk menyampaikan capaian dan
kinerja pemberantasan korupsi kepada masyarakat.
Kemudian tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a) Mendapatkan gambaran perkembangan kegiatan yang telah dilakukan oleh
Kementerian dan Lembaga, termasuk masyarakat sipil dalam mendukung
pemberantasan tindak pidana korupsi.
b) Memperkuat komitment dan kerjasama antara Kementerian/Lembaga serta
Penegak Hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
c) Mendorong peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
d) Mendapatkan gambaran rencana tindak lanjut ke depan dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi di instansi masing-masing.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka penyidikan terhadap tindak pidana korupsi
dilaksanakan oleh 3 (tiga) instansi penegak hukum yaitu Kejaksaan Agung
RepublikIndonesia,Kepolisian Republik Indonesia;danKomisi Pemberantasan Korupsi KPK
sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor30 Tahun 2002 adalah merupakan lembaga
negara yang dalammelaksanakantugasdanwewenangnyabersifatindependendan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun baik pihak eksekutif, yudikatif, legislatif dan pihak-pihak lain
yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi atau keadaan dan situasiataupun dengan
alasanapapun Sebelum terbentuknya lembaga atau komisi yang mempunyai peran dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, kejaksaan sudah secara konsisten
menjalankan fungsi tersebut sejak berlakunya undang-undang nomor 3 tahun
1971atauUUNo.24Prp1960danPeraturanPenguasaPerang Pusat Angkatan Darat Nomor :
Prt/PERPU/013/1958. Oleh karena itu secara historis lembaga kejaksaan telah cukup lama dan
berpengalaman dalam melakukan pemberantasan tindakpidanakorupsi. Upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dilakukan di Indonesia bukanlah isu baru. Sejak terbitnya Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disertai
dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menunjukkan bahwa
korupsi menjadi perhatian khusus bagi negara.
Bahkan dalam consideran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut disebutkan bahwa
korupsi sebagai kejahatan luar biasa dimana dampaknya akan membawa bencana tidak saja
terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran
terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.
22
3.2 Saran
Kepada pembaca, diharapkan memahami isi makalah ini dengan baik, dan jika menggunakan
makalah ini sebagai acuan dalampembuatan makalah atau karyatulis yang berkaitan dengan
judul makalah ini, diharapkan kekurangan yang ada pada makalah ini dapat diperbaharui dengan
lebih baik
23
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bphn.go.id/data/documents/aspek_hukum_pemberantasan_korupsi_di_indonesia.p
df
https://acch.kpk.go.id/id/artikel/paper/reformasi-sistem-penegakan-hukum-dan-pelayanan-
publik-yang-transparan-dan-akuntabel
https://www.academia.edu/34465245/berdirinya_lembaga_penegak_hukum_pemberantasan_ko
rupsi_doc
24