Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


BERKELANJUTAN

OLEH :

Luh Putu Febby Manika Sari (P07120219053)


Ni Ketut Restu Aditya Putri (P07120219058)
Ida Ayu Ketut Anjani (P07120219063)
Ni Luh Putu Marsela Dewi (P07120219077)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmatNya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Makalah Pemberdayaan

Masyarakat Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan”.

Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, namun demikian penulis

berharap makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga dapat menambah pengetahuan

mahasiswa–mahasiswi Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penulisan makalah ini.

Dengan segala hormat penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.

Denpasar, 10 Januari 2022

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemberdayaan Masyarakat ......................................................................................... 2
2.2. Konsep – Konsep Pemberdayaan Masyarakat ....................................................6
2.3 Tujuan Pemberdayaan masyarakat ......................................................................17
2.4 Tahap - tahap pemberdayaan masyarakat ...........................................................18
2.5 ciri pemberdayaan masyarakat .............................................................................19
2.6 Jenis pemberdayaan masyarakat ..........................................................................20

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ......................................................................................................................... 23
3.2 Saran ............................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pembangunan dan pemberdayaan masyarakat adalah hal yang sangat lumrah


dibicarakan untuk kemajuan dan perubahan bangsa saat ini kedepan, apalagi jika dilihat dari
skill masyarakat indonesia kurang baik sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi itu
sendiri, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat
(community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community
based development).
Pertama-tama perlu dipahami arti dan makna pemberdayaan dan pembangunan
masyarakat, keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang
bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang
bersangkutan.Suatu masyarakat yang sebagian besar meliki kesehatan fisik dan mental, serta
didik dan kuat inovatif, tentunyan memiliki keberdayaan yang tinggi, sedangkan pembangunan
masyarakat adalah suatu hal yang perlu di minit untuk kemampuan masyarakat itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa pengertian dari pemberdayaan ?
1.2.2. Apa saja konsep – konsep pemberdayaan masyarakat ?
1.2.3. Apa tujuan dari pemberdayaan masyarakat ?
1.2.4. Apa saja tahap – tahap pemberdayaan masyarakat ?
1.2.5. Apa saja ciri pemberdayaan masyarakat ?
1.2.6. Apa saja jenis pemberdayaan masyarakat ?

1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui apa yang itu pemberdayaan
1.3.2. Untuk mengetahui apa itu masyarakat
1.3.3. Untuk mengetahui tujuan dari pemberdayaan masyarakat
1.3.4. Untuk mengetahui apa saja tahap pemberdayaan masyarakat
1.3.5. Untuk mengetahui ciri pemberdayaan masyarakat
1.3.6. Untuk mengetahui jenis pemberdayaan masyarakat

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1. Pemberdayaan

Pemberdayaan yang dalam bahasa Inggris “empowerment” bermakna

pemberian kekuasaan karena power bukan sekadar daya, tetapi juga kekuasaan,

sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga mempunyai kuasa.

Pemberdayaan adalah “proses menjadi” bukan sebuah “proses instan”. Sebagai

proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran,

pengakapasitasan dan pendayaan. Hikmat menyatakan bahwa pemberdayaan

masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga

peningkatan harkat martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpelihranya

budaya setempat (Hikmat, 2001).

Suharto berpendapat bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan.

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk

individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh

perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau

mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat

fisik ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

2
kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Inilah

yang dilakukan CU Karya Murni dengan gerakan awal membentuk relawan yang

berasal dari masyarakat itu sendiri (Suharto, 2005).

2.1.2. Masyarakat

Masyarakat berasal dari akar kata arab yaitu syakara yang berarti “ikut serta,

berpartisipasi” dimana masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan

yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Menurut Talcott Parsons Masyarakat

adalah suatu sistem sosial yang swasembada melebihi masa hidup individu normal,

dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi

terhadap generasi berikutnya (Sunarto, 2000: 56).

Empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut

masyarakat:

1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu.

2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi.

3. Kesetiaan pada suatu “sistem tindakan utama bersama”.

4. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat “swasembada” (Sunarto, 2000:

56).

2.1.3. Pemberdayaan Masyarakat dan Proses Pembangunan

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat

seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat, agar mampu

mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Menurut Hikmat, konsep

pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan

3
dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pemberdayaan

masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarkat

yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap

kemiskinan dan ketidak berdayaan (Hikmat, 2001: 3).

Dalam program pemberdayaan masyarakat harus diperhatikan bahwa

masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen biasanya

mempunyai ikatan solidaritas yang tinggi sebagai pengaruh kesatuan tempat

tinggalnya, adanya saling memerlukan diantara mereka, perasaan demikian yang

pada dasarnya merupakan identifikasi tempat tinggal dinamakan perasaan komuniti

(community sentiment). Menurut Soekanto bahwa unsur-unsur perasaan komuniti

antara lain :

a. Seperasaan

b. Sepenanggungan

c. Saling memerlukan (Soekanto, 1990: 150)

Dalam program pemberdayaan penting juga diperhatikan modal sosial yang

dimiliki masyarakat setempat.Seperti yang dinyatakan oleh Fukuyama bahwa

modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk

mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat oleh nilai-

nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Situasi ini akan menjadi kunci

bagi keberhasilan program pemberdayaan yang terdapat di wilayah tersebut

(Hasbullah, 2006: 8).

Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep

pemberdayaan masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu

4
membangun kemampuan manusia dalam mengatasi permasalahan hidupnya.

Dalam pembangunan sosial ditekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat

sebagai upaya mengentaskan kemiskinan Menurut Hadiman dan Midgley

menyatakan bahwa model pembangunan sosial menekankan pentingnya

pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marginal, yakni

peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi

secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui :

1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah

secara ekonomi sebagai suatu asset tenaga kerja.

2. Menyediakan dan memberikan pelayanan social, khususnya pelayanan

kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan serta pelayanan yang

memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi social

dalam kehidupan masyarakatnya (Suharto, 2005: 5).

2.2. Konsep – Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Skema program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang

kebanyakan digagas oleh para pekerja sosial bisa dikategorikan sebagai model

pembangunan alternatif. Gagasan pembangunan alternatif muncul dalam diskursus

pembangunan sebagai reaksi terhadap kegagalan model pembangunan pro

pertumbuhan ekonomi dalam mengatasi problem kemiskinan, memerhatikan

kelestarian lingkungan serta memecahkan aneka problem sosial yang menghimpit

masyarakat (Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003: 4)

Sebagaimana dialami oleh negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia,

hal mendasar yang mengiringi pembangunan adalah kapitalisme.

5
Sementara modernisasi adalah strategi (maupun cara pandang) yang mengiringi

proses penyebaran kapitalisme sebagai suatu sistem sosial (Harris, 1982: 15).

Mengacu pengertian tersebut, pembangunan yang bertumpu pada strategi

modernisasi lebih mengutamakan usaha peningkatan produksi dan modernisasi

infrastruktur.

Pendekatan pembangunan yang bersifat top down seperti ini tidak

mencerminkan keberpihakan pada kebutuhan masyarakat. Akibatnya, hasil dari

program-program pembangunan yang dilancarkan tidak berhubungan langsung

terhadap pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat khusunya kalangan miskin,

meskipun telah menghabiskan biaya yang besar.Secara empiris, model

pembangunan konvesional/pro-pertumbuhan dianggap telah menghasilkan banyak

pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia serta memunculkan berbagai bentuk

ketimpangan baik ketimpangan antara pemerintah pusat dengan daerah,

ketimpangan dalam memperoleh sumber pendapatan maupun ketimpangan dalam

memperoleh keadilan (Lambang Trijono, 2001: 228).

Wacana dan praktis pembangunan yang konvensional telah mengabaikan

keberadaan pengetahuan lokal (local knowledge) dan tradisi-tradisi lokal dalam

proses pembangunan. Hal ini membawa implikasi berupa hilangnya sistem

perekonomian rakyat yang berorientasi subsistensi, sistem jaringan pengamanan

sosial (social safety net) tradisional seperti lumbung desa, sistem irigasi pertanian

tradisional, dan sebagainya.Implikasi lebih lanjut dari kondisi ini adalah terjadinya

ketimpangan distribusi pendapatan dan dislokalisasi sosial dalam skala masif pada

masyarakat lapis bawah.

6
Secara singkat dapat dikatakan bahwa model pembangunan pro pertumbuhan

hanya menjadikan orang kaya menjadi lebih kaya dan orang miskin menjadi lebih

miskin.Karena itu, kritik dan kecaman terhadap developmentalisme terus mengalir

dari penganut paradigma kebutuhan pokok, teori ketergantungan sampai

pendekatan dan gerakan baru yang mengarah pada pemberdayaan.Gerakan

pemberdayaan diawali dari munculnya paradigma pembangunan yang berpusat

pada manusia (rakyat), yang konon diakui sebagai pembangunan alternatif (Sutoro

Eka, 1994: 1).

2.2.1. Konsep Pembangunan Berbasis Masyarakat

Model pembangunan alternatif menekankan pentingnya pembangunan

berbasis masyarakat (community based development), berparadigma bottom up dan

lokalitas.Munculnya model pembangunan alternatif didasari oleh sebuah motivasi

untuk mengembangkan dan mendorong struktur masyarakat agar lebih berdaya dan

menentang struktur penindasan melalui pembuatan regulasi yang berpijak pada

prinsip keadilan.Pendekatan yang dipakai dalam model pembangunan alternatif

adalah pembangunan tingkat lokal, menyatu dengan budaya lokal, bukan

memaksakan suatu model pembangunan dari luar serta sangat menyertakan

partisipasi orang-orang lokal.

Model pembangunan alternatif ini bercirikan partisipatoris dan menekankan

pemenuhan kebutuhan pokok dan hak asasi manusia dalam setiap langkah-

langkahnya. Pembangunan berperspektif partisipatoris artinya menekankan

partisipasi luas, aksesibilitas, keterwakilan masyarakat dalam proses perencanaan

dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi nasib mereka.

7
Dari ciri-ciri ini, bisa digaris bawahi esensi pembangunan alternatif adalah

memberi peran kepada individu bukan sebagai subjek, melainkan sebagai aktor

yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya dan mengarahkan proses

yang mempengaruhi kehidupannya. Konsekuensinya, model pembangunan

alternatif memberikan nilai yang sangat tinggi pada inisiatif lokal, cenderung

memandirikan masyarakat lokal, memihak kepentingan rakyat, melestarikan

lingkungan hidup, memenuhi kebutuhan pokok, dan memberdayakan masyarakat

dari tekanan struktural ketimpangan sosial-ekonomi (Zubaedi, 2013: 140).

2.2.2. Memerhatikan Dimensi Keberlanjutan

Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam perspektif pembangunan

alternatif sangat memerhatikan prinsip keberlanjutan (sustainability).Prinsip

keberlanjutan ini telah menjadi bagian integral dalam pembangunan ekonomi

masyarakat dunia, yang dikenal dengan sustainabledevelopment (pembangunan

berkelanjutan). Sejak awal 1980-an bertepatandengan dikeluarkannya dokumen

Strategi Konsevasi Bumi (World ConservationStrategy) oleh IUCN (International

Union for the Conservation Of Nature), telah muncul berbagai defenisi tentang

pembangunan berkelanjutan oleh para pakar maupun organisasi keilmuan. Namun,

defenisi pembangunan berkelanjutan yang secara umum diterima oleh masyarakat

internasional adalah defenisi yang disusun oleh Brundtland Commission, yang

memahami pembangunan berkelanjutan sebagai praktik pembangunan untuk

memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuan

generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (United Nations World

Commission on the Environment and Development 1987, dikutip oleh Hart, 1995:

4). Keberlanjutan dalam konteks ini sangat menekankan keterpaduan atau integrasi

8
antara tiga sistem pokok: lingkungan (enviromental, ekonomi, sosial) serta

memusatkan perhatian pada masalah-masalah kualitas kehidupan.

Kerangka berfikir diatas memberi pemahaman bahwa keberlanjutan

mencakup keberlanjutan lingkungan (environmental sustainability), keberlanjutan

ekonomi (Economic sustainability), dan keberlanjutan sosial (socialsustainability).

Sementara itu, John Martinussen menjelaskan bahwa konsep pembangunan

berkelanjutan adalah proses dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya

sekarang tanpa mengurangi kesempatan generasi mendatang dalam memenuhi

kebutuhannya. Dalam terminologi ekonomi, pembangunan berkelanjutan dapat

diinterpretasikan sebagai suatu pembangunan yang tidak pernah punah

(development the last, pearce and barbier). Secara lebih spesifik, pembangunan

berkelanjutan dapat diartikan sebagai suatu pembangunan yang memaksimumkan

kualitas kehidupan generasi yang akan datang. Kualitas hidup mencakup aspek

kebutuhan ekonomi, kebutuhan akan lingkungan alam yang bersih dan sehat serta

tingkat kebutuhan sosial yang diinginkan (Suparjan dan Hempri Suyatno: 2003

171).

Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya memerlukan tiga aspek:

keseimbangan ekologis, keadilan sosial, dan aspek ekonomi. Aspek keseimbangan

ekologis berkaitan dengan upaya pengurangan dan pencegahan polusi, pengelolaan

limbah serta konservasi/preservasi sumber daya alam. Aspek keadilan sosial

berkaitan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan pelayanan

masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan dan lain-lain. Aspek ekonomi

berkaitan dengan upaya memerangi kemiskinan, mengubah pola produksi dan

konsumsi ke arah yang seimbang dan lain-lain.

9
Kegiatan pembangunan dianggap berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara

ekonomis, ekologis, dan sosial bersifat berkelanjutan.Berkelanjutan secara

ekonomis jika suatu kegiatan pembangunan dapat membuahkan pertumbuhan

ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumber daya serta investasi secara

efisien.Berkelanjutan secara ekologis jika kegiatan pembangunan tersebut dapat

mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan

konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati.Sementara itu,

keberlanjutan secara sosial bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat

menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial,

partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan

pengembangan kelembagaan (Rokhmin Dahuri, 2003: 1).

2.2.3. Menekankan Partisipatori

Pembangunan masyarakat harus selalu mencoba memaksimalkan partisipasi,

dengan tujuan agar setiap orang dalam masyarakat bisa terlibat aktif dalam proses

dan kegiatan masyarakat. Lebih banyak anggota masyarakat yang berpartisipasi

aktif, lebih banyak cita-cita yang dimiliki masyarakat dan proses yang melibatkan

masyarakat akan dapat direalisasikan. Hal ini tidak menekankan bahwa setiap orang

harus berpatisipasi dengan cara yang sama. Masyarakat berbeda-beda karena

mereka memiliki keterampilan, keinginan, dan kemampuan yang berbeda-beda.

Kerja kemasyarakatan yang baik akan memberikan rangkaian kegiatan partisipatori

yang seluas mungkin dan akan membenarkan persamaan bagi semua anggota

masyarakat yang secara aktif terlibat (Zubaedi, 2013: 51).

Pembangunan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat melalui penekanan

partisipasi secara efektif dalam melibatkan masyarakat. Hal ini terlihat dalam

10
proses keterlibatan dalam mengidentifikasi masalah hingga perencanaan, dari

pengorganisasian dan pelaksanaan sampai pemantauan dan evaluasi.

2.2.4. Mengembangkan Modal Sosial

Menurut sejumlah literatur, keberadaan aksi-aksi pembangunan alternatif

antara lain melalui program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sangat

penting untuk menyempurnakan keterbatasan dan kekurangan dari model

pembangunan pro pertumbuhan cenderung bercorak simplistis. Salah satu

indikasinya adalah penekanannya pada upaya-upaya akumulasi modal fisik

(physical capital) secara sentralistik dan cenderung mengabaikan aspek

keterkaitannya dengan kapital-kapital yang lain seperti modal alami

(naturalcapital), modal manusia (human capital), dan modal sosial (social

capital).Ketidaksinambungan antarkapital telah melahirkan multikritis dalam

pembangunan selamai ini (Grace A.J. Rumagit, 2002: 6).

Untuk mengatasi krisis tersebut membutuhkan upaya sinergis-kolaboratif

dari berbagai pihak dalam mengembangkan berbagai sumber daya (modal) yang

kita miliki.Disinilah letak urgensinya upaya-upaya CU dalam merancang dan

melaksanakan program bersama warga masyarakat.Melalui upaya pengembangan

kapital sosial (social capital) CU Karya Murni ternyata menjadi faktor krusial

dalam menentukan keberhasilan pembangunan disamping ketiga kapital lainnya.

Selama ini pendekatan model alternatif pembangunan yang dipilih

dilaksanakan melalui strategi reaktualisasi pembangunan sosial.Strategi ini

dilakukan untuk mereduksi berbagai ketimpangan yang terjadi, khusunya

ketimpangan personal yang terjadi di masyarakat melalui reaktualisasi modal sosial

secara sinergis dan simultan dengan modal fisik, modal manusia, dan modal

alamiah.

11
Serangkaian aksi pengembangan masyarakat yang di lakukan patut diapreasi

secara positif karena menunjukkan kesadaran dari elemen civil society dalam

berbagai peran membangun kualitas hidup masyarakat kurang mampu. Berikut ini

model-model reaktualisasi pembangunan sosial:

1. Model Social action

Model social action memekankan pada gerakan pengembangan masyarakat

yang dilakukan secara partisipatif (collective action). Aktivitas pengembangan

masyarakat dilakukan seharusnya dikenal sebagai gerakan moral yang lebih

mengutamakan pengembangan kualitas modal sosial seperti: kepatuhan pada sistem

norma (norms), tata nilai (values), sikap (attitudes), keyakinan (beliefs), budaya

bernegara (civic culture), saling percaya (social-trust), solidaritas dalam bekerja

sama (solidarity cooperation), perilaku dalam bekerja sama (cooperativebehavior),

peran dan aturan main (roles and rules), jaringan kerja (networks),hubungan

interpersonal (interpersonal relationship), tata cara dan keteladanan (procedures

and precedents), organisasi sosial (social oraganization), keterkaitan horizontal

dan vertikal (horizontal and vertical linkages).

Pengembangan masyarakat yang diarahkan untuk mendorong tumbuhnya

prakarsa dan swadaya masyarakat merupakan upaya strategis dalam mempercepat

peningkatan modal sosial masyarakat.Dalam pendekatan partisipatif ini setiap

warga dari kelompok sasaran program selalu diikutsertakan dalam merencanakan,

melaksanakan, menikmati, dan melestarikan program (Zubaedi, 2013: 160).

2. Model Sustainable

Aktivitas pengembangan masyarakat dilakukan dengan memperhatikan

aspek-aspek kesinambungan (sustainable).Kesinambungan disini dimaksudkan

12
sebagai upaya-upaya pengembangan kehidupan masyarakat yang menekankan

pada intervensi modal sosial, modal manusia, modal fisik, dan modal alamiah

(environment) secara sinergis dan berimbang.

Modal sosial (social capital) perlu dipupuk mengingat ia menjadi salah satu

faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi masyarakat (Dr. Ir. Arif

Daryanto, M.Ec., 2004). Investasi dalam modal sosial dalam bentuk pendidikan,

pelatihan, dan kesehatan menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah

pentingnya dengan investasi pada modal fisik.

Menurut sejumlah studi, peranan modal sosial tidak kalah pentingnya dengan

infrastruktur ekonomi lainnya, sehingga upaya untuk membangun modal sosial

perlu diprioritaskan. Pembentukan modal sosial dapat menyumbang pada

pembangunan ekonomi karena adanya jaringan (networks), norma (norms), dan

kepercayaan (trust) didalamnya yang menjadi kolaborasi (koordinasi dan

kooperasi) sosial untuk kepentingan bersama (Zubaedi, 2013: 161).

2.3 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi,
dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoadmojdo, 2007). Batasan pemberdayaan
dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga secara bertahap tujuan
pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk :

2.3.1 Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan bagi


individu, kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan kesadaran tentang cara –
cara memelihra dan meningkatkan kesehatan adalah awal dari keberdayaan
kesehatan. Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya
kemampuan, karena kemampuan merupakan hasil proses belajar. Belajar itu sendiri
merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya alih pengetahuan dari sumber

13
belajar kepada subyek belajar. Oleh sebab itu masyarakat yang mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatan juga melalui proses belajar kesehatan yang dimulai
dengan diperolehnya informasi kesehatan. Dengan informasi kesehatan
menimbulkan kesadaran akan kesehatan dan hasilnya adalah pengetahuan
kesehatan.

2.3.2 Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran
dan pemahaman terhadap obyek, dalam hal ini kesehatan. Kemauan atau kehendak
merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan. Oleh sebab itu, teori
lain kondisi semacam ini disebut sikap atau niat sebagai indikasi akan timbulnya
suatu tindakan. Kemauan ini kemungkinan dapat dilanjutkan ke tindakan tetapi
mungkin juga tidak atau berhenti pada kemauan saja. Berlanjut atau tidaknya
kemauan menjadi tindakan sangat tergantung dari berbagai faktor. Faktor yang
paling utama yang mendukung berlanjutnya kemauan adalah sarana atau prasarana
untuk mendukung tindakan tersebut.

2.3.3 Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat, baik


seara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat
kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.
▪ Suatu masyarakat dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila :
1. Mereka mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan tersebut
meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan sanitasi, serta
bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.
2. Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan mengenali potensi-
potensi masyarakat setempat.
3. Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan
melakukan tindakan pencegahan.
4. Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam
kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.

2.4 Tahap-tahap Pemberdayaan Masyarakat


Menurut Sumodiningrat pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai
target masyarakat mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi

14
(Sumodiningrat 2000 dalam Ambar Teguh, 2004: 82). Dilihat dari pendapat tersebut berarti
pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar hingga mencapai status mandiri, meskipun
demikian dalam rangka mencapai kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan
semangat, kondisi dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran
lagi. Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan
masyarakat akan berlangsung secara bertahap.

Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:


1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli
sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan
agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil
peran di dalam pembangunan.
3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah
inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Ambar Teguh,
2004: 83).

2.5 Ciri Pemberdayaan Masyarakat


Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke dalam pemberdayaan masyarakat
apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan non-instruktif serta dapat memperkuat,
meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat guna mencapai tujuan yang
diharapkan. Bentuk-bentuk pengembangan potensi masyarakat tersebut bermacam-macam,
antara lain sebagai berikut :

2.5.1 Tokoh atau pimpinan masyarakat (Community leader)


Di sebuah mayarakat apapun baik pendesaan, perkotaan maupun pemukiman elite
atau pemukiman kumuh, secara alamiah aka terjadi kristalisasi adanya pimpinan atau tokoh
masyarakat.Pemimpin atau tokoh masyarakat dapat bersifat format (camat, lurah, ketua
RT/RW) maupun bersifat informal (ustadz, pendeta, kepala adat). Pada tahap awal
pemberdayaan masyarakat, maka petugas atau provider kesehatan terlebih dahulu
melakukan pendekatan-pendekatan kepada para tokoh masyarakat

15
2.5.2 Organisasi masyarakat (community organization)

Dalam suatu masyarakat selalu ada organisasi-organisasi kemasyarakatan baik formal


maupun informal, misalnya PKK, karang taruna, majelis taklim, koperasi-koperasi dan
sebagainya.

2.5.3 Pendanaan masyarakat (Community Fund)


Sebagaimana uraian pada pokok bahasan dana sehat, maka secara ringkas dapat digaris
bawahi beberapa hal sebagai berikut: “Bahwa dana sehat telah berkembang di Indonesia
sejak lama(tahun 1980-an) Pada masa sesudahnya(1990-an) dana sehat ini semakin meluas
perkembangannya dan oleh Depkes diperluas dengan nama program JPKM (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat)

2.5.4 Material masyarakat (community material)


Seperti telah diuraikan disebelumnya sumber daya alam adalah merupakan salah satu
potensi msyarakat.Masing-masing daerah mempunyai sumber daya alam yang berbeda
yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan.

2.5.5 Pengetahuan masyarakat (community knowledge)


Semua bentuk penyuluhan kepada masyarakat adalah contoh pemberdayaan masyarakat
yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat.

2.5.6 Teknologi masyarakat (community technology)


Dibeberapa komunitas telah tersedia teknologi sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan program kesehatan.Misalnya penyaring air bersih menggunakan pasir atau
arang, untuk pencahayaan rumah sehat menggunakan genteng dari tanah yang ditengahnya
ditaruh kaca.Untuk pengawetan makanan dengan pengasapan dan sebagainya.

2.6 Jenis Pemberdayaan Masyarakat


2.6.1 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Posyandu merupakan jenis UKBM yang paling memasyarakatkan saat ini. Gerakan
posyandu ini telah berkembang dengan pesat secara nasional sejak tahun 1982.Saat ini telah
populer di lingkungan desa dan RW diseluruh Indonesia. Posyandu meliputi lima program
prioritas yaitu: KB, KIA, imunisasi, dan pennaggulangan diare yang terbukti mempunyai daya

16
ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu tempat pelayanan
kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level bawah, sebaiknya
posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksi
permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahn gizi buruk anak balita,
kekurangan gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan
anak akan mudah dihindarkan jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.
Kegiatan posyandu lebih dikenal dengan sistem lima meja yang meliputi:

1. Meja 1 : pendaftaran
2. Meja 2 : penimbangan
3. Meja 3 : pengisian kartu menuju sehat
4. Meja 4 : penyuluhan kesehatan, pemberian oralit, vitamin A dan tablet besi
5. Meja 5 : pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan kesehatan dan
pengobatan serta pelayanan keluarga berencana.

Salah satu penyebab menurunnya jumlah posyandu adalah tidak sedikit jumlah posyandu
diberbagai daerah yang semula ada sudah tidak aktif lagi.

2.6.2 Pondok Bersalin Desa (Polindes)

Pondok bersalin desa (Polindes) merupakan salah satu peran serta masyarakat
dalam menyediakan tempat pertolongan persalinan pelayanan dan kesehatan ibu serta
kesehatan anak lainnya. Kegiatan pondok bersalin desa antara lain melakukan pemeriksaan
(ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, bayi dan balita), memberikan imunisasi, penyuluhan
kesehatan masyarakat terutama kesehatan ibu dan anak, serta pelatihan dan pembinaan kepada
kader dan mayarakat.

Polindes ini dimaksudkan untuk menutupi empat kesenjangan dalam KIA, yaitu kesenjangan
geografis, kesenjangan informasi, kesenjangan ekonomi, dan kesenjangan sosial
budaya.Keberadaan bidan di tiap desa diharapkan mampu mengatasi kesenjangan geografis,
sementara kontak setiap saat dengan penduduk setempat diharapkan mampu mengurangi
kesenjangan informasi. Polindes dioperasionalkan melalui kerja sama antara bidan dengan
dukun bayi, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan sosial budaya, sementara tarif

17
pemeriksaan ibu, anak, dan melahirkan yang ditentukan dalam musyawarah LKMD diharapkan
mamou mengurangi kesenjangan ekonomi.

2.6.3 Pos Obat Desa (POD) atau Warung Obat Desa (WOD)

Pos obat desa (POD) merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam pengobatan
sederhana terutama penyakit yang sering terjadi pada masyarakat setempat (penyakit
rakyat/penyakit endemik)

Di lapangan POD dapat berdiri sendiri atau menjadi salah satu kegiatan dari UKBM yang
ada.Gambaran situasi POD mirip dengan posyandu dimana bentuk pelayanan menyediakan
obat bebas dan obat khusus untuk keperluan berbagai program kesehatan yang disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD antara lain :

1. POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya


2. POD yang diintegrasikan dengan dana sehat
3. POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu
4. POD yang dikaitkan dengan pokdes/polindes
5. Pos Obat Pondok Pesantren (POP) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.

2.6.4 Dana Sehat

Dana telah dikembangkan pada 32 provinsi meliputi 209 kabupaten/kota. Dalam


implementasinya juga berkembang beberapa pola dana sehat, antara lain sebagai berikut :

1. Dana sehat pola usaha kesehatan sekolah (UKS), dilaksanakan pada 34 kabupaten dan telah
mencakup 12.366 sekolah.
2. Dana sehat pola pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) dilaksanakan pada 96
kabupaten.
3. Dana sehat pola pondok pesantren, dilaksanakan pada 39 kabupaten/kota
4. Dana sehat pola koperasi unit desa (KUD), dilaksanakan pada lebih dari 23 kabupaten,
terutama pada KUD yang sudah tergolong mandiri.
5. Dana sehat yang dikembangkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dilaksanakan pada 11
kabupaten/kota.

18
6. Dana sehat organisasi/kelompok lainnya (seperti tukang becak, sopir angkutan kota dan lain-
lain), telah dilaksanakan pada 10 kabupaten/kota.
Seharusnya dana kesehatan merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi anggota
masyarakat yang belum dijangkau oleh asuransi kesehatan seperti askes, jamsostek, dan
asuransi kesehatan swasta lainnya. Dana sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan
masyarakat, yang pada gilirannya mampu melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh karena
itu, dana sehat harus dikembangkan keseluruh wilayah, kelompok sehingga semua penduduk
terliput oleh dana sehat atau bentuk JPKM lainnya.

2.6.5 Lembaga Swadaya Masyarakat

Di tanah air kita ini terdapat 2.950 lembaga swadaya masyarakat (LSM), namun sampai
sekarang yang tercatat mempunyai kegiatan di bidang kesehatan hanya 105 organisasi LSM.
Ditinjau dari segi kesehatan, LSM ini dapat digolongkan menjadi LSM yang aktivitasnya
seluruhnya kesehatan dan LSM khusus antara kain organisasi profesi kesehatan, organisasi
swadaya internasional.

Dalam hal ini kebijaksanaan yang ditempuh adalah sebagai berikut

1. Meningkatkan peran serta masyarakat termasuk swasta pada semua tingkatan.


2. Membina kepemimpinan yang berorientasi kesehatan dalam setiap organisasi kemasyarakatan.
3. Memberi kemampuan, kekuatan dan kesempatan yang lebih besar kepada organisasi
kemasyarakatan untuk berkiprah dalam pembangunan kesehatan dengan kemampuan sendiri.
4. Meningkatkan kepedulian LSM terhadap upaya pemerataan pelayanan kesehatan.
5. Masih merupakan tugas berat untuk melibatkan semua LSM untuk berkiprah dalam bidang
kesehatan.

2.6.6 Upaya Kesehatan Tradisional

Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebidang tanah di halaman atau ladang yang
dimanfaatkan untuk menanam yang berkhasiat sebagai obat.Dikaitkan dengan peran serta
masyarakat, TOGA merupakan wujud partisipasi mereka dalam bidnag peningkatan kesehatan
dan pengobatan sederhana dengan memanfaatkan obat tradisional. Fungsi utama dari TOGA
adalah menghasilkan tanaman yang dapat dipergunakan antara lain untuk menjaga

19
meningkatkan kesehatan dan mengobati gejala (keluhan) dari beberapa penyakit yang ringan.
Selain itu, TOGA juga berfungsi ganda mengingat dapat dipergunakan untuk memperbaiki gizi
masyarakat, upaya pelestarian alam dan memperindah tanam dan pemandangan.

2.6.7 Pos Gizi (Pos Timbangan)

Salah satu akibat krisis ekonomi adalah penurunan daya beli masyarakat termasuk
kebutuhan pangan.Hal ini menyebabkan penurunan kecukupan gizi masyarakat yang
selanjutnya dapat menurunkan status gizi. Dengan sasaran kegiatan yakni bayi berumur 6-11
bulan terutama mereka dari keluarga miskin, anak umur 12-23 bulan terutama mereka dari
keluarga miskin, anak umur 24-59 bulan terutama mereka dari keluarga miskin, dan seluruh
ibu hamil dan ibu nifas terutama yang menderita kurang gizi.

Perlu ditekankan bahwa untuk kegiatan pada pos gizi ini apabila setelah diberikan PMT anak
masih menderita kekurangan energi protein (KEP) maka, makanan tambahan terus dilanjutkan
sampai anak pulih dan segera diperiksakan ke puskesmas (dirujuk)

2.6.8 Pos KB Desa (RW)

Sejak periode sebelum reformasi upaya keluarga berencana telah berkembang secara
rasional hingga ketingkat pedesaan.Sejak itu untuk menjamin kelancaran program berupa
peningkatan jumlah akseptor baru dan akseptor aktif, ditingkat desa telah dikembangkan Pos
KB Desa (PKBD) yang biasanya dijalankan oleh kader KB atau petugas KB ditingkat
kecamatan.

2.6.9 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

Lingkup kegiatan oleh poskestren adalah tak jauh berbeda dengan Pos Obat Desa
namun pos ini khusus ditujukan bagi para santri dan atau masyarakat disekitar pesantren yang
seperti diketahui cukup menjamur di lingkungan perkotaan maupun pedesaan.

20
2.6.10 Saka Bhakti Husada (SBH)

SBH adalah wadah pengembangan minat, pengetahuan dna keterampilan dibidnag


kesehatan bagi generasi muda khususnya anggota Gerakan Pramuka untuk membaktikan
dirinya kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Sasarannya adalah peserta didik antara lain : Pramuka penegak, penggalang berusia 14-15
tahun dengan syarat khusus memiliki minat terhadap kesehatan. Dan anggota dewasa, yakni
Pamong Saka, Instruktur Saka serta Pemimpin Saka.

2.6.11 Pos Upaya Kesehatan Kerja (pos UKK)

Pos UKK adalah wadah dari serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang
diselenggarakan oleh masyarakat pekerja yang memiliki jenis kegiatan usaha yang sama dalam
meningkatkan produktivitas kerja. Kegiatannya antara lain memberikan pelayanan kesehatan
dasar, serta menjalin kemitraan

2.6.12 Kelompok Masyarakat Pemakai Air (Pokmair)

Pokmair adalah sekelompok masyarakat yang peduli terhadap kesehatan lingkungan


terutama dalam penggunaan air bersih serta pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga
melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan seluruh warga.

2.6.13 Karang Taruna Husada

Karang tarurna husada dalam wadah kegiatan remaja dan pemuda di tingkat RW yang
besar perannya pada pembinaan remaja dan pemuda dalam menyalurkan aspirasi dan
kreasinya.Dimasyarakat karang taruna banyak perannya pada kegiatan-kegiatan sosial yang
mampu mendorong dinamika masyarakat dalam pembangunan lingkungan dan masyarakatnya
termasuk pula dalam pembangunan kesehatan.Pada pelaksanaan kegiatan posyandu, gerakan
kebersihan lingkungan, gotong-royong pembasmian sarang nyamuk dan lain-lainnya potensi
karang taruna ini snagat besar.

21
2.6.14 Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan pemerintah terdepan yang memberikan


pelayanan langsung kepada masyarakat. Sejalan dengan upaya pemerataan pelayanan
kesehatan di wilayah terpencil dan sukar dijangkau telah dikembangkan pelayanan puskesmas
dna puskesmas pembantu dalam kaitan ini dipandang selaku tempat rujukan bagi jenis
pelayanan dibawahnya yakni berbagai jenis UKBM sebagaimana tertera di atas.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Setiap pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan kuat


dengan dimana masyarakat menjadi saubjek penggerak.Pencapaian suatu program
pemberdayaan merupakan hasil interaksi elemen-elemen pemberdayaan sebagai strategi
pemberdayaan yang diterapkan. Upaya dan strategi pemberdayaan merupakan suatu pendulum
antara paradigma evolusi dan paradigma revolusi, namun tidak berarti bahwa setiap paradigma
akan muncul secara mutlak. Kedua paradigma tersebut merupakan suatu gradasi dengan
proporsi yang sesuai dengan kebutuhan pemberdayaan .
Implikasi kebijakan pembahasan fungsi dan peran masyarakat dalam penyusunan kebijakan
pemberdayaan masyarakat adalah bahwa kebijakan pemberdayaan masyarakat hendaknya
mencakup seluruh elemen yang terdapat dalam setiap kelompok masyarakat.Konsekuensinya
penerapan kebijakan pemberdayaan memerlukan strategi pendekatan yang mampu
memfasilitasi aspirasi sosial budaya dan aspirasi teknis masyarakat setempat.Penerapan
pendekatan dan strategi pemberdayaan masyarakt hendaknya disesuaikan dengan kondisi dan
situasi.

3.2 SARAN

Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca.Pembahasan dalam makalah ini (Pemberdaya Masyarakat)
merupakan masalah yang sering terjadi di kehidupan masyarakat, oleh karena itu penulis
menyarankan agar para pembaca memahami tentang isi makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Zubaedi.2013.Pemberdayaan Masyarakat.Jakarta:Kencana

Rokhmin,dahuri.2003.Pengelolaan Pengembangan Sumber Daya Masyarakat


Jakarta:Bina Aksara

Hasbullah,J.2006.Pemberdayan Masyarakat.Jakarta:MR-United Press

Soekanto.1991.Penelitian Sosial Masyarakat.Jakarta: UI-Press

Sunarto,Kamanto.2000.Proses Pemberdayaan di Masyarakat.Jakarta:Pustaka


Pelajar

Hikmat,R.Harry.2001.Strategi PemberdayaanMasyarakat.Bandung:Humanoria
Utama Pres.

Suparjan dan Hempri Suyatno.2003.Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat


.Yogyakarta:Aditya Media.

Anda mungkin juga menyukai