Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)

Mata kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II

Oleh :

2A / S. Tr. Keperawatan

1. Putu Diah Purnama Dewi (P07120219007)


2. Gusti Ayu Putu Yuni Arianti (P07120219008)
3. Ayudia Salwa (P07120219009)
4. Putu Tarma Asih (P07120219010)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Chronic kidney disease atau gagal ginjal kronis merupakan penyakit ginjal tahap akhir
(ESRD) yang bersifat progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia.

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi
menjadi dua kategori yaitu kronik dan kaut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan
gagal ginjal yang progresif dan lambat pada setiap nefron ( biasanya berlangsung beberapa
tahun dan tidak reversible ), gagal ginjal akut seringkali berkaitan dengan penyakit kritis,
berkembang cepat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu dan biasanya reversible bila
pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya.

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2001)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price & Wilson, 2005)

Gagal ginjal kronis adalah kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan
lebih dari 3 bulan dengan kerusakan ginjal dan kerusakan glomerulus filtration rate (GFR)
dengan angka GFR <60ml/menit/1.73m2 (MC Cllelan (2006).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversible dan sudah berlangsung

2
lama, sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten dan mengganggu berbagai sistem
tubuh.

2. Penyebab/Faktor Predisposisi

Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illnes). Penyebab yang sering adalah
diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis
diantaranya:
1. Penyakit dari ginjal :

a. Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis.

b. Infeksi kronis : pyelonefritis, ureteritis.

c. Batu ginjal : nefrolitiasis.

d. Kista di ginjal : polcystis kidney.

e. Trauma langsung pada ginjal.

f. Keganasan pada ginjal.

g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum di luar ginjal:

a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi

b. Dyslipidemia

c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)

d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

e. Preeklampsia

f. Obat-obatan

g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

3
Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik

No Klasifikasi penyakit Penyakit


1. Penyakit infeksi tubulointerstitial Plelonefritis kronik atau refluks
nefropati
2. Penyakit peradangan Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistematik
Poliartentis nodosa
5. Gangguan kongenital dan Penyakit ginjal polikstik
herediter Asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolic Diabetes mellitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amiloidosis
7. Nefropati toksik Penyalahgunaan analgetik
Nefropasti timah
8. Nefropasti obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis rtroperitineal
Traktur urinarius bagian bawah :
hipertrofi prostat, struktus uretra,
anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra.

3. Pohon Masalah
Patofisiologi

4
Patogenesis ESRD melibatkan deteriorasi dan kerusakan nefron dengan kehilangan
bertahap fungsi ginjal. Oleh karena GFR total menurun dan lien menurun, maka kadar serum
ureum nitrogen dan kreatinin meningkat. Menyisakan nefron hipertrofi yang berfungsi
karena harus menyaring larutan yang lebih besar. Konsekuensinya adalah ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mengonsentrasikan urine dengan memadai. Untuk terus
mengekresikan larutan, sejumlah besar urine encer dapat keluar, yang membuat klien rentan
terhadap deplesi cairan. Tubulus perlahan-lahan kehilangan kemampuannya untuk menyerap
kembali elektrolit. Kadang kala, akibatnya adalah pengeluaran garam, dimana urine bersi
sejumlah besar natrium, yang mengakibatkan poliuri berlebih.

Oleh karena gagal ginjal berkembang dan jumlah nefron yang berfungsi menurun,
GFR total menurun lebih jauh. Dengan demikian tubuh menjadi tidak mampu membebaskan
diri dari kelebihan air, garan dan produk sisa lainnya melalui ginjal.

Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin
akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) juga akan meningkat.
Pada gangguan klirens renal akan banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
Retensi cairan dan natrium pada ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Terjadi penahanan cairan dan
natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat dapat menyebabkan kadar serum kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang
lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi
paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan

5
sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada
tulang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik (osteodistrofi) dapat terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat, dan keseimbangan parathormon.

4. Klasifikasi

Pada pasien dengan penyakit GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai LFG, yaitu
stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih rendah. Klasiikasi tersebut
membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium satu adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium dua adalah kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium tiga adalah kerusakan ginjal dengan penurunan
yang sedang fungsi ginjal, stadium empat adalah kerusakan ginjal dengan penurunan berat
fungsi ginjal dan stadium lima adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Stadium Deskripsi
LFG
0 Resiko meningkat
≥ 90 dengan faktor resiko
1 Kerusakan ginjal disertasi LFG
≥ 90
normal atau meninggi
2 60 – 89 Penurunan ringan LFG
3 30 – 59 Penurunan moderat LFG
4 15 – 29 Penurunan berat LFG

5 < 15 atau dialisis Gagal ginjal


Tabel. Laju filtrasi glomerulus ( LFG ) dan stadium penyakit ginjal kronik

5. Gejala Klinis
Tanda dan gejala penyakit ginjal kronis berkembang seiring waktu jika kerusakan ginjal
berlangsung lambat. Tanda dan gejala penyakit ginjal mungkin termasuk :

a) Mual
b) Muntah

6
c) Kehilangan nafsu makan
d) Kelelahan dan kelemahan
e) Masalah tidur
f) Perubahan volume dan frekuensi buang air kecil
g) Otot berkedut dan kram
h) Pembengkakan kaki dan pergelangan kaki
i) Gatal terus menerus
j) Nyeri dada jika cairan menumpuk di dalam selaput jantung
k) Sesak napas jika cairan menumpuk di paru-paru
l) Tekanan darah tinggi yang sulit dikendalikan

Manifestasi klinis stadium awal gagal ginjal bergantung pada proses penyakit dan faktor
faktor yang berkontribusi. Oleh karena kerusakan nefron berkembang menjadi ESRD,
manifestasi dijelaskan menjadi sindrom uremia. Akhir-akhir ini, National Kidney Foundation
mengajukan serangkaian panduan klinis praktis yang menggaris bawahi sistem klasifikasi
seragam untuk CKD. Sistem klasifikasi dan stratifikasi ini telah menggantikan istilah -istilah
yang kurang tepat seperti "insufisiensi ginjal kronis" dan "gagal ginjal kronis."
Manifestasi klinis CKD stadium 5 muncul di seluruh tubuh. Tidak ada sistem organ yang
tersisa. Peta Konsep mengilustrasikan pengobatan penyakit ginjal stadium 5. Perubahan
ginjal (yang dijelaskan sebelumnya) termasuk ketidakmampuan ginjal mengonsentrasikan
urine dan mengatur pengeluaran elektrolit. Poliuri berkembang menjadi anuria, dan klien
kehilangan pola pengosongan diurnel normal. Selanjutnya, seluruh fungsi normal ginjal,
seperti pengaturan keseimbangan asam basa, pengaturan tekanan darah, sintesis 1,25-
dihidroksikolekalsiferol, biogenesis eritropoietin, degadrasi insulin, dan sintesis
prostagiandin rusak.

1. Ketidakseimbangan Elektrolit

Keseimbangan elektrolit dikacaukan oleh kerusakan ekskresi dan penggunaan ginjal.


Walaupun banyak klien mempertahankan kadar serum natrium normal, namun garam yang
terbuang karena kegagalan fungsi ginjal, dan juga muntah diare, dapat menyebabkan
hiponatremia. Hiponatremia yang terlihat mungkin adalah efek dilusi retensi air. Pada

7
akhirnya, retensi garam dan air sering kali akan berkontribusi pada terjadinya hipertensi dan
gagal ginjal
Oleh karena ginjal efisien dalam mengekskresikan kalium, kadar kaliurn biasanya tetap
dalam batas normal sampai fase akhir penyakit. Namun begitu, hyperkalemia kemudian
menjadi masalah yang menantang, Katabolisme, obat yang mengandung kalium, trauma,
transfusi darah, dan asidosis berkontribusi terhadap kelebihan kalium.
Beberapa mekanisme yang berkontribusi terhadap hipokalsemia. konversi 25-
hidroksikolekalsiferol menjadi 1.25-dihidroksikolekalseferol (penting untuk menyerap
kalsiun) menurun, yang mengakibatkan menurunnya penyerapan kalsium intestinal. Pada
waktu yang sama, fosfat tidak dikeluarkan, yang mengakibatkan hiperfosfatemia. Oleh
karena kalsium dan fosfat memiliki hubungan terbalik, kadar fosfat yang tinggi
mengakibatkan menurunnya kadar kalsium. Kombinasi ini merangsang kelenjar paratiroid
untuk mengeluarkan hormon paratiroid guna memfasilitasi ekskresi fosfat dan meningkatkan
kadar serum kalsium dengan menyerap kembali kalsium dari tulang. Osteomalasia, fibrosa
osteitis, dan osteosklerosis umumnya terlihat pada klien dengan CKD stadium 5 sebagai
akibat dari perubahan metabolik pada kalsium, fosfor, harmon paratiroid, dan vitamin D,
Pada beberapa klien hiperkalsemia mungkin berkembang karena sekresi persisten hormone
paratiroid. Kadar serum magnesium yang meningkat ringan ditemukan pada awal penyakit,
Magnesium biasanya tidak mencapai kadar bahaya kecuali bila klien menerima laksatif atau
antasida yang mengandung magnesium.

2. Perubahan metabolic

Pada gagal ginjal lanjut, kadar BUN dan serum kreatinin meningkat karena produk sisa
metabolisme protein herakumulasi dalam darah. Kadar serum kreatinin adalah pengukuran
yang paling akurat akan fungsi ginial. Rasio normal BUN terhadap kreatinin adalah 10:1 dan
tetap sama baik saat kadar kreatinin maupun BUN meningkat.
Proteinuria menyertai penyakit ginjal dan kadang kala asupan diet protein yang tidak
mencukupi menyebabkan hipoproteinemia, yang akan menurunkan tekanan intravaskular
onkotik. Kadar serum asam urat biasamya tinggi tetapi umumnya tidak berhubungan dengan
manifestasi encok.

8
Ketidaktoleranan karbohidrat diakibatkan oleh rusaknya produksi insulin dan metabolisme.
Empat mekanisme bertanggung jawab: (1) antagonisme insulin perier, (2) rusaknya sekresi
insulin, (3) insulin paruh hidup berkepanjungan, yang berhubungan langsung dengan
malfungsi ginjal, dan (4) kelainan kadar sirkulasi insuin. Oleh karena itu perawatan khusus
diperlukan dalam pengaturan dosis insulin untuk klien dengan diabetes melitus yang
bcrkomplikasi dengan gagal ginjal. Walaupun insulin reguler kerja-cepat berfungsi seperti
insulin keria- panjang, mengakibatkan kebutuhan dosis yang lebih rendah atau injeksi yang
lebih sedikit tiap harinya. Kadar Glukosa darah harus dipantau dengan teliti.
Meningkatnya kadar trigliserin ditemukan hampir secara universal. Hiperlipidemia jenis
IV ini diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya produksi lipid oleh hati dalam merespons
meningkatnya kadar glukosa darah dan insulin. Pada waktu yang sama asimilasi lipida dalam
jaringan perifer menjadi berkurang, kemungkinan karena blokade aktivitas lipase
lipoprotein.. Proses in berkontribusi terhadap komplikasi sekunder penyakit kardiovaskuler.
Asidosis metabolik teriadi karena ketidakmampuan ginjal mengeluarkan ion hidrogen.
Menurunnya penyerapan kembali natrium bikarbonat dan menurunnya formasi dihidrogen
fosfat dan amonia berkontribusi pada masalah ini. Asidosis menekan hiperkalemia dan
penyerapan kalsium dari tulang
3. Perubahan hematologis
Dampak gagal ginjal yang utama pada hematologi adalah anemia, biasanya normokromik
dan normositik. Anemia terjadi karena ginjal tidak mampu memproduksi eritroprotein,
hormone yang penting untuk produksi sel darah merah. Jika anemia tidak diobati, kadar
hematocrit menurun menjadi kurang dari 20%. Seringnya kelelahan, lemas dan dingin yang
tidak bertoleransi menyertai anemia yang menyebabkan diagnose gagal ginjal.
Anemia ringan yang ditemukan pada stadium awal biasanya disebabkan menurunnya
produksi hormone eritropoietin,yang mengakibatkan menurunnya produksi sel darah merah.
Kemudian, hemolysis,gangguan sistem gastrointestinal, dan kelainan penggumpalan darah
yang berkontribusi terhadap parahnya kondisi. Kadang kala klien mengalami deplesi besi
atau folat karena kurangnya nutrisi. Kecendrungan pendarahan menjadi nyata karena
perkembangan penyakit. Kelainan trombosit adalah kelainan primer yang bertanggung jawab
terhadap pendarahan pada klien uremia. Akumulasi toksin uremia memengaruh keikatan
trombosit

9
4. Perubahan Gastrointestinal
Seluruh sistem gastrointestinal terkena dampak. Anoreksia sesaat, mual dan muntah
umumnnya terjadi. Klien sering merasakan pahit,logam atau rasa asin terus menerus, dan
napas mereka berbau busuk,amis atau seperti amonia. Stomatitis, parotitis, dan gingivitis
adalah masalah umum karena buruknya kebersihan mulut dan terbentuknya amonia dari
ureum di saliva. Akumulasi gastrin (dari meningkatnya sekresi asam lambung) bisa menjadi
masalah utama dari penyakit ulkus. Esophagus, gastritis, colitis, pendarahan gastrointestinal,
dan diare mungkin muncul. Kadar serum amylase mungkin meningkat, walaupun tidak
begitu mengindikasikan pankreatitis.
Kontsipasi adalah masalah umum. Konstipasi sering diakibatkan oleh zat pengikat fosfat,
pembatasan cairan, dan makanan berserat tinggi( banyak yang kaya kalsium dan fosforus),
serta penurunan aktivitas. Konstipasi adalah tantangan karena banyaknya intervensi umum
untuk mencegahnya(misalnya, menambahkan buah-buahan, sayuran,dan biji-bijian pada
diet) tetapi menjadi kontraindikasi bagi pengobatan klien dengan ESRD (misalnya
menggunakan laksatif yang mengandung magnesium)
5. Perubahan Imunologis
Rusaknya sistem imun membuat klien lebih rentan terhadap infeksi.beberapa faktor
terlibat, termasuk menurunnya pembentukan antibody humoral, supresi dari reaksi
hipersensitivitas yang melambat, dan menurunnya fungsi kemotaksis leukosit. Imunosupresi
adalah bagian penting manajemen medis dan penyakit ginjal seperti glomerulonephritis.
Imonosupresi setelah transplantasi dibahas nanti dalam bab ini.
6. Perubahan Metabolisme Pengobatan
ESRD memiliki dampak serius pada metabolism obat. Klien uremia berada pada resiko
tinggi terhadap pengobatan keracunan karena efek perubahan ginjal pada farmakokinetik
(penyerapan, distribusi, metabolism, dan ekskresi) pengobatan terapi lain.
Ada tiga penyebab utama keracunan seperti :

a) Kadar plasma tinggi obat yang disebabkan oleh kadar serum albumin yang rendah,
menurunnya area pengikat, rusaknya ekskresi ginjal, atau rusaknya metabolism hepatic
obat
b) Meningkatnya sensitivitas terhadap obat karena uremia menyebabkan perubahan pada
organ target

10
c) Beban metabolis yang diakibatkan oleh pemberian obat misalnya, hipoalbuminemia yang
berarti kurang protein yang tersedia untuk berkaitan

Beragam table dan formula tersedia untuk membantu memandu menentukan dosis. Dosis
obat harus berubah dan kisaran dosis biasa menjadi tidak aman bagi klien dengan CKD. Kaji
klien dengan cerat untuk reaksi toksin. Ingatlah bahwa banyak obat, khususnya yang larut
dalam air dapat dihilangkan dengan dialisis.
7. Perubahan Kardiovaskuler
Antara 50 sampai 65% kematian yang terjadi selama ESRD disebabkan komplikasi
kardiovaskuler. Manifestasi klinis yang paling umum adalah hipertensi( yang mungkin juga
menjadi penyebab gagal ginjal). Hipertensi disebabkan oleh berikut ini :
a. Mekanisme kelebihan volume
b. Stimulasi sistem renin angiotensin
c. Vasokonsgriksi termediasi secara simpatetik,misalnya,meningkatnya kadar dopamine b-
hidrosilase
d. Tidak adanya prostaglandin
Banyak komplikai sistemik karena tekanan darah tinggi berkepanjangan yang mungkin
ditemukan. Efek dari kelebihan volume pada jantung terlihat termasuk hipertrofi ventikular
kiri dan gagal jantung. Gagal jantung mungkin juga diakibatkan oleh anemia, akses vascular,
komplikasi penyakit arteri coroner, ketidakseimbangan elektrolit,asidosis, kalsifikasi
miokardial, dan deplesi tiamin. Disritma mungkin disebabkan hyperkalemia, asisdosis,
hipermahmesemia dan menurunnya perfusi koroner.
Aterosklerosis dipercepat karena kelainan metabolism karbohidrat dan lipid, rusaknya
fibrinolysis (yang mengakibatkan perkembangan mikoemboli) dan hiperparatirodisme.
Kalsifikasi arteri telah dikenali,dengan pergelangan kaki menjadi lokasi awal yang paling
umum. Lokasi lain termasuk aorta abdominal,kaki, pelvis, tangan dan pergelangan tangan.
Kalsifikasi vascular ini juga terjadi dalam jantung khususnya katup mitral.
8. Perubahan Pernapasan
Kelebihan cairan dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya perubahan sistem
pernafasan , seperti edeme pulmonary. Pleuritis adalah temuan yang sering,khususnya ketika
pericarditis berkembang. Karakteristik kondisi yang disebut paru ureumia adalah salah satu
jenis pneuminitas yang merespon penghilangan cairan yang baik . asidosis metabolic

11
menyebabkan peningkatan kompensasi pada laju pernafasan karena paru bekerja untuk
membuang kelebihan ion hydrogen
9. Perubahan Muskuloskeletal
Sistem muskoluskeletal terkena dampak nya pada awal proses penyakit dan sampai 90%
klien ESRD mengalami osteodistrofi. Kondisi ini berkembang tanpa gejala dengan beberapa
bentuk osteomalasia, fibrosis osteitis,osteoporosis dan osteoklerosis. Mekanisme etiologis
melibatkan hubungan antara ginjal-tulang-paratinoid dan kalsium- fosfat- vitamin D. oleh
karena GFR meningkat. Kelainan kadar kalsium dan fosfat merangsang pelepasan hormone
paratiroid yang memobilisasi kelainan dari tulang dan memfasilitasi eksresi fosfat.
Oleh karena gagal ginjal terus berkembang, maka ginjal tidak lagi mengubah vitamin D
menjadi bentuk aktifnya. 1,25-dihidroksikolekalsiferol. Kurangnya zat mempengaruhi
penyerapan kalsium dari intestinal dan secara paradosinal memfasilitasi retensi fosfat.
Dengan demikian mineralisasi tulang dengan kalsium dan fosfat menjadi rusak.
Demineralisasi tulang membebaskan lebih banyak kalsium dan fosfor dalam darah. Oleh
karena penyakit berkembang, kelenjar paratiroid mungkin menjadi tidak responsive terhadap
sistem timbal balik normal dan terus memproduksi hormone paratioid serta mempercepat
osteodistrofi ginjal. Paratiroidektomi parsial adalah pilihan pengobatan ketika hiperkalsemia
dan kadar hormone paratiroid plasma tinggi tidak dapat dikontrol dengan obat
Selain demineralisasi tulang,proses ini mengakibatkan deposisi kalsium di bawah kulit,
vascular dan jaringan visceral. Pada stadium lanjut,terjadi nyeri sendi hebat. Klien mungkin
juga melaporkan nyeri tulang dn otot menyebar di seluruh tubuh. Deformasi tulang dan
seringnya fraktur merupakan kondisi yang umum ditemui. Pada anak- anak terjadi kegagalan
dalam pengerasan tulang, menyebabkan terlambatnya pertumbuhan. Klasifikasi jaringan
mungkin mematikan jika berkembang pada jaringan vital, seperti serebral, koroner atau
pembuluh pulmonar.
10. Perubahan Integumen
Masalah integument secara khusus memberikan ketidaknyamanan pada beberapa klien
dengan ERSD. Kulit juga sering kalo sangat kering karena atrofi kelenjar keringat. Pruritus
berat dan sulit ditangani mungkin diakibatkan oleh hiperparatiroidisme sekunder dan deposit
kalsium dalam kulit. Pruritus dapat mengakibatkan mengelupasnya kulit karena garukan
terus menerus.

12
Perubahan warna kulit ditemukan pada klien dengan gagal ginjal. Kecenderungan
pendarahan sering mengakibatkan meningkatkan memar, petekie,dan purpura. Hal ini biasa
tidak menyebablan masalah tetapi kemunculannya menjadi pertanda bagi klien. Pucat anemia
adalah bukti. Tertahannya pigmen urokrom membuat kulit berwarna oranye-hijau atau abu-
abu.
Rambut rapuh dab cenderung rontok,kuku tipis dan rapuh juga. Kuku dengan garis putih
ganda akan muncul disebut muchrcke. Pola kuku lainnya yang telah diperhatikan adalah
kuku”setengah dan setengah”, dengan setengah proksimal putih normal dan bagian distalnya
coklat.
11. Perubahan neurologis
Walaupun dialisis telah menurunkan kejadian perubahan neurologis, beberapa klien
mengalani masalah ini pada awal proses penyakit. Neuropati perifer menyebabkan banyak
manifestasi, seperti rasa terbakar pada kaki, ketidakmampuan untuk menemukan posisi
nyaman untuk tungkai dan kaki (resies iog synudrome), perubahan gaya berjalan, foot drop,
dan paraplegia. Manifestasi-rnanifestasi ini bergerak ke tungkai dan mungkin meluas
termasuk ke lengan. Awalnya, masalah utamanya adalah sistem sensorik, namun jika tidak
diobati, maka mungkin berkembang ke sistem motorik. Konduksi saraf menjadi lebih lambat,
dan refleks tendon dalam dan indra peraba berkurang, Keterlibatan sistem saraf pusat
ditunjukkan oleh ketidak ingatan, ketidakmampuan berkonsentrasi, jarak perhatian yang
pendek, rusaknya kemampuan penalaran dan penilaian, rusaknya fungsi kognitif,
meningkatnya intabilitas saraf, nistagmus, gerakan otot tak terkontrol, disartia, kejang,
depresi sistem saraf pusat, dan koma.
12. Perubahan reproduktif
Perempuan umunya mengalami menstruasi yang tak teratur, khususnya amenorea (tidak
adanya periode menstruasi). Dan kemandulan. Namun, beberapa perempuan dengan ESRD
telah hamil dan mengalami kehamilan cukup bulan. Laki-laki umunya melaporkan impotensi
baik karena faktor fisiologi maupun psikologis. Mereka mungkin juga mengalami atrofi
testicular, oligospermia (menurunya jumlah sperma) dan menurunya motilitas sperma
13. Perubahan Endokrin
ESRD juga memengaruhi sistem endokrin, terrmasuk penggunaan insulin dan fungsi
paratiroid. Hormon hipofisis, seperti hormone pertumbuhan (growth hormone) dan prolaktin,

13
mungkin meningkat pada beberapa klien. Kadar hormon lutein (luteinizing hormone) dan
hormon perangsang folikel (follicle stimulating hormone) sangat beragam pada setiap klien.
Kadar hormon perangsang tiroid (thyroid-stimulating hormone) biasanya normal, tetapi
mungkin menunjukkan respons tumpul terhadap hormon pelepas tirotropin (thyrotropin
-releasing hormone); kondisi ini umumnya mengakibatkan hipotiroidisme.
14. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis kemungkinan dikarenakan baik karena perubahan psilologis
maupun stres ekstrem yang dialami oleh klien yang memiliki penyakit kronis, yang
mengancam jiwa. Stresor umum termasuk perasaan tidak bertenaga dan kurang kontrol atas
penyakit dan pengobatan, terapi yang mengganggu, pembatasan yang dilakukan selama
menjalani rejimen medis, perubahan bentuk tubuh, serta perubahan seksualitas.
Klien umumnya mengalami perubahan peran, kehilangan atau penurunan kinerja,
kesulitan finansial, serta banyak perubahan gaya hidup. Penjadwalan dialysis dapat
menciptakan kesulitan-kesulitan tersendiri. Konsep diri dan citra tubuh klien mungkin
berubah, mengakibatkan masalah-masalah lebih jauh. Klen mengatasi stresor dengan cara
yang beragam, dan tidak semnua strategi untuk mengatasinya positif. Klien dapat mencari
dukungan dari keluarga dan terman-teman serta mencari inforrnasi lebih banyak tentang
kondisi depresi dan pikiran bunuh diri
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urine
- Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
- Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus,bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah,
Hb, mioglobin, porfirin
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
- Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan
rasio urin/serum sering 1:1 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
- Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium
- Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada

14
2. Darah
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
- Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
- SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
- GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
- Natrium serum : rendah
- Kalium: meningkat
- Magnesium : meningkat
- Kalsium : menurun
- Protein (albumin) : menurun
3. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular,
masa
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

7. Penatalaksanaan Medis
1. Dialisis
2. Obat-obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furosemid
3. Diit rendah uremi

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah (Prabowo,
2014)) :

1) Penyakit Tulang.

15
Penurunan kadar kalsium secara langsung akan mengakibatkan dekalsifikasimatriks
tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.

2) Penyakit Kardiovaskuler.

Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lifid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikel kiri).

3) Anemia.

Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal
(endokrin). Sekresi eritropoeitin yang mengalami defiensi di ginjal akan mengakibatkan
penurunan hemoglobin.

4) Disfungsi seksual.

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan
terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
b. Identitas

Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki- laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal
kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut.

c. Keluhan utama

Keluhan utama sangat bervariasi, keluhan berupa urine output menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi
ini dipicu oleh karena penumpukan zat sisa metabolisme/toksik dalam tubuh karena
ginjal mengalami kegagalan filtrasi.

16
d. Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunanurine output, penurunan
kesadaran, penurunan pola nafas karena komplikasi dari gangguan sistem ventilasi,
fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu, karena berdampak
pada metabolisme, maka akan terjadi anoreksia, nausea, dan vomit sehingga beresiko
untuk terjadi gangguan nutrisi.
 Riwayat penyakit dahulu
Informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji penyakit
pada saringan (glomerulus) seperti glomerulonefritis, infeksi kuman seperti pyelonefritis,
ureteritis, nefrolitiasis, kista di ginjal seperti polcystis kidney, trauma langsung pada
ginjal, keganasan pada ginjal, batu, tumor, penyempitan/striktur, diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis,
preeklamsi.
 Riwayat Kesehatan keluarga.

Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular atau menurun, sehingga silsilah keluarga
tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap penyakit gagal ginjal kronik, karena penyakit
tersebut bersifat herediter.

e. Fokus Pengkajian (Doenges, 2000).


1. Aktifitas /istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem; kelemahan malaise; gangguan tidur (insomnis/gelisah atau
somnolen)
Tanda : kelemahan otot; kehilangan tonus; penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat; palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : hipertensi; nadi kuat; edema jaringan umum dan piting pada kaki dan
telapak tangan; disritmia jantung; nadi lemah halus; hipotensi ortostatik; friction rub
perikardial; pucat pada kulit; kecenderungan perdarahan

17
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain; Perasaan tak berdaya,
tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian
4. Eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut); Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi
Tanda : perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat berawan; Oliguria,
dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi); Anoreksia, nyeri ulu
hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia)
Tanda : Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir); Perubahan turgor
kuit/kelembaban; Edema (umum, tergantung); Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah;
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur; Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas
rasa terbakar pada telapak kaki; Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitas
bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
stupor, koma.; Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang; Rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyei panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
Gejala : Napas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum
Tanda : Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul; Batuk produktif dengan sputum merah
muda encer (edema paru)

18
9. Keamanan
Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
Tanda : Pruritus; Demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran dalam keluarga.
12. Penyuluhan
Penyuluhan : Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter,
kalkulus urinaria; Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan;
Penggunaan antibiotik retroteksik saat ini berulang.
1. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dibuktikan dengan dyspnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2
menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan, pusing,
penglihatan kabur, sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas
abnormal (cepat/lambat, regular/irregular, dalam/dangkal) warna kulit abnormal (mis.
Pucat, kebiruan) dan kesadaran menurun.
b. Hypervolemia (D.0022) berhubungan dengan kelebihan asupan cairan dibuktikan
dengan ortopnea, dyspnea, paroxysmal nocturnal dypnea (PND), edema anasarka
dan/atau edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu singkat, jugular venous
pressure (JVP) dan/atau cental venous pressure (CVP) meningkat, reflex
hepatojugular positif, distensi vena jugularis, terdengar suara napas tambahan,
hepatomegaly, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari output (balans
cairan positif) dan kongesti paru
c. Risiko deficit nutrisi (D.0032) dibuktikan dengan ketidakmampuan menelan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient, peningkatan kebutuhan metabolisme, factor ekonomi dan factor psikologis
d. Nausea (D.0076) berhubungan dengan gangguan biokimiawi (mis. Uremia,
ketoasidosis diabetic) dibuktikan dengan mengeluh mual, merasa ingin muntah, tidak

19
berminat makan, merasa asam dimulut, sensasi panas/dingin, sering menelan, saliva
meningkat, pucat, diaphoresis, takikardia dan dilatasi pupil.

20
2. Rencana Keperawatan

No Diagnose Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional


.

1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014) Pemantauan Respirasi ( I.01014)
(D.0003) berhubungan tindakan keperawatan Observasi : Observasi
dengan ...x… jam diharapkan 1. Monitor frekuensi, irama, 1. Mengetahui adanya frekuensi irama,
ketidakseimbangan Pertukaran Gas kedalaman, dan upaya napas kedalaman dan upaya napas.
ventilasi-perfusi (L.01003) menigkat 2. Monitor pola napas (seperti 2. Mengetahui adanya pola napas
dibuktikan dengan dengan kreteria hasil : bradipnea, takipnea, (seperti bradikardi takipnea,
dyspnea, PCO2 1. Tingkat kesadaran hiperventilasi, kussmaul, hiperventilasi, kussmul, cheyne-
meningkat/menurun, PO2 meningkat cheyne-stokes, biot, ataksik) stokes, biot, ataksik).
menurun, takikardia, pH 2. Dipsea menurun 3. Monitor kemampuan batuk 3. Memantau kemampuan batuk efektif
arteri 3. Bunyi napas efektif 4. Memantau adanya produksi sputum.
meningkat/menurun, tambahan menurun 4. Monitor adanya produksi 5. Memantau adanya sumbatan jalan
bunyi napas tambahan, 4. Pusing menurun sputum napas.
pusing, penglihatan kabur, 5. Prngrlihatan kabur 5. Monitor adanya sumbatan jalan 6. Memantau kesimetrisan ekspansi
sianosis, diaphoresis, menurun napas paru
gelisah, napas cuping 6. Diaferosis 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi 7. Mengetahui aulkutasi bunyi napas.
hidung, pola napas menurun paru 8. Memantau saturasi oksigen
abnormal (cepat/lambat,
21
regular/irregular, 7. Gelisah menurun 7. Auskultasi bunyi napas 9. Memantau nilai AGD
dalam/dangkal) warna 8. Napas cuping 8. Monitor saturasi oksigen 10. Mengetahui hasil x-ray toraks
kulit abnormal (mis. hidung menurun 9. Monitor nilai AGD
Terapeutik
Pucat, kebiruan) dan 9. PCO2 membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks
11. Memanatau respirasi sesuai kondisi
kesadaran menurun. 10. PC2 membaik
Terapeutik : pasien
11. Takikardi
11. Aturan interval pemantauan 12. Agar mengetahui data pasien
membaik
respirasi sesuai kondisi pasien
12. pH arteri membaik Edukasi
12. Dokumentasikan hasil
13. Sianosis membaik 13. Agar pasien dapat mengetahui
pemantauan
14. Pola napas tujuan dan prosedur.

membaik Edukasi : 14. Agar pasien dapat mengetahui

15. Warna kulit 13. Jelaskan tujuan dan prosedur informasi hasil pemantauan

membaik pemantauan
14. Informasikan hasil
pemantauan , jika perlu

Terapi Oksigen ( I.01026) Terapi Oksigen ( I.01026)


Observensi : Observasi
1. Monitor kecepatan aliran 1. Agar klien merasa nyamandan tidak
oksigen sesak napas lagi
2. Monitor posisi alat terapi 2. Agar alat terapi berada pada posisi

22
oksigen yang benar
3. Monitor aliran oksigen secara 3. Memastikan kelancaran aliran O2
periodik dan pastikan fraksi 4. Memastikan keefektifan terapinya
yang diberikan cukup 5. Mengetahui apakah klien sesak/tidak
4. Monitor efektifitas terapi saat makan
oksigen (mis.oksimetri, analisa 6. Mengetahui apakah klien mengalami
gas darah) jika perlu hipoventilasi /tidak
5. Monitor kemampuan 7. Mengetahui apakah terjadi
melepaskan oksigen saat makan keracunan O2 atau tidak
6. Monitor tanda-tanda 8. Mengetahui tingkat kecemasan klien
hipoventilasi 9. Mengetahui integritas mukosa
7. Monitor tanda dan gejala hidung kering/ lecet/dll
toksikasi oksigen dan
Terapeutik
atelektasis
10. Membersihkan jalan napas
8. Monitor tingkat kecemasan
11. Mempertahankan jalan napas agar
akibat terapi terapi oksigen
tetap paten/bersih dari sumbatan
9. Monitor intergrasi mukosa
12. Agar alat siap digunakan
hidung akibat pemasangan
13. Memberi suplay O2 tambahan
oksigen
14. Agar pasien tidak mengalami
Terapeutik : hipoksia
10. Bersihkan secret pada mulut, 15. Agar pasien dapat mobilisasi walau

23
hidung dan trakea, jika perlu menggunakan O2
11. Pertahankan kepantenan jalan
napas
Edukasi
12. Siapkan dan atur peralatan
16. Agar pasien dan keluarga
pemberian oksigen
mengetahui cara menggunakan
13. Berikan oksigen tambahan , jika
oksigen
perlu
14. Tetap berikan oksigen saat Kolaborasi

pasien ditransportasi 17. Agar pasien mendapat dosis yang

15. Gunakan perangkat oksigen tepat

yang sesuai dengan tingkat 18. Agar pasien tidak mengalami

mobilitas pasien hipoksia

Edukasi :
16. Ajarkan pasien dengan keluarga
cara menggunakan oksigen di
rumah

Kolaborasi :
17. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

24
18. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan atau tidur.
2. Hypervolemia (D.0022) Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia (I.03114) Manajemen Hipervolemia (I.03114)
berhubungan dengan tindakan keperawatan ..x.. Observasi Observasi
kelebihan asupan cairan jam diharapkan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Mengetahui apakah terjadi
dibuktikan dengan Keseimbangan Cairan hypervolemia (mis. ortopnea, hypervolemia
ortopnea, dyspnea, (L.05020) meningkat dyspnea, edema, JVP/CVP 2. Mengetahui penyebab hipervolemia
paroxysmal nocturnal dengan kriteria hasil: meningkat, reflex hepatojugular 3. Memantau status hemodinamika apakah
dypnea (PND), edema 1. Asupan cairan positif, suara napas tambahan) terjadi peningkatan/penurunan
anasarka dan/atau edema meningkat 2. Identifikasi penyebab 4. Memantau agar tidak terjadi
perifer, berat badan 2. Keluaran urin hypervolemia peningkatan intake tetapi output
meningkat dalam waktu meningkat 3. Monitor status hemodinamik menurun
singkat, jugular venous 3. .Kelembabab (mis. frekuensi jantung, tekanan 5. Memantau tanda hemokonsentrasi
pressure (JVP) dan/atau membrane mukosa darah, MAP, CVP, PAP, 6. Memantau tanda penignkatan tekanan
cental venous pressure meningkat PCWP, CO, CI), jika tersedia onkotik plasma
(CVP) meningkat, reflex 4. .Asupan makanan 4. Monitor intake dan output 7. Memantau agar tidak terjadi kelebihan
hepatojugular positif, meningkat cairan cairan yang masuk
distensi vena jugularis, 5. Edema menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi 8. Memantau efek samping
terdengar suara napas 6. Dehidrasi menurun (mis. kadar natrium, BUN, Terapeutik
tambahan, hepatomegaly, 7. Asites menurun hematocrit, berat jenis urine) 9. Memantau agar tidak terjadi kelebihan
kadar Hb/Ht turun, 8. Konfusi menurun 6. Monitor tanda peningkatan cairan yang masuk

25
oliguria, intake lebih 9. Tekanan darah tekanan onkotik plasma (mis. 10. Memantau efek samping
banyak dari output membaik kadar proteindan albumin 11. Mengetahui peningkaatan hiperakibat
(balans cairan positif) dan 10. Denyut nadi radial meningkat) hipervolemi
kongesti paru membaik 7. Monitor kecepatan infus secara
11. Tekanan arteri ketat Edukasi:
rata-rata membaik 8. Monitor efek samping diuretic 12. .Agar tidak memperburuk kondisi
12. .Membran mukosa (mis. hipotensi ortortostatik, hipervoleminya
membaik hipovolemia, hypokalemia, 13. Meminimalisir sesak napas yang
13. Mata cekung hiponatremia) dirasakan pasien
membaik 14. Agar kondisi pasien selalu terpantau
Terapeutik
15. Agar tidak terjadi hipervolemi
9. Timbang berat badan setiap hari
Berat
pada waktu yang sama
Kolaborasi:
10. Batasi asupan cairan dan garam
16. Agar pasien mengetahui cara mengukur
11. Tinggikan kepala tempat tidur
peningkatan/penurunan yang terajadi
30-40○
17. .Agar pasien tidak mengalami
Edukasi: hipervolemi berat
12. Anjurkan melapor jika haluaran 18. Agar tidak terjadi hipertensi
urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 ja
13. .Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam sehari
14. Ajarkan cara mengukur dan
26
mencatat asupan dan haluaran
cairan
15. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi:
16. .Kolaborasi pemberian diuretic
17. .Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
18. Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu

Pemantauan Cairan (L.03121)


Observasi Pemantauan Cairan (L.03121)
1. Monitor frekuensi dan kekuatan Observasi
nadi 1. Memantau frekuensi dan kekuatan nadi
2. Montior frekuensi napas 2. Memantau frekuensi napas
3. Monitor takanan darah 3. Memantau takanan darah
4. Monitor berat badan 4. Memantau berat badan
5. Monitor waktu pengisian 5. Memantau Monitor waktu pengisian
kapiler
27
6. Monitor elastisitas atau turgor kapiler
kulit 6. Memantau elastisitas atau turgor kulit
7. Montor jumblah, warna dan 7. Memantau jumblah, warna dan berat
berat jenis urine jenis urine
8. Monitor kadar albumin dan 8. Memantau kadar albumin dan protein
protein total total
9. Monitor hasil pemeriksaan 9. Memantau hasil pemeriksaan serum
serum (mis hematokrit serum. (mis hematokrit serum. Hematokit,
Hematokit, natrium, kolium natrium, kolium BUN)
BUN) 10. Memantau intake dan output cairan
10. Monitor intake dan output 11. Memantau tanda-tanda hipovolermia
cairan (mis frekuensi nadi meningkat, nadi
11. Identifkasi tanda-tanda teraba lemah, tekanan darah menurun,
hipovolermia (mis frekuensi tekanan nadi menyenpit, turgor kulit
nadi meningkat, nadi teraba menurun, membran mukosa kering,
lemah, tekanan darah menurun, volume urin menurun, hematokrit
tekanan nadi menyenpit, turgor meningkat. haus lemah, konsentras urine
kulit menurun, membran meningkat berat badan menurun dalam
mukosa kering, volume urin waktu singkat)
menurun, hematokrit 12. Memantau tanda-tanda hipervolemia
meningkat. haus lemah, (mis dispnea edema perifer edema

28
konsentras urine meningkat anasarka. JVP meningkat. CVP
berat badan menurun dalam meningkat refeks hepatojugular positif,
waktu singkat) berat badan menurun dalam waktu
12. Identifikasi tanda-tanda singkat)
hipervolemia (mis dispnea 13. Memantau faktor resiko
edema perifer edema anasarka. ketidakseimbangan cairan( mis prosedur
JVP meningkat. CVP pembedahan mayor,
meningkat refeks hepatojugular trauma/pendarahan,luka bakar, afreksia
positif, berat badan menurun obstruksi, peradangan pancreas,
dalam waktu singkat) penyakit gagal/ginjal, disfungsi,
13. Identifikasi faktor resiko infestinal)
ketidakseimbangan cairan( mis Terapeutik
prosedur pembedahan mayor, 14. Atur interval pemantauan sesuai dengan
trauma/pendarahan,luka bakar, kondisi pasien
afreksia obstruksi, peradangan 15. Dokumentasi hasil pemantauan
pancreas, penyakit gagal/ginjal, Edukasi :
disfungsi, infestinal) 16. Agar pasien mengetahui tujuan dan
prosedur
17. Informasikan hasil pemantaun jika perlu

Terapetik
14. Atur interval pemantauan sesuai

29
dengan kondisi pasien
15. Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi :
16. Jelasakan tujuan dan prosedur
pemantauan
17. Informasikan hasil pemantaun
jika perlu
3.

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Chronic kidney disease atau gagal ginjal kronis merupakan penyakit ginjal tahap
akhir yang bersifat progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi
uremia.
Etiologi diantaranya Diabetus mellitus, Glumerulonefritis kronis, Pielonefritis,
Hipertensi tak terkontrol, Obstruksi saluran kemih, Penyakit ginjal polikistik, Gangguan
vaskuler, Lesi herediter, Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
Pada pasien dengan penyakit GGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai LFG,
yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai LFG yang lebih rendah. Klasiikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium satu adalah
kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium dua adalah kerusakan
ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium tiga adalah kerusakan ginjal
dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium empat adalah kerusakan ginjal
dengan penurunan berat fungsi ginjal dan stadium lima adalah gagal ginjal.

3.2 Saran
Adapun saran yang ingin penyusun sampaikan kepada para pembaca yakni agar
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan para pembaca
mengenai asuhan keperawatan pada pasien CKD meliputi definisi, etiologi, patofisiologi,
tanda dan gejala penyakit, klasifikasi penyakit, manifestasi klinis, penatalaksanaan,
pathway, pemeriksaan penunjangm konsep asuhan keperawatan serta asuhan
keperawatan pada pasien CKD.

C. DAFTAR PUSTAKA

Anita, Diyah Candra. 2020. Penilaian Status Gizi Pasien Gagal Ginjal Kronis
Melalui Biokimia Darah. Jogjakarta : Unisa

31
Black, M. Joyce&Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Buku
2. Elsevier : Singapore.
Purwanto, Hadi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II . Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan.
Nuari, Nian Afrian. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan dan
Penatalaksanaan Keperawatan. Jogjakarta : Deepublish
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : mediaction
PPNI, Tim Pokja DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI, Tim Pokja DPP. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
PPNI, Tim Pokja DPP. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI

32

Anda mungkin juga menyukai