Anda di halaman 1dari 12

Makalah Kasus Korupsi

Dana Pensiun Pertamina

Disusun oleh :

JOSE LANANG SADEWA ( 21SA1141_IF21B )

Dosen : Yusida Munsa Indah, S.E.,M.M

Sumber :
https://pdfcookie.com/documents/makalah-kasus-korupsi-dana-pensiun-pertamina-ov1p419xnjv1

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dankarunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan makalah yang berjudul
“Penyimpangan Dana Pensiun Pertamina” sebagai salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………….. 3
A. Latar Belakang ……………………………………………………………...... 3
B. Tujuan …………………………………………………………………………….. 3
C. Ruang Lingkup Materi …………………………………………………….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 5
BAB III PEMBAHASAN ………………………………………………… 11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………… 15
B. Saran dan Solusi ………………………………………………………………… 15
C. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… …… 16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada era modern ini, kata korupsi sudah tidak asing lagi di telinga
masyarakat Indonesia. Bahkan ada slogan, “Tiada hari tanpa adanya
berita tentang kasus korupsi.” Pemberitaan tentang kasus korupsi yang
terjadi di negeri ini bukan menjadi hal yang aneh lagi banyaknya para
pejabat pemegang kekuasaan di negeri ini yang silih berganti melakukan
tindak pidana korupsi dari pejabat rendahan sampai pejabat yang
tertinggi sekalipun. Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata
ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum.
Mata, hati, dan telinga masyarakat sudah lelah mendengar, melihat
dan merasakan dampak dari korupsi yang di lakukan oleh petinggi-
petinggi negara yang haus akan kekayaan duniawi, para koruptor
memang benar sudah dirasuki oleh setan sehingga hatinya tertutup
dan buta untuk merasakan penderitaan rakyat, bayangkan saja berapa
banyak uang milik negara yang masuk ke rekening para koruptor yang
seharusnya dengan uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan
negara terutama kemakmuran rakyat, bermilyar-milyaran bahkan
triliunan uang yang telah dicuri oleh para koruptor dengan
mudahnya untuk memenuhi kepuasaan kekayaan mereka. Terkait
dengan masalah korupsi, terdapat salah satu kasus yang telah
menggunakan dana negara dan merugikan banyak masyarakat
indonesia adalah kasus dana pensiun Pertamina. Oleh sebab itu,
kami tertarik mengulas kembali apa sesungguhnya yang terjadi dalam
kasus ini.
B. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
 Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pengantar Pengelolaan
Keuangan Negara.
 Untuk mengetahui pengertian korupsi.
 Untuk mengetahui motif motif yang mendasari korupsi.
 Untuk mengetahui ruang lingkup dan bentuk dari korupsi.

C. Ruang lingkup
Dalam makalah ini, ruang lingkup masalah yang penulis sajikan yaitu
seputar teori hukum yang melatar belakangi kasus korupsi dana
pensiun Pertamina, penjelasan rinci mengenai kasus dana pensiun
Pertamina dari kacamata politik-hukum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Korupsi secara Teoretis Kata Korupsi berasal dari
bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Pengertian korupsi
diajukan oleh Waterbury (1976) dalam Corruption, Political
stability and development bahwa pengertian korupsi menurut
hukum dan pengertian korupsi berdasarkan norma. Pengertian
korupsi dalam hukum adalah tingkah laku yang mengurus
kepentingan sendiri dengan merugikan orang lain oleh pejabat
pemerintah yang langsung melanggar batas batas hukum atas
tingkah laku tersebut. Pengertian korupsi menurut norma ialah
apabila hukum dilanggar oleh pelaku korupsi seperti pejabat yang
menyalahgunakan kekuasaannya dalam prosesnya. Dalam negara
tertentu, dua pengertian korupsi ini disamakan. Nurdjana (1990)
menurut Beliau Korupsi berasal dari bahasa Yunani yaitu corruptio
yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat
disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar
norma- norma agama materiil, mental dan hukum.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, jika dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi
pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983)
memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi
merupakan kegiatan menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang
demi keuntungan pribadi. Korupsi terjadi disebabkan adanya
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat
atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat
dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah
dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah.
Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiah dalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim
menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau
diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi.
Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol
di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar
azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat, pemisahan keuangan pribadi dengan masyarakat. 2.
Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif Memperhatikan
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001, maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari
dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif. Adapun yang
dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut : Secara
melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau korporasi yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau dapat merugikan keuangan Negara, atau perekonomian negara
(Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999) Memberi hadiah
kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau
oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999) Percobaan pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001).
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun
2001) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001) Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada
waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang
atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf
a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001) Setiap orang yang
bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001) Setiap orang yang pada waktu
menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan
perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang
keperluan Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001) Pegawai negeri atau selain
pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001) Pegawai negeri atau selain pegawai
negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau sementara waktu, dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi
(Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001) Pegawai negeri
atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu dengan sengaja menggelapkan menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar
yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau
membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat
atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau
menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun
2001) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau
memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara
negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang
kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
hutang (pasal 12 f undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Pada waktu
menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada
dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
hutang (pasal 12 g undang-undang Nomor 20 tahun 2001) Pada
waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya (pasal 12 i undang-undang Nomor 20
tahun 2001) Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan
atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999). Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai
berikut : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun
2001) Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji
untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20
Tahun 2001) Orang yang menerima penyerahan bahan atau
keparluan Tentara Nasional Indonesia, atau Kepolisisan Negara
Republik Indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang
nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20
tahun 2001. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya, atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b
Undang-undang nomor 20 tahun 2001). Hakim yang menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12
huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001) Advokat yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan
berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-
undang nomor 20 tahun 2001).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus yang Dibahas BPK Temukan Penyimpangan di Kasus


Dana Pensiun Pertamina
Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
melaporkan dua kasus dugaan penyimpangan di PT Pertamina
kepada Kejaksaan Agung. Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang
SCTV, Jumat (2/5/2017), dua kasus yang menimbulkan
kerugian negara lebih dari Rp 630 miliar itu bersumber dari dana
pensiun dan pengadaan kapal PT Pertamina Trans Kontinental.
Kedatangan tim auditor BPK di Gedung Bundar Jampidsus,
Kejaksaan Agung, Jumat pagi tadi diterima Jampidsus
Arminsyah. Kemudian tim menyampaikan dan menyerahkan
laporan hasil pemeriksaan terkait dugaan kerugian negara yang
melibatkan Pertamina. Menurut auditor BPK Nyoman Warga,
pada kasus dana pensiun ini diduga ada penyimpangan dalam
pembelian PT Sugih Energy TBK dengan kerugian mencapai Rp 599
miliar. Sedangkan untuk pengadaan kapal di PT Pertamina Trans
Kontinental, diduga ada penyimpangan dengan kerugian
mencapai Rp 35 miliar lebih.
BPK: Korupsi Dana Pensiun Pertamina Rugikan Negara Rp 599
Miliar
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian
keuangan negara akibat dugaan korupsi pengelolaan dana
pensiun PT Pertamina tahun 2014-2015 mencapai Rp 599,2
miliar. "Kami sudah menyerahkan laporan hasil pemeriksaannya
kepada Kejaksaan Agung," kata Auditor Utama Investigasi BPK, I
Nyoman Wara di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (2/6).
Angka kerugian negara itu muncul karena dana pensiun dipakai
untuk membeli saham PT SUGI Energi Tbk seharga Rp 599,2 miliar.
Nyoman mengatakan ada penyimpangan dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, pembayaran untuk kegiatan investasi
saham. Selain itu, BPK juga menyerahkan laporan hasil
pemeriksaan dugaan korupsi pengadaan kapal Anchor Handling
Tug Supply (AHTS)/kapal Transko Andalas dan kapal Transko
Celebes tahun anggaran 2012-2014 dengan kerugian keuangan
negara Rp35,32 miliar. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
Arminsyah mengatakan dengan adanya audit BPK, pihaknya akan
mempercepat penanganan perkara tersebut. "Tentunya perkara
ini untuk yang dana pensiun akan segera kita limpahkan ke
pengadilan dan perkara pembelian dua kapan
Transkontinental akan kita segera tetapkan tersangkanya,"
katanya. Dalam kasus itu, penyidik Jampidsus telah
menetapkan mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Dana
Pensiun Pertamina, M. Helmi Kamal Lubis, sebagai tersangka dan
telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Penetapan
tersangka Helmi berdasarkan surat perintah penyidikan Direktur
Penyidikan Jampidsus bernomor Print-02/F.2/Fd.1/01/2017.
Kasus ini bermula dari penempatan dana pensiun Pertamina
dalam bentuk investasi saham ELSA, saham KREN, saham SUGI
dan saham MYRX senilai Rp 1,3 triliun yang diduga tanpa melalui
prosedur yang berlaku. Selain itu, saham yang dibeli tidak
termasuk dalam unggulan (blue chip) dan terlalu berisiko.

B. HASIL ANALISIS
Berdasarkan dua sumber berita diatas, dapat diambil
beberapa hal berkaitan dengan penyimpangan penggunaan uang
oleh pertamina, di antaranya yaitu: 1. Pertamina melakukan
penyimpangan dalam penggunakan dana pensiun 2. Menurut
BPK, dalam kasus penyimpangan dana pensiun ini, negara telah
rugi sekitar 630 Milyar rupiah. Uang dana pensiun ini digunakan
untuk membeli PT Sugih Energy TBK sebesar 599 Milyar rupiah
dan pengadaan kapal PT Pertamina Trans Kontinental
diperkirakan 35 Milyar rupiah lebih. 3. Perkara ini telah dibawa
oleh BPK ke Gedung Bundar Jampidsus, dan telah diterima oeh
Jampidsus Arminsyah. 4. Menurut Auditor Utama Investigasi BPK,
I Nyoman Wara penyimpangan dana pensiun ini adalah
penyimpangan dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
pembayaran untuk kegiatan investasi saham. 5. Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum Arminsyah mengatakan dengan
adanya audit BPK, pihaknya akan mempercepat penanganan
perkara tersebut. Dalam kasus itu, penyidik Jampidsus telah
menetapkan mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Dana
Pensiun Pertamina, M. Helmi Kamall Lubis, sebagai tersangka
dan telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. 6. Kasus
ini bermula dari penempatan dana pensiun Pertamina dalam
bentuk investasi saham ELSA, saham KREN, saham SUGI dan
saham MYRX senilai Rp 1,3 triliun yang diduga tanpa melalui
prosedur yang berlaku.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan audit BPK, terjadi dua kasus penyalahgunaan dana
yang dilakukan oleh
PT. Pertamina.Dua kasus yang menimbulkan kerugian negara
lebih dari Rp 630 miliar
itu bersumber dari dana pensiun dan pengadaan kapal PT
Pertamina Trans
Kontinental. Berdasarkan surat perintah penyidikan Direktur
Penyidikan Jampidsus
bernomor Print-02/F.2/Fd.1/01/2017, penyidik Jampidsus telah
menetapkan mantan
Presiden Direktur (Presdir) PT Dana Pensiun Pertamina, M.
Helmi Kamal Lubis,
sebagai tersangka dan telah ditahan di Rutan Salemba Cabang
Kejagung.
B. Saran dan Solusi
Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para
pemimpin, terlebih pemimpin
tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Sebaiknya,
seorang pemimpin
melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah. Para koruptor
seharusnya diberikan
hukuman yang setimpal, sehingga membuat orang jera dan
kapok melakukan
korupsi. Masyarakat dapat berperan mengurangi banyaknya
koruptor dengan cara turut
mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak aparat yang
mengajaknya berbuat
menyimpang.

Anda mungkin juga menyukai