Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia dalam menapaki kemerdekaannya sejak tahun 1945 sampai
saat ini, mengalami pasang surut dalam melaksanakan pembangunan. Dimana
pembangunan itu sendiri merupakan suatu proses menuju pada perbaikan yang
lebih baik. Proses pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kemajuan bagi peri
kehidupan bangsa dan dapat mengakibatkan perubahan kondisi social masyarakat
dari masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern sesuai dengan
perkembangan zaman. Perbuhan ini membawa dampak sosial baik positif maupun
negative. Dampat negative yang dapat mersahkan masyarakat adalah berbagai
macam tindak pidana, dari tindak pidana pencurian kecil-kecilan sampai dengan
tindak pidana perampokan disertai pembunuhan,termasuk didalamnya adalah
tindak pidana korupsi. Tindak pidana yang satu ini sangat fenomenal dan melanda
semua negara di berbagai belahan dunia, terutama di Negara-negara yang sedang
berkembang.

Dampak yang dapat ditimbul dari korupsi ini dapat menyentuh berbagai segi
kehidupan dari suatu bangsa dan negara di dunia ini. Korupsi menjadi masalah
yang sangat serius karena dapat membahayan pembangunan sosial ekonomi, dan
juga politik, serta dapat merusak moral bangsa dan sendi-sndi kehidupan dari
suatu bangsa.
Namun pembangunan yang dilaksanakan pemerintah bersama-sama masyarakat
belum menghasilkan perbaikan yang diharapkan bangsa Indonesia. Hal ini antara
lain disebabkan tingginya tindak pidana korupsi, terutama yang dilakukan oleh
pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan baikeksekutif, yudikatif maupun legislatif..

Hal ini dapat dilihat dari hasil survey Transparancy International Indonesia (TII),
menunjukan, Indonesia merupakan negara paling korup no. 6 dari 133 negara.
Nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia saat ini 2,3 yang ternyata lebih
rendah darI pada negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Philipina, Malaysia,
Bangladesh dan Myanmar.
2

Korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf kejahatan korupsi politik. Evi
Hartanti dalam bukunya Tindak Pidana Korupsi (Hal 3), mengatakan Korupsi politik
dilakukan oleh orang atau instansi yang memiliki kekuatan politik, atau konglomerat
yang melaklukan hubungan transaksional kolutif dengan pemegang kekuasaan.

Selain korupsi politik, kultur juga mempengaruhi berkembangnya korupsi di negara


Indonesia, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh B. Sudarsono, dalam bukunya
korupsi di Indonesia, yang secara panjang lebar menguraikan sejarah kultur
Indonesia mulai dari Zaman Multatuli, waktu penyalahgunaan jabatan merupakan
suatu system. Disamping itu menejemen yang kurang baik dan control yang kurang
efektif dan efisien, mempengaruhi merebaknya tindak pidana korupsi, seperti
ucapan terkenal dari prof Soemitro (Alm), sebagaimana dikutip oleh media cetak
bebrapa tashun yang lalu, bahwa kebocoran keuangan negara mencapi 30%.

Mengingat korupsi pada umumnya dilakukan oleh pegawai negeri atau


penyelenggara negara, maka para pegawai negeri sipil di lingkungan instansi
pemerintah dituntut memahami tindakan-tindakan apa yang dilarang dilakukan
karena hal itu meupakan tindakan yang dapat dikategorikan tindak pidana korupsi.

B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas tentang pengertian tindak pidana korupsi,peraturan
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, tindkan/kebijakan yang dianggap
tindak pidana korupsi, komisi pemberantasan korupsi, dan percepatan
pemberantasan korupsi.

C. Manfaat Hanjar
Materi bahan pembelajaran ini sangat bermanfaat sebagai sarana sumber belajar
untuk lebih mudah memahami upaya pemerintah dalam percepatan
pemberantasan korupsi. Dengan memahami materi percepatan pemberantasan
korupsi ini, akan sangat membantu peserta diklat dalam berpartisipasi dalam
upaya-upaya percepatan pemberantasan korupsi, mencegah terjadinya tindakan
korupsi di instansinya, menigkatkan motivasi untuk lebih prestasi kerja, yang pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja instansinya.
3

D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti pembelajaran percepatan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi ini, peserta diklat di harapkan memahami Tindak Pidana Korupsi yang
dapat terjadi di unit kerjanya.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat :
a. Menguraikan pengertian dan unsur-unsur tindak pidana korupsi.
b. Mengidentifikasi tindakan-tindakan pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang merupakan tindak korupsi.
c. Menjelaskan dan melaksanakan peran masyarakat dalam penceghan
dan pemberantasan korupsi.
d. Memberikan latihan tata cara menganalisis suatu kejadian/ feit
sebagai tindak pidana korupsi.

E. Pokok Bahasan
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi.
2. Peraturan-Peraturan Tentang Tindak pidana Korupsi.
3. Tindakan/Kebijakan Yang Dianggap Tindak Pidana Korupsi.
4. Komisi Pemberantasan Korupsi
5. Percepatan Pemberantasan Korupsi.

F. Petunjuk Belajar
Dalam mempelajari Bahan Pembelajaran ini peserta diklat diharapkan memulainya
dengan membaca tujuan pembelajaran yang terdiri dari kompetensi dasar dan
indikator keberhasilan, kemudian dilanjutkan dengan membaca uaraian setiap bab
yang ada serta secara individual atau dalam kelompok belajar mengerjakan latihan
yang telah tersedia. Dengan mempelajarai bahan pembelajaran ini secara
berurutan seperti yang disarankan, diharapkan peserta diklat dapat memiliki
gambaran secara keseluruhan dari usaha Pemerintah dalam pemberantasan
korupsi yang diuraikan dalam bahan pembelajaran ini. Sangat dianjurkan bahwa
sebelum tatap muka di dalam kelas peserta diklat telah membaca bahan
pembelajaran ini, sehingga akan lebih siap berinteraksi di dalam kelas secara lebih
efektif.
4

BAB II
PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Setelah mengikuti pembelajaran bab II ini peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan penegrtian tindak pidana,unsur-unsur tindak pidana, dan
pengertian korupsi.

A. Pengertian Tindak Pidana


Pembentukan undang-undang di Indonesia menterjemahkan straafbaarfeit
(Belanda) sebagai tindak pidana, akan tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut
mengenai straafbaarfeit itu sendiri.
Straafbaarfeit dalam bahasa Belanda sebenarnya terdiri dari dua unsure
pembentukan kata, yaitu straafbaar dan feit.
Feit dalam bahasa Belanda mempunyai arti Sebagain dari kenyataan, sedangkan
straafbaar mempunyai arti dapat dihukum. Sehingga kalau diterjemahkan secara
harafiah maka straafbaarfeit mempunyai arti sebagain dari kenyataan yang dapat
dihukum, padahal yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi, bukan
kenyataan, perbuatan atau tindakan. Menurut jalan pikiran penulis, sebagain
kenyataan, perbuatan atau yindakan yang dapat dihukum itu pasti dilakukan oleh
manusia sebagai pribadi.pendapat beberapa pakar hukum mengenai pengertian
tindakan pidana :

1. Prof. Muljatno.
Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hokum, larangan yang mana
disertai sansi berupa pidana tertentu bagai barang siapa yang melanggar
atuaran tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah
perbuatan yang dilarang hokum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu
diingat bahwa larangan ditunjukan kepada perbuatan (yaitu kejadian atau
keadaan yang ditumbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman
pidananya ditunjukan pada orang yang menimbulkan kejahatan.
Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur :
a) Perbuatan manusia.
b) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil).
c) Bersifat melawan hokum (syarat materiil).
Syarat formil harus ada karena asas legalitas ( Pasal 1 ayat (1) KUHP.
(Tindak Pidana Korupsi, Evi Hartanti, Hal 7)

2. E. Utrecht
5

Menterjemahkan straafbaarfeit dengan istilah peristiwa pidana yang sering


juga ia disebut delik, karena peristiwa itu sebagai perbuatan handelen atau
doen-positif atau suatu melalaikan-negatif, maupun akibatnya (keadaan
yang ditimbulkan karena perbuatan atau lelalaikan itu). Peristiwa pidana
merupakan peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu peristiwa
kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hokum.(Tindak
Pidana Korupsi, Evi Hartanti,hal 6).

3. Simon
Tindakan melanggar hokum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun
tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan
atas tindakannya dan oleh udang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan
yang dapat dihukum (Tindak Pidana, Evi Hartanti hal 5).

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur Subjektif
1. Setiap orang
Orang perorangan atau termasuk korporasi.
( Pasal 1 angka 3 UUPTPK )
2. Penyelenggaraan Negara
Pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif,
dan pejabat lain fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN)
Penyelenggaraan Negara
a) Pejabat Negara dalam Lembaga Negara.
b) Menteri
c) Gubernur atau wakil pemerintah pusat di Daerah
d) Hakim, di semua tingkat pengadilan
e) Pejabat Negara yang lain : Dubes, Wk Gubernur, dan Bupati/
Walikota, dan
f) Pejabat yang memiliki fungsi strategis
g) ( yang rawan praktek KKN ): Direktur/ KOmisaris, dan pejabat
structural lainnya di BUMN/ BUMD,Pimpinan BI, Pimpinan Perguruan
Tinggi, Pejabat Eselon I, Jaksa, Panitera Pengadilan, dan Pimpinan,
Bendaharawan Proyek
( Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 )
3. Pegawai Negeri Meliputi :
a) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud
Dalam UU Tentang Kepegawaian.
6

Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1974 jo UU No. 43 Tahun 1999 :


Sewtiap WNI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan
negeri atau diserahi tugas negera lainnya dan digaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2 ayat (1) jo ayat (2) UU No. 8 Tahun 1974 jo UU No. 43 Tahun
1999 :
Pegawai Negeri terdiri dari :
1) PNS Pusat dan PNS Daerah
2) Anggota TNI, dan
3) Anggota POLRI
b) Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam UU
Hukum Pidana.
c) Orang yang menrima gaji atau upah dari keuangan
negara atau daerah.
d) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi
yang menerima bantuan dari keuangan negera atau daerah, atau
e) Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain
yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negera atau
masyarakat.
(Pasal 1 angka 2 UUPTPK )
4. Korporasi
1) Kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi baik yang
berbentuk badan hukum.
2) Kumpulan orang dan kekayaan yang terorganisasi yang bukan
berbentuk badan hukum.
3) Kumpulan orang yang terorganisasi yang berbentuk badan
hukum.
4) Kumpulan orang yang terorganisasi yang bukan berbentuk
badan hukum.
5) Kumpulan kekayaan yang teroganisasi yang berbentuk badan
hukum.
6) Kumpulan kekayaan yang terorganisasi yang bukan berbentuk
badan hukum.

Unsur Objektif
a. Janji
b. Kesempatan
c. Kemudahan
d. Kekayaan Milik Negara
e. Uang
f. Daftar
g. Surat, Akta
7

h. Barang

C. Pengertian Korupsi
1. Menurut Fockema Andreae kata korupsi dari bahasa Latin corruption
atau corruptus (Webster Student Dictionary, 1960). Selajutnya disebutkan
bahwa corruption itu berasal dari kata asal corrumpere, yaitu suatu kata lain
yang lebih tua.
Dari bahasa latin inilah diserap kedalam banyak bahasa dinegara-negara
Eropa, seperti Inggris yaitu Corruption, corrupt, Perancis yaitu Corruption,
dan Belanda Corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kita
menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia korupsi

2. Secara harfiah korupsi mempunyai arti kebusukan, keburukan,


kebejatan, dapat diusap, tidak bermoral,penyimpangan dari kesucian, kata-
kata atau ucapan yang menghina dan memfitnah.

3. The Lexicon Webster Dictionary Corruption (L. Corruption (n-)) : The


act of corrupting, or the state of being corrupt : putrefactive decomposition of
intehrity, corrupt or dishonest proceedings, bribery, pervesion from a state of
purity, debasement, as of language, a debased from a word.

4. Kamus umum bahasa Indonesia (W. J. S Poerwoarminto) : Korupsi


ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebaginya.

5. Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Indonesia Inggris, S.


Wojowasito W.J.S Poerwodarminto : Kejahatan, Kebusukan, dapat diusap,
tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran.

6. Economic Development Institute of the World bank, National Integrity


System Country Studies mengatakan : an abuse of entrused power by
politicians civil servant for personal gain.

Malaysia mempunyai aturan tentang anti korupsi, mereka tidak memakai


kata korupsi melainkan memkai istilah rusuah yang diambil dari bahasa Arab
yaitu riswah.

Di Indonesia, jika orang membicarakan korupsi pasti yang dipikirkan dan


yang dikatakan, hanya mengenai perbuatan yang buruk, jelek, rusak,
8

dengan macam-mcam artinya menurut waktu, tempat, dan suku, demikian


juga dengan bangsa-bangsa lain.

D. Rangkuman
Tindak pidana mempunyai arti perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi tindakan
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan
sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan
oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.

Tindak pidana terdisi dari dua unsur yaitu :


1. Unsur Subjektif
a). setiap orang
b). Penyelenggara negara
c). Pegawai Negeri
d). Korporasi

2. Unsur Objektif
a). Janji
b). Kesempatan
c). Kemudahan
d). Kekayaan milik Negara
- Uang
- Daftar
- Surat, Akta
- Barang

Korupsi mempunyai arti kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral,


kebejatan, dan ketidak jujuran. Malaysia mempunyai aturan tentang anti
korupsi, mereka tidak memakai kata korupsi melainkan memakai istilah
rusuah yang diambil dari bahsa Arab yaitu riswah.

E. Latihan
1. Siapa sajakah yang dapat menjadi subjek tindak pidana korupsi
sebagaimana ditentukan dalam UU PTPK, uraikan dengan jelas.
2. Apakah objek dari korupsi, jelaskan dengan singkat.
3. Aapakah yang dimaksud dengan setiap orang dalam ketentuan
UUPTPK.

=====
9

BAB III
PERATURAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Setelah mengikuti pembelajaran bab III ini peserta diklat diharapkan dapat
menjelaskan empat masa peraturan pemberantasan korupsi di Indonesia

Langkah-langkah pembentukan peraturan tentang pemberantasan korupsi di Indonesia


telah dimulai beberapa tahun perjalanan sejarah bangsa Indonesia sejak meraih
kemerdekannya, sebagai upaya membrantas tindak pidana korupsi. Dan istilah korupsi
sebagai istilah yuridis diawalai pada tahun 1957 pada saat dikeluarkannya Peraturan
Penguasaan Militer yang berlaku di daerah kekuasaan Angkatan Darat (Peraturan Militer
Nomor PRT/ PM/ 06/ 1957).
Peraturan pemberantasan Korupsi mengalami empat masa sejak tahun 1957 sampai saat
ini sebagai berikut :

A. Masa Peraturan Militer


1. Peraturan Penguasaan Militer Nomor PRT/ PM/ 06/ 1957 yang dikeluarkan
oleh Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan
Angkatan Darat.

Konsiderans peraturan ini mengatakan :


Bahwa berhubung tidak adanya kelancaran dalam usaga-usaha
memberantas perbuatan-perbuatan yang merugikan kauangan dan
perekonomian negara, yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi, perlu
segera menetapkan suatu cara kerja untuk dapat menerobos kemacetan
dalam usaha-usaha membrantas korupsi
2. Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/ PM/ 08/ 1957 Tentang
Pemilikan Harta Benda, tanggal 27 Mei 1957 yang merubah dan
menyempurnakan Peraturan Penguasa Militer No PRT/ PM/ 06/ 1957.
10

a. Peraturan Penguasaan Militer Nomor PRT/ Pm/ 011/ 1957


Tentang Wewenang Penguasa Militer dalam menyita barang-barang,
tanggal 1 juli 1957.
b. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan
Darat No.PRT/ PEPERPU/ 013/ 1958 tanggal 16 April 1958. peraturan
ini dikeluarkan pada waktu seluruh wilayah negra Republik Indonesia
dinyatakan dalam keadaan perang berdasar Undang-undang No. 74
tahun 1957 jo. Undang-undang No. 79 tahun 1957, dalam rangka
pembrantasan tindak pidana korupsi tersebut.

c. Dalam konsideran peraturan ini, khususnya pada butir a


dikatakan :
Bahwa perkara-perkara pidana yang mempergunakan modal atau
kelonggaran-kelonggaran lainnya dari masyarakat misalnya bank,
koperasi, wakaf dan lain-lain atau yang bersangkutan dengan
kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa
aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan yang dapat
memberantas perbuatan-perbuatan yang disebut korupsi
d. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan laut
No. PRT/ Z/ I/7/ 1958 Tanggal 17 April 1958.Peraturan ini dikeluarkan
pada waktu seluruh wilayah negara Republik Indonesia dinyatakan
dalam keadaan perang berdasarkan Undang-undang No. 74 Tahun
1957 jo. Undang-Undang No. 79 Tahun 1957, dalam rangka
pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut.
Dalam konsideran peraturan ini, khusunya pada butir a dikatakan:
Bahwa perkara-perkara pidana yang mempergunakan modal dan
atau kelonggran-kelonggaran lainnya dari masyarakat misalnya bank,
koperasi, wakaf dan lain-lain atau yang bersangkutan dengan
kedudukan si pembuat pidana, perlu diadakan tambahan beberapa
aturan pidana pengusutan, penuntutan dan pemeriksaan yang dapat
memebrantas perbuatan-perbuatan yang disebut korupsi
e. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut
No. PRT/Z/I?7?1958 Tanggal 17 April 1958.
11

2. Masa Undang-Undang No. 24/ Prp/ Tahun 1960 Tentang Pengusutan,


Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang ini melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 menjadi undang-


Undang no. 20 Prp Tahun 1960. Undang-Undang ini dibuat mengingat peraturan
Penguasa Perang Pusat tersebut hanya berlaku untuk sementara (temporer), maka
Pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa peraturan Penguasa Perang
Pusat yang dimaksud perlu di ganti dengan peraturan perundang-undangan yang
berbentuk Undang-Undsang.

Konsiderans Undang-undang ini mengatakan :


Bahwa perkara-perkara pidana yang menyangkut keuangan negara atau daerah
atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan atau kelonggaran-
kelonggaran lainnya dari negara atau masyarakat misalnya bank, koperasi, wakaf
dan lain-lain atau yang bersangkutan dengan kedudukan si pembuat pidana, perlu
diadakan tambahan beberapa aturan pidana pengusutan, penuntutan dan
pemeriksaan yang dapat memberantas perbuatan-perbuatan yang disebut korupsi

3. Masa Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan


tindak Pidana Korupsi (LNRI 1971-19 : TLNRI 2958).

Undang-Undang ini dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan terhadap


undang-undang yang ada sebagaimana dimuat secara tegas dalam diktumnya
sebagai berikut :

Bahwa Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan


dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi berhubun dengan perkembanagn
masyarakat kurang mencukupi untuk dapat mencapai hasil yang diharapkan, dan
oleh karenanya undang-undang itu perlu diganti.

4. Masa Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi, dalam konsideransnya mengatakan
12

Bahwa Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tenrang Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat, karena itu perlu diganti dengan undang undang pemberantasan
tindak pidana korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam
mencegah dan memberantars tindak pidana korupsi

Yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak
Pidana Korupsi, yang konsiderans butir a dan b nya berbunyi :

Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya
merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan ekonomi masyarakat secara luas sehingga tindak pidana korupsi perlu
di golongkan sebagai kejahatan yang pemberantasnya harus dilakukan secara luar
biasa

Bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum menghindari keragaman penafsiran


hukum, dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi
perlu diadakan perubahan atas undang-undang no. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantas Tindak Pidana Korupsi

Dari berbagai konsiderans sebagaimana tersebut, tercermin suatu proses


pembuatan peraturan perundang-undangan yang ditujukan agar hukum pidana
khusus lebih efektif untuk menangkal korupsi. Lebih dari itu, merupakan komitmen
positif dari penyelenggara negara untuk aktif berusaha memberantas korupsi.
Komitmen ini diwujudkan dengan cara mengganti peraturan perundang-undangan
yang dianggap kurang akomodatif terhadap permasalahan penanganan tindak
pidana korupsi (Yudi Kristian hal 15)

Undang-Undang ini diikuti dengan Undang-Undang no. 30 Tahun 2002 Tentang


Komisi Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan peraturan pelaksanaan
lannya seperti misalnya Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2000 Tentang tata
Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Perhargaan dalam
13

Pencegahan dan Pemberantas Tindak Pidana Korupsi, Impres no. 5 Tahun 2004
Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

B. Rangkuman

Penyelesaian tindak pidana korupsi tealah dirasakan sebagai masalah yang


mendapatkan sorotan sejak bangsa Indonesia meraih kemerdekaannya di tahun
1945, bahkan sejak itu telah dikeluarkan berbagai peraturan yang pada intinya
untuk mencegah dan mengatasi terjadinya tindak pidana korupsi. Peraturan ini
dimulai sejak tahun 1957 pada saat Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang.
Sampai saai ini peraturan tentang pencegahan tindak pidana korupsi mengalami
perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini
agar peraturan pemberantasan korupsi dapat memberikan perlindungan terhadap
hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam
memberantas tindak pidana korupsi.

C. Latihan
1. Apakah yang menjadi dasar pemikiran penguasa perang di tahun
1957, mengeluarkan peraturan tentang pemberantasan korupsi.
2. Undang-Undang no. 31 tahun 1971 Tentang pemberantasan Korupsi
dirasakan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan rasa keadilan
serta kepastian hukum. Apakah yang saudara ketahui tentang hal tersebut.

===========
14

BAB IV
TINDAKAN/ KEBIJAKAN YANG DIANGGAP
TINDAK PIDANA KORUPSI

Setelah mengikuti pembelajaran bab IV ini peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan tindak pidana korupsi, tindak pidana lain yang berkaitan dengan
tindak pidana korupsi,dan peran serta masyarakat.

Definisi Korupsi secara gamblang telah diuraikan dengan jelas dalam 13 buah pasal
dalam Undang-Undang no. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang no. 20 Tahun 2011.
berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga puluh) bentuk/ jenis
tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut mnerangkan dengan rinci mengenai
perbuatan/ tindakan/ kebijakan yang bisa dikenakan pidana mati, pidana penjara, dan
pidana denda karena korupsi.

Ketiga puluh pasal tersebut tersebar dalam padal 2 sampai dengan pasal 13 Undang-
Undang no. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana lain yang berkaitan dengan perkara korupsi.

Ketiga puluh (30) bentuk/ jenis detik tindak pidana korupsi ( dua (2) jenis delik mengatur
tentang peraturan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
sedangkan 28 jenis lainnya mengatur tentang perilaku penyelenggara delik tersebut dapat
dikelompokkan dalam 7 (tujuh) kelompok, sebagai berikut :
1. Kerugian Keuangan Negara
2. Suap Menyuap
3. Penggelapan Dalam Jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan Curang
6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
7. Gratifikasi
15

Sedangkan ke 6 (enam) tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
terdisi atas :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar.
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
4. Saksi atau akhli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
palsu.
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberi keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas pelapor

A. Tindak Pidana Korupsi


1. Tindak Pidana Korupsi Yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara
a. Melawan hukum untuk memperkaya disi sendiri dan orang lain
dan korporasi dan dapat merugikan keuangan negara. Pasal 2 UU 31
Tahun 1999 jo.
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (UU PTPK)
1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya disi sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

Penjelasan Pasal 2 ayat (1).


Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini
mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun
dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan
dan norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini kata dapat
16

sebelum frasa merugikan keuangan negara atau perekonomian


negara menunjukan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhi
unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan
timbulnya akibat.

2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana


dimaksud ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana
mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Pasal 2 ayat (2) mengatakan : yang dimaksud dengan
keadaan tertentu dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat
dijadikan alasan pemberata pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi,
yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana
yang diperuntukan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana
alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,
penanggulanagn krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan
tindak pidana korupsi.
Fakta Alat bukti
perbuatan yang
No. Unsur Tindak Pidana
yang dilakukan menduku
dan kejadian ng
1 Setiap orang
2 Memperkaya diri
sendiri, orang lain
atau suatu korporasi
3 Dengan cara
melawan hukum
4 Dapat merugikan
keuangan negara
Kesimpulan :

b. Menyalahgunakan Kewenangan untuk menguntungkan diri


sendiri atau orang lain dan korporasi, dan dapat merugikan keuangan
negara. Pasal 3 UU PTPK : Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
17

pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1


(satu tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/ atau denda
paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Fakta Alat bukti


perbuatan yang yang
No. Unsur Tindak Pidana
dilakukan dan mendukun
kejadian g
1 Setiap orang
2 Dengan tujuan
menguntungkan diri
sendiri atau orang
lain atau suatu
korporasi
3 Menyalahgunakan
kewenangan
kesempatan atau
sarana
4 Yang ada padanya
karena jabatan atau
kedudukan
5 Dapat merugikan
keuangan negara
atau perekonomian
negara
Kesimpulan :

2. Korupsi yang terkait dengan Suap-Menyuap


a. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Padal 5 ayat (1) huruf a UU PTPK : Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau
pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) setiap
orang yang :
1) Memberi atau menjajikan sesuatu kepada pegawai
negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya
pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat
18

atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang


bertentangan dengan kewajibannya.
2) ..

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Setiap orang
2 Memberi sesuatu atau
menjajikan sesuatu
3 Kepada pegawai negeri
atau penyelenggara
negara
4 Dengan maksud supaya
berbuat atau tidak tidak
berbeuat sesuatu karena
jabatanya sehingga
bertentangan dengan
kewajibanya
Kesimpulan :

b. Menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara.


Pasal 5 ayat (1) huruf b : Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau pidana
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) setiap orang
yang :
a) ..
b) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban dilakukan atau tidak dilakukkan dalam jabatan.
Alat b
Fakta perbuatan yang
No. Unsur Tindak Pidana yan
dilakukan dan kejadian
mendu
1 Setiap orang
2 Memberi sesuatu
3 Kepada pegawai negeri
atau penyelenggara
negara
4 Karena berhubungan dgn
sesuatu yang
bertentangan dengan
19

kewajiban, di lakukan atau


tidak dilakukan dalam
jabatan
Kesimpulan :
c. Memberi hadiah kepada pegawai negeri.
Pasal 13 UU PTPK : Setiap oarang yang memberi janji kepda
pegawai negeri, dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatannya atau kedudukan
tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah)

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Setiap orang

2 Memberi hadiah atau


janji
3 Kepada pegawai negeri
4 Dengan mengingat
kekuasaan atau
wewenang yang melekat
pada jabatan atau janji
dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukan
tersebut
Kesimpulan :

d. Pegawai negeri dan penyelenggara negara menerima


suap.
Pasal 5 ayat (2) UU PTPK : Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap
orang yang :
1)
2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
a dan b di pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
20

1 Pegawai negeri atau


penyelenggara negara

1 2 3 4
2 Menerima pemberian
atau janji
3 Sebagaimana di maksud
dalam pasal 5 ayat (1)
huruf a atau huruf b
Kesimpulan :

Adapun Pasal 5 ayat (1) huruf a, mengatakan :


1) Memberi atau menjajikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya
pegawai negeri atau penyelenggara negra tersebut berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatanyya yang
bertentangan dengan kewajibannya, atau
2) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatan.

e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima


suap
Pasal 12 huruf a UU PTPK : Dipidama dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) Pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang
menrima hadish atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut, diberikan untuk menggerakan
agar melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
21

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
2 Menerima hadiah atau
janji
3 Diketahuinya bahwa
hadiah atau jaji tersebut
diberikan untuk
menggerakan agar
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya
4 Patut diduga bahwa
hadiah atau jaji tersebut
diberikan untuk
menggerakannya agar
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya
Kesimpulan :

f. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menrima suap.


Pasal 12 huruf b UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan apling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
22

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
2 Menerima hadiah
3 Diketahuinya bahwa
hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat
atau karena telah
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya
4 Patut diduga bahwa
hadiah atau jaji tersebut
diberikan untuk
menggerakannya agar
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya
Kesimpulan :

g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima


hadiah yang berhubungan dengan jabatannya.
Pasal 11 UU PTPK : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta) dan paling banyak
Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
denagn jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan
jabatannya.

No. Unsur Tindak Pidana Fakta perbuatan Alat b


23

yang dilakukan dan yan


kejadian mendu
1 2 3 4
1 Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
2 Menerima hadiah atau
janji
3 Diketahuinya
4 Patut diduga bahwa
hadiah atau janji
tersebut diberikan
karena kekuasaan
atau kewenangan yang
berhubunagn dengan
jabatannya da menurut
pikiran orang yang
memberikan hadiah
atau janji tersebut ada
hubungannya dengan
jabatannya.
Kesimpulan :

h. Menyuap Hakim
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK :
1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah) setiap orang yang memberi atau menjajikan
sesuatu kepada hakim dengan atau maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk di adili.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Setiap orang
2 Menerima atau
menjanjika sesuatu
3 Kepada hakim

1 2 3 4
24

4 Dengan maksud untuk


mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan
kepadanya untuk di adili
Kesimpulan :

i. Menyuap Advokat
Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK :
1) Dipidana dengan pidana denda paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah
a) ..
b) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan
dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat
yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
2) bertentangan dengan kewajibannya.

Fakta perbuatan Alat


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan ya
kejadian mend
1 Setiap orang
2 Memberi atau
menjanjikan sesuatu
3 Kepada advokat yang
menghadiri siding
pengadilan

1 2 3
4 Dengan maksud
mempengaruhi nasihat
25

atau pendapat yang


akan diberikan
berhubungan dengan
perkara yang
diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
Kesimpulan :

j. Hakim dan advokat menrima suap


Pasal 6 ayat (2) UU PTPK : bagi hakim yang menerima pemberian
atau janji sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau advokat yang
menerima pemberin atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (10.

Fakta perbuatan Alat bukti


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yang
kejadian mendukung
1 Hakim atau advokat
2 Yang menerima
pemberian atau janji
3 Sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1)
huruf a dan huruf b
Kesimpulan :

k. Hakim Menerima suap


Pasal 12 huruf c UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
26

(dua ratus juta rupiah) dan apling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Hakim yang menerima janji, padahal diketahuinya atau patut
diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

Fakta perbuatan Alat


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan ya
kejadian mend
1 Hakim
2 Menrima hadiah atau
janji
3 Diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut
diberikan untuk
mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili
Kesimpulan :

l. Advokat menerima suap


Pasal 12 huruf d UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan apling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1)
2) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri sedang pengadilan, menerima atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili.
3) .
27

Fakta perbuatan Alat


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan ya
kejadian mend
1 Advokat yang
menghadiri siding di
pengadilan
2 Menerima hadiah atau
janji
3 Diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat-
nasihat atau pendapat
yang akan diberikan
berhubungan dengan
perkara yang
diserahkan untuk diadili
Kesimpulan :

3. Korupsi yang terkait dengn penggelapan dalm jabatan


a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan
penggelapan
Pasal 8 UU PTPK. Dipidana dengan pidana denda paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah),pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus
atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau
membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.
28

Fakta
Alat bukti
Unsur Tindak perbuatan yang
No. yang
Pidana dilakukan dan
mendukung
kejadian
1 Pegawai Negeri
atau orang selain
pegawai negeri
yang ditugaskan
menjalankan suatu
jabatan umum
secara terus
menerus atau untuk
sementara waktu
2 Dengan sengaja
3 Menggelapkan atau
membiarkan orang
lain mengambil
atau membiarkan
orang lain
menggelapkan atau
membantu dalm
melakukan
perbuatan itu.
4 Uang atau surat
berharga

5 Yang disimpan
karena jabatannya

Kesimpulan :

b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan


administrasi
Pasal 9 UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidupatau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima
29

puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu
buku-buku atau daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrsi.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Pegawai Negeri atau
orang selain pegawai
negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu
jabatan umum secara
terus menerus atau
untuk sementara waktu
2 Dengan sengaja
3 Memalsukan
4 Buku-buku atau daftar-
daftar khusus untuk
pemeriksaan
administrasi
Kesimpulan :

c. Pegawai negeri merusakkan barang bukti


Pasal 10 huruf a : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri
atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan, menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar,
yang digunakan untuk menyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya, uang
atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya.

No. Unsur Tindak Fakta Alat bukti


Pidana perbuatan yang yang
dilakukan dan mendukung
30

kejadian

1 Pegawai Negeri
atau orang selain
pegawai negeri
yang ditugaskan
menjalankan suatu
jabatan umum
secara terus
menerus atau
untuk sementara
waktu
1 2 3 4
2 Dengan sengaja

3 Menggelapkan ,
menghancurkan,
merusakkan atau
membuat tidak
dapat dipakai.
4 Barang akta, surat,
dan daftar yang
digunakan untuk
menyakinkan atau
membuktikan di
muka pejabat yang
berwenang
5 Yang dikuasai
karena jabatannya

Kesimpulan :

d. Pegawai negri membiarkan orang lain merusakkan bukti


Pasal 10 huruf b : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan,
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja :
1)
31

2) Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,


merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi barang, akta,
surat atau daftar tersebut.

Fakta perbuatan Alat


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan ya
kejadian mend
1 Pegawai Negeri atau
orang selain pegawai
negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu
jabatan umum secara
terus menerus atau
untuk sementara waktu

1 2 3 4
2 Dengan sengaja
3 Membiarkan orang lain,
menghilangkan,
menghancurkan,
merusakan, atau
membuat tidak dapat
dipakai.
4 Barang, akta, surat atau
daftar sebagaimana
tersebut pada pasal 10
huruf a
Kesimpulan :

e. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan barang


bukti
Pasal 10 huruf b : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
1)
2) Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi barang, akta,
surat atau daftar tersebut.

Fakta perbuatan Alat


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan ya
kejadian mend
1 Pegawai Negeri atau
32

orang selain pegawai


negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu
jabatan umum secara
terus menerus atau
untuk sementara waktu
2 Dengan sengaja
Membiarkan orang lain,
menghilangkan,
menghancurkan,
merusakan, atau
membuat tidak dapat
dipakai lagi.

1 2 3 4
3 Barang, akta, surat atau
daftar sebagaimana
tersebut pada pasal 10
huruf a
Kesimpulan :

4. Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan


a. Pegawai negeri atau penyelenggara negera memeras
Pasal 12 huruf e UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Pegawai negeri/ penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan
hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannyamaemaksa
seseorang memberikan sesuaru, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu
bagi dirinya sendiri.
Fakta perbuatan
Alat bukt
No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan
mendu
kejadian
1 Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara
2 Dengan maksud
33

menguntungkan diri sendiri


atau orang lain.
3 Secara melawan hukum
4 Memaksa seseorang,
memberikan sesuatu
membayar, atau menerima
pembayaran dengan
potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi
dirinya
Kesimpulan :

b. Pegawai negeri atau penyelenggaraan negara memeras.


Pasal 12 huruf g UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Pegawai negeri/ penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

Alat bukti
Fakta perbuatan
Unsur Tindak yang
No. yang dilakukan
Pidana mendukun
dan kejadian
g
1 Pegawai Negeri
atau penyelenggara
negara.
2 Pada waktu
menjalankan tugas
3 Meminta waktu
menerim pekerjaan
atau penyerahan
barang.
4 Seolah-olah
merupakan utang
kepada dirinya.
34

5 Diketahuinya
bahwa hal tersebut
bukan merupakan
utang
Kesimpulan :

c. Pegawai negeri atau penyelenggara negara memeras


pegawai negeri lain.
Pasal 12 huruf f UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Pegawai negeri/ penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau mermotong
pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Pegawai Negeri atau
penyelenggara negara
2 Pada waktu
menjalankan tugas.
3 Meminta, menerima,
atau memotong
pembayaran
4 Kepada pegawai negeri
atau penyelenggara
negara yang lain atau
kas umum mempunyai
utang.
Kesimpulan :

5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang


35

a. Pomborong berbuat curang


Pasal 7 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
1) Pemborong, akhli bangunanyang pada waktu membuat
bangunan atau penjual bangunan yang pada waktu
menyerahkan bahan bengunan melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.

Fakta perbuatan Alat


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan ya
kejadian mend
1 Pemborong, akhli
bangunan atau penjual
bahan bangunan
2 Melakukan perbuaatan
curang.
3 Pada waktu membuat
bangunan atau
menyerahkan bahan
bangunan
4 Yang dapat
membahayakan
keamanan orang atau
keamanan barang atau
keselamatan negara
dalam keadaan perang
Kesimpulan :

b. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang


Pasal 7 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
1) .....
36

2) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau


penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud huruf a.

Ala
Fakta perbuatan yang
No. Unsur Tindak Pidana y
dilakukan dan kejadian
mend
1 Pengawas bangunan atau
pengawas penyerahan
bahan bangunan

1 2 3
2 Membiarkan dilakukannya
perbuatan curang pada
waktu membuat bangunan
atau menyerahkan bahan
bangunan.
3 Dilakukan dengan sengaja
4 Sebagaimana dimaksud
dalam pasal 7 ayat (1)
huruf a
Kesimpulan :

c. Rekanan TNI/ POLRI berbuat curang


Pasal 7 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
1) ..
2) Setiap orang yang ada pada waktu menyerahkan barang
keperluan Tentara nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.

Alat b
Fakta perbuatan yang
No. Unsur Tindak Pidana yan
dilakukan dan kejadian
mendu
1 Setiap orang
2 Melakukan perbuatan
37

curang
3 Pada waktu menyerahkan
barang kepeluan TNI dan
POLRI
4 Dapat membahayakan
keselamatan negara dalam
keadaan perang.
Kesimpulan :

d. Pengawas rekaan TNI/ POLRI berbuat curang


Pasal 7 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
1) ..............
2) Setiap orng yang mengawasi penyerahan barang keperluan
Tenta Nasional Indonesia dan atau kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Orang yang bertugas
mengawasi penyerahan
barang TNI dan POLRI
2 Membiarkan perbuatan
curang (sebagaimana di
maksud Pasal 7 ayat (1)
huruf c
3 Dilakukan dengan
sengaja
Kesimpulan :

e. Penerima barang TNI/ POLRI membiarkan perbuatan


curang.
38

Pasal 7 ayat (1) : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2


(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah).
2) Bagi orang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang
yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara nasional
Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia an membiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan
huruf c.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Orang yang bertugas
mengawasi penyerahan
barang TNI dan POLRI
2 Membiarkan perbuatan
curang (sebagaimana di
maksud Pasal 7 ayat (1)
huruf c
3 Dilakukan dengan
sengaja
Kesimpulan :

f. Pegawai negeri atau penyelenggaraan negara menyerobot


tanah negara sehingga merugikan orang lain
Pasal 12 huruf f UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup
atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Pegawai negeri/ penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
39

bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan


perundang-undangan.

Alat bukti
Fakta perbuatan
Unsur Tindak yang
No. yang dilakukan
Pidana mendukun
dan kejadian
g
1 Pegawai Negeri
atau penyelenggara
negara.

1 2 3 4
2 Pada waktu
menjalankan tugas
menggunakan
tanah negara yang
diatasnya ada hak
pakai
3 Seolah-olah sesuai
dengan peraturan
perundang-
undangan
4 Telah merugikan
yang berhak

5 Diketahuinya
bahwa perbuatan
tersebut
bertentangan
dengan peraturan
perundang-
undangan
Kesimpulan :

6. Korupsi yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam


pengadaan
a. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang
diuruskannya
40

Pasal 12 huruf i UU PTPK : Dipidana dengan pidana seumur hidup


atau pidana paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.00.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
1) ..
2) Pegawai negeri/ penyelenggara negara baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagaian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
2 Dengan sengaja
3 Langsung atau tidak
langsung turut serta
dalam pemborongan,
pengadaan atau
persewaan
4 Pada saat dilakukan
perbuatan untuk seluruh
atau sebagian
ditugaskan untuk
mengurus atau
mrngwasinya.
Kesimpulan :

7. Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi


a. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK
Pasal 12 B UU PTPK
1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila
41

berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan


kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Yang nilainya Rp. 10.000.000,00 ( sepuluh juta
rupiah) atau lebih, pembuktian gratifikasi tersebut bukan
merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
b) Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut suap dialkukan oleh pentuntut unum
2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan apling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)

Pasal 12 C UU PTPK :
1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan
gratifikasi yang diterimanya kepada komisi pemberantas
korupsi.
2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan
gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitumh sejak tanggal fratifikasi tersebut diterima.
3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sjak
tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi
dapat milik penerima atau milik negara.

Penjelasan Pasal 12 B mengatakan bahwa yang


dimaksud dengan Gratifikasi adalah pemberian dalam
arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
42

pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya, baik di


dalam negeri maupun diluar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa
sarana elektronik.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Pegawai negeri atau
penyelenggara negara
2 Menerima gratifikasi
3 Yang berhubungan
dengan jabatan dan
berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya

1 2 3 4
4 Penerimaan gratifikasi
tersebut tidak dilaporkan
ke KPK dalam jangka
waktu 30 hari sejak
diterimanya gratifikasi.
Kesimpulan :

B. Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi


1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
Pasal 21 UU PTPK : Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi,
dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00
(eman ratus juta rupiah).

Alat bukti
Fakta perbuatan
yang
No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan
mendukun
dan kejadian
g
43

1 Setiap orang.
2 Dengan sengaja

3 Mencegah,
merintangi atau
menggagalkan
4 Secara langsung
atau tidak langsung

5 Penyidikan,
penuntunan, dan
pemeriksaan di siding
terdakwa maupun
saksi
Kesimpulan :

2. Tersangka tidak memberikan keterangan mengnai harta


kekayaannya.
Pasal 22 UU PTPK : Setiap orang sebagaimana dimaksudkan Pasal 28,
Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (eman ratus juta rupiah).
Pasal 28 UU PTPK : Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib
memberi keterangan terhadap seluruh harta benta istri atau suami, anak,
dan harta benta setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau diduga
mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan
tersangka.
Alat b
Fakta perbuatan yang
No. Unsur Tindak Pidana yan
dilakukan dan kejadian
mendu
1 Tersangka
2 Dengan sengaja
3 Tidak memberikan
keterangan atau
memberikan keterangan
palsu
4 Tentang keterangan harta
bendanya atau harta
benda istri/ suaminya, atau
harta benda anaknya atau
harta benda setiap orang
44

atau koporasi yang


diketahui atau patut diduga
mempunyai hubungan
dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan
tersangka.
Kesimpulan :

3. Bank tidak memberikan keterangan rekening tersangka


Pasal 22 UU PTPK : Setiap orang sebagaimana dimaksudkan Pasal 28,
Pasal 29, Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau
memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (eman ratus juta rupiah).

Pasal 29 UU PTPK :
1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan
di siding pengedalian, penyidik, penuntut umum, atau hakim
berwenang memintakeapada bank tentang keadaan keuangan
tersangka atau terdakwa.

2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) diajukan Gubernur Bank Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Gubernur bank Indonesia berkewajiban untuk


memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam
waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen
permintaan diterima secara lengkap.

4) Penyidik, penuntut umum atau hakim dapat meminta


kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka
atau terdakwa yang diduga hasil korupsi.
45

5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau


terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik,
penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut
pemblokiran.
Fakta perbuatan Alat bukti
No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yang
kejadian mendukung
1 Orang yang ditugaskan
oleh bank.
2 Dengan sengaja

3 Tidak memberikan
keterangan atau
memberikan keterangan
palsu tentang keadaan
keuangan tersangka
atau terdakwa
Kesimpulan :

4. Saksi atau ak

4. Ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan


palsu.
Pasal 22 UU PTPK : Setiap orang sebagaimana dimaksudkan Pasal 28,
Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 35 yang dengan sengaja tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (eman ratus juta rupiah).

Pasal 35 UU PTPK :
1) Setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau akhli
kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami anak dan
cucu dari terdakwa.
2) Orang yang dibebaskan ayat(1) dapat dperiksa sebagai saksi apabila
mereka dikehendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa.
46

3) Tanpa persetujuan sebagimana dimaksud dalam ayat (2), mereka


dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah.

Fakta perbuatan Alat bu


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yang
kejadian menduk
1 Saksi atau akhli
2 Dengan sengaja

3 Tidak memberikan
keterangan atau
memberikan keterangan
yang isinya palsu.
Kesimpulan :

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan


keterangan atau memberi keterangan palsu.
Pasal 22 UU PTPK : Setiap orang sebagaimana dimaksudkan Pasal 28,
Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan tidak benar, dipidana dengan pidana
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (eman ratus juta rupiah).

Pasal 36 UU PTPK : Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana


dimaksudkan dalam pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut
pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan
rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus
menyimpan rahasia.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Orang yang kerena
pekerjan harkat,
martabat atau
jabatannya yang
diwajibkannya yang
diwajibkan menyimpan
rahasia.
2 Dengan sengaja
47

3 Tidak memberikan
keterangan atau
memberikan keterangan
yang isinya palsu.
Kesimpulan :

6. Saksi yang membuka indentitas pelapor


Pasal 24 UU PTPK Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31, dipandang paling lama 3 (tiga) tahun dan atau
pidana denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah)

Pasal 31 UU PTPK :
1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di siding pengadilan, saksi
dan orang lain yang bersangkutan degan tindak pidana korupsi
dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang
memberikan kemungkinan diketahuinya identitas pelapor.

Penjelasan pasal ini berbunyi :


Yang dimaksud dengan pelapor dalam ketentuan ini adalah otrang
yang memberi informasi kepada penegak hukum, mengenai
terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No.
8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Perdata
2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagimana
dimaksudkan dalam ayat (1) diberitahuan kepada saksi dan atau
orang lain tersebut.

Fakta perbuatan Alat b


No. Unsur Tindak Pidana yang dilakukan dan yan
kejadian mendu
1 Saksi
2 Menyebut nama atau
alamt pelapor atau hal-
hal lain yang
mmungkinkan
48

diketahuinya identitas
pelapor.
Kesimpulan :

C. Peran serta Masyarakat


Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan tindak pidana korupsi dalam Bab V nya mengatur tentang peran
serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 41 yang pada intinya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi, peran serta tersebut dapat diwujudkan
dengan :
1. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana korupsi.
2. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
emeberikan informasi adanya dugaan

3. Telah terjadi tindak pidana korupsi pada penegak hukum yang


menangani perkara tindak pidana korupsi.
4. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jabaw
kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
5. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyan tentang laporannya
yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.
6. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalalam hal :
a. Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan
c
b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di
sidang pengadilan sebagai saksi, pelapor. Saksi atau saksi akhli,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban dan tanggung jawab dalam


upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, yang
dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asa-asas dan ketentuan yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dengan
menaati norma agama dan norma sosial lainnya.
49

Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang


telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan atau
pengungkapan tindak pidana korupsi.

Hendaknya masyarakat dalam berperan serta membrantas korupsi


menyampaikan bukti-bukti adanya tindak pidana korupsi.

Adapun alat bukti itu dapat berupa :


1. Pemeriksaab setempat
2. Surat/ Akta (surat Keputusan, Setifikat Tanah, Disposisi, Surat
Perjanjian Dll)
3. Keterangan Saksi (saksi akhli, saksi yang memberatkan, dan
saksi yang meringankan)
4. Sumpahan
5. Persangkaan
6. Pengakuan (dari saksi, tersangka, terdakwa, orang yang
melihat, mengetahui peristiwa tersebut)

D. RANGKUMAN
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU no. 20 Tahun 2001 memberikan
ketentuan subjek dan objek tindak pidana korupsi. Undang-Undang ini juga
merumuskan definisi korupsi secara gamblang yang telah dijelaskan dalam pasal-
pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi dirumuskan dalam 30 (tiga
puluh) bentuk/ jeni delik tindak pidana korupsi, yang dikelompokkan dalam 7 (tujuh)
kelompok.

Ke tujuh kelompok tindak pidana korupsi tersebut ialah : 1. Kerugian keuangan, 2.


Suap menyuap, 3. Penggelapan dalam jabatan, 4. Pemerasan, 5. Perbuatan curang,
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, 7. Gratifikasi.
Selain 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi, UU PTPK juga memuat 6 (enam)
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Sedangkan keenam
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi ialah:

1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.


50

2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan tidak benar.


3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi atau akhli yang tidak membeeri keterangan atau memberi
keterangan palsu
5. Orang yang memgang rahasia jabatan, tidak memberi keterangan
atau memberi keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas palapor.

E. LATIHAN
1. Ada berapakah delik tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam
UU PTPK, uraikan secara singkat.
2. sebutkan macam-macam gratifikasi yang dapat diterima subjek tindak
pidana korupsi.
3. bagaimanakah pendapat saudara dalam melaksanakan peran serta
masyarakat, dalam pencegahan dan pembrantasan tindak pidana korupsi.
===========
51

BAB V
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Setelah mengikuti pembelajaran bab V ini peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan badan-badan pemberantasan korupsi yang sudah ada sebelum KPK .

Tindak pidana korupsi yang makin meningkat dan meluas dalam masyarakat dari tahun ke
tahun, baik dari jumlah kasus maupun dari kerugian keuangan negara, dan juga dari segi
kualitas tindak pidana yang dilakukan secara sistimatis, dan memasuki seluruh aspek
kehidupan masyarakat, mengancam peri kehidupan dalam masyarakat dan negara.

Tindak pidana korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat, oleh karena itu tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan
sebagai tindak kejahatan biasa melainkan telah menjadi tindak kejahatan luar biasa.

Usaha-usaha untuk memberantas korupsi sudah menjadi masalah dunia, masalah global,
tidak hanya sekedar masalah nasional atau regional, karena sesunggunya gejala korupsi
ada pada setiap negara, terutama negara sedang membangun, sudah hamper menjadi
condition sine qua non (prof. Dr. jur Andi hamzah, Hal v : 2005)

Usaha-usaha pemberantasan korupsi di beberapa negara ada yang dilaksanakan karena


desakan rakyat banyak/ masyarakat agar korupsi segera dihabisi, dengan kalau perlu
melalui hukum darurat, pemberatan ancaman dan penjatuhan pinada, dengan sistim
pembuktian terbalik, serta pembebasan penanganan korupsi dari instansi normal ke suatu
badan independent yang dijamin integritasnya.

Sejak tahun 1957, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang


maksudnya untuk pemberantasan tindak pidana korupsi yang diikuti dengan pembetukan
badan-badan pemberantasan korupsi dengan berabagai nama.

Badan-badan pemberantasan korupsi yang sudah ada sebelum Komisi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut :
52

A. Tim Pemberantasan Korupsi


Dasar Hukum : Keppres Nomor 228 Tahun 1967 tanggal 2 Desember 1967 dan
Undang-Undang No. 24 Tahun 1960.
Pelaksana : Ketua tim Sugiharto (Jaksa Agung)
Penasihat : Menteri Kehakiman, Panglima ABRI, Kastaf Angkatan dan KAPOLRI
Tugas :Membantu Pemerintah memberantas korupsi dengan tindakan
preventif.

B. Komite Anti Korupsi


Komite ini dibentuk pada tahun 1970
Pelaksana : Angkatan 66, Akbar Tanjug, Michael Setiawan, Thoby Mutis, Jacob
Kendang, Imam Waluyo, Tutu T.W. Soeriwijono, Agus Jun Batuta, M. Surachman,
Alwi Nurdin Lucas, Luntungan, Asmara Nababan, Sjahrir, Amor Karamoy, Pasik
Vitue, Mengandang Napitupulu dan Chaidir Makarim

C. Komite Empat
Dasar Hukum : Keppres No. 12 Tahun 1970 Tanggal 31 Januari 1970
Pelaksana : Wilopo, S.H. ( Ketua Merangkap anggota), IJ. Kasimo, A. Anwar
Tjokroaminoto dan Prof Johanes.
Tugas :
a. Menghubungi pejabat, atau instansi swasta sipil, atau militer.
b. Memeriksa administrasi pemerintah dan swasta.
c. Meminta bantuan aparatur pemerintah pusat dan daerah

D. Obstib
Dasar Hukum : Inpres No. 9 tahun 1977
Pelaksana : Koordinator Pelaksana Tingkat Pusat, Men PAN, Pelaksana Operasi
Tertib, pangkopkamtib
Katua I : Kapolri
Ketua II : Jaksa Agung dan para Irjen Tingkat daerah pelaksana Operasional :
Laksusda
Katua I : Kapolda
Ketua II : Kajati dan Irwilda
Tugas :
53

a. Pada awalnya pembersihan pungutan liar di jalan-jalan, penertiban uang


siluman di pelabukan, baik pungutan tidak resmi maupun resmi, tetapi tidak sah
menurut hukum.
b. Pada tahun 1977 diperluas sasaran penertiban, beralih dari jalan-jalan ke
aparat departemen dan daerah.

E. Tim Pemberantasan Korupsi


Dibentuk pada tahun 1982
Dasar hukum : Menghidupkan kembali TPK rtanpa diikuti Keppres atau Inpres
Pelaksana : JB Sumartin, Pangkopkamtib Sudomo, Ketua MA Mudjono, Menteri
Kehakiman Ali Said, Jaksa Agung Ismail Saleh, Kapolri Jenderal Awaludin, M. P. A

F. KPKPN
Dasar Hukum : Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 dan Keppres No. 27 Tahun
1998 Tentang Komisi Pemeriksanan Kekayan Negara.
Pelaksana : Adi Andojo Soetjipto, S.H, didukung oleh 25 anggota Polisi,
Kejaksaan aktivis kemasyarakatan.
Tugas : mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani
Kejaksaan Agung.

Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 tahun 2001 dalam
pasal 43 memerintahkan dibentuknya badan khusus yang disebut dengan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mempunyai tugas dan wewenang
melakukan koordinasi dan supervesi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan
dan penentuan sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan yang
berlaku.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai mana diatur dalam Pasal 6 Undang-
Undang No. 30 tahun 2002 sebagai berikut :
1. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
tindak pidana korupsi
2. melaksanakan supervesi terhadap instansi berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, pengidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi.
54

4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindakan pidana korupsi.


5. Melakukan monitor terhadap pelanggaran pemerintahan negara.

Adapun wewenang dari Komisi ini :


1. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak
pidana korupsi.
2. menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi.
3. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi terkait.
4. melaksanakn dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi, dan
6. wewenang lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 12, 12, dan 14
Undang- Undang No. 30 tahun 202 tewntang komisi Pemberantas Tindak
Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) berkedudukan di ibu kota negara Republik


Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
KPK dapat membentuk perwakilan di daerah.

Penyelidik, penyidik dan penuntut unum adalah penyelidik, penyidik dan penuntut
umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak
pidana korupsi meliputi pidana korupsi yang :
1. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang
lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
2. Mendapat perhatian dan yang meresahkan masyarakat, dan
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
55

Dari uraian tersebut, dan dengan undang-undang Tentang Komisi Pemberantasan


Rindak Pidana korupsi, maka KPK dapat :
1. Menyusun jejaring kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan
institusi yang ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga
pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien.
2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan.
3. Berfungsi sebagai pemacu dan pemerdayaan institusi yang telah ada
dalam pemberantasan korupsi (trigger mechanism)
4. Berfungsi untuk melakukan supervise dan memantau institusi yang
telah ada, dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan
wewenang penyelidikan, penyidik dan penuntutan (superbody) yang sedang
dilaksanakan kepolisian dan/ kerjaksaan.

G. Rangkuman
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah institusi yang dibentuk berdasarkan Undang-
Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai
pelaksanaan dari pasal 43 UU PTPK. Komisi ini mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan penyelidikan, pemyidikan dan penuntutan atas perkara tindak pidana
korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negra, dan orang
lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara, yang mendapat perhatian dan
meresahkan masyarakat, dan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah ).

H. Latihan
1. Apakah KPK berwenang menangani tindak pidana korupsi yang ada
pada instansi saudara, jelaskan jawaban saudara.
2. Koordinasi yang bagaimanakah menurut saudara yang harus
dilakukan oleh KPK dengan instansi dimana saudara bekerja
3. Apakah menurut saudara peran institusi PKP, menjadikan instansi
pemerintah pada umumnya menjadi lebih baik dalam menangani
pencegahan kporupsi di instansinya.
56

BAB VI
PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI

Setelah mengikuti pembelajaran bab VI ini peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan Inpres no.24 tahun 2004,dan konvensi PBB tahun 2003 tentang
korupsi.

Pemerintah era reformasi, Nampak benar-benar terus menginginkan tindak pidana


korupsi yang dilakukan setiap orang, pegawai negeri, penyelenggara negera atau
korporasi, benar-benar diberantas dengan secepatnya. Hal ini dibuktikan dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 Tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 30 Tahun 2001
Tentang Komisi Pemberantasan Tndak Pidana Korupsi, Peraturan Pemerintahan No. 71
Tahun 2001 Tentang Tata cara anaan Peran serta Masyarakat dan pem,berian
Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi .

A. Presiden No. 24 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan


Korupsi.
Inpres ini ditunjukan kepada :
1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu
2. Jaksa Agung Republik Indonesia
3. Panglima Tentara Nasional Indonesia
4. Kepala Kepolisian negara Republik Indonesia
5. Para Kepala Lembaaga Pemerintah Non Departemen
6. Para Gubernur
7. Para Bupati da Walikota

Untuk :
1. Seluruh Pejabat Pemerintah termasuk Penyelenggara Negara
menyampaikan laporan harta kekayaannya ke ada komisi Pemberantasan
Korupsi.
2. Membantu KPK dalam rangka penyelenggaraan pelaporan,
pendaftaran, pengumuman dan pemeriksaan. Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggaraan Negara di lingkungannya.
3. Membuat penetapan kinerja dengan pejabat dibawahnya secara
berjenjang.
57

4. Meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat .


5. Menetapkan program dan wilayah bebas korupsi.
6. Melaksanakan pengadaanbarang dan jasa secara konsisten untuk
mencegah kebocoran dan pembocoran.
7. Menerapkan kesederhanaan dalam pribadi dan kedinasan.
8. Memberikan dukungan terhadap upaya-upaya pemberantasan
korupsi (percepatan informasi yang berkaitan dengan TP korupsi dan
mempercepat pemberian ijin pemeriksaan terhadap saksi/ tersangka)
9. Melakukan kerjasama dengan KPK, menelan dan mengkaji system-
sistem yang menimbulkan tindak pidana korupsi.
10. Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan aparatur untuk
meniadakan perilaku koruptif dilingkungannya.

Selanjutnya Inpres ini juga memberi instruksi khusus kepada : Menko Bidang
Ekonomi, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala BAPPENAS melakukan kajian-kajian dan uji coba pelaksanaan
system E- Procurement, selain menter-menteri tersebut juga diberikan instruksi
khusus kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
nasional/ Kepala BAPPENAS, Menteri Negara Diknas, Menkominfo, Jaksa Agung
RI, KAPORLI, Gubernur, Bupati/ Walokota, yang ada intinya melaksanakan upaya-
upaya percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan bidang
masing-masing.

B. Konvensi PBB Tentang Korupsi


Secara Internasional Indonesia dalam rangka percepatan pemberantasan tindak
pidana korupsi, juga ikut serta dalam Konvensi Perserikatan bangsa-Bangsa
Mengenai Korupsi, Tahun 2003 (United Nation Convention Against Corruption,
2003).
Materi Konvensi Internasional tersebut terdiri dari :
Bab I : mengenai ketentuan umum, yang berisi maksud dan tujuan,pengertian,
istilah, ruang lingkup penerapan dan perlindungan kedaulatan (pasal 1
s/d Pasal 4)
Bab II : mengenai kebijakan dan praktek anti korupsi, badan, atau bahan-bahan
anti korupsi preventif, sector public, kodeetik tingkah laku pejaba public,
58

pelaporan public, tindakan-tindakan yang berkaitan degan peradilan dan


penuntutan, sector swasta, keikutsertaan masyarakat, dan tindakan-
tindakan untuk mencegah pencucian uang (money laundering) (pasal 5
s/d Pasal 15)
Bab III : mengenai kriminalisasi dan penegakkan hukum (pasal 15
s/d pasal 42)
Bab IV : mengenai kerjasama internasional (pasal 43 s/d 50)
Bab V : mengenai penemuan (pengaembalian asset) (pasal 51 s/d
pasal 59)
Bab VI : mengenai bantuan teknis dan tukar menukar informasi
(pasal 60 s/d pasal 62)
Bab VII : mengenai mekanisme penerapan (pasal 63 s/d pasal 64)
Bab VIII : mengenai ketentuan akhir ( pasal 65 s/d 71 )

Tiga maksud tujuan konvensi :


1. memajukan dan memperkuat tindakan-tindakan memberantas korupsi yang
lebih effektif.
2. memajukan, memfasilitasi dan mendukung kerjasama internasional dan
bantuan teknis dalam mencegah dan memerangi korupsi, akuntabilitas, dan
manajemen yang seharusnya dalam soal-soal public dan harta publik.

C. Rangkuman
Upaya membrantas korupsi oleh pemetintah Republik Indonesia, telah dimulai
sejak tahun 1956, dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tentang
pemberantasan korupsi, yang diikuti dengan badan-badan pemberantasan korupsi
sejak tahun 1967 sampai dengan tahun 2002.

Bahkan pada masa pemerintahan era reformasi upaya-upaya tersebut makin


ditingkatkan melalui jalur kerjasama internasional, dengan ikut serta dalam
konvensi Internasional tentang pemberantasan korupsi (Konvensi Perserikatan
Bangsa-bangsa Mengenai Pemberantasan Korupsi United nations Againts
Corruption, 2003).
59

D. Latihan
1. Apakah upaya percepatan pemberantasan korupsi di instansi
saudara telah dirasakan kegiatan kedinasan sehari-hari. Berikan jawaban
dengan singkat dan jelas.
2. Kalau sudah ada, apa bentuk upaya percepatan pemberantasan
korupsi.
3. Kalau belum ada, apa upaya-upaya saudara untuk ikut serta dalam
percepatan pemberantasan korupsi.

==========
60

DAFTAR PUSTAKA

1. Chaerudin, S.H, MH, Syaiful Ahmad Dinar, S.H. MH, Syarif Fadilah, S.H. MH,
Tindak Pidana Koperasi, REflika Aditama, 2008
2. Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, 2006
3. Ismantoro Dwi Yuwono, Para Pencuri Uang Rakyat, Daftar 59 Koruptor Versi KPK
2003-2008, Pustaka Timur 2008.
4. Lilik Mulyadi, SH. MH. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Normative, Teoritis,
Praktik dan Masalahnya, Penerbit Alimni 2007
5. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Pemberantas Korupsi, Melalui Hukum Pidana Nasional
dan Internasional, Rajawali Press, 2005
6. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai
negara, sinar Grafika
7. Pusat Info data Indonesia, Tindakan/ Kebijakan yang dianggap Korupsi, 2007.
8. Rohim, SH. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, 2008
9. R. Wiyono, SH. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Sinar Grafika, 2006
10. Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan Dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya
bakti, 2006
61

Anda mungkin juga menyukai