Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ARDAYOGA SANDI SATRIA

NOMOR DAFTAR HADIR : 13

NPP : 30.0750

KELAS : J3

SEMESTER/PROGRAM STUDI : 5 / MKKP

MATA KULIAH : TINDAK PIDANA KORUPSI

UJIAN TENGAH SEMESTER

1) Menurut saya dengan banyaknya kasus korupsi yang sudah marak terjadi di Indonesia ini
sangatlah merugikan negara Indonesia. Menjadi hal yang sangat berbahaya apabila korupsi
sudah menjadi hal biasa atau budaya yang ada di Indonesia. Faktor terjadinya korupsi sendiri
menurut saya terletak pada pelaku korupsi itu sendiri. Karena si pelaku tersebut telah
melanggar aturan atau menyeleweng dari sistem yang telah ditetapkan. Hal ini biasanya
dilakukan oleh oknum-oknum yang memiliki jabatan tinggi sehingga oknum tersebut
bertindak seenaknya dan menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya tersebut, sehingga
yang terjadi adalah korupsi. Menurut saya tidak ada yang salah dengan sistem yang telah di
berlakukan di Indonesia, karena sistem tersebut tentunya sudah dirancang sedemikian rupa
agar seluruh aktifitas pemerintahan dapat berjalan dengan baik hanya saja oknum dalam
pemerintahan tersebut yang banyak melanggar sebuah sistem yang telah ditetapkan. Maka
kesimpulan dari penjelasn tersebut yakni permasalahan atau pihak yang disalahkan ada pada
orang atau pelaku korupsi.

2) Menurut saya dengan adanya kasus seperti itu yang salah adalah kedua belah pihak. Karena
hal tersebut dapat terjadi karena adanya persetujuan antara kedua belah pihak tersebut.
Apabila tidak ada kesepakatan antara keduabelah pihak maka tidak akan terjadi permasalahan
atau kasus seperti itu. Hal ini dapat pula dikataka praktek kolusi. Kolusi sendiri merupakan
persekongkolan antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu tindakan yang seolah-olah
wajar, tetapi bertujuan memperoleh keuntungan dengan cara merugikan pihak lain. Maka dari
itu yang salah adala keduanya karena sudah bersepakat untuk melakukan tindakan yang sudah
jelas melanggar dari sebuah peraturan.

3) Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi bukan lagi
merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh
penelitian perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling
rendah. Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di
Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik
terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara yang tetap
rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia. korupsi
yang sudah di tangani di Indonesia. Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh
dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan
hingga zaman modern seperti sekarang ini. Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di
Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan
dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-
kerajaan kuno. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang
antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan. Lalu,
kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo
Penangsang, ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan
kekuasaan dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso (Amien Rahayu SS, Jejak
Sejarah Korupsi Indonesia- Analis Informasi LIPI). Hal menarik lainnya pada fase zaman
kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu
contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi
dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk
menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan
opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam
tatanan pemerintahan kita dikmudian hari. Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman
penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-
politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh
Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal
yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif
tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan
pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda
untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan
dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh
penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat
Indonesia. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni
dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri
lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan
praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya
bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh
penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal
adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku
pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang
akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga
saat ini. Indonesia tak ayal pernah menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya
paling korup, bahkan hingga saat ini. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum
positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan
sejarah dan melalui bebrapa masa perubahan perundang- undangan. Keberadaan tindak pidana
korupsi dalam hukum positif indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama, yaitu sejak
berlakunya kitab undang-undang hukum pidana 1 januari 1918. KUHP sebagai suatu
kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di Indonesia sesuai dengan asas
konkordansi dan diundangkan dalam Staatblad 1915 nomor 752, tanggal 15 Oktober 1915.

Upaya memberantas korupsi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

-menanamkan rasa nasionalisme

dengan begitu masyarakat akan menjauhi korupsi karena masyarakat tidak mau bangsanya
hancur karena korupsi

-memberikan pendidikan yang baik

segala tingkah laku baik atau buruk datang sesuatu dengan didikan. oleh karena itu
pemerintah memberikan didikan yang baik. supaya dapat menciptakan tingkah laku yang baik
-membatasi pekerja yang buruk

pemerintah membatasi penerimaan pekerja. sekarang syarat penerimaan pekerja tidak hanya
dari edukasi namun juga tingkah laku.

-melakukan sosialisasi kepada masyarakat

pemerintah tak henti hentinya dan tak lelah lelahnya untuk mengingatkan tentang korupsi.
karena dengan begitu masyarakat akan terus mengingat dan menanamkan perkataan tersebut

-memenuhi segala kebutuhan masyarakat tak mampu

kasus korupsi paling banyak dikarenakan oleh faktor ekonomi. dengan pemerintah yang
membantu kebutuhan masyarakat kurang mampu. diharapkan dapat mengurangi jumlah kasus
korupsi

-mengembangkan siapa nasionalisme

dengan begitu kita akan sadar betapa merugikan nya korupsi bagi negara.

-mementingkan kepentingan umum daripada pribadi

dengan begitu kita akan mampu mempelajari bahwa korupsi juga akan berdampak pada orang
lain. sehingga kita tidak akan melakukan korupsi

-mendekatkan diri pada Tuhan

dengan begitu kita tidak akan melakukan kejahatan. karena kita selalu ingat pada Tuhan.

-mencari ilmu yang baik

dengan begitu kita tidak akan pernah salah jalan karena ilmu kita tidak mengajarkan korupsi

-selalu patuh pada hukum

dengan patuh pada hukum kita tidak akan melanggar hukum. dengan begitu kita terhindar dari
korupsi

Anda mungkin juga menyukai