Disusun Oleh :
Kelompok
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah sebagai
tuas dari mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dengan judul “ Ruang Lingkup Korupsi ”
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini nantinya akan menjadi makalah yang lebih baik lagi .
Demikian dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, khususnya dosen mata kuliah
Pendidikan Budaya Anti Korupsi yaitu, bapak Khairul Abbas SH, S.Kep, MKM yang telah
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau kerajaan adalah
milik mutlak raja, yang kemudian di serahkan kepada para pangeran dan bangsawan,
yang di tugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti dari rakyat yang menduduki tanah
tersebut. Di samping membayar dalam bentuk uang atau in natura, sering pula rakyat di
haruskan membayar dengan hasil bumi serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk
memenuhi berbagai keperluan sang raja atau penguasa. Elite penguasa yang merasa diri
sebagai golongan penakluk, secara otomatis juga merasa memiliki hak atas harta benda
dan nyawa rakyat yang di taklukan. Hak tersebut biasanya di terjemahkan dalam tuntutan
yang berupa upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham, 1995), dari seluruh upeti yang
masuk ke kantong para pembesar ini selain di pergunakan untuk memenuhi kebutuhan
pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai pajak yang di pergunakan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja, belum ada lembaga yang secara
sebagai pembesar atau pejabat ini dapat diperjualbelikan yang menyebabkan pembeli
jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah dikeluarkannya
client, bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus
dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal balik dari
rakyat sebagai client-nya. Hubungan patron - client ini merupakan salah satu sumber
korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan efektivitasnya harus selalu berbuat
sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk kepentingan umum, kelompok atau
perorangan, yakni para anak buah yang seringkali adalah saudaranya sendiri. Selain itu,
sistem patron - client juga menjadi faktor perusak koordinasi dan kerjasama antar para
berkepanjangan.
Korupsi yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika
kekuasaan pada birokrasi patrimonial yang berkembang pada kerangka kekuasaan feodal
tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang parah,
melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut merugikan keuangan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa latin corruption yaitu dari kata kerjacorrumpere yang
Sebagai negara hukum, Indonesia telah memiliki seperangkat undang-undang (UU) untuk
menjerat berbagai tindak korupsi. Korupsi atau secara hukum disebut juga dengan tindak
pidana korupsi, telah ditetapkan sejak tahun 1960 dalam UU No. 24/PRP/1960. Karena
isinya tidak cocok lagi dengan perkembangan masyarakat, perangkat hukum itu diperbaiki di
dalam UU No. 3 tahun 1971. Produk hukum tahun 1971 itu kembali direvisi dan dihimpun
di dalam UU No. 31 tahun 1999 serta disempurnakan di dalam UU No. 2001. Di dalam UU
No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001, tindak pidana korupsi yang tercantum di dalam UU
tersebut dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana (dalam buku saku
Dari ketiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi itu, dapat dikelompokkan
menjadi:
7. Gratifikasi.
kebahagiaan, kepuasan) mengacu pada suatu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
Gratifikasi tersebut meliputi berbagai bentuk pemberian, baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri, dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronika atau
Selain ketujuh bentuk tindak pidana korupsi tersebut, masih ada tindak pidana lain yang
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka tindak pidana korupsi
4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi
keterangan palsu
Hukuman bagi pelanggar UU tersebut bervariasi, mulai pidana penjara satu tahun
hingga seumur hidup dengan denda paling sedikit lima puluh juta rupiah hingga satu miliar
rupiah. Dengan banyaknya bentuk tindak pidana korupsi yang tercakup di dalam UU
tersebut, sebetulnya pemerintah menghendaki pemberantasan tindak pidana korupsi secara
tuntas dan menjaring sebanyak mungkin koruptor. Uraian ringkas mengenai bentuk tindak
pidana korupsi, seperti yang disebutkan di dalam UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001
a. Tindakan yang melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau
suatu korporasi dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.
padanya karena jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan diri sendiri, orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara.
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya (pegawai negeri atau
penyelenggara itu) berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga
bertentangan dengan kewajibannya atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
dalam jabatannya
b. Tindakan yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
c. Tindakan pegawai negeri atau penyelenggara yang menerima pemberian, janji atau
hadiah sebagaimana dimaksud dalam poin 2, dan diketahuinya bahwa hadiah atau
janji itu diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan
d. Tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dan
diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah
dengan kewajibannya atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
e. Tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji dan diketahuinya atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
f. Tindakan yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud
pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
h. Tindakan hakim atau advokat yang menerima pemberian, hadiah atau janji
negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
a. Menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau
membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
tugas
c. Meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan
utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan atau mengawasi barang keperluan
keadaan perang
d. Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas,
telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah
perundangundangan.
berikut ini.
a. Tindakan pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
b. Perbuatan menerima gratifikasi, yaitu setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dan penerimaan
B. Lapisan Korupsi
Aditjondro (2006), dengan mengkompilasi berbagai teori, seperti yang diajukan oleh
Syed Hussein Alatas, William-Chambliss dan Milovan Djilas, membedakan tiga lapis
korupsi.
1. Korupsi lapis pertama meliputi bidang sentuh langsung antara warga (citizen) dan
birokrasi atau aparatur negara. Korupsi jenis ini terdiri dari suap (bribery), di mana
prakarsa untuk mengeluarkan dana, jasa atau benda datang dari warga, dan pemerasan
(extortion), di mana prakarsa untuk mendapatkan dana, jasa atau benda tertentu tersebut
pemerintahan.
a. nepotisme, di mana ada hubungan darah antara mereka yang menjadi pelayan publik
dengan mereka yang menerima berbagai kemudahan dalam bidang usaha mereka
b. kronisme, di mana tidak ada hubungan darah antara pelayan publik dengan orang-
c. kelas baru, di mana mereka yang mengambil kebijakan dengan mereka yang
menerima kemudahan khusus untuk usaha mereka, sudah menjadi satu kesatuan
yang organik, satu stratum (lapis) warga negera dan warga masyarakat yang
3. Korupsi lapis ketiga adalah jejaring korupsi yang sudah terbentuk, meliputi birokrat,
memberikan kesan “objektif” dan “ilmiah” terhadap apa yang merupakan kebijakan
jejaring itu. Tindakan mereka dapat dikatakan sebagai legetimator. Jejaring itu dapat
masyarakat umum.
D. Sebab-sebab Korupsi
2. Kemiskinan
3. Kurangnya pendidikand.
5. Struktur pemerintah.
6. Perubahan radikal.
8. Keadaan masyarakat
E. Dampak Korupsi
Bidang
Dampak korupsi
kehidupan
Sistem hukum tidak lagi berdasarkan pada prinsip-prinsip keadilan hukum.
menjadi bertele-tele karena disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.
Terpusatnya kekuasaan pada pejabat Negara tertentu (pemeritah pusat).
uang
Sosial Hilangnya nilai-nilai moral social. Hilangnya figur pemimpin dan contoh
teladan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkurangnya tindakan
2. Penindakan secara tegas dan konsisten terhadap setiap aparat hukumyang bersikap tidak
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namunsebenarnya banyak di
“kepentingan rakyat”.
umum.
yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat
besar (rakyat).
6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektordi bidang
masyarakat/mahasiswa
1. Upaya Pencegahan
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana danmemiliki tang-gung
jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa
tua
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
pemerintahan melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di
bawahnya.
2. Upaya Penindakan
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbuktimelanggar
dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK(2005)
a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrolsosial terkait
ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat dari uraian diatas, tidak dapat kita pungkiri korupsi memang benar-benar telah
menjadi sebuah masalahyang cukup berat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Melihat dari hal-hal yang telah dijelaskan diatas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
mengenai ppengaruh dan upaya penuntasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Sebuah negara akan maju dan berkembang apabila didukung dengan pemerintahan yang adil
dan bersih dari unsur-unsur korupsi.
Sikap korup para pejabat dan elit politik merupakan penyebab timbulnya masalah
kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Dibutuhkan sebuah sikap yang tegas dan profesional untuk memberantas tindak pidana
korupsi di Indonesia.
B. Saran
2. http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia.
3. htmlhttp://nurulsolikha.blogspot.com/2011/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
4. http://repository.ut.ac.id/4626/2/SOSI4407-M1.pdf