Anda di halaman 1dari 7

PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA PADA MASA ORDE REFORMASI

Oleh : Nasywaa Isyni Kamiilah

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam perspektif masyarakat umum korupsi dimaknai sebagai tindakan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dilakukan secara ilegal bersifat merugikan

kepentingan umum. Tindakan atau perbuatan tersebut dapat dilakukan secara pribadi maupun

secara bersama-sama atau berkelompok. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang diartikan korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan

maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara

atau perekonomian negara.1

Berkembangnya perbuatan korupsi di tengah-tengah masyarakat Indonesia sekarang ini

dapat diidentifikasi dalam beberapa faktor antara lain : (1) kelemahan moral, (2) tekanan

ekonomi, (3) hambatan struktur administrasi, dan (4) hambatan struktur sosial. 2

Penyebab pertama maraknya perbuatan korupsi diawali oleh kelemahan moral. Hal ini

berkaitan sifat tamak atau rakus dari manusia. Sifat tamak ini senantiasa merasa kurang

dengan apa yang telah dimilikinya. Bahkan memiliki hasrat untuk menambah harta serta

kekayaan dengan melakukan tindakan yang merugikan kepentingan orang lain.

Faktor tekanan ekonomi sebagai penyebab terjadinya korupsi berupa ketidakmampuan

pendapatan yang diperoleh untuk menutupi seluruh pengeluaran. Selain itu sifat konsumtif

juga ikut mempengaruhi. Bila seseorang memiliki gaya hidup yang konsumtif dan

1
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2
https://www.kompasiana.com/reddymassahid/56fa21f46423bdac0672e1f8/korupsi-dalam-perspektif-
sosiologi? page=all.

1
pendapatannya lebih kecil dari konsumsinya tentunya akan berusaha menutupi kekurangan

tersebut.

Hambatan struktur administrasi yaitu hambatan yang bersumber dari praktik-praktik

penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Kurangnya instrumen pendukung dalam

penyelenggaraan birokrasi dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang menutup atau

minimal mempersempit celah melakukan praktik korupsi.

Sedang hambatan struktur sosial bersifat kebiasaan negatif yang tumbuh dan

berkembang di masyarakat seperti perbuatan suap-menyuap atau kebiasaan meminta tip dari

setiap pelayanan yang diberikan ataupun pemberian hadiah bagi pemangku pengambil

kebijakan.

Upaya pemberantasan tindak korupsi di Indonesia telah lama dilakukan bahkan telah

ada sejak negara ini diproklamirkan. Berbagai lembaga pemberantasan korupsi didirikan

yang kemudian dibubarkan. 3

Pada masa Orde Lama pernah dibentuk Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara

(BAPEKAN) yang berdiri pada awal 1959 dengan ketua Sultan Hamengku Buwono IX dan

anggota Samadikoen, Semaun, Arnold Mononutu, dan Letkol Sudirgo.

Tugas BAPEKAN yaitu mengawasi, meneliti, dan mengajukan usul kepada presiden

berkaitan dengan kegiatan aparatur negara. Lingkup tugas lembaga tersebut mencakup aparat

sipil maupun militer dalam badan-badan usaha milik negara, yayasan, perusahaan, dan

lembaga negara.

Selain lembaga BAPEKAN didirikan pula Panitia Retooling Aparatur Negara

(PARAN) pada 1959. AH Nasution duduk sebagai pimpinannya serta dibantu oleh

Muhammad Yamin dan Roeslan Abdulgani. Salah satu tugas PARAN yaitu mendata

kekayaan para pejabat negara. Dari laporan kekayaan itu PARAN mengetahui banyaknya

salah urus dan korupsi.


3
https://historia.id/politik/articles/jatuh-bangun-lembaga-pemberantasan-korupsi-PGjgB/page/1

2
Selain kedua lembaga tersebut, Presiden Soekarno pernah pula membentuk Komando

Tertinggi Retooling Aparatur (KOTRAR) pada tahun 1964. Presiden menunjuk Soebandrio

sebagai ketuanya dan Letjen Ahmad Yani sebagai kepala staf. Lembaga ini tidak

menunjukkan hasil hingga berakhirnya rezim Orde Lama.

Zaman Orde Baru ditandai naiknya Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia pada

tahun 1967. Wujud kepeduliannya terhadap pemberantasan korupsi dengan membentuk

lembaga Tim Pemberantasan Korupsi (TPK). Tim ini diketuai Jaksa Agung Sugih Arto.

Anggotanya tak hanya orang-orang Kejaksaan, tapi ada yang dari kepolisian, militer, pers,

dan lain-lain. Intervensi penguasa membuat TPK gagal. Hingga tiga tahun berjalan,

pengusutan terhadap perusahaan-perusahaan negara atau institusi negara yang ditengarai

menjadi sarang korupsi seperti Bulog, Pertamina, dan Departemen Kehutanan, tidak tuntas.

Selanjutnya Presiden Soeharto membentuk Komisi Empat pada tanggal 31 Januari 1970

dan membubarkan TPK. Presiden menunjuk Moh. Hatta sebagai penasehat komisi itu dan

mantan Perdana Menteri Wilopo sebagai ketua. Tiga tokoh senior yang dianggap bersih dan

berwibawa, Prof Johannes (mantan rektor UGM), I.J. Kasimo (Partai Katolik), dan A.

Tjokroaminoto (PSII), dipercaya menjadi anggotanya. Tanpa alasan jelas pemerintah malah

membubarkan Komisi Empat pada 16 Juli 1970.

Jatuh bangun rezim tidak menyurutkan upaya pemberantasan korupsi. Pergantian

pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan Orde Reformasi membawa harapan dan semangat

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu bagaimana bentuk

pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia pada masa Orde Reformasi ?

3
B. PEMBAHASAN

1. Sebelum Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Masa Orde Reformasi dimulai dari pasca runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto

pada Mei tahun 1998. Tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21

Mei 1998 dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.

Pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie telah berupaya menangani

pemberantasan korupsi dengan serius melalui pembentukan Komisi Pengawas Kekayaan

Pejabat Negara (KPKPN). KPKPN dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 1999

Tentang Penyelenggaraan Negara. Fungsi utama KPKPN adalah mengeluarkan formulir

kekayaan yang harus diisi oleh pejabat publik yang kemudian akan diperiksa oleh auditor

independen. Komisi ini dikepalai oleh Jusuf Syakir dan beranggotakan 35 orang dari beragam

latar belakang profesi. Mereka menyasar semua pejabat publik, mulai anggota MPR/DPR

hingga perwira militer.

KPKPN menjadi salah satu lembaga anti korupsi yang lebih efektif. Melalui publikasi

tahunan pengumuman kekayaan berhasil mengembangkan budaya tanggung jawab terkait

kekayaan dan konflik kepentingan.

Sewaktu Presiden Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Republik Indoonesia sempat

membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK), dengan

ketuanya Hakim Agung Andi Andojo. Badan ini dibentuk dengan Keppres No. 19/2000. Tim

ini bertugas untuk berburu para koruptor yang diduga bersembunyi di luar Indonesia.

Namun legalitas tim ini dipermasalahkan karena dasar pembentukannya berbenturan

dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga peradilan yang tertinggi

membubarkan lembaga tersebut.

4
2. Sejarah Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Sejarah terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa pemerintahan

Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2002. Dasar hukum pembentukan lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun sebelum era pemerintahan Presiden Megawati, ide membentuk sebuah lembaga

pemberantasan korupsi yang independen berdasarkan sebuah undang-undang telah ada pada

masa pemerintahan B.J. Habibie dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.

Ide pembentukan sebuah lembaga negara yang menangani pemberantasan tindak pidana

komisi tidak muncul secara tiba-tiba. Tetapi merupakan rangkaian proses yang diawali dari

lahirnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Pembentukan lembaga KPK bertujuan untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna

terhadap sebuah upaya pemberantasan korupsi. Adapun visi KPK pada saat pertama kali

dibentuk yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. Sedangkan misinya adalah

penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang bangsa yang anti korupsi.

3. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh

kekuasaan manapun.

KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya senantiasa harus berpedoman pada

lima asas yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan

proporsionalitas.

5
Adapun tugas KPK sebagaimana tercantum dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 yaitu meliputi : (a) koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi; (b) supervisi terhadap instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (c) melakukan penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (d) melakukan tindakan-tindakan pencegahan

tindak pidana korupsi; dan (e) melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan

negara. Dalam menjalankan tugas, KPK memiliki beberapa kewenangan yang diatur dalam

pasal 7 sampai dengan pasal 14 tercantum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.4

Kewajiban yang dibebankan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

sebagaimana yang tercantum dalam pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

mencakup : (a) memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan

laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi; (b)

memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk

memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang

ditanganinya; (c) menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden

Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa

Keuangan; (d) menegakkan sumpah jabatan; dan (e) menjalankan tugas, tanggung jawab, dan

wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. 5

C. KESIMPULAN

Dari uraian pembahasan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia pada masa

orde reformasi mengalami kemajuan dalam bentuk berdirinya sebuah lembaga negara yaitu

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pembentukan lembaga tersebut berdasarkan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

4
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5
idem

6
Lembaga KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sedang pada masa sebelum orde reformasi keberadaan lembaga pemberantasan tindak

pidana korupsi hanya bersifat sementara atau ad hoc. Dimana dasar hukum pembentukan

lembaga tersebut bukan berdasarkan perintah Undang-Undang.

D. BIBLIOGRAFI

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi.

https://www.kompasiana.com/reddymassahid/56fa21f46423bdac0672e1f8/korupsi-dalam-
perspektif-sosiologi? page=all.

https://historia.id/politik/articles/jatuh-bangun-lembaga-pemberantasan-korupsi-
PGjgB/page/1

Anda mungkin juga menyukai