Anda di halaman 1dari 51

MATERI KULIAH

SEJARAH KORUPSI
DI INDONESIA

Ir. CUK SUGIYARSO, M.Si.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ciri-ciri masyarakat yang madani :
Demokrasi
Terciptanya masyarakat yang toleran
(menjunjung tinggi perbedaan)
Pluralisme, suatu negara yang
memahami, menyadari, paham yang
menghargai perbedaan dalam suatu
masyarakat
Keadilan sosial, hak-hak dan kewajiban
masyarakat harus terdistribusi secara adil,
tidak ada yang membeda-bedakan

21
22
UU No. 28 th 1999
Cikal bakal terwujudnya pemberantasan tindak pidana korupsi
Lahirnya UU No 31 th 1999
Adanya UU No 31 th 1999, korupsi disebut dg kejahatan luar biasa
Lahirnya KPK
Tugas KPK :
•Melaksanakan koordinasi pada suatu kasus
•Melakukan kegiatan superfisi (pengawasan)
•Melakukan penyidikan dan penuntutan
•Melakukan aksi pencegahan dengan kampanye
3 Indikator bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa.
UU No 20 th 2002, Tujuannya mendorong
UU No 7 th 2006, Suatu konferensi yang dilakukan di Meksiko
mengambil kesepakatan bahwa korupsi adalah permasalahan dunia.
PP No 71 th 2000, sebagai masyarakat tidak boleh hanya diam
dalam permasalahn korupsi

23
24
Delik adalah suatu perbuatan yang telah
dilakukan oleh sesorang baik sengaja atau
tidak disengaja yang dapat menimbulkan
tuntutan dan sanksi hukum.

25
26
27
28
29
UU Tindak pidana korupsi ada 7 jenis
Merugikan keuangan negara
Penggelapan dalam jabatan
Suap menyuap
Pemerasan
Perbuatan curang
Benturan kepentingan dalam keadaan
Gratifikasi

30
31
32
1. Masa Pemerintahan Kerajaan
 Budaya Korupsi sejak masa kerajaan didorong oleh
motif “3ta”, yaitu Harta, Tahta dan Wanita.
Runtuhnya beberapa kekuasaan kerajaan
mencerminkan timbulnya motif-motif korupsi
sebagai pangkal tolak pertentangan.
 Perebutan kekuasaan di Kerajaan Singosari,
Majapahit, Demak, Banten, itu tidak lain adanya
motif-motif keinginan menguasai dengan cara-cara
yang licik tentang nafsu duniawi.
 Kerajaan-kerajaan besar (seperti Sriwijaya,
Majapahit, dan Mataram) hancur karena perilaku
korup dari sebagian besar para bangsawannya.
33
2. Masa Kolonial Belanda
 Politik devide et empera atau memecah belah kekuasaaan
untuk kepentingan penjajah, Tahun 1755 VOC memecah
Mataram menjadi 2 (dua) yaitu Kesultanan Yogyakarta
dan Kasunanan Surakarta.
 Dalam buku History of Java karya Thomas Stamford
Rafles, digambarkan penduduk Jawa yang “nrimo” tapi
ada keinginan untuk dihargai oleh orang lain, tidak terus
terang, suka mengambil kesempatan saat orang lain tidak
tahu, bangsawan suka memupuk harta, abdi dalem suka
mencari perhatian majikan.
 Para elit kerajaan suka disanjung/dihormati tapi tidak
suka dikritik.

34
 Raja dan kaum bangsawan menguasai sumber-sumber
ekonomi masyarakat, sementara rakyat dibiarkan miskin,
tertindas dan harus menuruti apa kemauan penguasa.
 Abdi dalem sering mengambil upeti (pajak) yang akan
diserahkan kepada Demang (lurah), Tumenggung, Raja
atau Sultan.
 Mengambil upeti dari rakyat kecil oleh Raja ini kemudian
ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara,
sehingga memicu perlawanan rakyat terhadap Belanda
seperti Perang Diponegoro (1825-1830), Imam Bonjol
(1821-1837).
 Pribumi juga ditindas oleh bangsanya sendiri dengan
adanya Cultur Stelsel, membudidayakan tanaman
produktif untuk memberi kontribusi ke kas penjajah.
35
3. Masa Orde Lama
 Pernah dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia
Retooling Aparatur Negara (PARAN) berdasarkan UU
Keadaan Bahaya dipimpin AH. Nasution, tapi
pemerintah setengah hati.
 Pejabat pemerintah diharuskan mengisi formulir
semacam “Daftar Kekayaan Pejabat Negara” tapi para
pejabat memberikan reaksi keras.
 Tahun 1963 melalui Keppres Nomor 275 Tahun 1963
KASAB AH. Nasution meneruskan kasus-kasus korupsi
perusahaan negara dan lembaga negara ke pengadilan,
ini juga tidak sukses.
 Soebandrio mengumumkan lembaga baru
pemberantasan korupsi disebut Kottar (Komando
Tertinggi Retooling Aparat Revolusi), lembaga ini juga
tidak terdengar gaungnya.
36
4. Masa Orde Baru
 Dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang
diketuai Jaksa Agung, pada tahun 1970 karena TPK
dipandang tidak serius maka mahasiswa unjuk rasa
memprotes keberadaan TPK.
 Dibentuk Komite 4 (Johanes, Kasimo, Wilopo,
Tjokroaminoto), dengan tugas utama membersihkan
BUMN dan Departemen yang ditengarai menjadi
sarang korupsi (Depag, Bulog, Telkom, Pertanian),
lembaga ini juga hanya menjadi macan ompong.
 Dibentuk Opstib (Operasi Tertib) yang diketuai oleh
Pangkopkamtib Laks. Sudomo, tidak berjalan seiring
dengan waktu.

37
5. Masa Reformasi
 Tahun 1999 Presiden BJ. Habibie mengeluarkan UU 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
 Presiden Gus Dur membentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK)
dengan PP Nomor 19 Tahun 2000, melalui Judicial
Review MA tim ini dibubarkan, kasus korupsi
melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan
oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman, akhirnya Gus
Dur didera kasus Buloggate.

38
 Masa Presiden Megawati, pemberantasan korupsi merosot
tajam yang menonjol otoritas kekuasaannya. Koruptor
ditemukan banyak alasan berobat ke LN, pemberian SP3
diberikan kepada beberapa koruptor, konglomerat, terasa
sekali pemerintah melindungi koruptor.
 Kasus-kasus korupsi merebak yang menjerat para pejabat
pemerintah baik dikalangan Eksekutif, Legislatif, maupun
Yudikatif, sehingga menjerat banyak pejabat pemerintah
seperti Menteri, Dirjen, Gubernur, Bupati, Anggota DPR,
DPRD, Hakim, Jaksa, para pejabat PNS, hingga tak kurang
dari 3.000 orang terseret dalam pusaran korupsi.
 Tahun 2003 di bentuk Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 dengan Ketua
KPK waktu itu Taufiqurachman Ruki sebagai Ketua KPK
yang pertama kali.
39
TIPIKOR DALAM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA

40
1. Sejarah Pemberantasan Tipikor
Peraturan perundang-undangan yang telah dibuat, antara lain :
 Delik korupsi dalam KUHAP
 Peraturan Pemberantasan korupsi Penguasa Perang Pusat Nomor :
Prt/Peperpu/013/1950
 UU No. 24 Tahun 1960 tentang Tipikor
 UU No. 3 Tahun 1971 tentang Tipikor
 TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN
 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas KKN
 UU No. 31 Tahun 1999
 UU No. 20 Tahun 2001
 UU No. 30 Tahun 2002
 UU No. 7 Tahun 2006
 PP No. 71 Tahun 2000
 Inpres No. 5 Tahun 2004
41
2. Kesimpulan Sejarah Peraturan Perundang-undangan
Tindak Pidana Korupsi
 Delik korupsi sudah lama mewarnai sistem hukum di
Indonesia, yaitu sejak KUHP menjadi sumber hukum
Pidana masa pemerintahan kolonial Belanda.
 Dari masa ke masa bangsa Indonesia menyadari
besarnya bahaya korupsi bagi perkembangan negara,
sehingga pemberantasan korupsi memerlukan upaya-
upaya khusus yang luar biasa.
 Upaya pemberantasan korupsi tidak bisa dilepaskan
dari terbentuknya tatanan kehidupan baru yang lebih
mengedepankan civil society sebagai sasaran reformasi
birokrasi.

42
 Orde reformasi membulatkan tekad pemberantasan
korupsi yang lebih tegas dan komprehensif, dengan
lahirnya UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun
2001.
 Korupsi bagi bangsa kita menjadi kejahatan yang luar
biasa (extra ordinary crime), maka pemberantasannya
juga harus dilakukan dengan cara yang luar biasa pula,
seperti pembuktian terbalik dan pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
 Efektivitas pemberantasan korupsi tidak bisa lepas dari
peran dunia internasional, dan peran serta masyarakat
untuk berpartisipasi memerangi korupsi.

43
3. Delik Korupsi dalam Peraturan Perundang-
undangan kita
 “ Delik adalah perbuatan/ tindakan yang dapat
menimbulkan tuntutan dan sanksi hukum. “
 Delik korupsi dibagi dalam 2 (dua) bagian utama,
yaitu :
a. Delik korupsi yang diRUMUSKAN oleh pembuat
undang-undang, yaitu delik korupsi yang
dirumuskan khusus sebagai delik korupsi oleh
pembuat undang-undang, di UU No. 31 Tahun 1999
terdapat pada pasal 2,3,13,15.

44
b. Delik korupsi yang di AMBIL dari KUHP, ini
juga dibagi 2 (dua), yaitu :
 Delik korupsi yang ditarik secara MUTLAK dari
KUHP, sehingga delik ini dalam KUHP menjadi
tidak berlaku, contohnya Pasal 5 sampai dengan
Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001
 Delik Korupsi yang ditarik TIDAK secara
MUTLAK, sehingga delik ini dalam KUHP
masih berlaku kecuali ada hal tertentu yang
berkaitan dengan “Pemeriksaan Tipikor”, maka
delik ini menjadi berlaku dalam UU Tipikor .

45
4. Delik Korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU
No. 20 Tahun 2001
 Pasal 3, melarang perbuatan mengambil/mencari untung
dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
fasilitas/sarana. Keuntungan dalam arti materiil, sedang
kewenangan adalah kewenangan yang sah. Unsur kerugian
keuangan negara tidak mutlak dipersyaratkan telah terjadi,
maka ketika tindakan itu telah dilakukan dan “dapat”
menimbulkan kerugian keuangan negara, Pasal 3 ini sudah
dapat diancamkan.
 Pasal 13, pasal ini melarang siapapun untuk memberi hadiah
atau janji kepada PNS/Penyelenggara Negara mengingat
kekuasaan yang melekat pada jabatan/kekuasaan orang itu,
perbuatan ini sudah masuk delik korupsi.

46
 Pasal 15, pasal ini dikenakan manakala ada percobaan,
perbantuan dan permufakatan jahat sebagaimana diatur
dalam KUHP.
 Secara khusus diberi penjelasan bahwa Tipikor menurut
Pasal 15 ini adalah tindak pidana yang tidak selesai, maka
pengenaan ancaman pasal ini harus memenuhi syarat :
o ada niat
o adanya permulaan pelaksanaan
o tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku
Delik korupsi menurut pasal ini, maka jika seseorang sudah
memenuhi syarat percobaan, tidak menghalangi orang
lain melakukan delik, ada pemufakatan jahat, maka delik
korupsi dapat diancamkan dengan Pasal 15 ini.

47
 Pasal 5, pasal ini mengatur delik korupsi dalam bentuk suap,
yaitu perbuatan suap dalam 2 (dua) hal :
o Korupsi memberi suap/menyuap
o Korupsi menerima suap
Delik korupsi menyuap dapat diberlakukan tanpa harus ada
penerima suap, sehingga memberikan sesuatu kepada
PNS/Pejabat/Penyelenggara Negara itu sudah masuk delik
korupsi.
Delik korupsi memberi suap/menyuap yang diatur dengan Pasal 5
ayat (1), diatur dengan huruf a apabila PNS/Penyelenggara
Negara itu “berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatan
yang bertentangan dengan kewajibannya “ dan huruf b apabila
PNS/Penyelenggara Negara “telah melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya yang dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya “

48
 Pasal 11, dalam pasal ini diatur larangan khusus seorang
PNS/Penyelenggara Negara menerima Hadiah atau Janji.
Oleh karena itu PNS/Penyelenggara Negara harus cukup
paham atau dapat menduga bahwa pemberian sesuatu itu
karena dirinya mempunyai wewenang atau kekuasaan,
agar tidak kena delik korupsi.
 Pasal 12, dalam pasal ini mengatur seorang
PNS/Penyelenggara Negara dilarang menerima hadiah
atau janji, dengan berbagai alasan seperti memperlambat
pengurusan ijin, meloloskan seorang pegawai dalam
rekruitmen yang kedapatan tidak memenuhi syarat,
mempengaruhi putusan perkara bagi seorang Hakim,
advokat yang harus membela perkara yang bertentangan
dengan hukum, memperlambat pengurusan KTP.

49
 Pasal 6, pasal ini mengatur delik korupsi Suap
dengan pemberatan, khususnya bagi penyuap
Hakim, Advokat atau sebaliknya penerima suap
PNS, Penyelenggara Negara, Hakim, Advokat.
 Pasal 7, pasal ini mengatur delik korupsi yang
dikenal penggelapan dalam jabatan, seperti
menggelapkan uang atau surat berharga,
membiarkan uang atau surat berharga itu
diambil orang lain, karena jabatannya.

50
 Pasal 9 dan Pasal 10, pasal ini delik korupsi bagi
PNS/Penyelenggara Negara yang memalsukan dokumen, buku-
buku, daftar-daftar untuk pemeriksaan administrasi.
Sedang Pasal 10 merupakan delik korupsi apabila
PNS/Penyelenggara Negara yang dengan sengaja
menghancurkan, merusakkan, tidak dipakainya suatu barang,
akta, surat yang dapat meyakinkan atau membuktikan di muka
pejabat yang berwenang.
 Gratifikasi, adalah pemberian dalam arti luas, meliputi
pemberian uang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan gratis dan fasilitas lainnya. Pidananya dianggap
suap apabila terbukti berhubungan dengan jabatannya, pidana
akan terhapus bila Gratifikasi itu dilaporkan oleh penerima
kepada KPK

51

Anda mungkin juga menyukai