Anda di halaman 1dari 5

Visi Indonesia Sehat 2010 Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep.

Kes (1999) menyatakan bahwa, gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia. Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani, serta sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Masyarakat Indonesia yang dicita citakan adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari pembangunan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi tersebut telah tiga tahun yang lalu berhasil dirumuskan oleh Departemen Kesehatan RI yang mestinya telah dijabarkan kedalam program kerja yang lebih bersifat operasional untuk mencapai visi itu. Beberapa tahun lagi kita akan mencapai tahun 2010, dan saat itu kita tentu akan menyaksikan bersama apakah gambaran tersebut akan menjadi kenyataan?. Namun yang perlu kita renungkan visi Indonesia sehat 2010 sebenarnya visi siapa? Bila itu merupakan visi Departemen Kesehatan RI saja atau yang dirumuskan hanya oleh beberpa pejabat saja sedangkan dalam cita citanya adalah masyarakat Indonesia yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat. Pertanyaanya berikutnya adalah bagaimana masyarakat Indonesia ikut merasa meiliki terhadap visi itu karena ia ditempatkan sebagai subyek yang harus berubah. Namun jika itu adalah perwujudan dari visi bangsa Indonesia, pertanyaanya adalah sejauh mana keterlibatan masyarakat/bangsa Indonesia ini terlibat dalam merumuskan visi itu sehingga mereka juga punya komitment untuk merealisasikan visi tersebut. Bila kita lupakan saja itu visi siapa yang jelas seperti yang saya uraikan sebelumnya baha status kesehatan bangsa Indonesia merupakan resultanste upaya bersama, maka yang harus kita upayakan adalah bagaimana visi Indonesia 2010 sehat, itu menjadi milik dan bagian dalam kehidupan bangsa Indonesia. Tanpa masyarakat dan sektor lain merasakan itu, maka komitmennya untuk ikut mewujudkan visi tersebut juga akan lemah, karena untuk mewujudkan visi dibutuhkan komitmen semua pihak (stakeholder). Akhirnya kita sebagai bangsa Indonesia perlulah merenung sejenak untuk membayangkan dapatkan visi mulia Indonesia Sehat 2010 itu akan terwujud. Tentunya kita tidak berharap bahwa pada saatnya nanti visi itu akan menjadi sekedar jargon yang terlewatkan dan terlupakan begitu saja. Sementara dunia telah metapkan status kesehatan masyarakat menjadi salah satu komponen Human Development Index ( HDI ) yaitu indikator kemajuan kualitas SDM suatu bangsa. DOKTER PTT Visi Indonesia Sehat Jangan Cuma Mimpi

Sabtu, 19 Mei 2007 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tak habis mengerti mengenai langkah Departemen Kesehatan menghapus kebijakan wajib menjalani praktik pegawai tidak tetap (PTT) bagi dokter baru. "Itu sangat bertentangan dengan niat Departemen Kesehatan membuat masyarakat kita menjadi sehat," kata Dewan Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi. Penilaian itu tidak berlebihan. Kebijakan yang tak lagi mewajibkan praktik PTT membuat kepentingan masyarakat untuk memperoleh layanan dokter menjadi termarjinalkan: sangat bergantung pada kemampuan dan political will pemerintah daerah (pemda). Bila kemampuan atau kemauan pemda tak ada, layanan dokter adalah "barang langka". Berharap pada hati nurani dan idealisme dokter saja jelas absurd. Ya, karena kesehatan masyarakat bukan soal hati nurani dan idealisme orang per orang. Kesehatan masyarakat adalah kebutuhan mendasar, dan karena itu harus jelas hitung-hitungannya secara ekonomi. Artinya, dari sisi manajemen pemerintahan, harus ada alokasi khusus dalam anggaran. Tapi, soalnya, tak semua pemda siap. Daerah-daerah yang kering pemasukan jelas kerepotan jika harus membuat alokasi anggaran tersendiri bagi pengadaan tenaga dokter di daerah masing-masing sesuai proporsi penduduk. Namun begitu, Visi Indonesia Sehat 2010 yang dicanangkan pemerintah jangan cuma mimpi. Diharapkan berbagai program yang diluncurkan dalam rangka menciptakan kesehatan masyarakat tak hanya mengawang di awan. Toh begitu, Tulus masih mengkhawatirkan masyarakat-- terutama di daerah terpencil -- tak bisa memperoleh akses layanan kesehatan. Padahal selama ini, masalah tersebut relatif bisa tertangani berkat kebijakan wajib tugas PTT bagi dokter baru. Tulus terus-terang menilai penghapusan kebijakan wajib tugas PTT itu bias dengan kepentingan dokter untuk bisa berkiprah hanya di perkotaan atau di daerah basah. Atas dasar itu pula, "Kami akan minta Departemen Kesehatan agar membatalkan penghapusan kebijakan itu," kata Tulus. Menurut Tulus, pemerintah seharusnya justru memperbanyak dokter tugas PTT. Ini bukan cuma soal pemerataan antardaerah, melainkan terutama karena begitu banyak masyarakat yang sangat membutuhkan layanan tenaga dokter. Selama ini saja, persoalan tersebut begitu gamblang mengemuka. Justru itu, setelah kebijakan wajib tugas PTT bagi dokter dihapus, persoalan itu bisa kian menjadi-jadi. Terutama di daerah pelosok atau terpencil, masyarakat tak bisa lagi berharap terhadap layanan tenaga dokter. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Departemen Kesehatan dr Agus Purwadianto sebelumnya menyatakan penghapusan dokter PTT merupakan amanat Undang-undang No

29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Saat ini kalangan dokter sendiri tak puas dengan keberadaan UU tersebut. Tak heran bila UU No 29/2004 itu dalam proses uji material di Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang dipersoalkan kalangan dokter adalah kekhawatiran kriminalisasi terhadap dokter. Tetapi Tulus menyatakan tak sependapat dengan pikiran semacam itu. Mestinya pemerintah, menurut Tulus, mengambil tindakan status quo atas UU tersebut. Karena UU itu sendiri dalam proses uji material, pemerintah seyogianya tidak mengambil kebijakan penting yang dalam hal ini adalah lahirnya Permenkes No 512 Tahun 2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Meski uji material tersebut bersifat parsial karena hanya pasal tertentu saja, di mata Tulus, Departemen Kesehatan memang sudah selayaknya mendinginkan persoalan terlebih dahulu. "Tidak boleh mengambil kebijakan ketika UU-nya sedang diperjuangkan meski hanya beberapa pasal yang sedang diuji material," kata Tulus. Tulus juga merasa khawatir Permenkes No 512 tersebut mengakibatkan pergeseran orientasi para dokter. "Katakanlah dokter-dokter sekarang seperti ingin enaknya sendiri hanya ingin praktik di daerah empuk dan tidak mau berpraktik di daerah tertinggal," kata Tulus. Hal tersebut menurut Tulus mengingkari etik kedokteran itu sendiri. Kesiapan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota agaknya juga dipertanyakan. Dalam Jurnal Manajemen Ilmu Kesehatan No 01 Maret 2006, Laode Ahmad Sukarno, Nanis Budiningsih dan Sigit Riyanto antara lain menulis dinas kesheatan di daerah mendapat anggaran 3 persen dari total APBD. Tetapi pada sisi lain SDM dinas kesehatan di daerah juga belum sepenuhnya mampu menyusun anggaran dan perencanan pelayanan kesehatan. Pantas saja jika Tulus menekankan agar pemerintah pusat tetap ikut mengurusi masalah tersebut meski masalah kesehatan termasuk yang ikut didesentralisasi. "Kalau makin dilepas akan semakin buruk. Kalau hanya melihat kepentingan individu saja nanti tidak ada dokter yang mau praktik di ujung pulau di Indonesia, misalnya di pulau terpencil di Indonesia," katanya. Menurut hemat Tulus, penghapusan dokter PTT membahayakan sistem pelayanan kesehatan masyarakat disamping mengingkari etik kedokteran. "Dokter harus mau bekerja untuk siapa saja," ujar Tulus. Tulus kembali mengkritik Departemen Kesehatan yang dinilainya saat ini tidak dalam kondisi untuk mensehatkan masyarakat. Pasalnya instrumen ke arah tersebut malah dihilangkan. "Sepertinya (kebijakan tersebut) bias dengan kepentingan dokter itu sendiri," kata Tulus. (Mangku)

Demografi Indonesia Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York. Indonesia memiliki budaya dan bahasa yang berhubungan namun berbeda. Sejak kemerdekaannya Bahasa Indonesia (sejenis dengan Bahasa Melayu) menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan menjadi bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi, pendidikan, pemerintahan, dan bisnis. Namun bahasa daerah juga masih tetap banyak dipergunakan. [sunting] Penduduk Migrasi penduduk besar-besaran ke wilayah Indonesia dari Hindia Belakang diyakini setidak-tidaknya terjadi atas 2 gelombang migrasi. Migrasi besar-besaran pertama, beberapa abad sebelum Masehi, saat ini dikenal sebagai rumpun Proto-Melayu yang hidup di daerah pedalaman dan pegunungan diwilayah Nusantara; dan migrasi besar-besaran kedua menjelang abad Masehi, saat ini hidup didaerah pesisir dan dataran rendah dikenal sebagai rumpun Deutro-Melayu. Ras di Indonesia sebagian besar adalah ras Sinida dari rumpun bangsa Mongoloid mendiami Daratan Indonesia bagian Barat dan Daratan Indonesia Bagian Tengah; sebagian kecil, terutama di Daratan Indonesia Bagian Timur didiami oleh ras Melanesia dari rumpun bangsa Australoid. Imigran ke Indonesia terutama dari China tenggara, merupakan penduduk keturunan asing yang terbanyak, menyebar hampir di semua kota besar di Indonesia. Demikian pula pendatang dari Arab, Hadramaut -Yaman merupakan kelompok pendatang kedua terbanyak dan disusul oleh pendatang dari India dan sekelompok kecil dari Eropa. Suku bangsa pribumi yang terbanyak persentasenya di Indonesia adalah suku Jawa dan disusul oleh suku Sunda. Dari segi kependudukan, Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar anatara lain : Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa - sangat jarang di Kalimantan dan Irian. Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar. Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun. Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota besar dipulau Jawa. Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat perhatian serius

Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi

Anda mungkin juga menyukai