Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

“KIE KB ALAMIAH”

Disusun oleh :

Intan Agustina Anggraini P1337424219013

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN MAGELANG

TAHUN 2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

KELUARGA BERENCANA ALAMI (KBA)

Topik : Keluarga Berencana Alami (KBA)

Sasaran : Akseptor KB Warga posyandu Dsn. Kuwoso, Kec. Sawahan, Kab. Nganjuk

Hari/tanggal : Senin, 17 Mei 2021

Tempat : Posyandu Kuwoso

Waktu : 20 menit

Penyuluh : Intan Agustina Anggraini

A. TUJUAN PENYULUHAN
1. Tujuan Umum
Dengan adanya KIE KB Alamiah selama 20 menit, peserta diharapkan dapat
mengetahui mengenai KB Alamiah.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, peserta dapat mengetahui tentang :
a. Metode kalender
b. Metode pantang berkala
c. Metode suhu basal
d. Metode lendir serviks
e. Metode simtomtermal
f. Metode koitus interuptus

B. MATERI PENYULUHAN
Materi terlampir

C. MEDIA PENYULUHAN
Media penyuluhan berupa leaflet
D. KEGIATAN PENYULUHAN

No Tanggal Waktu Kegiatan Keterangan


a. Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
1. Pembukaan 5 menit c. Menjelaskan tujuan dari kegiatan Mendengarkan
penyuluhan
d. Menyebutkan materi yang akan
dijelaskan
Menjelaskan tentang :
a. Metode kalender
b. Metode pantang berkala
Mendengarkan
2. Inti 10 menit c. Metode suhu basal
dan ceramah
d. Metode lendir serviks
e. Metode simtomtermal
f. Metode koitus interuptus
a. Memberikan kesempatan kepada
ibu untuk bertanya
b. Menjawab pertanyaan
3. Penutup 5 menit c. Menyimpulkan isi materi Tanya jawab
d. Evaluasi
e. Mengucapkan terimakasih
f. Mengucapkan salam penutup

E. EVALUASI PENYULUHAN
Evaluasi dilakukan selama proses berlangsung dan selesainya kegiatan penyuluhan.
Bentuk evaluasi berupa memberikan pertanyaan lisan kepada peserta :
1. Jelaskan apa itu Keluarga Berencana Alami (KBA) ?
2. Sebutkan macam Keluarga Berencana Alami (KBA) ?
LAMPIRAN MATERI
KELUARGA BERENCANA ALAMI (KBA)

A. PENGERTIAN KB ALAMI
KB alami adalah salah satu cara untuk mengendalikan kemungkinan kehamilan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi apapun, baik kondom maupun kontrasepsi hormonal.
Misalnya, pil KB, susuk, KB suntik, dan spiral (IUD).

B. JENIS – JENIS METODE KB ALAMI


Adapun jenis metode KB Alami menurut Jutowiyono & Masniah 2019:61 sebagai
berikut :
a. Metode kalender
b. Metode pantang berkala
c. Metode suhu basal
d. Metode lendir serviks
e. Metode simtomtermal
f. Metode koitus interuptus

C. METODE KALENDER
1. Pengertian Metode Kalender (Jutowiyono & Masniah 2019:61)
Cara ini memang terlihat mudah dilakukan tetapi tidak cocok untuk perempuan
dengan siklus menstruasi yang tidak teratur, terutama pada perempuan setelah
persalinan dan pada tahun-tahun menjelang menopause. Selain itu, menentukan
siklusovulasi juga tidak mudah. Walaupun begitu, bagi sebagian perempuan cara
ini masih sering dilakukan. Metode kalender menggunakan prinsip pantang
berkala yaitu tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur sang istri.
2. Tiga panduan untuk menentukan masa subur menurut Jutowiyono & Masniah
2019:62 yaitu,
a) Ovulasi terjadi 14t2 hari sebelum haid yang akan datang,
b) Sperma dapat hidup membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi, dan
c) Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.
Dari panduan tersebut dapat diketahui cara mencegah konsepsi, yaitu dengan
menghindari koitus minimal tiga hari (72 jam) atau 48 jam sebelum ovulasi dan
24 jam sesudah ovulasi.
Jika ingin menerapkan metode kalender, seorang perempuan perlu untuk
mengetahui cara menentukan masa aman.
a. Catat lama siklus haid selama tiga bulan terakhir, tentunya lama siklus
haid terpendek dan terpanjang.
b. Lalu siklus haid terpendek dikurangi 18 hari dan siklus terpanjang
dikurangi 11 hari, dua angka yang diperoleh adalah rentang masa subur.
c. Pada rentang masa subur, pasangan suami istri pantang melakukan
hubungan seksual, dan di luar masa subur adalah waktu aman melakukan
hubungan seksual.
3. Indikasi bagi pasangan yang menginginkan kontrasepsi kalender menurut
Jutowiyono & Masniah 2019:63, sebagai berikut :
1. Perempuan dengan siklus menstruasi teratur.
2. Perempuan yang tidak haid karena sedang menyusui atau memproduksi ASI.
3. Perempuan yang tidak bisa menggunakan kontrasepsi lain.
4. Perempuan yang tidak memiliki infeksi menular seksual.
5. Perempuan yang bertubuh kurus atau gemuk, karena KB dengan metode
kalender tidak akan berpengaruh pada tubuh.
6. Perempuan yang merokok.
7. Perempuan yang memiliki masalah kesehatan atau riwayat gangguan kesehatan
contohnya penyakit jantung, darah rendah, kanker payudara, migrain,
hipertensi, dan diabetes melitus. Metode kalender dinilai paling sesuai karena
metode ini tidak menggunakan hormon.
4. Keuntungan kontrasepsi kalender menurut Jutowiyono & Masniah 2019:63-64,
yaitu ditinjau dari beberapa aspek :
a) Ditinjau dari Segi Kesehatan
Mencegah kehamilan dengan metode KB kalender lebih sehat dibanding dengan
metode yang lain karena KB kalender tidak menggunakan obat atau bahan kimia
seperti yang terkandung dalam metode kontrasepsi yang lain (misalnya
kandungan hormon).
b) Ditinjau dari Segi Ekonomi
Mencegah kehamilan dengan metode kalender hanya dilakukan secara alami dan
tanpa biaya sehingga jika dilihat dari segi ekonomi, metode ini yang paling
ekonomis dibanding dengan metode lainnya.
c) Ditinjau dari Segi Psikologis
Mencegah kehamilan dengan metode kalender tidak akan mengurangi
kenikmatan saat melakukan hubungan seksual sehingga sisi psikologis pasangan
tidak akan terganggu.
5. Kelemahan metode ini kurang efektif bagi beberapa perempuan. Kelemahan dan
kekurangefektifan ini terjadi karena beberapa kondisi tertentu dari tubuh
perempuan tersebut, Jutowiyono & Masniah 2019:64 menyebutkan yaitu:
1) Kurang efektif karena :
a. Banyak perempuan yang menganggap hari pertama menstruasi dimulai saat
haid sudah berakhir atau setelah darah menstruasi tidak keluar lagi.
Perhitungan seperti ini yang menjadikan perhitungan kalender menjadi salah.
b. Beberapa perempuan tidak memberi perhatian khusus terhadap tanda-tanda
lain yang mungkin bukan pertanda masa subur.
c. Beberapa pasangan sering melupakan atau tidak tahu bahwa kemampuan
hidup sel sperma dalam saluran reproduksi adalah tiga hari (3 x 24 jam). Hal
ini berarti jika melakukan hubungan seksual menjelang masa subur bisa saja
berpengaruh terhadap efektivitas metode kalender.
d. Beberapa perempuan tidak sadar bahwa dirinya sedang hamil sehingga darah
yang keluar saat hami (flek) dianggap menstruasi.
2) Kelemahan kb kalender menurut Jutowiyono & Masniah 2019:64-65, yaitu :
a. Perempuan yang menggunakan metode kalender harus teliti dalam
menghitung siklus menstruasinya.
b. Harus siap dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi yaitu di atas 20%
(angka kegagalan penggunaar metode kalender adalah 14 kehamilan dari 100
wanita setiap tahun).
c. Perempuan yang menggunakan metode kalender harus menguasai informasi
yang ia butuhkan agar penggunaan KB kalender berhasil.
d. Jika menggunakan KB kalender, seorang perempuan harus sabar dan teliti
karena ia harus mengetahui siklus menstruasinya sendiri.
e. Apabila saat masa subur berlangsung, biasanya pasangan sulit menahan
keinginan untuk melakukan hubungan seksual sehingga dibutuhkan kerja
sama antara suami dan istri.
f. Lebih efektif pada perempuanyang siklus menstruasinya teratur.
D. METODE PANTANG BERKALA
1. Menurut Jutowiyono & Masniah 2019:65 metode KB pantang berkala dapat
dirincikan sebagai berikut :
a. Tidak melakukan hubungan seksual pada saat masa subur.
b. Panduan menentukan masa subur adalah:
1) Ovulasi terjadi 14t2 hari sebelum haid yang akan datang.
2) Sperma dapat hidup dan membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi.
3) Ovum dapat hidup selama 24 jam setelah ovulasi.
4) Menghindari koitus selama 72 jam (48 jam sebelum ovulasi dan 24 jam
sesudah ovulasi).
2. Enam langkah menentukan masa aman dalam metode pantang berkala menurut
Jutowiyono & Masniah 2019:65-66, antara lain :
a. Tentukan siklus haid terpendek.
b. Tentukan siklus haid terpanjang.
c. Siklus haid terpendek dikurangi 18.
d. Siklus haid terpanjang dikurangi 11.
e. Tentukan masa ovulasi = hasil langkah (c) sampai dengan hasil langkah (d)
Tentukan masa aman, mulai dari hasil langkah (c) dikurangi 1 sampai dengan
hasil langkah (d) ditambahi 1.
Contoh perhitungan masa aman berdasarkan metode pantang berkala.
Jika haid terakhir adalah tanggal 9 Januari 2018, maka perhitungan masa aman
adalah sebagai berikut.
a. Siklus terpendek= 29
b. Siklus terpanjang = 36
c. 29-18=11
d. 36-11=25
e. Masa ovulasi mulai hari ke-11 sampai dengan hari ke-25 siklus haid, yaitu 19
Januari sampai dengan 2 Februari 2018.
f. Masa aman mulai hari ke-1 sampai hari ke-9 siklus haid dan hari ke-26 sampai
9 hari setelahnya, yaitu mulai dari 9-17 Januari 2018 dan 3-16 Februari 2018.
E. METODE SUHU BASAL (Jutowiyono & Masniah 2019:66-67)

Suhu basal tubuh bisa dijadikan patokan masa aman. Menjelang ovulasi, suhu
basal tubuh akan turun dan kurang lebih 24 jam setelah ovulasi suhu basal akan naik
lagi sampai lebih tinggi daripada sebelum ovulasi. Keadaan ini bisa dijadikan acuan
menentukan masa ovulasi. Untuk menentukan masa aman, suhu basal harus dicatat
setiap hari dengan teliti setiap pagi segera setelah bangun tidur dan sebelum
melakukan aktivitas. Walaupun begitu, suhu basal bisa meningkat pada beberapa
kondisi seperti infeksi, ketegangan, dan waktu tidur yang tidak teratur. Karena itu,
tidak dianjurkan melakukan hubungan seksual hingga terlihat suhu tetap tinggi tiga
hari (pada waktu pagi) berturut-turut.
Daya guna teoretis dari metode ini adalah 15 kehamilan per 100 wanita setiap
tahun, daya guna pemakaian adalah 20-30 kehamilan per 100 setiap tahun. Daya guna
dapat ditingkatkan angkanya dengan penggunaan kondom atau obat spermatisida di
samping metode pantang berkala. Tetapi walaupun begitu, metode ini memilki
beberapa efek, contohnya pantangan melakukan hubungan seksual yang membuat
frustasi. Hal ini dapat ditangani dengan pemakaian kondom atau tablet vagina saat
berhubungan seksual.

F. METODE LENDIR SERVIKS (Jutowiyono & Masniah 2019:67-69)


Perubahan lendir serviks pada saat siklus menstruasi adalah pengaruh estrogen.
Pola yang tidak subur dapat pada fase praovulasi dan pascaovulasi siklus menstruasi.
Saat kedua ovarium berada dalam keadaan diam akan terlihat jumlah estrogen dan
progesteron menurun, hasilnya adalah sensasi atau lendir pada vulva yang tidak
muncul. Sebelum hari berakhir, seorang wanita sebaiknya mencatat jika sepanjang
hari ia merasakan sensasi pada vulva dan keberadaan lendir saat melakukan aktivitas.
Hubungan seksual tidak boleh dilakukan selama pencatatan siklus pertama. Ia juga
harus bisa membedakan lendir serviks dengan cairan semen, pelumas hal yang normal,
dan rabas vagina.
Berikut adalah perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi :
1. Ada beberapa hari setelah menstruasi, seorang wanita memiliki pola kering pada
vulva yang tidak berupa beberapa kasus yang memperlihatkan rabas dan dikenal
dengan pola infertil dasar (basic infertile pattern-BIP).Jumlah hari beragam, makin
lama pada siklus memanjang dan lebih cepat pada siklus pendek. Fase ini dianggap
masa tidak subur (interfil).
2. Lalu fase praovulasi. Perhatikan adanya perubahan dari pola interfil dasar pada
sensasi yang terjadi di vulva atau dari penampilan lendir. Perubahan yang terjadi ini
sebagai petunjuk dimulainya masa subur dalam suatu siklus. Perubahan sensasi
keadaan basah menjadi licin dapat terlihat pada vulva, jumlah lendir semakin
banyak dan menjadi jernih, mudah direnggangkan dengan konsistensi mirip putih
telur (spinnbarkeit). Pada hari terakhir, sensasi lendir di vulva disebut hari puncak
dan pasti terjadi walaupun tidak terlihat lendir. Keadaan ini adalah fase subur yang
maksimal. Terjadi perubahan sensasi dari kering menjadi lengket. Tiga hari setelah
hari puncak masih termasuk hari-hari subur karena ovulasi terjadi selama 48 jam
pada hari puncak dan ovum dapat bertahan selama 24 jam.
3. Hari keempat setelah masa puncak dan berlanjut sampai menstruasi adalah hari-hari
tidak subur pasca ovulasi. Menstruasi dapat terjadi 11-16 hari setelah masa puncak.
Pasangan suami istri yang ingin menghindari kehamilan dengan metode ini perlu tahu
beberapa aturan berikut.
1. Peraturan Hari Awal
a) Hindari melakukan hubungan seksual selama hari-hari perdarahan menstruasi
yang berat. Lendir serviks bisajadi tidak dapat terdeteksi karena ada perdarahan
menstruasi.
b) Boleh melakukan hubungan seksual setiap dua malam selama hasil
pengamatan menunjukkan Bip. Hari subur dihitung sehari setelah melakukan
hubungan seksual karena adanya cairan semen yang dapat menghalangi
pengamatan terhadap lendir.
c) Bila BIP mulai terlihat berubah, pasangan tidak boleh melakukan hubungan
pada hari tersebut dan hari-hari berikutnya selama masih terjadi perubahan dan
tiga hari kemudian ketika BIP kembali.
d) Mulainya fase subur dapat diidentifikasi dari perubahan BIP, semua perubahan
tersebut berlanjut sampai hari puncak.
2. Peraturan Hari Puncak
Tidak boleh melakukan hubungan seksual sampai hari keempat setelah hari
puncak terdeteksi. Setelah fase ini sampai akhir siklus, pasangan dapat melakukan
hubungan seksual setiap hari dan kapan saja. Catatan hasil pengamatan dibuat
dengan simbol yang berbeda untuk menunjukkan perdarahan, masa kering, masa
subur, dan menunjukkan adanya cairan.

G. METODE SIMTOTERMAL
Menentukan masa subur dengan metode ini bisa dilakukan dengan mengamati suhu
tubuh dan lendir serviks.
1. Setelah darah haid berhenti, seorang wanita dapat melakukan hubungan seksual
pada malam hari pada hari kering dengan berselang sehari selama masa tak subur.
Ini adalah aturan selang hari kering (aturan awal) atau aturan yang sama dengan
metode lendir serviks.
2. Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir, ini adalah
aturan awal. Aturan yang sama dengan metode lendir serviks. Tidak diperbolehkan
melakukan hubungan seksual sampai masa subur berakhir.

H. METODE COITUS INTERUPTUS


1. Pengertian Metode Coitus Interuptus (Jutowiyono & Masniah 2019:70)
Coitus interuptus adalah metode keluarga berencana tradisional/alamiah, yaitu
dengan cara pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum
mencapai ejakulasi. Caranya, alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi
sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina.
Dengan cara ini maka tidak ada pertemuan antara sperma dan ovum sehingga
kehamilan dapat dicegah. Ejakulasi dilakukan di luar vagina untuk mengurangi
kemungkinan air mani mencapai rahim.
2. Efektivitas Metode Coitus Interuptus
Metode coitus interuptus akan efektif apabila dilakukan dengan benar dan
konsisten. Angka kegagalannya adalah 4-27 kehamilan per 100 perempuan per
tahun. Pasangan yang mempunyai pengendalian diri yang besar, pengalaman dan
kepercayaan dapat menggunakan metode ini menjadi lebih efektif. (Jutowiyono &
Masniah 2019:70)
3. Manfaat Metode Coitus Interuptus
Coitus interuptus memberikan manfaat baik secara kontrasepsi maupun
nonkontrasepsi menurut Jutowiyono & Masniah 2019:70-71, antara lain :
a) Manfaat Kontrasepsi
1) Alamiah.
2) Efektif bila dilakukan dengan benar.
3) Tidak mengganggu produksi ASI.
4) Tidak ada efek samping.
5) Tidak membutuhkan biaya.
6) Tidak memerlukan persiapan khusus.
7) Dapat dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
8) Dapat digunakan setiap waktu.
b) Manfaat Nonkontrasepsi
1) Adanya peran serta suami dalam keluarga berencana dan kesehatan
reproduksi.
2) Menanamkan sifat saling pengertian.
3) Tanggung jawab bersama dalam ber-KB.
4. Keterbatasan metode coitus interuptus menurut Jutowiyono & Masniah 2019:70,
yaitu:
a) Sangat tergantung dari pihak pria dalam mengontrol ejakulasi dan tumpahan
sperma selama berhubungan seksual.
b) Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual (orgasme).
c) Sulit mengontrol tumpahan sperma selama penetrasi, baik sesaat dan setelah
interupsi coitus.
d) Tidak melindungi dari penyakit menular seksual.
e) Kurang efektif untuk mencegah kehamilan.
5. Penilaian Klien (Jutowiyono & Masniah 2019:71-72)
Klien atau akseptor yang menggunakan metode kontrasepsi coitus interuptus
tidak memerlukan anamnesis atau peme riksaan khusus, tetapi diberikan penjelasan
atau KIE baik lisan maupun tertulis. Kondisi yang perlu dipertimbangkan bagi
pengguna kontrasepsi ini adalah :
1) Sesuai untuk :
a. Pasangan yang perlu segera melakukan kontrasepsi.
b. Memilih melakukan hubungan seksual di mana dan kapan saja.
c. Pasangan yang tidak ingin melakukan kontrasepsi dengan metode lain.
d. Suami yang ingin berpartisipasi aktif dalam keluarga berencana.
e. Suami yang tidak bernasalah dengan interupsi praorgasmik.
f. Pasangan yang memerlukan metode sementara, sembari menunggu metode
lain.
g. Pasangan yang membutuhkan metode pendukung.
h. Pasangan yang melakukan hubungan seksual tidak teratur.
2) Tidak sesuai untuk:
a. Suami dengan ejakulasi dini.
b. Pasangan yang tidak mau melakukan senggama terputus.
c. Pasangan yang tidak dapat bekerjasama.
d. Suami yang memiliki kelainan fisik/psikologis.
e. Suami yang tidak dapat mengontrol interupsi praorgasmik.
f. Pasangan yang tidak komunikatif.
6. Langkah Melakukan Coitus Interuptus menurut Jutowiyono & Masniah 2019:72-
73, antara lain :
a) Sebelum melakukan hubungan seksual, pasangan harus bekerjasama dan
mengerti. Keduanya harus berdiskusi dan sepakat untuk menggunakan metode
senggama terputus
b) Sebelum melakukan hubungan seksual, suami harus mengosongkan kandung
kemih dan membersih ujung penis untuk menghilangkan sperma dari ejakulasi
sebelumnya.
c) Apabila merasa akan ejakulasi, suami segera mengeluarkan penisnya dari
vagina pasangannya dan mengeluarkan sperma di luar vagina.
d) Pastikan tidak ada tumpahan sperma selama senggama.
e) Pastikan suami tidak terlambat melaksanakannya.
f) Senggama dianjurkan tidak dilakukan pada masa subur.

I. DAFTAR PUSTAKA
Jitowiyono, Sugeng dan Masniah Abdul Rouf. 2019. Keluarga Berencana (KB) dalam
Perspektif Bidan.
Yogyakarta : Pustaka Baru.
MEDIA KIE
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai