DI SUSUN OLEH
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat, karunia, serta
taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “Penyakit relasi birokrasi dengan rezim yg
berkuasa” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak
terdapat kesalahan di dalamnya.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan
edukasi mengenai Birokrasi Dan Governance. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemudian makalah kami ini dapat
kami perbaiki dan menjadi lebih baik lagi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami
juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan masih membutuhkan kritik
serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah ini lebih baik ke depannya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………......................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................………….……......…2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................………………….…5
2.1Pengertian Birokrasi....................................................……………………….....5
3.1 Kesimpulan.......................................................................………………….…18
3.2 Saran.................................................................................………………….…18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................………………….…19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
ISI
Birokrasi berasal dari kata bureau yang berarti meja dan cracy yang berarti
kekuasaan. Menurut Max Weber birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang
penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan menurut
Fritz Morstein Marx, birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah
modern untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam
system administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah. Jadi birokrasi merupakan
suatu organisasi besar yang terdiri dari sub-sub struktur yang memiliki keterkaitan satu
sama lain, yang memiliki fungsi, peran, wewenang dalam melaksanakan tugas dalam
mencapai tujuan yang sudah ditentukan.
Di Indonesia bahasan mengenai birokrasi maka persepsi orang tidak lain adalah
birokrasi pemerintah. Birokrasi dengan segala cacatnya yang menjadi milik pemerintah.
Birokrasi pemerintah seringkali diartikan officialdom atau kerajaan pejabat. Suatu
kerajaan yang rajanya adalah para pejabat dari suatu organisasi yang digolongkan
modern. Konsepsi Weber mengenai birokrasi di Indonesia banyak memperlihatkan cara-
cara officialdom. Pejabat birokrasi pemerintah adalah sentral dari penyelesaian urusan
masyarakat. Seharusnya pejabat yang bergantung pada rakyat tetapi rakyat yang
bergantung terhadap pejabat. Kritikan pedas Warren Bennis (1967) dalam bukunya
Personel Administration dia menulis bahwa di abad 25 sampai 50 tahun yang akan
datang kita akan menyaksikan jatuhnya birokrasi Weber dan diganti dengan system
social yang baru sesuai dengan harapan masyarakat, juga birokrasi diharapkan harus bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah.
Di abad ini ramalan Bennis mengenai officialdom pun mulai pudar, sebagai salah
satu wujud dari pudarnya pejabat itu adalah dilakukan gerakan reformasi dalam birokrasi
pemerintah seperti meningkatkan akuntabilitas, dan transparansi aparatur pemerintahnya.
5
Ciri birokrasi Weberian adalah kekuasaan itu ada pada setiap hierarki jabatan
pejabat, maka semakin tinggi hierarki dan semakin besar pula kekuasaannya, juga
sebaliknya semakin rendah hierarkinya, semakin tidak berdaya (powerless). Hierarki
paling bawah adalah rakyat, dalam posisi ini rakyat tidak memiliki kekuasaan. Birokrasi
model Weber menyatakan bahwa hierarki bawah atau rakyat tidak boleh melawan
kekuasaan hierarki atas. Sikap rasional model weber banyak dijumpai dalam praktik
perilaku birokrasi pemerintah yang menunjukkan kekuasaan yang berada pada hierarki
yang kesemuanya mempunyai hak-hak istimewa berupa fasilitas kekuasaan yang
akhirnya membuat sacral jabatan hierarki birokrasi dan memperkuat officialdom.
Reformasi tahun 1998 menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia yang berhasil
mendorong perubahan tata pemerintahan di negeri ini. Gerakan reformasi berhasil
melakukan perubahan dengan jalan menumbangkan rezim Soeharto yang berkuasa
selama 32 tahun lebih. Reformasi menuntut perubahan di berbagai lini kehidupan, baik
sosial, ekonomi, politik, hukum termasuk dalam konteks pemerintahan. Perubahan ini
sebagai konsekuensi dari harapan akan cita-cita untuk membawa Indonesia keluar dari
masalah.
6
pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan
Indonesia saat ini.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan
reformasi secara menyeluruh, reformasi juga harus dilihat dalam kerangka teoritik dan
empiric yang luas, didalamnya mencakup penguatan masyarakat sipil, supremasi
hukum, strategi pembangunan ekonomi dan politik yang saling terkait dan
mempengaruhi.
Jika UUD 1945 diamati secara cermat, maka akan ditemukan suatu
kombinasi bahkan asimilasi konsep-konsep modern yang pernah dipikirkan Hegel,
Adam Muller, Spinoza, dan konsep-konsep kekeluargaan serta gotong-royong yang
khas Indonesia, dan teknik-teknik mengintegrasikan heterogenitas yang pernah
digunakan oleh Belanda di Indonesia. Sejak kemerdekaan Indonesia sampai
berakhirnya orde baru, UUD 1945 memposisikan MPR sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia yang merupakan lembaga negara tertinggi yang mempunyai
wewenang menetapkan UUD, GBHN, dan memilih presiden serta wakil presiden.
Presiden merupakan pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi, yang dalam
menjalankan pemerintahannya dibantu para menteri. Hal ini mengingatkan pada
Gubernur Jenderal yang dibantu oleh para direkturnya pada masa Hindia Belanda.
Dalam menjalankan tugasnya Presiden didampingi oleh Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) yang merupakan dewan penasehat, mungkin DPA ini dimaksudkan
mirip dengan Raad van Indie. Di samping Presiden terdapat DPR yang
mengingatkan pada Volksraad. Di samping DPR terdapat Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang tugasnya mengawasi pelaksanaan keuangan negara dan
kemudian melaporkan hasil kerjanya kepada DPR untuk mengawasi Presiden. DPR
secara tidak langsung dapat memperhatikan Presiden dan para menterinya, sebab
Presiden dan para menterinya tidak bertanggung jawab kepada DPR. Para menteri
bertangung jawab kepada Presiden, sedangkan Presiden bertanggung jawab kepada
MPR. Kekuasaan legislatif dipegang oleh Presiden dengan persetujuan DPR,
demikian juga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus ditetapkan
7
Presiden bersama DPR, sebab DPR sebagai wakil rakyat mempunyai hak budgeter.
Sedangkan kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung (MA).
Pendukung birokrasi pemerintahan Indonesia baru, hampir semuanya adalah
pemimpin-pemimpin nasionalis dengan berbagai macam latar belakang. Ada yang
berfikir sesuai dengan prinsip-prinsip birokrasi modern, mereka dimasukkan ke
dalam kelompok ‘administrators’. Kemudian ada yang berfikir ambivalen, yakni
menggabungkan pronsip-prinsip birokrasi modern dan pemerintahan raja-raja
Jawa, yang dimasukkan ke dalam kelompok ‘solidarity makers’. Soekarno
menyusun birokrasi yang mampu menguasai seluruh wilayah Indonesia. Dalam
membangun kekuasaannya Soekarno bertumpu pada parpol dan militer. Parpol
yang disederhanakan menjadi nasakom (nasionalis, agama, dan komunis)
didominasi oleh PKI. Militer juga memegang dominasi terlebih lagi dengan
keberhasilannya di Irian Barat. PKI dan militer inilah yang menjadi tumpuan
Soekarno. PKI yang kurang mendapatkan peran di birokrasi pemerintahan pusat
sebelum tahun 1959, menjadi parpol yang mendominasi birokrasi pemerintahan
pada masa demokrasi terpimpin. Para politisi partai memimpin departemen
sekaligus menyeleksi pegawai negeri sipil. Warna-warni departemen tergantung
pada parpol yang berkuasa. Pelayanan publik pun menjadi terganggu karena
kepentingan golongan menjadi nomor satu. Ketika UUD 1945 berlaku kembali
melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berbagai upaya perbaikan dilakukan. Dengan
UU Nomor 18 Tahun 1961, salah satu pasalnya mengatur bahwa pegawai dapat
diadakan larangan masuk suatu organisasi politik, dan ketentuan akan dibuat
peraturan pemerintah. Namun, peraturan pemerintah untuk mengatur itu tidak
pernah ada. Birokrasi pemerintahan melalui demokrasi terpimpin dihentikan
dengan terpilihnya Soeharto sebagai Presiden RI melalui Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar). Soeharto sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
menyusun kabinet yang sifatnya teknokratik dengan dominasi militer.
8
1. Pemerintahan Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari
presidensial menjadi parlementer. Dimana dalam sistem pemerintahan
presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif
dan merangkap sebagai badan legislatif.. Pada masa pemerintahan Presiden
Soekarno ini juga terjadi penyimpangan UUD 1945. Berikut Penyimpangan
UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari
pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan
ikut menentukan GBHN yang berwenang MPR.Terjadinya perubahan
sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.
Pada masa demokrasi liberal ini, partai-partai seperti PNI dan PKI,
Masyumi memiliki Partisipasi yang sangat besar di dalam pemerintahan.
Mereka mendapatkan kursi-kursi di dalam televisi (Dewan Perwakilan
Rakyat) sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Atas dasar amanat Undang-
undang Dasar Sementara 1950, maka dibentuklah kabinet yang bertanggung
jawab kepada saya. Setiap kabinet yang memerintah harus mendapatkan
dukungan dari perlemen, jika tidak ada mandat yang telah diberikan haru
sdikembalikan lagi kepada presiden. Setelah itu, dibentuk kembai kabinet
baru untuk menggantikan kabinet selanjutnya agar dapat menjalankan roda
pemerintahan.
9
3. Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Berbagai kekacauan yang terjadi saat diterapkannya demokrasi liberal,
pembangunan Indonesia untuk mulai membentuk sistem baru yang lebih
baik. Maka pada tahun 1959, Soekarno selaku presiden pada saat itu
memperkenalkan suatu sistem pemerintahan baru yang diberi nama
Demokrasi Terpimpin. Perbedaan mendasar antara sistem pemerintahan
demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin terletak pada kekuasaan presiden.
Di dalam demokrasi liberal, memiliki kekuasaan yang luas untuk
menjalankan pemerintahan dan mengambil keputusan Negara. Namun di
dalam sistem demokrasi terpimpin, presiden lah yang memiliki kekuasaan
tersebut, bahkan presiden memikili kekuasaan hampir seluruh bidang
pemerintahan.
Penataan posisi PNS menjadi lebih sistematis ketika Orde Baru. Keputusan
Presiden Nomor 81 Tahun 1971 melahirkan Korps Pegawai Republik Indonesia
(Korpri) yang menjadi satu-satunya wadah menghimpun dan membina pegawai di
luar kedinasan. Pada rezim Orde Baru itu Korpri menjadi ‘mesin politik’. Pada
tahun 1974 Soeharto membenahi birokrasi pusat secara menyeluruh dengan
mengeluarkan Keppres Nomor 44 Tahun 1974 yang mengatur, pertama,
kedudukan, tugas pokok dan fungsi departemen, kedua, susunan organisasi
10
departemen yang terdiri dari: a) unsur pimpinan: Menteri, b) unsur pembantu
pimpinan: Sekretaris Jenderal, c) unsur pelaksana: Direktorat Jenderal, d) unsur
pengawas: Inspektorat Jenderal, ketiga, tatacara kerja departemen, keempat,
kedudukan dan tugas menteri, kelima, sekretariat jenderal, keenam, direktorat
jenderal, ketujuh, inspektorat jenderal, kedelapan, unit organisasi lain dan staf ahli,
kesembilan, instansi vertikal yaitu kantor wilayah dpartemen atau kantor wilayah
direktorat jenderal yang menjalankan tugas dan fungsi departemen di propinsi.
Susunan organisasi departemen diatur dalam Keppres Nomor 45 Tahun 1974.
Setiap Departemen terdiri dari Menteri, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal,
beberapa Direktorat Jenderal, masing-masing dengan bidang pekerjaan yang sudah
ditentukan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Pendidikan dan Latihan,
dan Instansi Vertikal. Masing-masing unsur mempunyai organisasinya sendiri.
Instansi vertikal membawahi beberapa Kantor Departemen di Kabupaten, yang
kemudian disambung dengan perangkat Kecamatan. Hal itu ditegaskan dalam UU
Nomor 3 Tahun 1975 tentang Parpol dan Golongan Karya serta PP Nomor 20
Tahun 1976 tentang keanggotaan PNS dalam Parpol atau Golkar. Birokrasi pun
selalu memihak Golkar. Itu disebabkan dalam setiap musyawarah nasional, Korpri
selalu berpihak kepada Golkar. Dengan demikian terbentuklah hierarki otoritas
seperti halnya birokrasi modern, tetapi di wilayah Propinsi dan Kabupaten masih
terdapat Gubernur dan Bupati/Walikotamadya yang dijabat oleh Kepala Daerah
Tingkat I dan Kepala Daerah Tingkat II yang bukan bawahan Menteri Dalam
Negeri seperti halnya Gubernur dan Bupati/Walikotamadya. Sebagai Kepala
Daerah mereka harus lebih mendengarkan suara keadilan rakyat daerahnya dan
merumuskannya dalam Peraturan Daerah (Perda). Untuk menjalankan Perda ini
juga dibentuk aparat daerah yang berupa Dinas-dinas Daerah. Inilah ambivalensi
dalam birokrasi pemerintahan antara pusat dan daerah. Sampai akhir kekuasaan
presiden Soeharto, Indonesia belum memiliki kebijakan publik yang mengatur
pembatasan hubungan partai politik terhadap birokrasi. Akibatnya birokrasi
menjadi infinitas (meluas tidak terbatas) terjadi politisasi birokrasi, yang
menyumbang terjadinya proses pembusukan politik dan melemahnya kinerja
birokrasi. Sampai menjelang masa transisi tahun 1998, kondisi birokrasi di
Indonesia mengalami sakit bureaumania seperti kecenderungan inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, kolusi, korupsi dan nepotisme. Birokrasi dijadikan alat
status quo mengkooptasi masyarakat guna mempertahankan dan memperluas
11
kekuasaan monolitik. Birokrasi Orde Baru dijadikan secara struktural untuk
mendukung pemenangan partai politik pemerintah. Padahal birokrasi diperlukan
sebagai aktor public services yang netral dan adil, dalam beberapa kasus menjadi
penghambat dan sumber masalah berkembangnya keadilan dan demokrasi, terjadi
diskriminasi dan penyalahgunaan fasilitas, program dan dana negara.
12
Bahkan Presiden Megawati pernah mengeluhkan birokrasi yang dipimpinnya ibarat
”keranjang sampah” rusaknya tatanan birokrasi warisan Orde Baru. Di bawah
kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara melaksanakan reformasi birokrasi dengan fokus
peningkatan pelayanan publik. Menneg PAN sedang menyusun modul penerapan
governance yang berisi pengalaman berbagai daerah yang sedang dibina Menneg
PAN dan bisa dijadikan contoh bagi daerah lain. Dari modul penerapan
governance itu, disebutkan ada beberapa indikator yang bisa dijadikan standar
untuk menilai keberhasilan penerapan good governance, yaitu peningkatan
efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya manusia, peningkatan pelayanan
publik, peningkatan Human Development Index (HDI), penurunan Human Poverty
Index (HPI), peningkatan partisipasi masyarakat, peningkatan transparansi,
peningkatan akuntabilitas, serta penurunan angka korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dengan demikian reformasi birokrasi dilakukan secara menyeluruh.
Menelisik dari diskursus yang terjadi akhir-akhir ini, sering kali kita
mendengar keluhan masyarakat tentang kinerja birokrasi pemerintahan yang masih
kurang optimal. Padahal katanya Indonesia sudah memasuki era revolusi industri
4.0 atau bisa disebut dengan era disrupsi. Fasilitas yang digunakan sudah canggih
akan tetapi mengapa masih banyak masyarakat yang mengeluh?
Karena birokasi sendiri tidak memiliki keluaran berupa fisik yang dapat
dinilai masayarakat secara langsung. Idealnya birokrasi adalah sebagai alat yang
bermanfaat bagi pelaksanaan rasionalitas terhadap tugas-tugas administrasi untuk
mencapai efisiensi, selain itu birokrasi juga memiliki fungsi sebagai alat
penghubung antara Negara dengan masyarakat.
13
Oleh karena itu, sampai sekarang pun birokrasi menjadi alat utama dan
paling dominan peranannya dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Lantas apa
yang membuat masyarakat masih sering mempermasalahkan prihal birokrasi di
Indonesia?.
Kasus penggelapan dana atau sering kita sebut korupsi yang dilakukan oleh
birokrat seringkali membuat masyarakat resah. Hal ini mengakibatkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah juga semakin berkurang.
1. Adanya derajat spesialisasi tinggi artinya adalah setiap anggota birokrasi harus
memiliki profesionalisme dan kecakapan teknis yang tinggi dalam
menjalankan tugasnya. Di Indonesia derajat spesialisasi masih rendah dan
pada umumnya spesialisasi diberikan masih terlalu luas sehingga wewenang
yang diberikan tampak kabur dan tidak jelas, seperti contoh batas kewenangan
14
antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kota/kabupaten yang terkadang
masih membingungkan
2. Struktur kewenangan bersifat hierarkis dengan batas tanggung jawab yang
jelas.
3. Hubungan anggota bersifat impersonal artinya hubungan setiap anggota harus
berdasarkan fungsi terciptanya mekanisme kerja yang rapi.
4. Cara pengangkatan pegawai berdasarkan kecakapan teknis artinya setiap
anggota ditempatkan dan diberi pekerjaan sesuai bidang keahliannya sehingga
dapat menciptakan produktivitas kerja yang baik, bukan karena kepentingan
pribadi. Pasalnya di Indonesia sendiri masih sering terjadi semacam
pemerintahan dinasti yang mana para birokrat yang memiliki jabatan tidak
akan canggung untuk mengangkat keluarganya sendiri untuk bekerja
dengannya, padahal seharusnya pengangkatan anggota berdasarkan
profesionalisme dan kecakapan teknis prosedur yang kompetitif.
5. Pemisahan antara urusan dinas dengan urusan pribadi artinya setiap pekerjaan
dalam birokrasi tidak boleh tersentuh oleh masalah yang bersifat personal,
masalah ini yang paling susah dihilangkan di Indonesia tidak sedikit dari
birokrat Indonesia yang memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk
memperkaya diri dan kepentingan pribadinya.
15
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman
Abnur mengungkapkan ada sejumlah penyakit birokrasi yang sangat mengganggu
bahkan menghambat jalannya birokrasi. Menurut Asman perlu langkah-langkah bijak
dan jitu untuk mengobat penyakit-penyakit birokrasi tersebut. Dia menawarkan enam
cara atau jurus
Cara kedua, kata Asman pembangunan unit kerja menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) yang merupakan
miniatur pelaksanaan reformasi birokrasi, terutama pada unit kerja yang memberikan
pelayanan langsung kepada masyarakat. Diharapkan unit kerja yang nantinya mendapat
predikat WBK-WBBM dapat menjadi contoh pelaksanaan reformasi birokrasi bagi unit-
unit kerja lainnya."Pada tahun 2017, terdapat 6 unit kerja yang mendapat predikat
WBBM dan 71 unit kerja yang mendapat predikat WBK. Kita harapkan semakin banyak
unit kerja yang mendapat predikat WBK/WBBM," tutur dia.
16
Pembubaran dilakukan mengingat tugas dan fungsi LNS tersebut sudah dilaksanakan
kementerian/lembaga teknis," ungkap dia.
17
untuk saling bertukar informasi terkait inovasi pelayanan publik sekaligus mendorong
pembangunan inovasi di unit pelayanan lain melalui penyelenggaraan pelatihan inovasi
(bootcamp).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan
setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi seingga pada akhirnya
orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena banyak
disalahgunakan oleh pejabat pemerintah yang merugikan masayarakat.oleh karena itu di
perlukan adanya reformasi birokrasi
3.2 SARAN
18
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang harus dilengkapi, sehingga kami mengharapkan saran dari pembaca
untuk memperbaiki makalah ini
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/30955999/BIROKRASI_PEMERINTAHAN_REFORMASI_BIR
OKRASI_DI_INDONESIA_SEKOLAH_TINGGI_ILMU_ADMINISTRASI_NEGARA_K
OTA_TASIKMALAYA
http://ganangrifqi.blogspot.com/2017/01/sejarah-orde-lama-assalamualaikum.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/yoursay.suara.com/amp/news/2020/03/24/172139/birokrasi-
modern-indonesia-melayani-atau-mengkorupsi
https://www.google.com/amp/s/www.beritasatu.com/amp/iman-rahman-
cahyadi/nasional/485776/ini-cara-obati-penyakit-birokrasi-menurut-menteri-asman
https://yayangsantrianhanafi.blogspot.com/2018/05/makalah-penyakit-birokrasi-dan-
terapinya.html
20