Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya gerakan reformasi ini diakibatkan oleh beberapa

tekanan yang muncul:

Pertama, tuntutan akan perubahan sistem politik yang lebih

demokratis pada semua aspek kehidupan bangsa mulai disuarakan

ketika terjadinya krisis ekonomi kala tahun 1997. Kekuasaan Orde Baru

yang kala itu begitu kuat, otoriter, sentralistik, dan tidak memberikan

akses kepada rakyat untuk berpartisipasi lebih besar dalam aktifitas

pemerintahan, tetapi hanya mengutamakan atau member privilege

kepada kroni dan keluarga dekatnya. Tuntutan untuk lebih demokratis

menyebabkan keinginan untuk merubah orientasi birokrasi publik yang

ada.

Kedua, adanya perubahan sosial dalam masyarakat yang begitu

dinamis pada masa setelah tumbangnya Orde Baru menyadarkan

banyak pihak akan perlunya dan bergunanya perubahan bagi tatanan-

tatanan sosial yang ada. Keterbukaan, akses yang lebih lebar, dan

tuntutan pada perbaikan standard hidup dan kelayakan hidup

masyarakat, membuat urgensi perubahan dalam birokrasi dan kebijakan

publik yang dilakukan.

Ketiga, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan disusul

kemudian pada tahun 2008 menyebabkan dorongan-dorongan besar

lapisan masyarakat akan perubahan. Krisis ekonomi global telah


1
menyebabkan terpuruknya kondisi ekonomi negara dan rakyat. Itulah

sebabnya diperlukan perangkat dan sistem birokrasi publik yang lebih

baik untuk mengatasi krisis yang ada. Dari sinilah gerakan perubahan

mulai bordering.

Keempat, tuntutan bahwa negara-negara di dunia harus terlibat

dalam perdagangan dan pasar bebas global dan terlibat dalam

organisasi-organisasi dunia menyebabkan tuntutan kepada sistem dan

proses administrasi publik yang lebih professional dan berstandar

internasional. Keluarnya beberapa investor besar asing di Indonesia

misalnya, adalah salah satu contoh karena sistem administrasi dan

birokrasi tanah air yang tidak professional, lamban, berbelit-belit dan

terlalu banyak pungutan liar yang tidak jelas. Pindahnya pabrik Sony ke

Singapura, dan diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Nike,

Samsung, dan sebagainya, telah menyebabkan bertambahnya

pengangguran di Indonesia dan berkurangnya devisa negara.

Kelima, tuntutan daerah untuk menjalankan roda

pemerintahannnya sendiri tanpa tergantung pada pemerintah, juga

telah banyak merubah birokrasi dan administrasi di pusat dan daerah.

Otonomi daerah merupakan salah satu dorongan penting bagi

pelaksanaan reformasi administrasi yang lebih baik dan mendukung

pencapaian tujuan pemerintahan.

2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:
1. Persoalan apa saja yang dihadapi dalam reformasi birokrasi?
2. Bagaimana keberhasilan dan kekurangan, serta tantangan yang

dihadapi dalam reformasi birokrasi?


3. Bagaimana rekomendasi agar reformasi birokrasi dapat berjalan

dengan baik?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Persoalan dalam Reformasi Birokrasi

Ada beberapa permasalahan utama yang berkaitan dengan

birokrasi, yaitu:

a. Organisasi

Organisasi pemerintahan belum tepat fungsi dan tepat ukuran

(right sizing). Birokrasi pemerintah banyak yang masih gendut kelebihan

lemak yang tidak perlu (dan biasanya membawa penyakit pula) serta

terlalu banyak lapisannya (layer) yang menimbulkan rantai birokrasi

yang panjang, sehingga menjadi inefesiensi yang berakibat pada

lambatnya proses pengambilan keputusan, dengan demikian sering

terjadi pemborosan waktu.

b. Peraturan perundang-undangan

Beberapa peraturan perundang-undangan di bidang aparatur

Negara masih ada yang tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, dan

multitafsir. Selain itu, masih ada pertentangan antara peraturan

perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, baik yang

sederajat maupun antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan

di bawahnya atau antara peraturan pusat dengan peraturan daerah. Di

samping itu, banyak peraturan perundang-undangan yang belum

disesuaikan dengan dinamika perubahan penyelenggaraan

pemerintahan dan tuntutan masyarakat.

4
c. SDM Aparatur

Masalah utama SDM aparatur Negara adalah alokasi dalam hal

kuantitas, kualitas, dan distribusi PNS menurut teritorial (daerah) tidak

seimbang, serta tingkat produktivitas PNS masih rendah.

d. Kewenangan

Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan

wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan belum

mantapnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

e. Pelayanan publik

Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan

seluruh lapisan masyarakat dan belum memenuhi hak-hak dasar warga

negara/ penduduk. Ditandai dengan banyak keluhan dengan pelayanan

yang diberikan seperti memperlambat proses penyelesaian ijin, mencari

berbagai dalih seperti kekuranglengkapan dokumen, alasan sibuk

mengerjakan tugas yang lain, sulit untuk dihubungi serta senantiasa

memperlambat dengan menggunakan kata-kata sedang diproses.

f. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)

Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set) birokrat belum

sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif dan produktif,

dan profesional. Selain itu, birokrat belum benar-benar memiliki pola

pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang lebih

baik (better performance), dan belum berorientasi pada hasil

(outcomes).

5
B. Keberhasilan, Kekurangan dan Tantangan Reformasi

Birokrasi
1. Keberhasilan Reformasi Birokrasi

Ukuran keberhasilan reformasi birokrasi berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi

Birokrasi 2010 2025 mencakup:

A. Ukuran keberhasilan tahun 2025, yang diharapkan telah

menghasilkan governance yang berkualitas di setiap

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, ditandai

dengan:
tidak ada korupsi;
tidak ada pelanggaran;
APBN dan APBD baik;
semua program selesai dengan baik;
semua perizinan selesai dengan cepat dan tepat;
komunikasi dengan publik baik;
penggunaan waktu (jam kerja) efektif dan produktif;
penerapan reward dan punishment secara konsisten dan

berkelanjutan; dan
hasil pembangunan nyata (propertumbuhan, prolapangan

kerja, dan propengurangan kemiskinan; artinya,

menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi kemiskinan,

dan memperbaiki kesejahteraan rakyat).

Sumber: Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

B. Ukuran Keberhasilan tahun 2014, sebagaimana yang

ditampilkan pada tabel berikut:

Base
Target
Sasaran Indikator Line
(2014)
(2009)
Terwujudnya Pemerintahan yang Indeks Persepsi Korupsi 2,8 5,0
Opini BPK (WTP) Pusat 42,17% 100%
bersih dan bebas KKN
Daerah 2,37% 60%

6
Terwujudnya peningkatan Integritas Pusat 6,64% 8,0
Daerah 6,46 8,0
kualitas pelayanan publik Pelayanan Publik
Peringkat Kemudahan 122 75
kepada masyarakat
Berusaha
Meningkatnya kapasitas dan Indeks Efektivitas -0,29 0,5
Akuntabilitas kinerja b irokrasi Pemerintahan
Instansi Pemerintahan yang 24% 80%
akuntabel
Sumber: Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Hasil dari tabel di atas dapat kita lihat dalam hal perwujudan

pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, sangat memperihatinkan.

Dari data Transparency International pada tahun 2009, Indeks Persepsi

Korupsi (IPK) Indonesia sungguh sangat rendah, berada di papan bawah

klasemen (2,8 dari 10) jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia

Tenggara lainnya.

Tampaknya Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,

kualitasnya perlu banyak pembenahan termasuk dalam penyajian

laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah

(SAP). Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan

K/L (Kementerian/Lembaga) dan Pemda masih payah, banyak yang

perlu ditingkatkan menuju ke opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Dalam hal pelayanan publik, pemerintah belum dapat

menyediakan pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan

tantangan yang dihadapi, sesuai dengan perkembangan kebutuhan

masyarakat yang semakin maju dan persaingan global yang semakin

ketat. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei integritas yang dilakukan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 yang

menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik Indonesia baru mencapai

7
skor 6,64 dari skala 10 untuk instansi pusat, sedangkan pada tahun

2008 skor untuk unit pelayanan publik di daerah sebesar 6,69. Skor

integritas tersebut menunjuk pada karakteristik kualitas dalam

pelayanan publik, seperti ada tidaknya suap, ada tidaknya Standard

Operating Procedures (SOP), kesesuaian proses pelayanan dengan SOP

yang ada, keterbukaan informasi, keadilan dan kecepatan dalam

pemberian pelayanan, dan kemudahan masyarakat melakukan

pengaduan.

Dalam hal kemudahan berusaha (doing business), menunjukkan

bahwa Indonesia belum dapat memberikan pelayanan yang baik bagi

para investor yang berbisnis atau akan berbisnis di Indonesia. Hal ini

antara lain tercermin dari data International Finance Corporation pada

tahun 2009. Berdasarkan data tersebut, Indonesia menempati peringkat

doing business ke-122 dari 181 negara atau berada pada peringkat ke-6

dari 9 negara ASEAN. Padahal Indonesia merupakan salah satu pasar

utama bagi investor global.

Dalam kaitan dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi,

kondisinya masih banyak dikeluhkan masyarakat. Berdasarkan penilaian

government effectiveness yang dilakukan Bank Dunia, Indonesia

memperoleh skor -0,43 pada tahun 2004, -0,37 pada tahun 2006, dan

-0,29 pada tahun 2008, dari skala -2.5 (skor terburuk) dan 2,5 (skor

terbaik). Meskipun pada tahun 2008 mengalami peningkatan menjadi

-0,29, skor tersebut masih menunjukkan kapasitas

kelembagaan/efektivitas pemerintahan di Indonesia tertinggal jika

dibandingkan dengan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara

8
tetangga. Kondisi ini mencerminkan masih adanya permasalahan dalam

penyelenggaraan pemerintahan, seperti kualitas birokrasi, pelayanan

publik, dan kompetensi aparat pemerintah.

Berdasarkan penilaian terhadap Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP), pada tahun 2009 jumlah instansi

pemerintah yang dinilai akuntabel baru mencapai 24%.

Masih banyak yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan Reformasi

Birokrasi di Indonesia dalam menuju good governance.

2. Tantangan Reformasi Birokrasi Menuju Perubahan

Reformasi birokrasi merupakan suatu hal yang diinginkan oleh

berbagai pihak namun sulit sekali mewujudkannya. Sudah cukup banyak

teori-teori tentang perbaikan birokrasi agar pemerintahan menjadi lebih

baik, namun implementasi di lapangan membutuhkan kerja keras dan

komitmen kuat dari segenap pihak terkait, tidak sekadar para birokrat

namun juga masyarakatnya.

Terkait kelambatan implementasi reformasi birokrasi di

Indonesia, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dan

tantangan, diantaranya:

1. Minimnya komitmen dan kepemimpinan politik

Kuatnya komitmen dan kepemimpinan politik untuk merubah

paradigma birokrasi akan menentukan keberhasilan reformasi birokrasi

ini. Termasuk dalam hal ini adalah adanya roadmap yang jelas dalam
9
agenda setting reformasi birokrasi. Singkatnya, semakin kuat komitmen

dan kepimpinan politik untuk mereformasi birokrasi, semakin besar

peluang untuk berhasil.

2. Terjadinya politisasi birokrasi

Masih adanya politisasi birokrasi di Indonesia tidak hanya terjadi

pada saat ini, namun telah terjadi sejak kita masih dibawah

pemerintahan Hindia Belanda. Kooptasi partai politik ataupun

kepentingan lain terhadap birokrasi sudah menjadi hal yang akut. Hal ini

mejadikan birokrasi yang lemah dan tidak berpihak pada kepentingan

publik secara keseluruhan.

3. Penentangan (resistensi) dari dalam Birokrasi itu sendiri

Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu

sendiri) terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi

birokrasi. Ketidakinginan untuk merubah pola pikir termasuk budaya

kerja dari para birokrat yang ada tentunya menjadi kendala dalam

perubahan itu sendiri. Faktor inilah yang merupakan hal krusial dalam

implementasi reformasi birokrasi di Indonesia secara menyeluruh.

4. Minimnya kompetensi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi

Reformasi birokrasi tidak akan berhasil jika tidak ada kompetensi

sumber daya manusianya dalam implementasinya. Semakin tepat dan

kompeten pelaksananya semakin tinggi tingkat keberhasilan reformasi

birokrasi. Seringkali unsur pertama tentang komitmen politik sudah ada,

10
namun unsur pelaksana tidak tepat, maka tingkat keberhasilan

reformasi birokrasi menjadi mengecil. Jargon, the right man, on the

right place, in the right time adalah hal yang perlu diperhatikan dalam

pelaksanaan reformasi birokrasi.

C. Solusi melalui Strategi Reformasi Birokrasi

Sebenarnya solusi atas kendala dan tantangan dalam upaya

reformasi birokrasi bisa mengacu pada kendala dan tantangan yang

diungkapkan sebelumnya. Caranya adalah mengeliminasi semua

kendala tersebut dan mencegah kembali hal-hal tersebut dalam

birokrasi kita. Komitmen politik dari pimpinan negara sebenarnya

sudah ada dan ini harus tetap dijaga bahkan harus lebih kuat

lagi karena ini menjadi prasyarat utama (Prasojo, 2009). Hal ini

merupakan strategi utama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.

Komitmen politik ini perlu dirumuskan dalam formulasi kebijakan dan

yang terpenting adalah implementasi dan evaluasi terhadap kebijakan

tersebut.

Strategi lain yang perlu diperhatikan dalam strategi reformasi

birokrasi adalah adanya lembaga yang bertanggungjawab untuk

membuat dan mengawal kebijakan reformasi birokrasi ini. Pada

beberapa negara bisa saja berbeda-beda misal adanya Komisi

Reformasi Birokrasi Administrasi (seperti Korea Selatan) ataupun

Kementerian Dalam Negeri-nya. Untuk Indonesia, kita patut bersyukur

11
bahwa dalam kabinet yang baru diumumkan Oktober 2009 yang lalu,

telah jelas adanya lembaga yang bertanggungjawab mengawal

kebijakan reformasi birokrasi ini atau mungkin menegaskan kembali

akan pentingnya reformasi birokrasi yaitu Kementerian Pendayagunaan

Aparatu Negara dan Reformasi Birokrasi. Kementerian ini harus lebih

keras untuk mewujudkan reformasi birokrasi, bahkan mandat

organisasi ini harus besar dalam hal reformasi birokrasi dimana adanya

kewenangan untuk menetapkan, membatalkan, merombak,

merestrukturisasi dan merekayasa ulang baik proses, struktur maupun

sumberdaya aparatur di Indonesia (Prasojo, 2009). Kementerian ini bisa

dikatakan sebagai mesin penggerak utama reformasi birokrasi di

Indonesia.

Strategi berikutnya adalah menentukan fokus dan prioritas

utama dalam reformasi birokrasi dan target pencapaiannya. Eko

Prasojo (2009), Guru Besar FISIP UI, mengungkapkan bahwa fokus

reformasi birokrasi di Indonesia adalah review terhadap : (1) stuktur

birokrasi yang ada; (2) analisis terhadap proses pemerintahan dan

pembangunan; (3) perubahan manajemen sumberdaya aparatur; (4)

perubahan relasi antara pemerintah dan masyarakat yang setara; (5)

perubahan sistem pengawasan; dan (6) perubahan manajemen

keuangan. Ia bahkan menegaskan bahwa pelaksanaan fokus dan

prioritas tersebut sangat dipengaruhi oleh komitmen dan kemampuan

yang dimiliki pemerintah dan resistensi yang ada dalam birokrasi. Hal

yang paling moderat (jalan lunak) yang disarankannya adalah

memperbaiki manajemen sumberdaya aparatur (civil service reform).


12
Terkait dengan penjelasan sebelumnya, maka dalam tataran yang lebih

teknis atau praktis dalam memperbaiki manajemen sumberdaya

aparatur adalah dengan memperbaiki sistem rekruitmen, sistem kinerja,

sistem remunerasi, dan sistem pengisian jabatan/promosi.

BAB III

PENUTUP

Birokrasi pemerintah harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip

tata pemerintahan yang baik dan profesional. Birokrasi harus

sepenuhnya mengabdi pada kepentingan rakyat dan bekerja untuk

memberikan pelayanan prima, transparan, akuntabel, dan bebas dari

praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Semangat inilah yang

mendasari pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah di Indonesia.

Pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah harus mampu

mendorong perbaikan dan peningkatan kinerja birokrasi pemerintah,

baik pusat maupun daerah. Kinerja akan meningkat apabila ada

motivasi yang kuat secara keseluruhan, baik di pusat maupun di daerah.

Motivasi akan muncul jika setiap program/kegiatan yang dilaksanakan

13
menghasilkan keluaran (output), nilai tambah (value added), hasil

(outcome), dan manfaat (benefit) yang lebih baik dari tahun ke tahun,

disertai dengan sistem reward dan punishment yang dilaksanakan

secara konsisten dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Brodjonegoro, Bambang P.S. (2008), Jalan Terjal Reformasi Birokrasi. Seputar


Indonesia, 9 Juni 2008.

Harman, Benny K. (2009), Reformasi Birokrasi Pemerintahan. Media Indonesia, 9


Oktober 2009.

Kamal, Alamsyah (2009). Reformasi Birokrasi Harapan dan Tantangan. Orasi Ilmiah
Pengukuhan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UNPAS, 14 Maret 2009.

Osborne, David; & Gaebler, Ted. (1992),Reinventing Government : How The


Entrepreneurial Spirit is Transforming The Public Sector. Addison-Wesley
Publishing.

Prasojo, Eko. (2007),Politik Reformasi Birokrasi. Kompas 17 Oktober 2007.

Prasojo, Eko. (2008), Reformasi Birokrasi : The Ir-Reformable?. Media Indonesia, 28


Agustus 2008.

Sedarmayanti (2009). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi dan


Kepemimpinan Masa Depan. PT. Refika Aditama, Bandung.

14
15

Anda mungkin juga menyukai