Anda di halaman 1dari 3

Tugas cerpen

Aurelia Yukari Santoso XI MIPA 1 / 2

PERTUKARAN PELAJAR

Kala itu, saat angin berhembus dengan kuatnya dan cahaya keemasan matahari yang
bersinar dengan sangat terik, suatu kabar tersampaikan kepadaku. Akan diadakan program
pertukaran pelajar dari sekolahku ke negara tetangga, Singapura. Seru dan menyenangkan, itulah
yang kurasakan saat pertama kali mendengar hal tersebut. Hingga terasa seperti ada kupu-kupu
yang berterbangan di perutku. Tentu saja dalam pikirku terdapat pikiran bahwa aku harus
mengikutinya.

Pulang dari sekolah, ku berlari ke kamarku dan langsung duduk di meja belajar. "Ah,
bagaimana caranya membujuk kedua orang tuaku supaya aku diperbolehkan mengikutinya?"
Pikirku dalam hati. Satu-satunya hal yang dapat kupikirkan adalah bahwa aku harus mencari
semua informasi mengenai tempat yang akan dikunjungi di sana nanti. Dengan pemikiran seperti
itu, langsung jariku bergerak berselancar di internet. Semakin banyak informasi yang aku lihat di
internet tentang tempat-tempat yang akan dikunjungi nantinya, semakin tinggi juga keinginanku
untuk ikut pergi mengikuti program pertukaran pelajar ini.

Selesai makan malam, akhirnya tiba juga waktuku untuk meminta ijin kepada
orangtuaku. Dengan hati berdebar aku memulai pembicaraan. “Pa, ma..” panggilku dengan suara
kecil. “Ada apa ce?” mamaku membalas. “Di sekolah ada program pertukaran pelajar ke
Singapura Januari nanti, bolehkah aku mengikutinya?”. “Berapa hari ce acaranya? Apa juga yang
akan dilakukan disana nantinya?” tanya papaku. “5 hari 4 malam pa. Nantinya aku akan pergi ke
2 sekolah di sana untuk belajar mengenai pendidikan di Singapura. Selain itu akan banyak
perjalanan ke tempat-tempat wisata di sana juga. Aku juga sudah mengecek di internet
sebelumnya dan tempat-tempat yang akan dikunjungi nantinya terlihat sangat seru”. “Berapa
harganya kalau begitu?” tanya papaku lagi. “11 juta pa, sudah termasuk biaya hotel dan tiket
pesawat. Jadi bagaimana pa, ma? Apakah aku boleh mengikutinya?” tanyaku sekali lagi kepada
mereka. 10 detik, 20 detik, 30 detik, tetapi tetap tidak ada jawaban apapun dari orang tuaku. “Ce
sebenarnya papa dan mama ingin memberimu kejutan bahwa akhir tahun nanti rencananya kita
akan pergi juga ke Singapura juga untuk mengunjungi tantemu itu. Tapi karena situasinya sudah
berbeda, terpaksa deh kami memberitahumu sekarang. Jadi jawaban papa untuk saat ini tidak ya,
karena seperti yang sudah papa bilang sebelumnya bahwa akhir tahun nanti kita akan pergi
liburan ke Singapura juga”.

“Tapi pa liburan dengan keluarga dan teman pasti rasanya sangat berbeda, jadi aku
mohon tolong ijinkan aku ikut ya. Aku janji kedepannya aku akan lebih rajin sekolahnya” kataku
tetap teguh dengan keinginanku. “Maaf ce tapi mama juga tidak setuju juga, sudah ya cukup
pembahasannya”. Mendengar itu aku pun langsung menangis dan berlari ke kamarku, tentu saja
untuk merajuk. Dalam hatiku aku tahu bahwa papa dan mamaku pasti tidak akan tahan melihatku
lama-lama merajuk. Kekanakan memang, tetapi hanya inilah satu-satunya cara yang bisa
kupikirkan. “Pokoknya aku tidak akan mau berbicara dengan papa dan mama lagi sampai mereka
memperbolehkanku mengikutinya!” seruku sekali lagi.

Benar saja, di hari ketigaku merajuk tiba-tiba aku dipanggil keluar dari kamarku untuk
menemui kedua orang tuaku di meja makan. “Baiklah papa dan mama akan mengijinkanmu
mengikuti program pertukaran pelajar itu. Sudah jangan merajuk lagi” ucap papaku tiba-tiba.
“WAH! Benar ya pa, papa tidak boleh berubah pikiran lagi loh ya!” Seruku dengan semangat.
“Iya, iya sudah sana kembali ke kamarmu lagi. Ingat janjimu juga untuk lebih rajin belajar” ucap
mamaku. “Baik-baik terima kasih ma, pa. Tenang saja, anakmu yang satu ini berjanji tidak akan
malas-malasan lagi. Pokoknya makasih banyak ya pa, ma” ucapku sambil berlari memeluk dan
mencium mereka.

“Hahh… akhirnya sekarang disinilah aku berada” ucapku sambil berjalan keluar dari
pesawat. Ya, aku sudah sampai di Singapura akhirnya. Setelah sampai disana, kami langsung
menuju beberapa tempat wisata disana, seperti kebun binatang, restoran terkenal, dan toko
makanan sebelum akhirnya kami beristirahat di hotel. Baru hari pertama saja sudah terasa sangat
menyenangkan, untunglah aku bisa mengikuti kegiatan ini. “AH, AKU TIDAK SABAR
UNTUK HARI ESOK DAN KEDEPANNYA, PASTI AKAN LEBIH SERU LAGI!” teriakku
dalam kamar sebelum akhirnya tertidur.

Hari-hari selanjutnya terasa seperti surga kepadaku. Sangat menyenangkan dan seru. Aku
bisa menghabiskan waktu belajar di luar negeri, bebas bermain di tempat-tempat wisata disini,
mencoba banyak makanan, dan lain-lain. Sayangnya, tidak seperti yang aku bayangkan, hari
keempat terjadi hal yang cukup buruk bagiku.

Siang itu kami semua sedang berjalan-jalan di daerah Bugis. Kami sudah diberi tahu
sebelumnya oleh para guru bahwa kami dilarang untuk berjalan sendirian. Kami harus
berjalan-jalan secara berkelompok dan kembali ke titik kumpul kami pada pukul 5 sore. Pada
saat itu kami semua pun menyetujuinya dan aku sendiri pergi berkeliling dengan ketiga temanku.
Kami semua sedang berjalan sambil melihat-lihat saat aku menangkap sesuatu yang menarik
mataku ini. “Wah, apa itu? Mengapa terlihat sangat indah? Aku ingin melihatnya lebih dekat”
ucapku dalam hati. Tanpa aku sadari, kakiku ini pun bergerak sendiri ke arah barang yang
menarik mataku itu. Setelah sampai lebih dekat, ternyata barang yang aku lihat itu adalah sebuah
boneka beruang dengan aksesoris yang sangat cantik. Aku pun akhirnya memutuskan untuk
membelinya sebagai oleh-oleh untuk adikku.
Selesai membayar, aku pun menghadap ke belakang untuk melihat teman-temanku lagi.
Pada saat inilah aku akhirnya tersadar, “Gawat, dimana mereka semua?” seruku dengan panik.
Bagaimana tidak panik? Sejauh mataku memandang di sekeliling ini, hanya orang-orang yang
tidak kukenal yang terlihat. Bagaimana pun caranya aku mencoba menenangkan diri, aku malah
makin bertambah panik saat mengingat bahwa tempat aku berada sekarang ini adalah negeri
tetangga tanpa siapapun yang aku kenal. Setelah beberapa saat aku menenangkan diri (walaupun
masih lumayan panik), akhirnya aku mulai berjalan untuk menemukan siapapun yang aku kenal.

Setelah berjalan tanpa arah selama 10 menit, aku tetap tidak bisa menemukan
teman-temanku. “Ah, apakah aku tidak akan bisa bertemu mereka lagi?” pikirku sambil menahan
tangis. Saat aku benar-benar sudah hampir menangis, tiba-tiba saja terdengar suara teriakan
“YUKA!”. Saat aku menoleh ke arah suara tersebut, terpampanglah wajah panik teman-temanku.
Tanpa menunggu satu detik pun, mereka langsung bergegas berlarian ke arahku. “Yuka! Sumpah
kamu dari mana saja sih? Kami pikir kami tidak akan bisa menemukanmu tau. Sudah lebih dari
5x kami mengelilingi daerah ini sambil berlarian mencarimu. Lain kali kalau ingin melihat
sesuatu bilang-bilang dong!” tegur salah satu temanku. Jika biasanya aku tidak suka mendengar
teguran temanku, untuk kali ini saja aku merasa sangat rindu mendengarnya. “Iya-iya maafkan
aku karena sudah berpencar. Aku janji deh kedepannya ga bakal terjadi lagi hal seperti ini”.
Ucapku sambil tertawa.

Jujur saja, pada saat itu aku benar-benar tidak tahu bagaimana harus mengekspresikan
diriku. Haruskah aku menangis karena terharu, atau tertawa karena senang melihat mereka lagi.
Satu hal pasti yang ku tahu, adalah bahwa aku sangat bersyukur bisa melihat mereka lagi,
walaupun setelah itu aku terkena banyak omelan.

Anda mungkin juga menyukai