Anda di halaman 1dari 89

Sebuah novel

Mohammad Arif

Sip!

Diterbitkan oleh
Detak Pustaka
i
SIP!
Penulis: Mohammad Arif
Editor: Mohammad Arif
Tata Bahasa: Mohammad Arif
Tata Letak: Mohammad Arif
Sampul: Mohammad Arif

Penerbit:
Detak Pustaka
(Penerbit Online dan Distribusi)
Anggota IKAPI
Jl. Kandangan
Grenggeng, Rejoagung, Ngoro, Jombang
E-mail: detakpustakame2@gmail.com
Fb: @detakpustaka
twitter: @detak_pustaka
Ig: @detakpustaka
www.detakpustaka.me

Cetakan 1, April 2018


Jombang, Detak Pustaka, 2018
iv + 85; 13 x 19 cm

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


All right reserved

ii
DAFTAR ISI

Pengantar iv

Misteri Cinta Dalam Kertas Kosong 1

First Time 13

I Love You 25

Aku Tak Tahu 41

Salah Sangka 57

Teka-teki Hati 67

Sebuah Nama di Amplop Coklat 71

Kebahagiaan Hakiki 77

iii
PENGANTAR

Alhamdulillah, setelah beberapa bulan novel


ini terpendam akhirnya bisa selesai juga. Karya ini
aku dedikasikan untuk orang-orang yang pesimistis
akan hubungan. Apalagi untuk bani jomblo, dalam
buku ini aku memaparkan bagaimana seorang jomblo
akut, tak berpengalaman dan belum pernah
merasakan pacaran mendapatkan pujuaan hatinya.
Cocok deh untuk kamu yang berharap memiliki
pasangan.
Terimakasih untuk teman-teman yang
berperan dalam proses pembuatan novel ini. Ada
beberapa temanku yang aku jadikan sebagai objek
penulisan (ide cerita), sehingga selesailah tulisan ini.
Harapan aku untuk novel ini adalah dapat
memberikan manfaat untuk pembaca dan
memberikan motivasi. Selain itu, semoga dapat
menghibur dengan banyolan khas yang aku berikan.
Tenang, bukan hanya romantis kok, dalam novel ini
unsur komedi tetap aku masukkan. Jadi, tertawalah
jika memang perlu tertawa. Jangan ditahan, nanti
sakitnya belakangan.

Semoga menghibur!

Mohammad Arif

iv
BAB 1
Misteri Cinta dalam Kertas Kosong

Temanku sering memanggilku otak dangkal.


Mungkin karena aku kebanyakan mengutarakan teori
aneh dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Tiga
prinsip yang selalu ku pegang dari dulu adalah:
berusaha, beruntung, dan mengacak. Prinsip itu
sering ku gunakan dalam sesi-sesi ujian ataupun
sesuatu yang ada kaitannya dengan soal. Pertama
yang kulakukan adalah berusaha semaksimal
mungkin, ketika berusaha tidak membuahkan hasil,
maka aku akan memilih opsi jawaban, lalu ku pilih
secara acak seperti domino. Dan yang terahir adalah
pasrah menunggu keberuntungan.
Selain otak dangkal, teman-temanku sering
memanggilku “Rif”. ya memang itu adalah namaku.
Nama lengkapku Mohammad Arif.
Malam seperti ini adalah waktu yang tepat untuk
merenung dan membebaskan imajinasiku. Keinginan
memiliki pacar saat SMA pupus lantaran tidak ada
yang mau denganku. Padahal secara tampan wajahku
tidak jelek-jelek amat. Bodoh juga tidak terlalu. Tapi
tidak ada satu pun cewek yang aku dekati menjadi
pacar. Bahkan hampir semua yang aku sukai selalu
membenci ketika momen PDKT. Semoga ini bukan
pertanda, bahwa aku akan jomblo lama.

1
Ditemani segelas kopi dan handphone yang
masih menyala, hidupku di kota orang seperti
penjara. Tdak ada pasangan yang melatar belakangi
hidupku terasa hampa dan tiada arti untuk dihadapi.
Hanya mata kuliah ini dan itu saja setiap hari.
Bahkan, isi otakku penuh dengan berbagai macam
imajinasi tentang memiliki pacar. Andaikan ku tulis,
mungkin sudah dapat satu buku.
Hampir setiap hari, saat waktu menunjukkan
pukul 18.30 malam aku keluar dari kos untuk jalan-
jalan melepaskan penat. Dari pada nanti gila
memikirkan cinta yang belum jelas keberadaannya.
Meskipun saat aku melihat jam tangan waktu sudah
menunjukkan pukul 9 malam.
Salah satu tempat yang sering aku kunjungi
adalah toko roti milik pak No. Toko langgananku
sejak awal kuliah sampai 2 tahun ini. Ku rasa, hanya
di sini aku menemukan sedikit kebahagian dunia luar,
apa lagi roti yang disajikan terbilang enak untuk
ukuran harga 5000 rupiah. Itupun bonus dengan
minuman.
‘Pak!’ ucapku ke pak No.
‘Leh Arif, gimana nak? Tumben baru nongol.
Biasanya habis magrib kamu sudah datang ke sini’
‘Hehe iya pak, tadi ada beberapa tugas yang
harus aku kerjakan. Jadi, ya agak malam gini pak.
Lagian toko bapak tutup masih jam 11 nanti’ ucapku.
‘Seperti biasa ya pak, roti campur susu dan
segelas air putih’ lanjutku.

2
‘Tunggu ya’ jawab pak No.
Pak No jalan ke belakang mengambil roti
pesananku. Memang selama 2 tahun ini hanya roti itu
yang aku pesan. Tak ada satu pun roti yang dapat
menggantikan roti yang satu ini. Untuk para calon
pacarku, ini adalah salah satu nilai lebih dariku, tidak
pernah gonta-ganti pasangan.
Tidak seperti biasa, pak No keluar lebih cepat
dari dugaanku. Kadang 10 - 15 menit baru keluar dari
belakang. Tapi ini hanya beberapa menit ‘Rif,
haduuuh habis nih gimana?’
‘Apanya pak?’ tanyaku.
‘Roti pesananmu, laku keras hari ni. Maaf ya
hehe’ jawab pak No.
‘Ya udah pak air putih aja ya’ ucapku
‘Tunggu ya’ jawab kakek berusia sekitar 60
tahun itu. Walaupun sudah malam namun
semangatnya tak kunjung luntur sejak pagi hari. Aku
yang hanya begini saja sudah tidak semangat. Apa
lagi melayani banyak pelanggan, wah bisa gulung
tikar.
‘Ini nak’ kata pak No sambil memberikan
sebotol minuman.
‘Gak usah bayar Rif’ lanjut pak No.
‘Loh pak jangan gitu dong, bawa uang nih aku’
‘Ya kamu beliin makanan aja buat makan di
kosan. Kan asik tuh, hehehe’ jawab pak No.
3
‘Lagian kamu kan juga baik ke bapak, em tunggu
nak, baru ingat nih’ ucap pak No.
Ku lihat pak No berjalan kebelakang lagi, entah
apa yang akan dilakukan pak No. Aku tidak tahu.
Yang ku tahu, pak No memang baik sejak dulu.
Pertama kali aku kesini, aku diberitahu kos murah
dan strategis. Tepat di depan toko pak No. Jadi, wajar
kalau hampir setiap hari aku mampir ke toko pak No.
‘Ini nak!’ pak No menyodorkan roti baru yang
terlihat enak namun juga terlihat mahal. Coklatnya
banyak seperti yang ku suka.
‘Berapaan ini pak?’ tanyaku.
‘Kamu ambil aja Rif’
‘Wah jadi malu gini nih, gak enak bapak beri
terus’ ucapku.
‘Udah gapapa, lagian bapak percaya jika bapak
memberikan kebaikan ke orang lain, kebaikan juga
akan datang ke bapak. Jadi, secara tidak langsung
bapak telah memberikan kebaikan untuk bapak
sendiri’
‘Hmm gitu ya pak?’ tanyaku.
‘Coba kamu lakukan, gak ada salahnya kan!’
ucap pak No.
Setelah puas makan dan minum gratis, serta
mendengarkan ceramah dari pak No. Tepat pukul
22.30 aku pulang. Di perjalanan aku berfikir tidak
ada salahnya jika aku menirukan apa yang dilakukan
pak No dalam kehidupannya. Membagi kebaikan

4
seperti sebuah keharusan untuk baik terhadap diri
sendiri.
‘Oh iya besok kan UAS, belajar dulu ah..’
gumamku tepat sebelum aku nyebrang jalan.

***

Setiap kampus pasti menerapkan kebijakan


liburan setelah UAS. Tepatnya seminggu setelahnya.
Begitu juga dengan kampusku. Bulan Januari adalah
bulan yang ditunggu-tunggu mahasiswa. Selain
karena masih awal tahun, Januari adalah bulan yang
membebaskan mereka dari penat memikirkan tugas
kampus. Bulan penuh kebebasan bagi mahasiswa.
Bagiku liburan adalah senggang waktu untuk mencari
pasangan hidup. Sebenarnya kampus adalah masa
yang lebih baik untuk mencari pacar. Apa lagi di
kampus banyak sekali cewek, bahkan di kelasku
hampir 70% mahasiswanya adalah cewek. Entah aku
yang begok atau gak ada cewek yang melihat. Tidak
pernah ada kesempat bagiku untuk mencari pasangan
hidup. Mungkin ini karena aku yang tidak
berpengalaman pacaran.
Tidak seperti teman-temanku yang menghabiskan
liburan ke tempat-tempat wisata. Aku hanya
menghabiskan waktu liburan ke kampung halamanku
di Jombang. Seperti tujuan awal. Aku masih memiliki
tujuan mencari pacar di liburanku kali ini. Namun,
5
aku tak berfikir hal itu akan baik untukku. Apa lagi
setelah ini akan ada banyak sekali tugas yang siap
menantiku.
‘Asalamualaikum’ ucapku tepat di depan rumah.
‘Walaikumsalam. Eh Arif.. gimana nak
kuliahnya?’ ucap ibuku sambil aku mencium
tangannya.
‘Ya gitu deh bu, banyak tugas. Coba Ibu lihat mata
anakmu ini. Mulai seperti panda bukan? Sering
begadang Bu hehe’ padahal aku hanya sering nonton
serial film superhero. Dan beberapa film anime yang
rilis setiap minggu.
‘Wah iya benar, ya sudah masuk dulu ayo makan!’
ucap ibuku.
Rencana awal yang ingin mencari pacar harus
kusimpan dulu. Setelah aku pertimbangkan, ternyata
banyak anak di sini yang kurang masalah pendidikan.
Banyak anak yang menghabiskan waktu hanya untuk
bermain dan bermain. Seakan-akan waktu belajar
bukanlah waktu yang harus mereka sisakan.
‘Bu di sini anak yang masih sekolah kelas 6 SD, 3
SMP, atau 3 SMA siapa aja ya?’ Tanyaku saat
makan.
‘Em siapa ya Rif, kamu tanya Dita aja. Dia kan
kelas 6 toh’ Oh iya aku baru ingat, aku memiliki adek
cewek yang cukup cerewet dan hampir tidak ku akui
sebagai adek karena kenakalannya. Mungkin lebih
baik aku mengajar anak ini, apa lagi dia adalah anak

6
yang menjadi poros di kelasnya. Mungkin akan
semakin banyak yang ikut nantinya.
‘Iya Bu ide bagus, hehe’ jawabku.
‘Em ..’ suara ibuku.
‘Kenapa bu?’ tanyaku.
‘Sebenarnya kamu jurusan apa ya? Hehe’ padahal
aku sudah kuliah selama 2 tahun. Tapi ibuku selalu
menanyakan hal itu saat aku pulang. Apa yang salah
sih dari orang ini. Heran banget.
‘Pendidikan sejarah bu, ya ampun masak lupa sih’
jawabku.’
‘Hehe ya maaf to le, namanya juga orang tua’ ucap
ibuku santai.
‘Hadeh, ya udah Bu aku mau cari Dita dulu’
‘Asalamualaikum’ lanjutku.
Keesokan harinya aku mulai mengajar anak
seumuran Dita, adekku. Jumlahnya 20 dan rata-rata
yang mengikuti adalah cewek. Aku yakin mereka di
hasut Dita untuk ikut les ini. Secara dia adalah anak
yang cukup alay di kelasnya. Meskipun baru kelas 6
SD, Dita sudah memiliki berbagai akun sosial media.
Seperti facebook, instagram, twitter, dan masih
banyak lagi. Mungkin jika Dita menatapku seperti
melihat manusia jadul yang tidak mengerti apa-apa
tentang sosial media.
Sejak saat itu sampai 2 minggu kemudian aku
melakukan hal itu. Mengajar tanpa memungut
7
sepeser pun biaya. Benar, rasa senang mulai datang
menghampiriku. Ku rasa pak No tau benar apa yang
dibicarakannya. Kebaikan memang pada dasarnya
akan menghampiri tuannya. Ku harap ini menjadi
berita bagus untuk pak No. Hitung-hitung sebagai
kado liburan untuknya. Ternyata senang cukup
simple. Aku hanya perlu membahagiakan orang lain.
Seakan mengandung nikotin, membahagiakan orang
lain menjadi candu baru dalam hidupku. Saat ini,
tujuan mencari pacar bukanlah prioritas utama lagi.
Membuat senang orang lain kini menjadi aktivitas
yang aku senangi. Kerena aku yakin, bahagia itu
mahal. Sangat tidak mungkin untuk dibeli. Tapi kalau
pacar, aku dapat menyewa pacar di aplikasi yang
baru ku install pagi ini.
‘Dek temanmu mana kok belum datang?’ tanyaku
ke Dita.
‘Ini kan Minggu mas, aku bilang ke teman-teman
kalau Minggu kita libur, gitu’ jawab Dita.
‘Oh iya udah gapapa, kamu ngapain itu?
Chattingan sama pacar kamu ya? Hahaha’ ucapku.
Meskipun dalam hati aku berfikir mana mungkin
anak kecil yang sering ingusan sudah main pacar.
Imposible.
‘Iya dong mas, ini aku manggil mama-papa, haha’
ucap Dita sambil menunjukkan layar HPnya ke
wajahku. Buset ini anak masih kecil tapi main mama-
papa-an.

8
‘Haah bener nih?’ ucapku sambil menelan ludah
kering. Aku tidak menyangka dilangkahi adek
sendiri. Bahkan di usiaku yang ke 21, pacaran adalah
sesuatu yang belum pernah ku rasakan. Tapi, adekku
yang belum genap berusia 12 tahun sudah berani
pacaran. Papa-mama pula.
‘Cinta monyet itu dek!’ kataku.
‘Alah mas, bilang aja iri sama aku. Aku tahu kok,
mas gak pernah tuh lihat HP sambil senyum sendiri.
Teman cewek mas aja gak pernah kesini. Dita yakin
mas gak pernah pacaran bukan?’
‘Emang kamu tahu apa tentang cinta?’ tanyaku.
‘Emang cinta harus dijelaskan seperti ekor cicak
putus waktu dikejar kucing mas? Cinta kan perasaan
mas. Gak perlu teori untuk mengetahui apa itu cinta.
Yang Dita tahu, Dita suka dengan orang yang suka
dengan Dita’ kata bocah kelas 6 SD itu. Kurasa Dita
lebih dewasa dariku. Aku pun tidak bisa berkata
apapun untuk menanggapi perkataan Dita.
Kata-kata Dita membuatku teringat kata pak No.
Membagi kesenangan adalah cara lain untuk
membahagiakan diri sendiri. Satu lagi, cinta memang
tidak seperti ekor cicak. Tapi lebih seperti misteri
dalam kertas kosong. Emm oke sih.

***

9
Liburan semester telah usai. Hari ini aku akan
kembali ke Surabaya. Tentu dengan tujuan belajar
dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Karena tidak
diperbolehkan naik sepeda motor sendiri. Selain tidak
punya tentunya. Aku naik angkutan umum untuk
berangkat. Kadang naik kereta, kadang juga naik bis.
Namun hari ini aku akan naik bis. Pengin merasakan
sensasi waktu kecil aja sih. Sejak berusia 5 tahun,
memang aku sering diajak kedua orang tuaku keluar
kota naik bis. Meminimalisir polusi katanya.
Di depan halte aku terus berfikir tentang
kebahagian yang ku alami sepanjang liburan. Meski
hanya aku habiskan dengan anak seusia adekku. Tapi
rasa bahagia tidak bisa ku bohongi. Entah ini karena
aku membahagiakan orang atau memang aku akan
menuju kampus lagi dan makan roti kesukaanku lagi
tiap pagi. Aku juga gak tahu.
‘Bu aku berangkat dulu ya?’ ucapku sambil
menyalami tangan ibuku tersayang ini.
‘Dita belajar yang rajin, habis ini banyak ujian
yang akan kamu hadapi. Ingat jangan pacaran mulu.
Haha’
‘Mas jangan kencang-kencang, nanti kedengeran
ibu’ ucap Dita lirih.
‘Oke’ jawabku lirih.
Aku berjalan ke pintu bis yang sudah terbuka
menunggu kedatanganku kembali. Meskipun tujuan
awal mencari pacar tidak dapat terlaksana, tapi aku
mendapatkan modal baru untuk meraih cinta

10
sesungguhnya. Sepertinya kata-kata Dita merubah
pandanganku tentang cinta. Dan semua itu berawal
dari membahagiakan orang lain. Ternyata baru ku
sadari, hal yang paling membahagiakan dalam hidup
adalah membahagiakan orang lain. Aku kira kisahku
akan dimulai dari kursi ini.
‘Mas mau kemana?’ tanya kondektur bis
menghampiriku.
‘Surabaya mas!’

11
First Time

12
BAB 2
First Time

Lagu Noah kesukaanku hampir habis. Ini adalah


lagu ke-9 semenjak aku memutarnya awal naik bis
tadi. Mungkin Ibu dan Dita sudah sampai di rumah.
Lagian rumah kami gak jauh amat dengan lokasi
halte. Sekitar 2 Km-an. Sepanjang jalan hanya sawah
dan petani yang menjadi hiasan mataku. Ya, memang
ini adalah jalan satu-satunya menuju kota. Dengan
kata lain, hanya hiasan alam yang dapat ku lihat.
Aku duduk di bangku paling belakang.
Sebenarnya aku tidak mau duduk di paling belakang.
Katanya sih gampang mabuk. Apa lagi aku sering
sekali mabuk waktu naik bis. Tapi ya sudahlah dari
pada berdiri.
‘Mas mau kemana?’ tanya seorang bapak-bapak
sampingku.
‘Surabaya pak, bapak mau kemana?’ jawabku.
‘Oh sama mas, dari mana nih?’ tanyanya sok
asik.
‘Jombang Pak, ini saya mau berangkat kuliah’
‘Kalau bapak sendiri dari mana? Mau kerja apa
gimana?’ lanjutku.
‘Dari Nganjuk mas, iya ini mau berangkat kerja.
Habis resign mas, ini dapat kerjaan baru di Surabaya’
13
‘Oh iya pak’ jawabku. Sejenak aku mengambil
jajan yang dibelikan Ibu tadi sebelum berangkat.
‘Monggo pak!’ ucapku sambil menyodorkan
sebungkus roti.
‘Gak usah mas, hehe’ jawab bapak tadi.
‘Udah gapapa pak, dari pada bengong lihat jalan
sama sawah aja, hehe’
‘Hehe iya mas, makasih ya’ jawabnya sambil
mengambil satu buah roti yang aku sodorkan.
Sekali lagi, kebaikan menuntunku jauh dari
kesendirian. Andaikan dari tadi aku ajak ngobrol
bapak ini, mungkin tidak ada hayalan yang
memenuhi pikiranku. Sepanjang jalan aku banyak
ngobrol dengan bapak tadi. Namanya adalah pak
Ansori. Seorang pegawai baru di sebuah perusahaan
tekstil di Surabaya. Orangnya baik dan ramah. Sangat
cocok untuk dijadikan teman ngobrol sekaligus
curhat. Tapi yang paling penting adalah pak Ansori
tidak sedang menghipnotisku. Walaupun sebenarnya
aku tidak bawa uang selain untuk bayar bis dan
makan.
Setengah jam berlalu, setelah puas berbincang
dengan pak Ansori, wilayah Surabaya hampir dekat.
Kali ini aku sudah berada di daerah Sidoarjo. Lega
rasanya tidak mabuk dalam perjalanan ini. Padahal
ibuku sudah menyediakan kantong plastik sebagai
jaga-jaga muntah. Tapi beruntung, hari ini tidak
mabuk. Mungkin ini efek ngobrol, jadi lupa dengan
mabuk.

14
‘Stop!’ aku mendengar suara kondektur
mengehentian bis.
Seorang wanita berbaju merah berkerudung ungu
lewat tepat di depanku. Baunya harum khas wanita.
Sekilas aku melihat wajahnya cantik dan masih
muda. Mungkin masih seumuran denganku. Atau di
bawahku sedikit.
Namun, ada yang sedikit ganjil dengan wanita
ini. Dan aku merasa terusik olehnya.
‘Pak bisa tukar tempat?’ tanyaku ke pak Ansori.
Tempat dudukku ada di samping jendela, pak Ansori
ada di dekat pintu keluar bis.
‘Iya boleh’ jawab pak Ansori sambil tukar
tempat denganku.
Setelah itu aku berdiri ‘Pak tolong jaga tempat
dudukku jangan ada yang boleh mendudukinya!’
Aku menghampiri wanita berkerudung ungu itu.
‘Mbak silahkan duduk di sana’ ucapku sambil
melihat wajah wanita itu. Sepersekian detik aku
melihat wajahnya, sangat cantik luar biasa.
‘Emm boleh mas?’ katanya ragu. Mungkin dia
mengira aku mau menghipnotisnya dan mengambil
gelang dan jam tangannya.
’Iya mbak! Jangan takut aku tidak menghipnotis
kok. Lagian mbak kan cewek, gak pantes aja kalau
berdiri’ ucapku.

15
Gadis cantik nan lugu itu tersipu malu dan
menaruh sedikir senyum untukku. Lalu dia duduk
dan aku berdiri sambil melihat jalan dan sawah
kembali setelah beberapa jam aku campakkan.
Kali ini bukan lagu Noah yang aku putar.
Melainkan lagu Ada Band yang ku dengarkan. Ada
Band adalah salah satu band favoritku. Lagunya
cukup menyentuh hati dan indah liriknya. Ku ambil
kembali HP dalam kantong celana dan ku putar
semua lagu Ada Band yang ku punya.
Tidak terasa, sudah lebih dari setengah jam aku
berdiri di sini. Sebentar lagi akan tiba di terminal
Surabaya. Karena tak terlalu membawa barang. Jadi
tidak terlalu repot saat turun dari bis. Cukup santai
dan menunggu bis benar-benar berhenti, dan
kondektur berkata “silahkan turun tuanku”, oke yang
itu ngarep sih.
‘Terminal bungurasih! Turun turun’ ucap
kondektur sambil setengah membuka pintu bis.
CESS.. suara khas bis yang akan berhenti yang
aku sukai.
Perlahan tapi pasti aku turun dari bis. Seperti
biasa, banyak orang dan gemuruh suara kenalpot bis.
Ada yang menawarkan makanan, minuman, sampai
lagu. Dan satu hal lagi, bau busuk dari terminal.
Sangat khas, tak dapat ku temui di tempat lain. Sejak
kecil memang biasa aku diajak orang tuaku bepergian
luar kota naik bis. Jadi hafal betul bagaimana
perasaan saat di terminal.

16
Sebelum pergi, aku menemui pak Ansori yang
masih sibuk menurunkan berbagai barang
bawaannya. Wajar saja, dia baru pertama datang dan
akan memulai kerja di Surabaya.
‘Pak balik dulu ya!’ ucapku.
‘Iya Rif, hati-hati di jalan ya’
‘Iya pak!’ jawabku sekaligus berjabat tangan
untuk terahir kalinya dengan pak Ansori. Pertemuan
singkat tapi telah membawa berkah menambah
saudara nan jauh di daerah lain.
Tujuan pertama setelah capek di perjalanan
adalah makan. Untuk mengisi energi tentunya.
Tempat makan yang paling aku sukai disini adalah
kedai milik mak Sri, di pojok terminal sebelah
selatan. Menunya sungguh menggoda, tapi yang
paling penting adalah harga pas di kantong dan rasa
pas di lidah.
‘Halo mak? Hehe’ ucapku ke mak Sri yang
sedang nganggur menunggu pelanggan.
‘Heloh Arif, baru nyampek nak?’ tanya mak Sri.
‘Iya mak, laper nih.. biasa mak ya? Nasi goreng
aja hehe’ jawabku.
Headset di telinga masih nancep dan lagu masih
berkumandang dengan keras. Ku copot pelan-pelan
karena jika terlalu cepat rasanya sakit. Wajar aja
karena sudah bertahan di telingaku lebih dari 2 jam.

17
Jeger. Berisiknya terminal ku rasakan dengan
jelas kali ini. Sungguh sesuatu yang kurindukan.
Sambil menunggu pesanan datang aku melihat
bis yang datang dan pergi. Ku lihat banyak orang
membawa tas dan anak mereka. Aku teringat masa
kecil dulu.
‘Loh mbak yang tadi?’ ucapku kaget ketika
noleh kekanan aku melihat gadis berbaju merah tadi.
Meskipun sekarang pakai baju putih, mungkin itu
jaket.
‘Hehe iya mas, masih ingat aja’ ucapnya.
Suaranya kecil, lembut, dan terlihat sangat lugu.
‘Iya ingatlah baru aja tadi. Belum sehari juga’
‘Mas kuliah di UNESA?’ tanya wanita itu sedikit
ragu.
‘Kok tahu ya?’ jawabku.
‘Kayaknya pernah ketemu gitu mas, tapi lupa
ketemu dimana. Kalau gak salah kita satu fakultas ya
mas?’ tanyanya lagi.
‘Iya kah? Aku Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
(FISH) mbak’ ucapku.
‘Sama pas PKKMB aku di tempatkan di
kelompok kambing’
‘Loh ya kan, bener dugaanku’ kata wanita itu.
‘Bener gimana?’ tanyaku bingung.

18
‘Mas yang pidato gak jelas ke semua maba
waktu itu kan? Yang membahas jomblo itu gak enak?
Seperti siksa kubur dalam dunia nyata gitu’
‘Hehe iya sih, masih ingat aja!’ ucapku malu.
‘Arif’ ucapku sambil menyodorkan tangan. Ku
lihat wajahnya agak kaget ku sodori tangan. Mungkin
dia kira tangan kecilku seperti pistol.
‘Emm.. Sal.. Salma, namaku Salma mas’
jawannya spontan sambil menangaapi salamanku.
Erat banget.
‘Panggil Arif aja bisa gak? Seumuran kan?
Takutnya nanti aku di kira tukang ojek kalau kamu
panggil mas terus’
‘Sama mas.. eh Rif, jangan panggil aku mbak!’’
‘Hehe oke, kesepakatan yang menarik’

***

Jam sudah menunjuk pukul 10 siang. Sudah


saatnya aku bergegas ke kosan dan bertemu pak No,
yang diam-diam sukses menjadi mentorku.
‘Sal kamu kos dimana?’ tanyaku
‘Dekat kampus sih, lupa namanya Rif’
‘Itu loh, samping Telkom’ lanjutnya.

19
‘Oh itu, iya aku tahu. Barengan aja yuk? Aku
udah pesan taksi online nih. Lagian satu jalur kan?’
‘Iya sih, boleh’
‘Bentar lagi nyampek’
Sepanjang jalan Salma bercerita tentang
liburannya. Kata Salma, liburannya dibuang ke Bali.
Di sana dia punya saudara. Lebih tepatnya tantenya.
Jadi dia ada alasan ke Bali untuk berkunjung ke
tantenya. Padahal di balik alasan itu ada niat untuk
berlibur aja.
‘Seperti apa sih Bali? Tanyaku kepo.
‘Bali itu Rif indah banget. Andaikan aku disuruh
tinggal di sana pasti aku mau. Tapi yang paling ku
suka di Bali adalah suasana di sana Rif. Tentram
banget. Jauh dari hirup pikuk keramain. Asri juga
wilayahnya. Asik deh.. cobain!’ jawabnya.
‘Wih, asik kayaknya ya?’ kataku.
‘Banget. Gak tau kesana kapan lagi, ekonomi
keluargaku lagi guncang. Hehe’ ucap Salma.
‘Em gitu, ya nanti sama aku kesana!’ tak sadar
aku mengucapkan apa yang seharusnya tak ku
ucapkan. Khilaf!
‘Apa Rif?’ kata Salma terkejut sambil
memandang tajam wajahku.
‘Emm.. emm.. apa ya tadi’ sambil menelan ludah
ku lihat atap mobil.

20
‘Katanya mau ngajak ke Bali mbak!’ saut supir
taksi online memotong.
‘Mas apaan sih’ kataku kesal. Salma hanya
senyum simpul. Mungkin dalam hatinya senang dapat
tumpangan gratis ke Bali dengan anak sepertiku.
Padahal kuliah aja aku dapat beasiswa. Aduh,
mulutku pisauku sendiri.
‘Liburanmu gimana Rif?’ kali ini Salma balik
bertanya liburanku. Wah siap-siap nyebar aib.
‘Jangan tanya deh, hehe. Suram abis!’ jawabku.
‘Masak sih? Gimana emang?’ jawaban yang
salah dariku. Salma semakin kepo dengan apa yang
ku lakukan saat liburan.
‘Ya gitulah Sal, di rumah aja’
‘Gak ada aktifitas sama sekali?’ tanyanya lagi.
‘Iya ada sih, ngajar anak di kampungku aja. Gak
ada acara keluar rumah, palingan cuma beli lombok
buat masak Ibu. Udah gitu aja’
‘Hehe itu mah bermanfaat banget Rif’ ucap
Salma.
‘Masak sih Sal?’ tanyaku.
‘Iyalah, tapi asli loh kamu baik banget’
‘Gak ah biasa aja’
Salma hanya membalas dengan senyuman.
Sebelum berhenti di depan kos Salma, aku sempatkan
meminta nomor handphone atau sosial media
21
miliknya. Namun sebelum itu aku harus
merencanakan alasan kenapa aku memintanya.
‘Sal mau nyampek nih’ ucapku.
‘Iya nih, mungkin 5 menit lagi nyampek’
katanya.
‘Em, Sal boleh minta nomor handphone atau
whatsapp, atau sosial media lain?’ tanyaku ragu.
‘Mana HPmu?’ jawab Salma.
‘H.. HP?’ kataku bingung.
Sambil merogoh saku, ku keluarkan HP yang
hangat karena suhu tubuhku naik.
‘Emm ini Sal’ ucapku memberikan HP.
Sejenak kulihat Salma menuliskan sesuatu di
HPku. Aku gak tahu apa yang sedang dia tulis.
Namun, aku mencoba positif thinking. Semoga yang
dia tulis bukan kata-kata aneh seperti ‘anak jelek mau
minta nomor hp ku? Nih nomor togel!’. Jangan
sampai.
‘Ini Rif!’ kata Salma memberikan HPku.
‘Tadi sudah aku isi nomor whatsapp, nomor
handphone, facebookku juga udah aku add di
akunmu, ig juga udah. Lengkap deh pokoknya. Nanti
aku follback ya’ jelasnya.
‘Em makasih ya Sal’ kataku, gak percaya dia
memberikan semua kontak yag dapat ku hubungi. Ini
adalah kali pertama aku meminta nomor handphone
ke wanita.

22
‘Mas stop di depan telkom itu ya?’ kata Salma ke
supir taksi.
‘Rif nanti Whatsapp aku ya kalau udah nyampek
kosanmu?’ lanjutnya.
‘Makasih yang di bis tadi, kamu baik’ ucap
Salma sambil memberikanku senyuman manis untuk
terakhir kalinya sebelum berpisah tempat.
Setelah itu Salma turun. Kali ini menyisakan aku
dan supir taksi dalam kendaran ini. Jarak kosanku
dengan Salma tak jauh amat. Hanya 1 km aja.
Memang terlalu awal jika aku mengira Salma
adalah cinta pertamaku. Tapi yang ku rasakan
sekarang adalah senang. Aku gak tahu apakah Salma
hanya ingin membagi kesenangannya untu membalas
budi. Atau apa aku gak tahu. Yang pasti saat ini aku
senang mendapatkan nomor Salma. Cewek cantik
yang ku temui di bis. Andaikan pak No tak berkata
membagi kebaikan adalah cara lain memberikan
kebaikan diri sendiri, mungkin aku tak pernah
mendapatkan kebahagiaan seperti ini. Orang pertama
yang harus ku temui sekarang adalah pak No. Guru
besar, pelayan toko, dan mentorku.

23
I Love You

24
BAB 3
I Love You

Taksi yang ku tumpangi berhenti tepat di depan


toko pak No. Ya memang kosanku di depan toko pak
No. Sekalian mampir dan bercerita liburanku. Dari
jendela mobil aku melihat pak No sedang bersih-
bersih halaman toko. Dari kejauhan toko pak No
memang seperti toko jaman kolonial. Wajar jika
kebersihan selalu diperhitungkan. Kalau gak gitu bisa
dikira situs kuno. Meskipun memang toko pak No
sudah lama. Peninggalan orang cina leluhur pak No.
‘Asalamualaikum pak!’ ucapku setelah turun dari
taksi.
‘Walaikumsalam. Lululuh Arif udah balik’ jawab
pak No.
Aku mendekati pak No dan segera menyalami
tangan tuanya itu. Perasaan tenang dan damai
menghampiri diriku. Serasa pak No adalah orang
tuaku yang lain.
‘Gimana nak liburanmu?’ tanya pak No sambil
menaruh sapu di depan toko.
‘Gimana ya pak, gak sesuai tujuan sih. Tapi
cukup senang, hehe’ jawabku.
‘Eh eh pak makasih ya sarannya, sangat
bermanfaat loh’ lanjutku.
25
‘Saran yang mana sih?’ tanya pak No bingung.
‘Waktu itu loh pak, yang kata bapak membagi
kebaikan adalah cara lain untuk membaiki diri
sendiri. Waktu malam UAS.’
‘Oh yang itu, ya wajar dong Rif. Kita kan
manusia sosial. Membagi kebaikan adalah hal yang
wajib kita lakukan.’
‘Gini pak, setelah aku menerapkan yang bapak
sarankan, aku..’ ucapku terputus oleh kata pak No.
‘Tunggu nak!’
‘Duduk di sana aja tempat biasa, sambil makan
roti kesukaanmu. Masih bayak loh! Hehe’ ucap pak
No sambil menunjuk 2 kursi dan satu meja kecil di
depan toko.
‘Boleh deh pak hehe’ aku berjalan ke arah kursi
itu. Pak No pergi kebelakang mengambilkan roti dan
minuman untukku. Seperti raja yang baru datang dari
medan perang saja hidupku.
Ku rasa kursi yang kududuki termasuk kursi
lama. Tapi cukup kuat untuk ukuran kursi sekecil ini.
Memang dasarnya udah kayu jati, apa lagi sudah di
spirtus untuk menambah nilai artistiknya. Kalau di
bayangkan, ini seperti pondasi manusia dalam
membangun kehidupan. Sekecil-kecilnya bangunan
kalau pondasi kuat pasti akan tahan lama. Hanya
menambahkan sedikit hiasan untuk
mempercantiknya.

26
‘Gimana nak? Lanjutkan ceritamu tadi. Kepo
nih!’ kata pak No yang berjalan membawa sepiring
roti dan 2 gelas botol minuman.
‘Jadi gini pak, awal aku pulang kampung
berencana mencari pacar. Bapak tahu kan aku gak
pernah berkalan sama cewek. Ya karena aku gak
punya pacar hehe. Terus di sana niatku ku urungkan.
Aku mengajar anak-anak seusia adikku. Anehnya,
hari demi hari aku mejalani aktifitas itu kebahagian
datang kepadaku. Aku seperti merasakan apa yang
mereka tertawakan. Bahkan tujuan awalku sampai ku
lupakan. Dan tergolong gagal pula, hehe’ ucapku.
‘Lalu, tadi pagi waktu perjalanan ke Surabaya,
aku berkenalan dengan cewek pak!, dapet
whatsappnya. Yang penting nih, ceweknya gila
cantik abis’
‘Masak sih?’ kata pak No kepo.
‘Iya pak, sungguh cantik banget’
‘Bapak boleh minta nomornya gak?’ ucap pak
No menggoda.
‘Wah wah wah jangan dong pak. Kesempatan
besar nih untukku. Tak ada kesempatan kedua juga
nih pak’
‘Hehe, ya Alhamdulillah kalau saran bapak
berguna untukmu. Yang penting jangan ada niatan
lain dalam melakukan kebaikan. Khususnya niat
jahat. Jangan, nanti malah kamu kena sendiri.’

27
‘Insyaallah gak pak!’ ucapku.
‘Oh iya, ayo dimakan dulu. Habiskan loh ya,
lagian itu kan roti kesuakaanmu. Gratis pula’ kata
pak No.
Sejam lebih ku luangkan waktuku bersama orang
yang berjasa dalam hidupku ini. Orang yang secara
tak langsung telah menuntunku ke Salma, gadis yang
tak pernah ku duga. Dan beliaulah yang mengubah
pandanganku tentang kesendirian. Terutama
mengubah pandanganku dalam mencari pacar.
Sekarang jangankan pacar, mencari pun aku tak lagi
memikirkanya. Aku hanya berfikir cinta pasti akan
datang sendiri tanpa harus aku memancingnya.
Lagian sebentar lagi banyak tugas yang harus ku
kerjakan. Menjalani dan terus mengalir adalah satu-
satunya cara terbaik. Sambil terus mendengarkan
saran pak No dan ada Salma satu-satunya teman
cewekku.

***

Ku lihat pintu yang tergembok rapi setelah ku


tinggalkan sebulan lalu. Sedikit debu dan ada laba-
laba yang menggantikanku. Ya hitung-hitung uangku
tak sia-sa untuk ibu kos. Ku buka pintu kosanku itu,
terlihat kamar acak-acakan dan buku berceceran di
sekitar almari. Mungkin aku lupa membersihkan
sewaktu balik dulu. Biarlah.

28
Setelah mandi dan merapikan kamar. Aku hanya
bengong tak tahu apa yang harus ku lakukan.
Kadang, jika sudah seperti ini aku menunggu ada
cicak dan mengajak mereka berbicara. Seakan-akan
aku ahli berbahasa hewan, aku sering bertanya
“pacarku cantik gak ya?”. Tak ada jawaban pasti
yang ku kudengar. Mungkin jika aku benar-benar
faham bahasa cicak, mereka hanya akan
mentertawakanku sambil bilang “muka jelek minta
lebih, ngimpi!”. SAKIT ABIS.
Aku lupa Salma tadi berkata “kabari aku ya
kalau sudah di kosan!”. Mungkin ini adalah solusi
untuk mengusir kegoblokanku saat ini. Dari pada
berbicara dan menunggu cicak. Lebih baik aku
menghubungi Salma. Benar manusia yang riil.
‘Hai Salma!’ whatsappku.
Beberapa menit kemudian hp yang sudah ku
taruh di atas meja belajar berbunyi.
‘Ting’
‘Siapa ya?’ jawabnya.
‘Masak lupa sih? Lihat fotonya dong!’ ucapku.
‘Oh Arif, yaampun kemana aja kamu Rif? Lama
baget. Apa kamu disasarin sama supir taksi sialan
tadi. Atau jangan-jangan uang kamu habis gara-gara
bayar perjalananku? Maaf ya Rif. Tapi kamu
sekarang ada di kosan kan, sukur kalau iya. Kalau
gak, kamu share location aja nanti tak jemput pakek
motor temanku. Tak antar ke kosanmu.. bla.. bla..
29
bla’ ucapan Salma mengingatkanku dengan ibu yang
selalu cerewet waktu di rumah.
‘Gak kok Sal.. aku tadi...’ whatsappku terputus
oleh panggilan masuk.
‘Halo Arif?’ kata seorang cewek.
‘Iy iyaa, Salma?’ kataku.
‘Iyalah masak lupa suaraku, kamu dimana ? udah
di kosan belum?’ tanyanya.
‘Iya aku udah ada di kosan. Gini Sal, tadi aku
habis ke toko pak No. Aku banyak ngobrol jadi gak
sempet buka hp. Maaf ya?’ jawabku.
‘Oh sukur deh, kiran nyasar. Lanjut chat aja ya?’
kata Salma.
‘Iya Sal, nanti malam aku telvon balik’
‘Oke’
Tadi aku hanya bisa memandang dan berharap
ada cicak yang mau ku ajak bicara. Sekarang aku
hanya fokus ke monitor hp menunggu balasan Salma.
Mulai hari ini hpku tak lagi sepi. Salma akan selalu
ada menemaniku, meskipun hanya melalui
handphone. Tak sia-sia aku membeli hp ini. Meski
mahal, tapi sangat beguna untuk saat seperti ini. Aku
sangat bersyukur untuk saat ini.

***

30
Satu bulan sudah kami kenal. Sejak awal kenal
setiap ada kesempatan di kampus, aku dan Salma
selalu menyempatkan untuk bertemu dan ngobrol.
Tak seperti awal bertemu. Kukira Salma adalah
cewek cerewet dan kebanyakan puitis seperti ibuku.
Di balik perhatiannya, Salma adalah sosok cewek
pendiam dan tak banyak tingkah. Di rumah, Salma
memiliki dua orang adik. Dan dua-duanya adalah
cewek. Jadi kalau aku menikah dengan Salma aku
adalah anak lelaki pertama mereka. Meskipun sangat
lama untuk bisa terwujud. Hehe.
‘Sal kamu mau aku ajak ke toko pak No? Yang
sering ku bilang itu? Mau gak ?’ ucapku ke Salma
yang sedang sibuk memandangi handphonenya.
‘Sal? Kamu ngapain sih?’ tanyaku lagi.
‘Ini loh artis korea kesukaanku lagi hamil, udah
3 bulan lagi. Tunggu ya aku mau baca sebentar’
jawabnya.
‘Kamu dengar gak apa yang aku bilang tadi?’
ucapku lagi.
Kali ini Salma hanya diam konsentrasi melihat
handphonenya.
‘Salma?’
‘Iya Arifff.. aku dengar. Aku mau kamu ajak ke
toko pak No kan? Iya iya. Tunggu sebentar’ jawab
Salma kesal.
‘Huh dasar penggila drakor gila’ gumamku.

31
‘Sabar wibu anime naruto!!’
Setelah menunggu sebentar. Aku dan Salma
jalan menuju toko pak No. Jaraknya gak jauh amat.
Hanya 500 meter dari kampus. Hitung-hitung ini
adalah pengganti olahraga. Selain tujuan ke pak No,
aku juga ingin memberitahu lokasi kosanku ke
Salma. Meskipun di lihat dari toko pak No pun bisa.
Sepanjang jalan aku dan Salma dihibur musik
dari handphoneku. Jelas lagu Noah yang ku
dengarkan. Salma hanya ngikut, walaupun
sebenarnya Salma punya pendapat lain untuk
mendengarkan musik Korea. Namun karena malu aku
mengancamnya, jika memutar musik Korea aku akan
memutar musik Naruto. Hayo bikin malu yang mana?
Ya ngikut aja.
Lima belas menit di jalan, kami sampai di toko
pak No. Seperti biasa, toko yang tak sebesar
Indomart itu selalu ramai oleh para pembeli.
Sebenarnya tak ada yang spesial dari toko itu. Hanya
tampilan kuno aja. Tapi mungkin itu karena pak No
orangnya baik, maka tokonya pun kena imbasnya.
‘Itu tokonya Rif?’ tanya Salma sambil menunjuk
toko pak No.
‘Iya itu tokonya’ jawabku.
‘Wih rame banget’ ucap Salma kagum.
‘Ya tiap hari gitu Sal, oh iya itu kosanku’ ucapku
sambil menunjuk gedung depan toko pak No.

32
‘Itu? Iya kapan-kapan tak main kesitu’ ucapnya
polos.
‘Hah main? Kamu kan cewek Sal. Gak boleh
sama ibu kosnya’ jawabku..
‘Oh gitu ya? Hehehe’ kata Salma sambil
menunujukkan senyum manisnya.
‘Cantik banget’ gumamku.
‘Apa Rif?’ tanya Salma. Padahal suaraku lirih
banget.
‘Gak, itu toko pak No rame banget!’
‘Ayo kesana Sal’ spontan aku memegang tangan
Salma. Namun, entah karena lupa tau disengaja,
Salma tidak menolak dengan perlakuanku. Bahkan
sampai di depan toko pak No.
‘Ariiiiif’ kata pak No sok asik kayak anak ABG.
‘Udah pacaran aja nih? Tangannya manteb
banget! Haha’ lanjutnya.
Kata pak No barusan membuatku lupa dan
segera melepas genggamanku dari tangan Salma.
Halus dan lebih kecil dari dugaanku.
‘Eh maaf ya Sal!’ ucapku ke Salma.
Ku lihat wajah Salma berubah warna seperti
habis ditampar satu kampus. Merah banget. Baru
pertma ini aku melihat Salma berubah menjadi
seperti Majin Bu di serial Dragon Ball. Mungkin ini

33
adalah tanda Salma malu karena perbuatanku tadi.
Dasar aku biadab.
‘Ini Salma Rif? Yang sering kamu ceritakan ke
pak No itu?’ tanya pak No membongkar aib.
‘Pak!’ ucapku kesal.
‘Maaf!’
‘Keceplosan’ kata pak No membisik.
‘Tunggu ya Rif, lagi rame nih. Sepuluh menit
lagi bapak kesini’
‘Eh pak, pesen roti biasanya dong! Dua ya?’
kataku ke pak No.
‘Oke siap’ kata pak No mengacungkan jempol
dan bergegas kembali ke kasirnya.
Pandangaku kembali ke Salma. Sejak ku
genggam tangannya Salma tak lagi bicara. Dia hanya
menunduk dan berdiam diri. Aku takut hubungan
baikku rusak gara-gara perbuatan tangan biadabku.
‘Sal maaf yang tadi ya?’ kataku. Salma tetap
menunduk dan berdiam diri.
‘Sal? Kok diam aja sih? Marah ya sama aku?’
kataku lagi.
‘Gak kok Rif, gapapa’ kata Salma.
‘Emm.. Rif’
‘Iya Sal, kenapa?’ tanyaku.
‘Ku rasa aku jatuh cinta kepadamu’ jawab
Salma.

34
Hatiku terasa hancur dan dibangun secara cepat.
Aku senang tapi..
‘Stop Sal!’
‘Sepertinya aku bukanlah cowok yang jantan dan
tak berperasaan’ kataku.
‘Loh kok gitu? Aku gak tahu tapi aku merasakan
lebih dari suka ke kamu’
‘Stop Sal, aku bilang stop!’
Salma hanya menunduk dan terlihat murung
akan jawabanku.
Perlahan aku menggapai tangannya. Kali ini
kedua tangannya yang ku genggam. Aku merasakan
perasaan yang hebat mengalir dalam diriku. Ku tatap
mata Salma. Cantik, memang cantik gadis ini. Tapi
sifat baiknya yang aku suka.
‘Sejak awal jumpa aku sudah menaruh perasaan
ke kamu Sal. Aku yakin kau adalah cewek yang
selama ini aku cari. Yang dapat melengkapi
kekuranganku. Sebulan ini aku menunggu waktu
yang tepat untuk mengungkapkanya. Tapi, kenapa
kau yang bilang pertama ke aku? Padahal kau cewek
Salma. Aku merasa bersalah. Maafkan aku’
‘Jadi?’ ucapnya.
‘Kamu mau jadi bagian terindah dalam
hidupku?’ jawabku.
Salma bengong menatap wajahku. Matanya
menyorot mataku. Tak bisa berkata lagi.
35
‘Maksudnya apa ya?’ ucap Salma memecah
keadaan.
‘Ya ampun! Kamu mau jadi pacar aku Salma?’
jawabku sambil tersenyum.
‘Hehe. Iya aku mau. Mau banget’ jawab Salma
sambil memamerkan senyum manisnya.
‘Boleh peluk gak? Tanyaku genit.
‘Jangan disini’
‘La terus?’
‘Kamu berdiri dulu, disini kan ada penghalang
meja. Gimana sih?’ jawab Salma.
Meskipun proses mendapatkan Salma tak
seromantis drama Korea. Tapi aku beruntung
mendapatkan pacar seperti artis Korea. Cantik dan
baik. Ku harap Salma menjadi pasangan hidupku.
Sepanjang duduk dan menanti kedatangan pak
No. Aku memegang erat tangan Salma. Sesekali
kulihat Salma menatap tajam mataku. Sungguh
hipnotis rasanya. Beruntung bagiku, tangannya lebih
kecil dari tanganku.
‘Tangan kamu kecil dan lembut Sal’ kataku.
‘Aku gak muji gapapa kan? Gak marah kan?’
jawabnya.
‘Ya gapapa dong!’ kataku mantab.
‘Tangan kamu juga kecil tapi kasar. Kamu di
rumah sering macul apa gimana sih? Hahaha’ ini

36
anak baru jadian udah menghina abis. Tapi kalau ku
putusin sayang banget.
‘Hehe bercanda kok’
‘Iya aku tau kok!, seumpama pekerjaanku entar
macul gimana? Kamu masih mau sama aku?’
‘Emang cinta diukur dari pekerjaan ya? Lucu
banget kamu Rif’
‘Kamu lucu Sal, pinter banget cari alasan.
Kenapa ya gak dari dulu kita pacaran? Mungkin hari-
hariku lebih berwarna dan bahagia tentunya’
‘Yang penting sekarang kan udah. Aku ingin
berkomitmen dengan hubungan ini. Kamu juga harus
berkomitmen menjaga hubungan kita. Asal kamu tau
aja, kamu adalah yang pertama di hatiku’
Senyum dan anggukan jawabku. Diwaktu
bersamaan pak No datang membawakan pesananku.
‘Ini Rif.. makan ya?’ kata pak No.
‘Tentu dong pak, hehe’ jawabku.
‘Salma hati-hati sama Arif’ kata pak No
menakuti Salma.
‘Emang kenapa pak? Kalau malam jadi serigala
ya?’ kata Salma membalas.
‘Hahaha bukan-bukan. Si Arif sedang mencari
korban cinta pertamanya. Huhuhu, hati - hati digigit
loh’ Salma tertawa mendengar jawaban pak No.

37
Seperti melihat 2 orang yang ku sayangi bahagia.
Aku hanya tersenyum dan dalam hati aku bersyukur.
‘Kami sudah pacaran pak’ kataku ke pak No.
‘Oh iya. Waduuh. Selamat ya? Beruntung banget
kamu Rif’ kata pak No.
‘Andaikan bapak seumuran akan kerebut Salma
darimu, haha’ lanjutnya.
‘Iya kalau Salma mau pak, hehe’ ucapku.
‘Hari ini gratis untuk kalian. Kamu pesan roti
apapun. Tapi jangan banyak-banyak nanti bapak rugi’
‘Hehe makasih loh pak? Beneran gak ini?’
tanyaku ragu.
‘Bener Rif, ya udah bapak mau ke dalam dulu.
Lihat, udah ada pembeli lagi tuh’ jawab pak No
meninggalkan kami.
‘Makasih loh pak’ ucap Salma.
‘Pak No baik ya Rif?’ kata Salma
‘Pak No memang baik Sal. Yang pak No yakini
adalah jika kita membagikan kebaikan untuk orang
lain itu adalah cara lain untuk membaiki diri sendiri.
Dan aku percaya itu sih’ jawabku.
‘Hmm gitu ya’
‘Iya, ini boleh manggil sayang gak ? hehe’
tanyaku genit.
‘Boleh dong, asal aku aja yang dipanggil gitu’

38
‘Pasti’ jawabku sambil tersenyum. Aku berfikir
ini adalah nikmat yang belum pernah ku rasakan
selama ini. Rasa syukur tak akan mampu untuk
membalas kenikmatan Tuhan yang diberikan
untukku. Kebaikan demi kebaikan harus selalu ku
amalkan.
‘Salma?’ ucapku.
‘Iya’ kata Salma yang sedang asi memakan roti.
‘I love you sayang’ ucapku.
Senyum manis dia berikan untukku.
‘I love you too’
Ku pegang tangannya, dan ku kecup keningnya.
Sore yang indah.

39
Aku Tak Tahu

40
BAB 4
Aku Tak Tahu

Kini tak lagi ada kesendirian dalam hidupku.


Setiap kali keluar ada Salma di sampingku.
Kemanapun itu. Waktu itu minggu ke 3 bulan April
aku menggandeng Salma di sebuah pantai. Katanya
sih pantai terindah di dunia. Seperti Hawai, tapi ada
di Indonesia. Pantai Kute, Bali. Akhirnya aku bisa
mengajak Salma ke Bali. Tempat yang belum pernah
ku singgahi. Meskipun liburan kemarin Salma sudah
datang ke sini.
Di sana kami kerumah tante Salma. Ya memang
Bali sangat indah sama seperti yang Salma ceritakan
dahulu. Momen seperti ini adalah yang paling langka
ku dapatkan. Pertama kali ke pantai. Apa lagi dengan
orang yang ku cintai. Sangat senang rasa hatiku.
Sungguh tak bisa di gambarkan.
‘Ombaknya seakan ngajak mandi ya? Kayak
manggil gitu?’ kataku ke Salma.
‘Masak sih?’ jawab Salma.
‘Iya, coba kamu lihat! Seperti tangan yang
melambai. Andaikan bisa bicara mungkin si ombak
akan bilang “hoi kesini dong, asik nih!”. hehe’
‘Hayalanmu terlalu tinggi tau, haha’ kata Salma.

41
‘Kamu tau gak Sal, kata apa yang dapat merubah
hidup seseorang?’ tanyaku.
‘Apa?’ tanya balik Salma. Wajah ceria kini
kembali serius oleh pertanyaanku barusan.
‘Kok jadi seruis gini? Santai aja Salma’
‘Ya sayang aku gak tahu, kata apa yang buat
orang berubah?’
‘Cinta’ jawabku.
‘Cinta?’ tanya Salma.
‘Iya, cinta adalah cara Tuhan menafsirkan kasih
sayangNya melalui orang lain’
‘Kadang cinta dapat membuat orang senang, ada
kalanya cinta juga dapat membuat marah karena
cemburu. Ya itulah yang dapat merubah seseorang.
Sejahat-jahatnya seseorang pasti punya sisi baik. Dan
itulah yang dapat dimanfaatkan untuk merubahnya
menjadi lebih baik. Dengan cinta’ lanjutku.
Salma tersenyum memandangku dan berkata
‘Mungkin aku berubah karenamu’
‘Karena Tuhan melalui aku Salma’ jawabku
tersenyum.
Memandang pantai memang indah. Di tambah
melihat banyak orang yang berlarian bermain bola.
Kebahagian terpancar dalam diri mereka. Bahagia
yang sesungguhnya. Tawa lebar mempertegas
kebahagian mereka di sini.
‘Rif!’ panggil Salma.

42
‘Iya Sal, kenapa?’
‘Kamu dulu anak Ipa kan? Waktu SMA?’
tanyanya.
‘Iya kenapa?’
‘Apa bisa kita pergi ke masa lalu?’ tanya Salma
ngaco.
‘Hah?’
‘Iya soalnya aku pingin deh ketemu kamu lebih
awal, dan ya gitulah. Jelaskan dong. Yang kamu tau
aja’
‘Hehe oke-oke’
‘Menurut beberapa buku yang aku baca, kita
dapat kembali ke masa lalu dengan mengalahkan
kecepatan cahaya’
‘Kecepatan cahaya?’ tanya Salma bingung.
‘Iya, kecepatan cahaya itu satuan waktu
astronomi. kalau motor atau mobil kan ada km/jam.
lah kalau luar angkasa itu kecepatan cahaya’
‘Terus?’
‘Satu detik kecepatan cahaya sama dengan
300.000 km. Jadi seumpama kalau motor Ardi yang
butut itu dapat mencapai 300.000 km/ detik berarti
sudah dihitung satu detik kecepatan cahaya’
‘Masalahnya, tak ada satupun kecepatan yang
dapat mengalahkan kecepatan cahaya. Jadi sangat di
ragukan untuk saat ini menjelajah ke masa lalu’
43
‘Tapi, aku pernah baca tentang teori pak Einsten,
kalau di alam semesta seperti lembaran kertas. Kita
bisa ke masa lalu dengan membengkok kannya terus
berjalan ke masa lalu atau masa depan dengan lubang
cacing di antara lengkungan itu. Masalahnya untuk
membengkokkan waktu sama menemukan lubang
cacing masih mustahil. Hehe’ ucapku.
‘Jadi intinya gak bisa?’ kata Salma.
‘Bisa! Kita berdoa aja semoga Tuhan
mengabulkan hehe’
‘Hehe betul juga apa yang kau bilang’
‘Kalau masalah doa mah gak ada yang salah Sal’
Terbenamnya matahari adalah salah satu momen
yang ku tunggu hari ini. Apa lagi cuaca sangat
mendukung. Sangat indah. Seperti melepas kerinduan
terhadap bulan. Matahari menutup matanya
mempersilahkan bulan menggantikan posisinya untuk
sementara.
‘Salma i love you’
BRAAKKK.... BRAAKK....
HOOOIIIII.....
‘Hah!’ ucapku terbangun dari tidur.
Dok.. dok.. dok..
‘Rif? Udah bangun belum? Rif?’ suara anak dari
luar kamar.

44
Ternyata perjalananku di Bali hanya mimpi
indah. Sebaiknya aku tulis di buku harian untuk
mengingat momen itu dan mengulangnya melalui
kegiatan nyata.
‘Oh Ardi?’ kataku membuka pintu.
‘Cepet mandi kita ada presentasi hari ini!’ kata
Ardi terburu-buru.
‘Kau gak pengen denger cerita ku? Aku tadi
mimpi Salma ke Bali loh’
‘Cepet!’
‘Sialan banget’

***

Jam tangan menunjuk pukul 4 sore. Waktu yang


cocok untuk bertemu pak No. Sambil menunggu
magrib aku ingin mendengarkan ceramah pak No.
Namun sebelum itu aku ingin membelikan hadiah
untuk Salma. Buat satu bulan kita pacaran. Alay
sebenarnya.
‘Sal kamu dimana?’ tanyaku di whatsapp.
Selang beberapa menit Salma bales ‘di kampus,
ini mau balik. Kenapa?’
‘Ketemuan yuk!’ ajakku.
‘Boleh, lagi kangen ya? Hehe’ jawab Salma.

45
‘Selain kangen aku ada hadiah loh’
‘Apa an tuh?’ tanya Salma kepo.
‘Hee.. nanti aja’
‘Huu, ketemuan dimana emang?’ tanya Salma
lagi.
‘Emm.. beri aku waktu mikir!’
‘Oke, dasar lemot’
‘Heh’
‘Maaf sayang hehe’
Karena ini momen yang membahagiakan. Aku
akan mencari tempat yang indah, banyak bunga, dan
spesial. Mana ya.
‘Telkom aja yuk’
‘Huh sudah kuduga’ jawab Salma.
‘Tunggu 10 menit ya?’ lanjut Salma.
Sebelum ke tempat tujuan. Aku mampir ke
minimarket terdekat. Membeli sebatang coklat dan
minuman kesukaan Salma. Meskipun tak romantis
amat, mungkin bagi cewek yang belum pernah
pacaran ini adalah momen romantis yang pernah di
temui.
‘Mbak ada coklat batang ukuran sedang? Yang
manis ya mbak’ kataku ke kasir minimarket.
‘Ada mas’ jawabnya.

46
‘Aku mau cari minuman dulu mbak’ kataku
meninggalkan mbak kasir mencari minuman
kesukaan Salma.
‘Sama ini ya mbak’ kataku setelah tiba di kasir
lagi.
‘Total 45 ribu ya mas?’ kata mbak kasir
menatapku.
‘Iya mbak’ jawabku sambil memberikan uang 50
rb.
‘Em.. mas?’ kata mbak kasir terbata-bata.
‘Kenapa mbak? Ada yang kurang apa gimana?’
‘Emm gak mas, salah lihat mungkin!’ katanya.
‘Salah lihat gimana mbak? Jadi harganya berapa
nih?’
‘Tetap mas, maksudnya kamu. Ku kira kamu
teman SMP ku dulu. Tapi entahlah udah lama juga
hehe’
‘Oh gitu ya? Emang namanya siapa mbak?’
tanyaku.
‘Siapa ya, Arif kalau gak salah. Panggilannya
Saripin’ jawabnya. Itu adalah nama panggilanku
waktu SMP. Aku ingat betul siapa yang memberikan
nama itu. Amir, anak berambut kriting penggila
opera van java.
‘Yealah itu mah bener aku mbak’
‘SMPN 1 Ngoro kan?’ tanyaku.
47
‘Iya mas, jadi betul ini Arif?’ tanyanya lagi.
‘Iya mbak betul. Aku Arif. Tapi mbak siapa ya?
Hehe maap lupa’
‘Ya ampun kok lupa sih’
‘Hehe maaplah udah lama juga’ kataku.
‘Aku Sinta Rif, Rasinta Indayanti. Ingat gak?’
Seingatku Sinta adalah anak kelas samping. Dulu
sih cantik dan menggoda untuk ukuran anak SMP.
Bahkan menjadi bunga sekolah waktu itu. Banyak
penggemar pula. Bahkan ada organisasi garis keras
pengagum kecantikan Sinta. Selain cantik Sinta
adalah ketua osis. Wajar betul banyak yang suka
dengannya. Salah satunya aku.
‘Oh iya-iya Sinta, ingat!’
‘Pacarnya Dino waktu itu ya?’
‘Iya, waktu kamu nembak aku terus aku tolak
soalnya udah punya pacar’
‘Sstt.. jangan keras-keras aib lama, hehe’ ucapku.
‘Hehe iya Rif maaf’
‘Duduk di depan yuk, depan minimarket’
‘Lah ini yang jaga siapa?’ tanyaku.
‘Itu ada temen aku juga’
‘Oh iya boleh, tapi ini aku bayar dulu ya?’
‘Oke’

48
Aku dan Sinta berjalan keluar minimarket.
Duduk berdua di kursi kecil dan satu buah meja
bundar yang lebih tinggi dari kursi yang ku duduki.
‘Jadi kamu kerja sini?’ tanyaku.
‘Iya, baru pindah beberapa hari lalu sih. Asalnya
dari Kediri terus di pindah ke sini’
‘Oh gitu, gimana enak kerja?’
‘Ya ada enak ada gak Rif, sama kayak sekolah
dulu aja’
‘Oh gitu ya’
‘Kamu kuliah disini apa kerja?’ tanya sinta.
‘Aku masih kuliah sin, di situ deket sini’
‘Oh iya-iya. Kamu sekarang berubah ya. Lebih
bersih dan agak tinggi dari terahir bertemu’ ucap
Sinta.
‘Hehe iya ginilah namanya juga mahkluk hidup
pasti bertumbuh’
‘Hehe iya juga sih’
‘Gimana kabar Dino?’ tanyaku.
‘Hah Dino? Ya ampun sudah sekian tahun lalu
Rif. Aku pun gak tahu dia sekarang dimana.
Semenjak putus aku danDdino tak lagi saling kontak’
‘Sekarang sama siapa?’
‘Ya adalah hehehe’ jawab Sinta.

49
‘Boleh minta nomor whatsappmu Rif?’ tanya
Sinta.
‘Boleh, aku dikti ya?’
Setelah menuliskan nomor handphone ku, Sinta
dan aku hanya bengong tak tahu apa yang harus
dibicaran lagi. Aku pun teringat dengan janjiku
dengan Salma. Ini sudah lebih dari 10 menit lalu aku
dan Salma janjian bertemu. Mungkin 20 menit aku
disini.
‘Sin maaf banget ya? Aku harus pergi. Ada
urusan penting hehe’ ucapku.
‘Kok buru-buru’
‘Iya nih gak bisa di tunda’
‘Tinggal dulu ya sin?’
‘Iya Rif hati-hati. Nanti whatsapp aku ya?’
‘Iya Sin’ kataku sambil berjalan meningglkan
Sinta.
Aku berjalan menuju telkom yang tak jauh dari
minimarket itu. Jaraknya tak lebih dari 200 meter.
Hanya 5 menitan jalanku. Ku lihat Salma duduk
manis memandang laptopnya. Mungkin lagi asik
streaming drama korea kesukaannya.
‘Hai sayang’ ucapku ke Salma.
‘Maaf banget ya tadi aku..’
‘Udah gapapa’ kata Salma tetap memandang
laptopnya.

50
‘Kamu marah?’
‘Gak’ jawabnya singkat.
‘Yakin?’
‘Yakin’
‘Emm maaf loh Sal’
‘Iya gapapa’
Ku lihat wajah Salma tak sekalipun memandang
wajahku. Terlihat jelas Salma kecewa denganku.
Meskipun baru 20 menitan.
‘Sal kamu tahu gak sekarang tanggal berapa?’
‘Iya tahu, tanggal 8 kan? Tanggal jadian kita’
jawabnya.
‘Iyap betul ... traa!!’ kataku sambil memberikan
hadiah yang telah ku belikan barusan.
‘Dimankan yuk!’ ajakku.
‘Kamu mau kasih aku apa mau kamu makan
sendiri? Kalau mau kamu makan makan aja. Kalau
kamu kasih ke aku nanti aja ku makan. Masih belum
laper’ padahal kan cuma coklat. Meskipun laper gak
mungkin juga bisa buat kenyang.
‘Masih marah ya? Maaf Salma’
‘Gak Rif, ya udah aku mau pergi dulu. Ada
urusan lain yang perlu ku urus’ Salma pergi
meninggalkanku tanpa senyuman. Seperti ada yang
aneh di hari jadian kita. Padahal hanya telat beberapa
menit saja. Tak ku sangka Salma semarah ini.
51
Meskipun sering aku telat waktu ketemuan, tapi hari
ini yang terburuk.
Kejadian itu membuatku merasa bersalah
melupakan janjianku dengan Salma. Ini hari jadian
loh. Seharusnya bahagia bukan teka-teki seperti ini.
Aku tak tahu apa yang harus ku perbuat.
Sepertinya aku harus ke toko pak No. Dan
bertanya hal ini kepadanya yang lebih senior masalah
beginian. Sebelum magrib datang, aku bergegas jalan
dan berharap kemarahan Salma hanya mimpi buruk
seperti tadi pagi.

***

Sepanjang jalan menuju toko pak No aku terus


berfikir tentang Salma. Tak pernah dia seperti ini.
Apalagi cuek supernya tadi. Sepertinya ada masalah
serius yang menimpa hubungan kami.
Ku lihat sejenak handphoneku. Memberikan
pesan ke Salma.
‘Sayang?’ pesanku.
Tak ada balasan ataupun doble centang biru.
Hanya doble centang abu-abu biasa. Tandanya
pesanku masuk tapi gak dibaca.
‘Hmm.. semarah ini kah!’ gumamku.
Sepuluh menit berjalan kini aku berada di depan
toko pak No. Hampir magrib pula.

52
‘Pak!’ sapaku.
‘Tumben sorean?’
‘Kadang jam 3 udah pulang kamu’ kata pak No.
‘Ya ada kegiatan pak, roti pak ya’ ucapku.
‘Tunggu-tunggu, kenapa wajahmu ?’ tanya pak
No.
‘Lah ini apa pak?’ jawabku menunjuk wajahku.
‘Bukan itu maksudku, mukamu kerut banget gak
kaya biasanya’
‘Ada masalah kampus atau gimana nih? Atau
belum bayar semester? Hehe’ kata pak No.
‘Hehe gak pak, ada masalah sama Salma’
‘Hooh cewek, ya udah sambil makan aja ya. Tak
ambil e dulu rotinya’
Sambil menunggu pak No mengambil roti aku
membuka handphone berharap Salma membalas
pesanku.
‘Hualah, sampai kapan sih marahnya.. pesanku
aja gk dibales’ gumamku.
Ku lihat ada story baru dari teman-tamanku.
‘Woh ini story Salma’

53
“Sepertinya ada yang lebih penting dariku
Kau sampai lupa
Dan membiarkanku sendiri
Menunggu dan menunggu”

Sebenarnya aku tak terlalu faham yang dimaksud


Salma di storynya. Tapi yang jelas pasti ditujukan
untukku. Ya memang aku membuat Salma menunggu
sendirian di telkom. Tapi tak ada yang lebih penting
darimu Salma. Sama sekali tak ada.
‘Kapan Salma marah ke kamu Rif?’ tanya pak
No membawakan roti dan sebotol minuman.
Sambil menaruh handphone aku menjawab ‘baru
tadi sore sih pak, jam setengah limaan’
‘Em barusan, emang masalahnya apa?’ tanya pak
No duduk di depanku.
‘Tadi aku terlambat beberapa menit waktu
ketemuan, tapi kadang gini dia gak marah pak. Baru
tadi dia marah’
‘Itu aja?’
‘Ya yakin itu aja sih’
‘Kalau sebab seperti itu kamu hibur lagi, atau
gak kamu tunggu sampai besok, kamu ngobrol dan
ajak dia ketemuan lagi. Tapi langsung aja. Nanti juga
baikan lagi’
‘Beneran pak?’

54
‘Bapak juga pernah muda kali’
‘Hehe iya pak’

55
Salah Sangka

56
BAB 5
Salah Sangka

Kamu tahu sifatku gak sih? Tega banget ke aku.


Kata Salma nampak begitu sedih. Aku tak tahu yang
dia maksud. Tega gimana.
‘Tega gimana maksudmu?’ tanyaku.
‘Kamu pacarku bukan sih? Gak peka!’ jawab
Salma meninggalkanku di depan tulisan fakultas.
Aku hanya berdiam diri dan terus berfikir. Setega
apa aku sama Salma, sampai dia seperti itu.
Tatapannya sedih. Seperti ada yang aneh dalam
hubunganku.
Dilema menghampiriku tepat setelah 33 hari
pacaran.
Salma berjalan meninggalkaku. Semakin
menjauh, menjauh, dan menjauh. Sepatah kata tak
bisa ku ucapkan untuk menghentikan Salma. Seakan
mulutku terkunci oleh kata “tega”.
‘Tega?’ gumamku.
‘Ya mungkin aku tega meninggalkan cewek
sendirian menungguku lebih dari 30 menit’
‘Sepele, tapi.. yah apa daya’

***
57
Beberapa hari lalu aku bertemu dengan teman
lamaku. Karena masalah Salma, aku lupa kasih kabar
ke Sinta. Tak hanya Sinta, masalah kuliahku pun
semakin terbengkalai gara-gara cewek yang ku cintai
itu.
‘Sinta? Aku Arif’ pesaku.
Selang beberapa menit Sinta membalas.
‘Weh Arif, ditunggu gak ada kabar’
‘Hehe maaf lupa, banyak masalah Sin’
‘Oh tunggu ya, toko masih rame’
‘Iya Sin’
‘Nanti aku whatsapp’
Sambil menunggu Sinta whatsapp aku melihat
foto profil Sinta. Cantik. Ya memang wanita ini
cantik sejak SMP. Bahkan aku sempat menyukainya.
Tapi sekarang berbeda, aku memandang Sinta tak
lebih dari temanku sendiri. Bahkan tak ada perasaan
tersisa waktu SMP. Semua perasaanku sudah ku
peras habis di hati Salma.
‘Arif?’
‘Itu dp kamu foto kapan Rif? Imut banget! Hehe’
pesan Sinta.
‘Oh itu foto TK, wajar aja kali Sin. Palingan
kamu mau bandingin sama aku sekarang kan? Pasti

58
mau bilang “dulu imut-imut sekarang amit-amit”, ya
kan?’
‘Haha gak kok. Kamu sekarang tambah ganteng
malahan. Dari terahir kita bertemu SMP dulu’
‘Masak sih?’
‘Dulu aku jelek ya?’ tanyaku.
‘Gak juga sih, hehe’
‘Kamu sekarang tambah cantik juga Sin,
langsing juga. Hehe’
‘Halah masih mata keranjang aja kau’ kata Sinta.
Saling berbalas pesan dengan Sinta membuatku
sedikit melupakan masalahku dengan Salma.
Mungkin Sinta bisa jadi obat pelupa masalah.
Meskipun hanya sementara.
‘Sin kamu tahu gak kenapa cewek marah?’
‘Banyak sih Rif, kenapa emang?’ tanya Sinta.
‘Seumpama marah sama pacarnya, sebab yang
paling umum apa? Yang kamu tau aja. Atau yang
pernah kamu alami’
‘Hmm apa ya.. mungkin sebab: dicuek,
selingkuhi, gak dianggep, balas chat lama, gak peka,
emm apa lagi ya.. oh iya ketahuan jalan sama cewek
lain’
‘Itu aja sin?’
‘sSetahuku sih itu, tapi tiap cewek beda-beda
marahnya kenapa Rif. Jadi gak bisa diambil rata’
59
‘Emm gitu ya, makasih loh’
‘Eh Rif nanti lagi ya? Rame lagi nih’
‘Iya Sin, nanti malam aku chat kamu lagi’
‘Ok’

***

Dari pada bertanya diri sendiri dan tak pernah


menemukan jawaban. Lebih baik langsung menemui
Salma. Sore ini setelah kuliah aku ajak Salma
ketemuan. Tak ada kata telat dan mengecewakannya
lagi. Aku harus datang lebih awal.
‘Sayang nanti kita ketemuan ya? Aku mau
ngomong’ pesanku di whatsapp.
‘Di kafe depan kampus’ lanjutku.
Tepat lima menit 23 detik Salma menjawab,
singkat, bahkan singkat banget ‘y’
Mencoba memahami Salma, dari pada aku marah
karena hal itu lebih baik aku mencari baju terbaikku.
Tak akan ku buat kesan buruk lagi. Aku tak mau
hubunganku dengan Salma terancam. Apa lagi putus.
Janga sampai. Salma adalah cinta pertamaku dan
mungkin cinta terahirku. Akan ku jaga sekuat
superman ngangkat gedung seorang diri.
Bangku nomor 6 samping jendela menjadi
tempat favorit kami. Sejak pertama aku dan Salma

60
kesini hanya bangku itu yang menjadi saksi
keromantisanku dengan Salma. Sangat spesial.
‘Mbak kopi susu 2 ya?’ kataku ke salah satu
waiters kafe.
‘Sama coklat ya yang satu’ lanjutku.
‘Iya mas’
Tak lama setelah aku duduk, Salma datang
memakai baju merah. Sama persis seperti awal
ketemu di bis dulu.
‘Udah lama Rif?’ tanya Salma sambil mencoba
merapikan kursi.
‘Baru aja’
‘Ada apa? Penting banget kah?’ tanya Salma
lagi.
‘Ini mas!’ ucap seorang waiters kafe
memberikan pesananku.
‘Makasih mbak’ ucapku.
‘Em diminum dulu aja yuk!’ ajakku.
‘Ini kan masih panas’ jawabnya.
‘Ya udah ya udah’
‘Gini, kamu marah kenapa sih? Aku masih
belum tahu’ ucapku.
‘Siapa yag marah ? gak kok’
‘Jangan bohong, beberapa hari ini kamu tak
seperti biasanya. Setelah ketemuan’
61
‘Gak’ jawanya singkat.
‘Aku gak peka atau aku menyakiti hatimu?
Bilang ke aku Sal, aku benar-benar gak tahu’
‘Gak kok, udah gapapa’ aku tahu benar Salma
berubah setelah pertemuan di tekom beberapa hari
lalu. Sejak saat itu jarang aku melihat Salma
tersenyum kepadaku. Cuek, jutek, dan kadang
menghindar dariku. Ku rasakan ini bukanlah Salma
yang ku kenal.
‘Ya udah minum dulu ya’ ucapku.
‘Iya’ kata Salma.
‘Oh ya ini aku tadi beli kripik kentang
kesukaanmu’
‘Iya, makasih Rif’ masih gak tersenyum.
‘Sama-sama Sal’
Ku lihat Salma meminum kopi yang di campur
coklat itu. Wajahnya tetap cantik, lugu, dan masih
sama seperti awal jumpa. Wanita yang sangat ku
sayangi.
‘Rif boleh pinjem handphonemu?’ tanya Salma.
‘Boleh, buat apa?’ tanyaku.
‘Buat hubungi tanteku, katanya mau ke kosanku’
‘Oh ini’ jawabku sambil memberikan handphone
yang tergeletak di meja sejak tadi.
Ku tatap banyak sekali mahasiswa yang ada di
sini. Meskipun sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi

62
kafe ini penuh sesak mahasiswa kurang kerjaan
sepertiku. Mungkin banyak tugas yang gak ku
kerjakan gara-gara masalahku dengan Salma.
‘Ini, makasih’ kata Salma pergi meninggalkanku
tanpa ucapan apapun selain makasih.
‘Sal kemana?’
Salma pergi tak menghiraukan kataku.
‘Salma Sal? Kenapa?’ ucapku berdiri mengejar
Salma.
Ku gapai tangannya dan menatap mata indahnya.
‘Aku mau pergi Rif’
‘Kenapa? Kok tiba-tiba?’
Salma menatap wajahku dan bilang ‘kamu
memang gak peka perasaan wanita Rif!’
Salma pergi meninggalkanku sendiri. Aku
berfikir, kurang peka seperti apa. Ya memang aku tak
mengerti tentang perasaan wanita. Pacaran baru
sekali. Mungkin ada yang salah dengan diriku. Atau
ada sesuatu si handphoneku yang menunjukkan
ketidak pekaanku. Huh aku tak tahu.

***

Langkah demi langkah ku lalui dengan berfikir


tentang perkataan Salma “aku gak peka”. sepertinya
aku harus mencari orang yang sangat berpengalaman
63
tentang hal ini. Yang dapat menceramahiku panjang
lebar sampai faham. Tapi jangan ke pak No. Memang
pak No lebih berpengalaman. Tapi perbedaan
generasi pasti mempengarui sebab dan cara
mengatasi permasalahan ini.
‘Rif.. hoii.. jangan ngelamun di jalan’ kata Ardi
sambil naik motor memandangiku.
‘Ehh Ardi, ngapain?’ tanyaku.
‘Kamu yang ngapain, di jalan kok ngelamun
mulu’ jawab Ardi.
‘Yah gitulah’
‘Salma? Naik! Tak anter kekosanmu.. kita
ngobrol di sana aja’
‘Oke, makasih Di’
Ardi adalah salah satu temanku yang sering ku
curhati tentang Salma. Sejak aku jadian sampai
sekarang ada masalah. Ardi adalah orang nomor 2
yang ku beritahu. Yang nomor satu jelas pak No.
Ardi juga temanku sejak SMA, jadi dia agak tahu
kepribadian dan sifatku. Sekelas 3 tahun pula. Tapi
sekarang beda jurusan. Tapi tetap satu kampus.
‘Sebenarnya masalahmu gimana sih kok ribet
amat’ kata Ardi menaruh tasnya di kasur kamarku.
‘Aku juga gak tahu Di, kalau tahu pasti
masalahku udah kelar’ jawabku.
‘Udah kau tanya Salma langsung?’

64
‘Udah sih, tadi baru aja ketemua. Eh setelah dia
lihat hp aku dia marah lagi Di.. padahal hp aku gak
ada tuh chat aneh-aneh’
‘yakin kau? Coba sini hpmu’ aku memberikan hp
ke Ardi. Sepertinya Ardi punya jiwa detektif yang
cukup tinggi. Wajar sih, waktu SMA dia suka anime
detektif konan. Bahkan di rumahnya dia memiliki
komik detektif konan dari volume awal sampai yang
terbaru waktu itu.
‘Sinta ini siapa Rif?’ tanya ardi.
‘Sinta? Oh itu teman SMP ku.. kenapa emang?’
‘Dari sekian banyak chatmu, yang cewek cuma
Sinta sama Salma aja Rif, kemungkinan Salma
cemburu sama Sinta. Emang kalian pernah bertemu
dengan Sinta berdua? Dengan Salma gitu?’ tanya
Ardi.
‘Gak pernah sih Di.. cuman waktu sebelum
ketemuan sama Salma aku ketemu Sinta di
minimarket dekat kampus’
‘Salma tahu?’
‘Kayaknya gak sih, dia kan nunggu aku di
telkom’
‘Yakin gak kau? Takutnya Salma tahu terus dia
mengira yang enggak-enggak. Katamu Salma kan
baru pacaran. Jadi hatinya masih polos Rif..
kemungkinan kalau dia sakit hati sulit di lupakan.
Apalagi kau adalah cinta pertamanya’

65
‘Masuk akal juga sih katamu Di’
‘Terus gimana ini?’ tanyaku.
‘Coba kau terus terang aja ke Salma, bilang
kalau ini hanya kesalah fahaman. Kalau perlu kau
ajak dia ke tempat Sinta bekerja dan kenalkan Salma
ke Sinta’
‘Yakin pakai ide itu? Aku takut Salma nambah
marah ke aku di’
‘Percaya aja, aku dulu juga pernah kok’
‘Kayak gini persis?’ tanyaku.
‘Gak juga sih, waktu itu aku selingkuh. Hehe’
kata Ardi.
‘Ah sialan kau, sangat bajingan ya kamu ini.
Hahaha’
‘Yang penting Rif, cowok itu harus pintar cari
alasan.. itu kunci utama, penting banget’
‘Bener-bener, aku setuju banget!’
Obrolan kami berahir dengan menarik
kesimpulan, Salma marah karena salah sangka aku
selingkuh dengan Sinta. Mungkin jika aku jelaskan
dengan bahasa yang benar, Salma bisa memaafkanku
dan kembali seperti dulu lagi. Aku sangat
merindukan Salma yang dahulu.

66
BAB 6
Teka-teki Hati

Pagi yang indah di kelilingi semut sekitarku. Aku


lupa membersihkan bekas makanan kemarin malam.
Ardi dan aku ngobrol sampai larut dan membeli
beberapa roti di pak No. Sebelum berangkat mandi,
ku bereskan beberapa plastik dan botol bekas
makanan.
Fikiranku pagi ini adalah ngobrol dengan Salma
dan menjelaskan tentang kejadian ini. Aku tak mau
ini terus berlanjut sedangkan Salma tak mengetahui
fakta bahwa aku dan Sinta hanyalah kenalan SMP.
Setelah mandi dan siap-siap, tepat pukul 6 lewat
15 menit aku ke kampus. Karena ada jam pagi
tentunya. Langkahku di penuhi dengan rasa dingin
hawa pagi hari, namun hatiku panas untuk segera
cepat bicara dengan Salma. Mungkin hatiku telah
merindukan Salma. Jariku yang biasa menggenggam
erat jemari Salma, minggu ini bahkan tak pernah
bertemu. Hanya wajah murung dan ketidak
tahuannya yang ku tahu.

***

67
Eh Ana ? lihat Salma gak, tanyaku ke teman
Salma. Setelah muter sana sini aku tak menemukan
batang hidung Salma. Biasanya di sini, di depan
tulisan fakultas.
‘Gak tuh Rif. Hari ini aku gak lihat Salma’ kata
Ana.
‘Emm.. kira-kira kamu tahu gak dimana?’
‘Gak tahu sih, coba kamu whatsapp aja.. kamu
kan pacarya, gimana sih’ kata Ana pergi
meninggalkanku.
Saran yang cukup masuk akal dari Ana. Sejak
kemarin memang aku tak memegang hp sama sekali,
apa lagi whatsapp Salma.
‘Sal dimana kamu?’ tanyaku.
Tak ada balasan ataupun tanda pesanku masuk di
ponselnya. Mungkin Salma lagi sibuk atau lagi ada
masalah. Tapi yang ku tahu satu-satunya masalah
Salma yang ku ketahui adalah dia marah denganku.
Karena kawatir, aku mencari Salma di kosannya.
Cukup dekat, hanya 10 menit dari gerbang kampus.
‘Makasih ya An!’ kataku ke Ana. Seolah aku
hanya mengucapkan terimakasih ke pundak Ana
yang sudah jalan agak jauh.
Sepuluh menit yang terasa begitu lama untuk ku
jalani. Langkahku seperti di tarik tak pergi ke kosan
Salma. Takut kena marah ibu kos.

68
***

‘Asalamualaikum’ ucapku sambil ketok pintu


kamar kosan Salma.
‘Asalamualaikum’ kataku lagi.
Tak ada jawaban sama sekali yang ku dapatkan.
Semoga ini tak ada kaitanya dengan konflik ini.
Namun fikiranku tak bisa lagi berfikir positif. Aku
takut Salma bunuh diri gara-gara aku, atau sedang
mencari laki-laki lain penggantiku. Perasaanku
terguncang saat ini. Aku tak cukup peka dengan
perasaan wanita.
‘Ngapain nak?’ tanya seorang ibu berbadan agak
gemuk.
‘Em ini bu nyari Salma, kemana ya kok gak
jawab salamku. Apa udah keluar?’
‘Yang ibu tahu sih tadi pagi masih disini nak,
tapi gak tahu juga sih. Subuh tadi terahir lihat’
‘Kalau Salma balik minta tolong di samperin bu
ya, makasih bu mau balik dulu’ ucapku berjalan ke
jalan mau balik ke kampus. Tapi, fikiranku lagi
kacau. Sepertinya ke pak No adalah jalan satu-
satunya sebelum aku gila karena ini.

***

69
Tertunduk lesu menghadap tanah sambil
berharap ada uang jatuh. Perjalananku ku habiskan
melihat bawah dan melamun keadaan Salma. Tak
sangka sudah di depan toko pak no.
‘Pak roti ya’ kataku.
‘Eh Arif, tadi Salma kesini.. pagi banget’ kata
pak No.
‘Ngapain pak?’
‘Beli rotilah, tadi tanya kamu juga’
‘Tanya apa emang pak?’
‘Em..... lupakan, tunggu ya’ tutup pak No.
‘Iya pak’ ngapain Salma ke sini, fikirku. Tak
biasanya juga dia kesini. Jangan-jangan ada yang
aneh nih.

70
BAB 7
Sebuah Nama di Amplop Coklat

Aku mulai ragu dengan kepercayaan “memberi


kebaikan ke orang lain akan membawa kebaikan
untuk diriku”. kata-kata itu seakan kadaluarsa ketika
aku mengingat masalahku dengan salma. Memang
tak seberapa, tapi kesalah fahaman ini semakin
runyam sebelum aku memberti tahu salma yang
sebenarnya.
Salma adalah salah satu hasil dari kebaikanku.
Tapi saat ini memberiku cobaan batin yang luar
biasa. Rasa takut kehilangan muncul di kepalaku.
‘Pak aku mulai ragu dengan kata-kata bapak
dulu’ kataku ke pak No yang baru saja memberikan
roti untukku.
‘Ehmm’ kata pak No lalu duduk di depanku.
‘Gini nak, perbuatan baik pasti ada
konsekuensinya. Apa itu? Cobaan yang semakin
besar. Jika perbuatanmu sangat baik, maka cobaan itu
semakin besar’
‘Itu lah yang terjadi padamu saat ini’ lanjut pak
no.
‘Tapi pak..’
‘Tadi Salma bilang ada masalah penting’
‘Masalah apa pak? Denganku?’
71
‘Bukan, sebaliknya. Tadi dia tanya kabar kamu
gimana.. Ya bapak bilang kamu baik-baik saja.’
‘Sepertinya aku harus segera bertemu dengannya
pak!’ kataku.
‘Untuk saat ini jangan’
‘Penting pak! Harus’ aku pergi meninggalkan
pak No dengan sisa-sisa rotiku.
‘Oh iya pak, Salma kemana kataya?’
‘Sidoarjo’
***

Pernah ada pepatah bilang akan ku kejar ilmu


walau sampai ke negeri Cina. Aku juga punya
pepatah demikian. Akan ku jelaskan semua walau di
luar kota. Walaupun gak sekeren ke Cina.
Sore itu aku berangkat ke Sidoarjo, rumah
Salma. Motor butut kesayangan Ardi ku pinjam
sehari dengan konpensasi selembar uang 5000 ganti
uang makan. Menurutku sebanding, apa lagi hanya
sebentar. Lagian sepeda ini pernah ku perbaiki
dengan uangku. Waktu Ardi kehabisan uang.
Kira-kira 30 menit aku di jalan, wilayah Sidoarjo
sudah tepat di hadapanku. Rumah Salma tinggal
beberapa kilometer lagi. Aku memang pernah ke
rumah Salma sekali. Waktu itu mengantarkan Salma
mengambil berkas penting. Seberapa penting aku
juga gak tahu, Salma gak pernah cerita tentang berkas

72
itu. Yang ku tahu di taruh amplop coklat bertuliskan
Andrianti.
‘Sepertinya daerah sini, tapi dimana ya.. padahal
baru dua minggu lalu, bisa lupa gini’ ucapku sambil
mengingat-ingat jalan menuju rumah Salma.
‘Oh itu, ada warung bakso “MAMI MUDA”.. ya
samping warung itu ada jalan menuju rumah Salma’
Ku telusuri jalan itu. Detak jantungku mengiringi
perjalananku. Tak seperti waktu itu, desa ini terasa
begitu sepi. Seperti ada perayaan terpusat. Aku
berharap tak ada kejadian yang tak ku inginkan.
Dua rumah dari rumah Salma ku lihat banyak
orang bersliweran di depan rumah Salma. Ku taruh
motor butt ini, berjalan pelan bertanya ke salah satu
orang di dekatku “pak ngapunten, ada apa ya kok
rame gini?”.
‘Bu Andrianti meninggal dunia’ ucap orang itu.
Yang kutahu tentang nama itu adalah nama yang
tertera di dokumen penting yang diambil Salma
waktu itu. Aku pun gak tahu siapa Andrianti itu.
Bahkan hanya sekali aku melihat nama itu, di amplop
coklat waktu itu.
‘Bu Andrianti itu siapanya Salma ya pak?’
tanyaku lagi.
‘Ibunya nak!’ jantungku berasa tertusuk ribuan
jarum. Dengan mata berkaca-kaca aku bertanya ke
bapak itu sekali lagi “Sakit apa pak?”

73
‘Jantung nak, dulu Bu Andrianti pernah punya
suami dan berselingkuh darinya. Sejak mereka pisah
bu Andrianti sering sakit dan bulak balik ke rumah
sakit’
Aku hanya membayangkan seberapa besar beban
yang ditanggung Salma. Setelah kesalah fahaman
denganku, Salma mendapatkan musibah yang amat
besar ini. Air mata yang sedari tadi ingin jatuh tak
kuasa ku bendung lagi. Aku dapat merasakan
perasaan Salma yang hancur, mungkin jika aku tak
dapat melanjutkan hidup.
Langkah demi langkah ku beranikan memasuki
rumah Salma yang ramai orang layat. Banyak sudara
Salma bertebaran disini. Termasuk mantan suami bu
Andrianti. Dari kejauhan ini aku melihat Salma
duduk tepat di depan mayat ibunya. Tangisan gadis
yang ku cintai membuat hatiku tersayat, tak kuasa air
mataku semakin membasahi pipiku. Inginku
mendekati Salma dan menemaninya disana. Namun,
langkahku tak kuasa berjalan lagi. Seakan rasa
bersalah telah menambah beban batin untuknya.
Seharusnya waktu itu aku tak berlama-lama dengan
Sinta.
‘Arif ya?’ seorang datang menepuk pundakku
dari belakang.
Ku usap air mata ini dan menoleh kebelakang
untuk melihat.
‘Emm iya tante’ ternyata tante Ida, tante Salma
yang waktu itu memberikan minuman untuk kami.

74
‘Masuk?’ kata tante Ida.
‘Emm..’ aku hanya menggumam takut membuat
Salma nambah beban.
‘Udah ayok!’
Ajakan tante Ida tak dapat ku tolak. Sekali lagi,
langkahku terasa berat untuk mendekati Salma. Aku
tak tahu apa yang harus ku katakan ke Salma.
Sepertinya aku harus menenangkannya terlebih
dahulu.
‘Sal!’ kata tante Ida lirih.
‘Sal, ada Arif’ ucapnya lagi.
Aku duduk di samping Salma yang ku lihat
matanya lebam banyak mengeluarkan air mata.
Wajahnya muram, kusut, namun tetap terlihat cantik.
‘Salma’ ucapku sambil merangkul pundaknya.
Ku tenangkan jiwanya untuk sementara. Aku tak mau
wanita yang ku cintai larut dalam kesedihan
sedangkan ibunya membutuhkan doa.
‘Ayok baca yasin dulu!’ ucapku menatap tajam
mata Salma. Dia hanya memberi anggukan setuju.
Mungkin ada lebih dari 5 kali kubaca yasin.
Sesekali ku lihat Salma yang terus menangisi ibunya.
Aku tahu itu pasti berat, tapi Salma harus ikhlas
menerimanya. Jenazah ibu Salma di bawa ke liang
lahat daerah setepat.
Di perjalanan ku hanya memegang erat
tangannya. Aku ingin Salma merasa lebih nyaman
75
dan sedikit melupakan kesedihannya. Sesekali ku
elus kepalanya sambil mengucapkan “sabar sayang”.
tak ada kata lain yang dapat ku keluarkan selain itu.

***

Salma adalah anak yang sensitif Rif, kamu harus


menjaganya. Jangan sakiti hati dia. Tante takut hal
seperti ibuya menimpa Salma. Kata tante Ida setelah
pemakaman ibu Salma.
‘Iya tante, aku akan menjaga Salma’ ucapku.
‘Kamu tahu gak, Salma sangat mencintaimu.
Tante dapat melihat dari sorot matanya, apa lagi dia
sering cerita tentang kamu ke tante. Kamu harus
seperti itu juga ke sSalma. Apa lagi dia sangat cantik
untukmu, hehe’ kata tante Ida.
‘Hehe, iya tante’
Hari ini aku pulang agak malam, tak ada kata
apapun yang dapat kurangkai untuk Salma saat ini.
Aku akan menanti Salma lusa di kampus. Bercerita
tentang semuanya. Namun, sebelum itu aku harus ke
bengkel dan menuntun sepeda butut ini. Penyakit
tuanya mulai kambuh dan aku kena imbasnya.

76
BAB 8
Kebahagian Hakiki

Sebentar lagi ujian akhir. Belum ada pesiapan


apapun dariku. Harianku cuma itu-itu saja. Kalau
bilang bosan, tapi aku bahagia. Tapi kalau bilang
hariku menyenangkan, aku takut mengulang tahun
depan. Rasa malas memang seharusnya ku lawan
sekuat tenaga. Apa lagi nanti aku mau bertemu
Salma. Bercerita semua tentunya.
Sepeninggal ibunya Salma mulai jarang
menghubungiku. Sudah dua hari ini aku dan Salma
tak banyak kontak. Meskipun sebelum ini juga
bagitu.
‘Rif bareng gak?’ tanya Ardi berhenti di
depanku.
‘Gak macet lagi?’ tanyaku.
‘Udah kau bawa bengkel kan??’ sejujurnya
waktu itu aku tak membawa sepeda ini kebengkel.
Aku hanya mencoba trik rahasia dari SD dulu. Waktu
SD, kalau sepeda BMX ku rantai copot, tak tendang-
tendang udah gak copot lagi. Jadi, aku terapkan hal
itu ke motor butut Ardi. Buktinya sampai sekarang
hidup.
Tanpa jawaban aku naik ke motor Ardi.
‘Gimana Rif Salma?’ tanyanya.
77
‘Nanti aku bilang semuanya Di, aku gak mau
buat dia terbebani karena masalahku. Kau tau gak
sebelum meninggal, ibu Salma punya penyakit gara-
gara di tinggal suaminya selingkuh. Jadi Salma
sangat membenci orang yang selingkuh’
‘Jangan sampek lah Rif, kau juga beruntung
dapat Salma. Udah cantik, pintar pula. Teman
kelasku banyak yang suka dia’
‘Ya aku bersyukur Di’ jawabku senyum.
‘Nanti turun di depan gerbang aja, aku mau
ketemu Salma.’
‘Gak masuk aja Rif?’ tanya Ardi.
‘Salma minta disitu Di’
‘Oh oke brother’

***

Masih jam 8, suasana sudah mulai panas.


Sepuluh menit aku menunggu Salma di depan
gerbang kampus. Bahkan aku sudah menghitung
detakan jantungku. Tapi lupa berapa.
Dari kejahuan ku lihat Salma jalan sendiri
dengan baju merah kerudung hitam. Seperti biasa
wajahnya cantik bersinar. Hatiku mulai tentram
melihatnya kembali. Tapi aku ingin senyumnya.
‘Udah lama Rif?’ tanya Salma.

78
‘Belum kok, kamu kok lama kemana?’ tanyaku
balik.
‘Aku tahu semuanya!’
‘Tahu apa?’ tanyaku bingung.
‘Maaf ya’ Salma menatapku matanya berkaca-
kaca. Aku tak tahu apa yang sedang dibicarakan
Salma. Yang dia tahu apa. Aku bingung saat ini.
‘Apa sih? Aku gak faham Sal’
“BREEK” Salma memelukku di depan gerbang
kampus dan menumpahkan air matanya di pundakku
sambil berkata ‘aku ngajak kamu kesini tadi mau
minta putus, tapi setelah aku bertemu anak di
minimarket ternyata aku yang salah. Aku cuek, dan
tak peduli denganmu waktu itu. Aku cemburu. Tapi...
maaf’
‘Hehehe’ aku hanya bisa tertawa.
‘Kok tertawa?’ tanya Salma heran.
‘Artinya kamu mencintai aku, buktinya cemburu’
‘Aku memang mencintaimu Rif. Bahkan setelah
kejadian itu. Aku tak bisa melupakanmu, apa lagi
meninggalkanmu. Ku harap kau mempunyai perasaan
yang sama denganku’
‘Pasti Sal, udah kamu masuk dulu. Ada jam kan?
Mau jam setengah 9 loh!’
‘Nanti ketemu di toko pak No ya? Tak tunggu’
ucapku sambil melepas Salma ke kelasnya.

79
Aku pun berjalan ke kelasku yang berbeda arah
dengan kelas Salma. Kini aku bisa fokus belajar
menyambut ujian akhir. Salma akan selalu menjadi
motifasi terbesarku setelah orang tua dan keluargaku.
Mungkin kata “i love you” tak bisa menggambarkan
perasaanku saat ini.

***

‘Gimana Rif? Kamu jadi kerumah Salma lusa


kemarin?’ tanya pak No sambil memberikan roti
pesananku.
‘Kok satu pak?’
‘Kamu satu aja sering gak habis, mau minta
berap ha?’
‘Buat Salma pak, ya ampuun’
‘Btw, iya aku kesana pak!!’ jawabku.
‘Turut berduka ya atas meninggalnya ibu Salma’
‘Kok bapak tahu?’
‘Soalnya dulu Salma bilang ke bapak baru dapat
telvon dari rumah ibunya meninggal dunia. Dia
berpesan jangan kasih tahu kamu. Kamu juga belum
punya SIM. Motor aja juga gak punya’
‘Naik apa kesana?’ lanjut pak No.
‘Motor Ardi pak!’
‘Hah motor butut jaman kolonial itu?’

80
‘Adanya cuma itu pak, mau gimana lagi’
‘Baguslah kamu berkorban demi cintamu. Asal
kamu tahu Rif. Berkorban adalah salah satu indikator
cinta. Cinta perlu pengorbanan. Dan cinta perlu
cobaan. Untuk saat ini kau sukses melaluinya’
‘Itu juga karena saran pak No, hehe’
‘Bukan rif, saran hanya dorongan. Tapi yang
dapat melakukan adalah kemauanmu sendiri. Kamu
melakukan dengan baik. Tunggu bapak ambilkan ya!’
kata pak No.
Jadi itu yang dikatakan Salma waktu aku
sebelum ke Sidoarjo. Pak No memang gak bakat
menyembunyikan. Sebaiknya aku segera
menyarankan Salma tak memberikan informasi
rahasia ke pak No. Apa lagi berkaitan denganku.
Gampang sekali untukku membaca.
Sebelum roti datang, Salma datang dengan wajah
ceria. Sudah lama aku tak melihatnya seperti ini. Aku
kangen masa-masa ini. Wajahnya begitu polos dan
enak dipandang untuk waktu lama.
‘Kok lama Sal? Hehe’ kataku.
‘Yah gapapa dong! Kamu marah?’
‘Gak sih’
‘Aku berharap kamu marah loh, udah bawa ini
pula aku’ Salma membuka kantong plastik yang ia
bawa. Isinya adalah coklat panjang kesukaan kami

81
berdua. Salma memang orang yang penuh dengan
kejutan.
‘Ini buat aku?’ tanyaku.
‘Enak aja, bayar dulu.. hehehe’
‘Ah tega!’
‘Iya-iya ini untuk kamu’
‘Aku gak mau’ jawabku.
‘Loh’
‘Ini untuk kita’ jawabku senyum sambil bilang
‘Hidungmu tetap kecil sal’
‘Gapapa dong, dari pada hidungmu mekar!’
‘Oke-oke udah, main hina-hinaanya’
Sepotong roti dan susu dibawakan pak No. Kami
bertiga ngobrol tentang apapun. Seolah kembali
seperti semula. Salma ke Salma yang dulu. Selalu
ceria dan membuatku senang. Aku memang
mencintai gadis ini. Cinta pertamaku sekaligus yang
terahir untukku. Tak ada ruang lain di hatiku untuk
orang lain.
Setiap tawa dan ucapannya ku lihat waktu itu.
Inilah bahagiaku... pembalasan kebaikanku ke orang
lain. Orang yang sangat membutuhkan.
Saat ini aku dan salma memiliki 2 orang anak
ganteng. Dan pak No sudah memiliki 10 cabang di
seluruh pulau Jawa. Aku dan Salma membantu pak
No mengembangkan usahanya. Sampai akhir

82
hayatnya. Pak No meninggal dengan damai. Orang
tua dan mentor dalam hidupku. Aku sangat mencintai
diriku, salma, keluargaku, pak No, dan semua
temanku. Usaha pak No diwariskan di tanganku.
Karena pak No tak memilik keturunan untuk
melanjutkan. Apalagi usaha pak No hampir 70% aku
dan Salma yang membantu.
Setiap bulan aku selalu menyisakan penghasilan
usaha sebesar 5%, sama seperti pak No lakukan.
Membagikan ke orang yang lebih membutuhkan.
Tentunya membagi kesenangan kepada orang lain.

-tamat-

83
Tamat

84
MOHAMMAD ARIF.
Penulis gadungan yang sedang
menempuh pendidikan di
Universitas Trunojoyo Madura
jurusan ekonomi pembangunan.
Lahir pada 23 Juni dan tahun
disembunyikan karena alasan
keamanan. Takut disandera
teroris katanya. Buku
pertamanya adalah “Salah Sangka” yang terdiri dari
kumpulan cerpen kisah pribadinya. Sejak
memutuskan keluar dari kampus sebelumnya,
menulis adalah profesi yang ditekuninya sejak 2017.
Mulai dari menulis blog sampai menulis essay di
beberapa media.
Orang ini bisa ditemukan melalui akun
Instagtamnya @ar23mix, menulis di blog
www.detakpustaka.me, dan bisa dihubungi di email:
ar23mix@gmail.com.

Tentang penulis

85

Anda mungkin juga menyukai