Anda di halaman 1dari 4

Nama : Theresia Maria Fioretty Ine Sari

Kelas : XI IPA2

Judul:

“Sahabat Terbaik”

“Key… sini dech cepetan, saya ada sesuatu buat kamu", panggil Nayra suatu sore.

“Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tau saya gak sanggup melihat", jawab seorang
gadis yang dipanggil Key dari balik pintu.

Keynaya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, walaupun lahir bersama dengan keterbatasan fisik, dia
tidak pernah mengeluh, semangatnya menekuni bahtera motto hidup tak pernah padam. Lahir bersama
dengan kondisi buta, tidak membuatnya berkecil hati, secara fisik matanya tidak sanggup melihat
warna-warni dunia, tapi mata hatinya sanggup melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang.
Mempunyai hoby melukis sejak kecil, bersama dengan keterbatasannya, Key selalu mengasah
bakatnya. Tak pernah sedikitpun dia menyerah.

Duduk di bangku kelas XII di sebuah Sekolah Luar Biasa di kotanya, Keynaya tidak pernah absen
capai peringkat dikelas, apalagi guru-gurunya termotivasi bersama dengan pembawaan pantang
menyerah Key.

Sejak baru berusia 3 tahun, Keynaya sudah bersahabat bersama dengan anak tetangganya yang
bernama Nayra Amrita, Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka. Nayra cantik, pinter
dan secara fisik Nayra nampak sempurna.

***

Seperti sore ini, Nayra sudah nangkring di tempat tinggal Key. Dia berbincang-bincang bersama
dengan Key, sambil menemani sahabatnya itu melukis.

“Key, lukisan kamu bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar seluruh orang tau
bakat kamu", kata Nayra terhubung pembicaraan.

“Hah", Key mendesah pelan selanjutnya terasa bicara, “Seandainya saya sanggup Nay, pasti sudah
saya lakukan, tapi apa daya, saya ini gak sempurna, jika saya mendapat donor kornea, dan saya
sanggup melihat, barangkali saya puas dan akan mengadakan pameran lukisan-lukisanku ini" ucap
Keynaya bersama dengan kepedihan.
“Suatu hari nanti Tuhan akan memberi tambahan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti akan ada yang
mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu," timpal Nayra akhirnya.

Berbeda secara fisik, tidak pernah jadi kendala di dalam hubungan persahabatan antara Nayra dan
Keynaya, kemana pun Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, jikalau sekolah tentunya, sebab sekolah
mereka berdua kan berbeda.

Sedang asik-asiknya dua kawan akrab ini bersenda gurau, tiba-tiba saja Nayra mengeluh,

“aduuh, kepala ku"

“Kamu kenapa Nay, sakit??" bertanya Keynaya.

“Oh, ngga saya gak apa-apa Key, Cuma sedikit pusing saja", ucap Nayra sambil tersenyum.

“Minum obat ya Nay, saya gak senang kamu kenapa-napa, nada berkata Key terdengar begitu
khawatir.

“aku ijin pulang pernah ya Key, mau minum obat" ujar Nayra sambil berpamitan pulang.

Di kamarnya yang terkesan terlalu elegan, nuansa coklat mendominasi di tiap-tiap sudut ruangan,
Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya,

“Ya Tuhan, berapa lama kembali usiaku di dunia ini?? Berapa lama kembali malaikatmu akan
menjemputku untuk menghadapmu?" erang hati Nayra.

Dia di vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu, dan tidak akan berumur panjang lagi

— Bersambung —

“Persahabatan bukan hanyalah kata,

yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna,

tapi persahabatan merupakan sebuah ikatan suci,

yang ditoreh diatas dua hati,

ditulis bersama dengan tinta kasih sayang,

sementara nanti akan dihapus bersama dengan tetesan darah dan barangkali nyawa”..
Nama : Maria Fransiska Jesika Lende

Kelas : XI IPA 2

Judul:

“Kartu ATM ku”

“Sekarang gunakan kartu ATM kalian!", perintah Bu Nisa, guru Agama kami.

ATM itu singkatan dari Aku Tidak Menyontek. Untuk mendapat kartu itu kami harus mematuhi
sebuah peraturan, yaitu tidak menyontek. Kartu ATM dipakai kala ulangan dan kala latihan. Tapi,
saya tidak mempunyai kartu ATM, sebab saya orangnya tidak pandai dan malas belajar.

Akhirnya, ulangan pun dimulai. Aku mengerjakan soal-soal itu. Tapi, nomer 1, 3, 4, 7 dan 9, saya
kesulitan. Kulihat ke sampingku untuk bertanya. Sayangnya ia memakai kartu ATM. Kulihat ke arah
lain. Mereka termasuk memakai kartu ATM.

Bu Nisa tersenyum melihatku. Akhirnya, saya pun menanyakan ke Varia bersama dengan mengancam
kalau tidak jawab, ia tidak bakal boleh pulang denganku. Tapi, ia menyatakan kartu ATMnya. Aku
mulai mulai kesal. Aku pun menjawab soal itu bersama dengan asal-asal.

Saat Pulang…

Aku langsung berlari ke mobil Ayah. Aku biarkan Varia mencariku. Biarin aja dia mencariku. Siapa
suruh ia tidak memberiku jawaban. Aku pun memasuki mobil Ayah. Kak Fani, kakak perempuanku,
telah berada di dalam mobil.

“Varia mana, Len?", tanya Ayah. “Mana saya tahu", ucapku sambil menyaksikan ke arah Ayah.

“Kita menunggu aja, ya", kata Ayah.

Aku benci mendengar Ayah bicara begitu. Kulihat Varia mengakses pintu mobil bersama dengan
muka pucat dan peluh bersama dengan keringat.

“Kamu kenapa tinggalin aku, Len?", tanya Varia.


“Siapa suruh tadi kamu begitu", ucapku bersama dengan suara sedikit kasar.

“Varia, kamu menggunakan kartu ATM juga?", tanya Kak Fani.

“Iya, Kak", jawab Varia. “Kakak termasuk ada", kata Kak Fani sambil menyatakan kartu ATMnya.

“Kartu ATM itu apa?", tanya Ayah.

Kak Fani dan Varia mengatakan kartu ATM kepada Ayah. Aku hanya terduduk diam memandangi
jendela. Setelah selesai menjelaskan, Ayah pun mengerti.

“Wah… Helen ada?", tanya Ayah. “Nggak ada, Yah", jawabku menundukkan kepalaku.

“Kamu tahu, gak, Len? Kalau pake ATM, kamu bakal punya kelebihan, loh", kata Varia sambil
menyodorkan sebuah kertas.

“Wah… Aku mau ikut, Var. Besok saya daftar, deh. Di Pak Stanlius,kan?. Kamu temeni aku, ya,
Var", ucapku tersenyum sesudah membaca kertas itu. “Ok", kata Varia.

— Bersambung —

Anda mungkin juga menyukai