Anda di halaman 1dari 4

Ruang kamar dengan harum khas lavender masuk kepenciuman bagi yang pertama kali mungkin ini

bisa di bilang berlebihan. Tetapi tidak dengan seorang perempuan bernama Naura.

Tubuhnya yang ramping dengan berbalut cardigan mocca dan rok span pendek berwarna senada,
sedang menghadap cermin berukuran lumayan besar di meja rias. Tampak rambut bergelombang
hitam pekat, wajah putih bersih, mata besar dengan bulu mata lentik, hidung mancung dan senyum
manis terparti dibibir kecil merah mudanya. Sungguh indah ciptaan Allah yang satu ini.

Setelah memoles wajahnya dengan bedak tipis, dia keluar kamar lalu menuruni anak tangga.

"Selamat pagi, Ayah, Bunda," sapa Naura dengan senyum manis lalu menarik kursi dan duduk tepat
di handapan kedua orang tuanya.

"Pagi juga, Sayang," sahut keduanya.

"Kuliah kamu gimana sayang?" tanya Daffa sang Ayah.

"Selalu baik, Yah," balas Naura percaya diri.

"Kamu memang paling terbaik sayang," puji Aida sang bunda, benar adanya.

Naura membalas pujian sang bunda dengan senyuman.

"Aku berangkat dulu, Yah, Bun," pamit Naura setelah selesai sarapan.

Setelah berpamitan dengan orang tuanya, kini di bagasi Naura sedang mengeluarkan mobil sport
berwarna putih hadiah dari sang nenek.

Naura menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi. Saat di tengah perjalanan, ada seorang anak
yang hendak menyebrang. Naura mengrem dadakan, segera dia keluar untuk memastikan keadaan
anak tadi.

"Maaf, Kak, aku ngga memperhatikan jalan," ucap anak itu dengan menunduk.

"Tidak papa, Kakak yang salah. Ada yang sakit?" ucap Naura memastikan.

"Engga, Kak, aku baik-baik aja. Aku duluan, Kak," terangnya sambil berdiri perlahan.

Naura membantu anak itu berdiri. "Kamu mau kemana? Biar Kakak yang antar," tawarnya.

"Aku tidak mau merepotkan, Kakak."

"Tidak ada yang direpotkan, mau kemana?" tanya Naura sekali lagi.

"Mau ke panti asuhan Bunda Naya. Kakak tau?" jawabnya ragu.

"Oh itu, tau dong, kampus Kakak ngga jauh dari sana. Yuk! bareng aja," ajak Naura.

"Ya udah, makasih yah Kak."

Naura mengangguk.

Mereka sudah sampai di depan panti asuhan Bunda Naya. Anak itu turun dari mobil diikuti oleh
Naura.

"Nih, buat jajan kamu sama temen-temen yang lain yaa," ucap Naura sambil memberi beberapa
lembar uang berwarna merah.
Anak itu menerima uang tersebut. Lalu menyalami Naura. "Makasih banyak, Kakak cantik. Aku
duluan, Assalamualaikum,"

Naura terkekeh. "Sama-sama, Waalaikumussalam." Naura kembali masuk ke mobil. Jam kuliahnya
masih tersisa setengah jam lagi dan dari sini tidak jauh jika menuju ke kampusnya.

Sesampainya di kampus, Naura selalu disapa oleh semua orang yang berpapasan, tidak ada yang
tidak kenal dengannya. Dia sangat famous dikalangan adik tingkat sampai kakak tingkatnya karena
selalu mewakilkan lomba apapun. Dan sifatnya yang ramah membuat mereka semakin mengagumi
sosok Naura. Sekarang dia berjalan menuju perpustakaan tetapi di tengah jalan dia di cegat oleh
sahabatnya.

"Wah, wah, si cantiknya aku tumben baru nyampe? Biasanya juga sejam sebelum jam kuliah udah
ada," beber Asfia merentangkan tangan menghalangi jalan.

Naura tersenyum. "Tadi ada sedikit masalah di jalan."

Asfia mengangguk mengerti. "Oh begitu."

"Ke perpus yuk, nyari buat referensi tugas kemaren," ajak Naura mendapat anggukan dari Asfia,
mereka berjalan masuk ke ruang perpus.

Di ruang jurusan manajemen yang Naura dan Asfia tempati, baru saja datang seorang dosen.

"Selamat pagi semuanya, apakah tugasnya sudah selesai?" ucap Dosen.

"Sudah," jawab mereka serentak.

"Baik, saya akan panggil secara acak untuk mempresentasikan," papar Dosen.

"Naura Cahya."

Naura berdiri dengan percaya diri dan maju ke depan.

"Kode akun akuntansi atau Chart of Account atau CoA adalah sebuah daftar dari akun-akun
perusahaan yang digunakan untuk mengidentifikasi ataupun memperlancar proses pencatatan
transaksi, baik itu pemasukan maupun pengeluaran.

Nantinya seluruh pencatatan transaksi tersebut akan direkap ke dalam Jurnal Umum. Setiap
perusahaan bisa mengatur bagan akunnya sendiri sesuai dengan yang diinginkan.

Dengan adanya Chart of Account sebuah perusahaan dapat mengatur atau mengubah sendiri alur
dan tatanan bagan akunting." Naura menjelaskan runtut sampai akhir.

Mata kuliah telah selesai dosen sudah lebih dulu meninggalkan ruangan.

"Eh, Naura kamu kok sekarang agak gemukan?" celetuk Sintia yang duduk di belakang kursi.

Naura yang mendengar itu seketika diam.

"Naura, ayok ke kantin!" ajak Asfia.

Merasa tidak mendengar sahutan dia menghampiri Naura.

Asfia mengguncang tubuh Naura. "Hey, kenapa? Buruan kita ke kantin," tegurnya membuat Naura
mengerjap.

"Ngga dulu, aku mau ngerjain tugas," lirih Naura membuat Asfia menatap kebingungan.
"Ya ampun, masih lama itu nanti aja. Yuk buruan!" rengek Asfia sambil menarik tangan Naura.

Naura menyentak melepaskan tangan Asfia. "Aku bilang ngga ya ngga, kamu ngerti 'kan!" bentaknya
membuat Asfia melotot.

"WHAT! Naura kamu kenapa? Aku ada salah? Bilang! Jangan kayak gini!" keluh Asfia dengan mata
berkaca-kaca.

"SALAH KAMU ITU MAKSA AKU DARI TADI," teriak Naura kemudian meninggalkan ruangan.

Asfia menatap nanar kepergian Naura. Apakah dirinya salah hanya sekedar mengajak ke kantin? Dia
memilih sendiri pergi ke kantin.

Sementara Naura kini dia sedang ada di rooftop duduk termenung.

"Aku gendut?" gumamnya. Dirinya merasa malu padahal dia sangat menjaga pola makan.

Waktu pulang sudah tiba Naura berjalan gontai di sepanjang koridor. Saat dirinya berpapasan
dengan orang-orang dirinya selalu menghindari.

Sampai di ruangan dirinya mendapati Asfia sedang menatap ke arahnya. Dia buru-buru mengambil
tas menghindari tatapan sahabatnya.

"Naura! Tunggu, kamu kenapa sih?" ujar Asfia menyusul Naura yang berjalan cepat.

Naura berbalik. "Stop! Aku ngga mau kamu terus ikutin aku," pekiknya membuat Asfia menggeleng
sembari menangis kemudian pergi meninggalkan Naura sendirian.

***

Di kamar Naura sedang memandang dirinya di cermin full badan. Kini tubuhnya yang ramping
menurutnya terlihat gendut. Dia melempar cermin dengan tasnya. Dia sekarang membenci cermin
dan tubuhnya yang gemuk.

"Sayang, kamu kenapa? Bunda dengar ada yang pecah, kamu gak papa?" teriak Aida dari luar kamar
sambil mengetuk pintu.

"Sayang, buka pintunya!" teriaknya lagi tetapi tidak di hiraukan oleh sang empu.

"Ayah!"

"Iyah, Bun ada apa?"

"Anak kita, Yah di dalem gak tau kenapa tadi aku denger benda pecah, aku ngga bisa masuk pintunya
dikunci dari dalem. Tolongin anak kita, Ayah," ucapnya sambil memeluk suami dengan isakan.

"Ya ampun, bentar aku bakal dobrak pintunya."

Sekali tidak terbuka sampai ketiga kalinya pintu terbuka.

"Naura!" pekik Aida melihat sang anak terbujur lemah dengan pecahan kaca berserakan.

Daffa langsung membopong tubuh ramping Naura dan membawa ke rumah sakit.

Kini Daffa dan Aida sedang berada di ruangan dokter.

"Begini, Pak, Bu. Setelah saya melakukan pemeriksaan tadi, hasil menunjukan anak Bapak dan Ibu
mengidap Anoreksia Nervosa," ungkap Bu dokter.
"Anoreksia Nervosa?" tanya Bunda sambil memandang Ayah.

Ayah menggeleng.

Bu dokter tersenyum mengerti. "Anoreksia Nervosa merupakan masalah kesehatan jiwa dimana
pengidapnya sangat takut jika kelihatan gemuk, sehingga mereka akan terobsesi untuk menurunkan
berat badannya. Walaupun tubuhnya mungkin sudah kurus, pengidap akan masih merasa belum
cukup kurus, sehingga mereka akan terus berusaha untuk menurunkan berat badannya."

"Ya ampun, Yah," ucap Aida dengan mata berkaca-kaca.

"Tetapi Bapak dan Ibu tidak perlu khawatir karena ini belum terlalu parah masih tahap awal. Jadi,
masih bisa disembuhkan dengan terapi."

Dua bulan kemudian Naura sudah sembuh. Berkat dukungan orang terdekat terutama orang tua dan
Asfia sahabatnya.

Anda mungkin juga menyukai