Anda di halaman 1dari 8

Nama : Fawazah Khairunniswah Fadhli

Kelas 7.6 Digital

Cermin Ajaib
Pagi itu, Sarah sedang malas-malasnya untuk bangun dan bersiap ke sekolah karena semalam

pekerjaan rumahnya baru ia selesaikan sekitar pukul 11 malam. Ia baru mampu membuka sebelah mata

dan mengintip jam weker.

Namun, seketika perhatiannya teralihkan oleh handphonenya yang berkedip. Ia mengambilnya,

lalu menemukan bahwa ternyata Dian telah membalas pesan WhatsApp-nya. Saat itu pula Sarah tiba-tiba

beranjak dari kamarnya dan lekas bersiap untuk berangkat ke sekolah. Dian adalah anak yang ramah,

sopan, dan berprestasi di sekolah.

Meski masih duduk di bangku kelas 07 SMP, Sarah sudah mulai belajar berdandan. Meski begitu,

dandanan yang ia kenakan tidak berlebihan dan lebih berlandaskan menjaga kesehatan wajah saja. Jadi,

salah satu persiapannya ke sekolah adalah dengan mengaplikasikan lip gloss ke bibirnya.

Namun, pagi itu, ia tidak dapat menemukan cermin kecil yang biasa ia gunakan untuk berdandan.

Ia pun terus mencari hingga akhirnya berpapasan dengan ibunya yang sedang sibuk di dapur.

"Ma…, Mama liat cermin bedak Sarah ga?" Tanya Sarah. "Enggak, Sarah… Ini sudah terlalu

siang lho, kenapa kamu belum berangkat juga, nanti telat," balas ibunya.

"Iya ma, tapi kan Sarah belum pake lip gloss". "Pake cermin di lemari kamu aja Sar," ujar

mamanya. "Enggak bisa Ma, ga keliatan, mesti deket," balas Sarah sambil mengeluh. "Ya udah pake

cermin bedak mama aja, kamu ambil sendiri di kamar mama, di meja rias."
Sarah lantas beranjak ke kamar ibunya dan segera menghampiri meja rias. Saat menghampirinya,

Sarah melihat sederetan peralatan makeup. Namun, ia tidak menemukan cermin bedak kepunyaan ibunya.

Ia akhirnya mencoba mencarinya di laci meja itu. Ia menemukan cermin kecil yang agak kusam

dan tampak terlihat sudah berumur. "Nah, ini aja deh, bisa," gumamnya dalam hati.

Namun, ketika ia bercermin, bukan wajahnya yang tampak. Sarah sontak kaget dan membalikkan

cermin itu ke atas meja. Jantungnya berdebar kencang dan sedikit napasnya berpacu tak terkendali.

"Mungkin cuma salah liat," ia berusaha menenangkan pikirannya di dalam hati. Tak lama dengan sedikit

keraguan, ia membalikkan cermin itu lagi.

Kali ini, ia benar-benar memfokuskan pandangannya pada cermin. Namun, ternyata sekali lagi ia

melihat sosok lain yang berada di cermin itu. Seorang pria dengan wajah muram dengan alis tebal dan

berpenampilan sedikit sangar. Ya, Sarah mengenali sosok itu. Ia adalah teman sekolahnya, pria yang

justru kebalikan dari Rama. Ia kurang menyukai sosok pria itu karena pendiam dan selalu menyorotkan

pandangan tidak ramah pada siapa pun. Ia adalah Fajar

"Sar, Sarah… Kamu kenapa sayang?", terdengar suara ibunya mendekat. Wajar saja jika ibunya

khawatir karena bunyi cermin yang tadi dihentakan Sarah ke meja cukup keras. Ibunya lantas melihat

Sarah yang sedang bercermin dengan wajah ketakutan dan penasaran. "Kok pake cermin itu Sar", tanya

Ibunya.

Sarah masih tidak bergerak dan belum menghiraukan pertanyaan ibunya. "Oh, kamu bisa liat juga

ya, kamu liat siapa Sar?" Kali ini Sarah membalasnya "Lho, mama tahu? Sarah lihat Fajar Ma, temen
sekolah," balas Sarah makin keheranan. "Oh, ternyata kamu udah kenal ya, ya baguslah," balas ibunya.

"Hah? Maksudnya gimana ma?," jawab Sarah sambil mengerutkan kenignya.

"Cermin itu pusaka keluarga kita sar, nenek kamu sih nyebutnya cermin ajaib," balas ibunya

sambil tertawa kecil. "Hah? Sejak kapan kita punya beginian Ma?

"Namanya juga cermin ajaib Sar". "Enggak ah, ga mau!" tegas Sinta. "Ah lagian kamu masih

SMP, mana tahu soal gituan, masih belum umur!" balas mamanya. "Ih, tapi ga mungkin, Fajar itu

orangnya jutek banget, diajak ngobrol juga susah, mana kasar lagi, ga ada lembut-lembutnya ke cewek

Ma," balas Sarah.

"Kamu kenal sama dia Sar? Maksudnya, bener-bener tau isi hati sama sifatnya gimana?" "Boro-

boro, kan kata Sarah juga diajak ngobrol aja susah," jawab Sarah. "Ya sudah kalau begitu, jangan menilai

seseorang dari sikapnya saja, belum tentu seseorang yang sikapnya dingin seperti itu memiliki hati yang

buruk."

Sarah lalu tertegun sejenak merenungkan perkataan ibunya tersebut. Namun, tak lama ia kembali

sadar bahwa persoalan pokok kali ini adalah cermin Ajaib itu

"Lho, tapi kok Mama punya cermin gini sih? Ini beneran? Ga ada layarnya kan?" tanya Sarah sambil

meraba-raba bagian belakang cermin itu. "Itu belum seberapa Sar, masih banyak pusaka lain yang kamu

bakal lebih kaget lihatnya," balas ibunya sambil mengedipkan matanya.


Nama : Fawazah Khairunniswah Fadhli

Kelas 7.6 Digital

Sihir Nina

Alangkah beruntungnya Nina memiliki keluarga idaman yang sangat menyayanginya kali

ini. Keluarga barunya benar-benar memperlakukannya bak anak kandung satu-satunya yang

mereka miliki.

Nina telah lama berpindah-pindah keluarga karena keluarga yang mengadopsinya selalu

tiba-tiba melepaskannya. Panti asuhan bahkan sempat bertanya-tanya akan tersebut. Mereka

bahkan sempat mempertanyakan apakah Nina adalah anak yang nakal? Karena keluarga yang

mengadopsinya selalu beralasan tidak sanggup, atau bahkan ketakutan untuk mengasuh Nina.

Namun, sekarang sudah tak habis pikir karena ia telah berbahagia dengan keluarga

barunya lebih dari dua tahun ini. Setelah merenungkan masa lalunya, nina tak kuasa menahan

bersin. Saat ia bersin, butiran percikan cahaya keemasan keluar dari embusan mulutnya. Nina

kaget melihatnya dan makin terkejut melihat topi yang dikelilingi percikan cahaya itu kini

melayang dihadapannya. "Lho, Nina sudah bisa menyihir sambil bangun ya sekarang," ucap ibu

tirinya yang tiba-tiba berada di samping Nina.


"Lho, mama kok tiba-tiba muncul sih?" tanya Nina. "Tebak…," jawab ibunya. "Apa?

Nina bahkan tidak tahu apa yang mama omongin soal sihir-sihiran tadi," balasnya.

"Kamu penyihir, mama juga penyihir." "Ah mama ngomong apa sih," tanya Nina. "Ga

percaya? Nanti kita belajar bareng-bareng ya," balas mama nina sambil tiba-tiba menghilang

meninggalkan serbuk keemasan yang Nina keluarkan saat bersin tadi.

Nina makin tidak paham apa yang sebenarnya terjadi dengan topi itu. Ia menggaruk-

garuk kepalanya sambil bergumam dalam hati "kenapa sih ini". "Besok mama jelasin ya Nin,

sekarang mama sibuk menyelesaikan pesanan tetangga," ujar mamanya. Nina kaget lagi, karena

suara mama terdengar di dalam pikirannya. "Enggak kok, mama gak bisa baca pikiran kamu,

mama cuma bisa ngomong, yang lain juga begitu."

Nama : Fawazah Khairunniswah Fadhli

Kelas 7.6 Digital


Keledai dan Penjual Garam

Disuatu desa ada seekor keledai dan penjual garam. seorang penjual garam

ini tinggal di suatu desa di tepi pantai dengan keledai kesayangannya yang

menemaninya setiap waktu untuk menjual garam di kota.

Si penjual garam merupakan seseorang yang dikenal baik dan dermawan.

Setiap hari dia membagikan hasil penjualannya kepada tetangga dan fakir miskin

meskipun hidupnya juga tidak bergelimang harta. Setiap kali berhasil menjual

garam, dia akan belikan pakaian dan makanan untuk di sedekahkan.

Pedagang garam tersebut memiliki seekor keledai yang digunakan untuk

mengangkut garam ke kota terdekat. Ia sangat menyayangi keledai tersebut

sampai makanan dan tempat tinggal keledai selalu disediakan. Keledai tersebut

sudah dianggap keluarga dan menjadi teman hidup satu-satunya pedagang

garam tersebut. Akan tetapi keledai tersebut tampaknya tidak puas dengan

perlakuan pedagang garam.


Si keledai beranggapan bahwa mengapa tuannya tidak membelikan

gerobak untuk mengangkut barang dagangannya menuju ke kota daripada harus

ditaruh di atas punggungnya setiap hari. Alhasil, keledai tersebut selalu mencari

cara agar ia dapat terbebas untuk tidak membawa beban berat saat pergi ke

pasar. Akhirnya, dia menyusun rencana untuk berpura-pura terjatuh ke dalam

sungai dan merendam garam tersebut. ia berpikir dengan cara tersebut beban

yang dibawanya akan semakin ringan setiap harinya. Namun, lama-kelamaan

tuannya juga mengetahui bahwa keledainya hanya berpura-pura kepadanya agar

tidak dibawakan beban yang berat

Suatu hari, dinaikkan lah kapas pada punggung keledai. Petani tidak

memberitahukan bahwa yang dibawa bukanlah garam melainkan kapas. Hal ini

untuk memberikan pelajaran kepada keledai yang suka mengeluh padahal sudah

sangat dikasihi. Setiba di jembatan, keledai tersebut tanpa menunda waktu

langsung menjatuhkan diri ke dalam sungai dan kapas kemudian menyerap air

sungai.

Bukannya ringan, justru beban yang dibawa keledai semakin berat karena

kapas yang dia bawa menyerap air. Petani kemudian menjawab dengan bijaksana.
Si penjual garam berkata bahwa sebenarnya yang keledai bawa bukanlah

garam melainkan kapas yang menyerap air. Si penjual garam telah mengetahui

bila keledai hanya berpura-pura terjatuh agar bebannya tidak berat akan tetapi si

penjual garam menilai bahwa perbuatan keledai sungguh merugikanya. Keledai

tersebut kemudian sangat malu karena selama ini ia seperti tidak tahu diri dan

tidak tahu terima kasih kepada si pedagang garam.

Anda mungkin juga menyukai