Anda di halaman 1dari 7

Sister Ice Cream

"Ini untukmu." Yudha memberikan Ice Cream Vanila yang baru di belinya di supermarket
seberang jalan tersebut pada pacarnya. Namun sang kekasih hanya diam, tidak menghiraukan
Ice Cream yang sangat menggoda itu pada siang hari yang terik ini. Dia lebih tertarik pada
jalanan yang di penuhi oleh para pengendara bermotor maupun pengendara mobil.

Lagi. Yudha berusaha menarik perhatian sang pacar dengan menepuk-nepuk pundak Sarah,
tapi sepertinya Sarah tidak memperdulikan Ice Cream yang sudah hampir meleleh itu. Yudha
akhirnya pasrah, dia memilih memakan saja Ice Cream yang sudah mencair itu dari pada
terbuang sia-sia.

"Itu Ice Cream kesukaan Anya, bukan." tiba-tiba saja Sarah bersuara di tengah keheningan di
antara mereka berdua.

"Eh...?" Yudha terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba Sarah.

"Apa maksudmu? Kesukaan Anya? Tidak, bukan." sanggah Yudha cepat.

"Tapi itu kenyataannya, kan? Itu Ice Cream kesukaan Anya, dan kamu berusaha untuk
menyangkal hal itu. Sangat lucu." Sarah seketika berdiri, membereskan tasnya dan bergegas
pulang ke rumahnya.

"Aku pulang dulu. Aku masih punya banyak tugas yang harus ku kerjakan. Oh ya, hanya sekedar
pemberitahuan. Aku menyukai Ice Cream rasa Mint bukan Vanila. Daah." Sarah melambai lalu
berbalik pergi meninggalkan sang kekasih yang terdiam.
"Sial! Aku lupa kalo Sarah suka Ice Cream Mint." batin Yudha sambil menepuk dahinya.

***

"Sarah!" Sarah menoleh saat di rasa ada seseorang yang memanggilnya. Setelah tahu siapa
yang memanggilnya, Kana berhenti berjalan di koridor kampus Fakultas Ekonomi. Menunggu
orang yang memanggilnya berjalan ke arahnya.

"Huh dari tadi aku panggilin kamu, kamu malah nggak denger. Ih, apa kamu tuli ya?" ucap orang
yang memanggil Kana tadi.

"Hm, maaf ya. Aku banyak kerjaan banget. Semalem aja, aku gak sempet makan malem." keluh
Sarah.

"Kamu sih selalu ngerjain sesuatu yang nggak penting. Selalu aja nyibukin diri. Kerjain inilah
kerjain itulah. Bikin kue, masak, cuci baju. Seperti Miss. Pembersih deh, nggak capek-capek."

"Kamu nggak ngerti Lin. Aku tuh paling gak bisa banget lihat rumah berantakan. Apalagi Mama
sama Papa lagi di Singapure, duh nggak banget deh. Si Kevin seenaknya aja berantakin rumah
sama temen-temennya yang rusuh itu. Aku pusing banget, terus Yudha juga selalu buat mood
aku jelek." Sarah menunduk saat membahas Yudha.

"Dia masih gitu aja sama kamu? Ish, tuh anak masih aja gitu. Dia belum bisa ngelupain Anya? Ini
udah setahun. Setahun, Sarah. Aku kesel banget."

"Udah ah. Nggak usah di pikirin, aku udah ngelupain hal itu kok. Mungkin dia belum bisa
ngelupain kenangan mereka aja, itu hal wajar kok. Mereka kan udah lama banget, ehm sekitar
dua tahun mungkin? Aku udah lupa." ucap Sarah menerawang.
"Lebih tepatnya dua setengah tahun, Sarah."

"Ah iya, aku lupa. Oh ya, Rani aku mau ke kantin dulu ya? Aku laper banget nih, daah." Sarah
melambai sambil berlari menuju kantin yang terletak di belakang Fakultas Ekonomi, dekat
Taman.

***

"Hai. Kok pagi-pagi udah beli makanan sih? Nggak sarapan, ya?" Yudha datang dan duduk di
hadapan kursi kantin yang di duduki Sarah. Sarah hanya diam. Memilih untuk menghabiskan
mie ayam yang tersaji di depannya.

"Ih, marah sama aku ya? Aku traktirin Ice Cream Mint, deh. Mau ya?" Yudha masih berusaha
membujuk sang kekasih, namun sepertinya telah gagal. Buktinya Sarah hanya diam mendengar
kata 'Ice Cream Mint'.

"Mau apa dong? Apa kamu marah karena aku beliin kamu Ice Cream Vanila dan bukannya Mint,
gitu? Kamu kekanak-kanakkan banget sih." habis sudah kesabaran Yudha sekarang. Dia
beranjak dari duduknya dan menatap Sarah tajam, sedangkan Sarah hanya duduk tenang
menikmati mie ayam yang di pesannya.

"Nggak kok. Aku lagi nggak pengen makan Ice Cream, sepertinya kita lagi kurang sependapat
ya? Kalo gitu kita break dulu deh, instropeksi diri kita sendiri." Sarah mendongak menatap
Yudha dengan senyum tipis seraya mengatakan hal tadi dengan ringan.

Yudha diam, memikirkan kata-kata yang bagaikan hembusan angin lalu baginya. Cepat, sangat
cepat secepat tornado yang meluluh lantahkan sebuah kota. Matanya mengerjap, mencerna
ucapan yang di ucapkan sang kekasih dengan tenang—setenang aliran sungai.

"Ka..kamu serius?" Yudha berusaha menanyakan pernyataan Sarah barusan.


Dan jawaban yang di berikan Sarah adalah sebuah anggukkan mantap. Yudha mengangguk,
mengerti akan anggukkan yang Sarah berikan padanya. Mencoba mengerti akan diri Sarah.

"Baiklah, itu keputusan kamu. Aku nggak bisa maksa kamu. Ini hidup kamu, perasaan kamu. Aku
permisi, ada kelas." Yudha pamit pada Sarah yang hanya mendapat anggukkan.

Setelah Yudha berdiri, ekspresi Sarah yang sejak tadi terpampang wajah senyum kini berubah
muram. Entah apa yang di pikirkan olehnya, yang pasti dia seperti merasa menyesal akan
ucapannya sendiri.

***

Yudha termenung di jendela kamarnya. Hujan tengah mengguyur kota Jakarta saat ini. Pasti
nanti akan banjir setelah hujan mengguyur Jakarta.

"Kak..." Yudha berjengit kala suara sang adik menyapa gendang telinganya.

"Apa?" hanya itu kata yang mampu di ucapkan Yudha sekarang.

"Kak, kenapa kak Sarah nggak pernah ke sini lagi sih? Aku kan kangen banget sama kak Sarah.
Mama juga, udah lama banget nih. Udah putus ya?" tanya sang adik.

"Diam deh kamu Wi. Kamu nggak tahu masalah orang dewasa, udah sana belajar. Urusin tuh
nilai kamu yang jelek." Yudha mengusir adiknya, Dewi dengan kasar sambil mendorong
tubuhnya kuat.
"Huuu...makanya jangan mikirin kak Anya terus dong. Emangnya kak Sarah nggak punya
perasaan sampai nggak peka sama hati kakak? Semua orang yang lihat kakak pasti tahu, kalo
kakak cuma cinta sama kak Anya." Dewi berujar dengan keras, urat-urat di lehernya muncul
seiring ucapannya yang keras.

"Ka...kamu ngomong apa sih?" Yudha berujar gugup.

Dewi mendekat, lalu duduk di ranjang kakaknya.

"Kak, cewek mana sih yang nggak sakit saat lihat pacarnya sendiri masih ada perasaan sama
mantannya? Kak Sarah juga gitu. Di balik senyum yang selalu dia tunjukkin sama setiap orang,
dia selalu menyimpan duka di dalam hatinya. Pernah denger nggak pepatah 'Cowok yang lagi
jatuh cinta banyak gombalnya, Cewek yang jatuh cinta jadi banyak rahasianya.'. Aku rasa kak
Sarah cuma pengen menyimpan semuanya di dalam hatinya. Dia pengen ngomong tapi nggak
bisa, akhirnya dia cuma bisa diem." jelas Dewi.

Yudha terdiam. Dia kenal Sarah sejak SMU, tapi dia tidak pernah mengamati orang seperti apa
Sarah itu. Dia hanya tahu Sarah itu gadis yang pendiam walau ramah pada setiap orang. Ya
harap maklumi saja, dia hanya mengenal satu gadis saja dan gadis itu juga yang membuatnya
kecewa.

"Wi, menurut kamu...Sarah itu orang yang seperti apa sih?" Yudha menanyakan hal itu kepada
adiknya, mungkin saja adiknya bisa tahu kepribadian Sarah.

"Kak Sarah itu...orangnya baik, pinter masak, pinter bikin kue, rajin, sayang sama orang tua,
pinter ngurus rumah, pokoknya tipe istri idaman deh kak." Dewi mengucapkan hal-hal yang
Yudha sendiri sudah mengetahuinya.

"Bukan itu maksudnya Dewi, tapi kepribadian Sarah itu gimana?" Yudha berusaha sabar
mengatasi adiknya yang super ceriwis ini.
"Ooh kepribadian ya? Ehm kak Sarah itu pendiam walau ramah, nggak pernah pengen tahu
urusan orang lain, orangnya asyik deh kalo di ajakin ngobrol." Dewi mengucapkannya dengan
riang.

Yudha mendengarkan ucapan adiknya dalam diam. Mencoba menelaah kepribadian Sarah yang
lain, namun nihil. Dia tidak bisa mengetahui kepribadian Sarah yang sebenarnya.

"Aah ya, aku lupa. Kak Sarah itu paling pinter ngendaliin emosinya. Walaupun dia sedih, dia
akan tersenyum tipis. Kalo dia seneng, ya gitu deh. Dewi nggak bisa menggambarkan
kepribadian kak Sarah. Kak Sarah itu terlalu rumit, nggak bisa di tebak. Udah ah kak, aku mau ke
kamar siap-siap kerja kelompok ke rumah Kevin. Daah." Dewi melambai pada kakaknya.

Yudha tersadar saat adiknya menyebut nama Kevin, seketika Yudha mendapat ide yang brilian.

"Wi, kakak antar deh ke rumah Kevin kalo kamu mau ke rumah Kevin." Yudha menyusul Dewi
ke kamarnya dan mengatakan hal itu.

"Tumben banget kakak baik sama aku. Kakak mau ketemu sama kak Sarah, ya?" Dewi berujar
dengan senyum jahil.

"E..enggak kok. Sekarang ini kan banyak kasus pelecehan. Aku nggak mau di marahin Mama
karena nggak bisa jagain kamu." Yudha seakan mengelak tebakan sang adik yang memang
benar adanya.

"Ya udah deh. Aku siap-siap dulu." Dewi berlalu dari kamar kakaknya.

Yudha tersenyum miring. Akhirnya punya alasan untuk bertemu dengan Sarah.
***

"Kak, bisa nggak tolong buat kue. Temen-temenku mau dateng nih. Ada Dewi juga, loh.
Kemungkinan kak Yudha juga ada loh." Kevin mencoba menarik perhatian sang kakak dengan
mengatakan bahwa Yudha juga akan datang.

"Mungkin dia nggak akan ada deh, dia kan sibuk sama paper-nya yang udah hampir deadline."
Sarah mencoba berasumsi bahwa Yudha tidak akan datang.

Kevin hanya mengendikkan bahu dan berlalu. Namun saat di ambang pintu dia berujar,

"Kak, kuenya jangan lupa ya? Aku bakalan marah loh sama kakak kalo nggak buatin kuenya."
Kevin menatap kakaknya horor.

Sarah hanya mengangguk pasrah, tidak bisa menolak permintaan adiknya tersebut. Kemudian
ia beranjak untuk menuju dapur, bersiap membuat kue.

"Kev, temen-temenmu kapan dateng?" Sarah berteriak dari arah dapur.

Kevin balas berteriak kalau teman-temannya akan datang sekitar 30 menit lagi. Sarah hanya
bisa menggeleng mendengar adiknya berteriak seperti orang gila.

"Ya Tuhan, aku bisa gila kalo seperti ini terus." keluh Sarah saat membuat adonan kue.

Anda mungkin juga menyukai