Anda di halaman 1dari 3

Lingkaran Jangka

Karya : Azka Airien

Aroma rak kayu bercampur dengan kertas tua, wangi yang khas untuk tempat ini.
Tempat penuh ketenangan dan ilmu pengetahuan. Tempat dimana kata kata berkumpul
menghias setiap rak yang ada. Satu peraturan telah ditetapkan di tempat ini selama
bertahun tahun, yaitu “dilarang berisik”. Namun sepertinya anak anak ini lupa akan
peraturan tersebut.
“ Adrian !! Kembalikan bukuku ! ” Rengek sang gadis kecil kepada temannya.
“ Gak mau ! Siapa cepat dia dapat !! “
“ Nan – “ Ucapan sang gadis terputus.
“ Sudah berapa kali ibu bilang pada kalian jangan berisik di perpustakaan ?!! “ Bentak
sang ibu penjaga perpustakaan.
“ I - iya, maaf Bu.... “ Ucap kedua anak kecil tersebut.
“ Adrian, kembalikan buku itu pada Tasya ! “ Adrian pun mengembalikan buku Tasya
dan meminta maaf. Tasya memaafkannya, mereka pun keluar dari perpustakaan dan kembali
bermain bersama.
Sekilas mereka terlihat seperti bermusuhan satu sama lain, namun sebenarnya mereka
adalah sepasang sahabat dekat yang sudah sedari lama bersama. Dan tentunya mereka
sering menjahili satu sama lain seperti persahabatan pada umumnya.
Tahun tahun datang dan pergi seiring berjalannya waktu. Walau begitu, persahabatan
mereka tetap erat seakan tidak akan pernah terpisah. Namun, semenjak mereka menduduki
bangku SMA, semuanya berubah perlahan lahan. Tasya selalu menjauhi Adrian, bahkan
berpapasan saja bisa dibilang jarang atau malah tidak pernah lagi.
Angin berhembus menerpa rambut Adrian. Ia sedang duduk menyendiri di halaman
belakang sekolah, ditemani rerumputan dan pepohonan. Tiba tiba saja seseorang
memanggil namanya. Ia tidak asing dengan suaranya, ia tahu suara itu milik..... Tasya. Adrian
menoleh ke sumber suara, dan benar saja Tasya ada disana dengan senyuman tulus yang
selalu ia berikan dahulu dan lambaian tangan gembira darinya. Tasya bertingkah seolah tidak
ada apa apa yang terjadi pada mereka berdua. Tasya berjalan menghampiri Adrian dan
mengobrol ringan dengannya.
“ Mengapa kamu menghindar ? “ Tanya Adrian setelah cukup lama berbincang.
“ Menghindar seperti apa maksudmu ?” Tasya bertanya balik.
“ Aku serius ! Mengapa kamu begitu sulit dihubungi bahkan untuk sekedar bertemu saja
sudah jarang. Apa persahabatan kita sudah tidak bermakna lagi bagimu ? Atau kamu
memang tidak ingin aku ada di sisimu lagi !”
Tasya menghembuskan nafas pelan sebelum menjawab pertanyaan yang dilontarkan
Adrian. “ Persahabatan kita masih ada, Adrian. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk
menjauhimu. Kamu akan tahu alasannya nanti, di waktu yang tepat. Sekarang aku ingin
bertanya, apa aku boleh pergi ?”
Heran bercampur kesal menghinggapi pikiran Adrian. Tasya tidak sepenuhnya menjawab
pertanyaannya dan tiba tiba saja bertanya seperti itu. “ Pergi ? Kamu mau pindah ?”
“ Mungkin bisa dibilang seperti itu, tapi aku akan pergi untuk cukup lama, aku janji kita
akan bertemu kembali nanti.” Ucap Tasya sembari tersenyum padanya.
“ Sebegitu lama kah kita menjauh sampai sampai kamu lupa janji kita dulu ?” Tanya
Adrian sambil menundukkan kepalanya.
“ Janji ?”
“ Iya !! Kita dulu pernah membuat janji kalau kita akan terus bersama, seperti sebuah
jangka yang sejauh apapun dipisah akan tetap kembali bersama dalam sebuah lingkaran !
Kamu gak ingat ?”
Tasya tersenyum miris mendengarnya, ia ingat janji itu hanya saja ia tidak bisa merubah
takdir kalau mereka akan berpisah. “Tentu saja aku ingat.....aku bahkan tidak menginginkan
perpisahan ini sama sekali, namun aku tak bisa melawan takdir. Maaf.....” Tasya memalingkan
muka dari Adrian, ia tidak ingin memperlihatkan Isak tangis nya padanya.
Adrian mengerti perasaan Tasya. “ Yasudah, ayo kita pulang, bel sekolah sudah
berbunyi.” Ajak Adrian sembari mengelus kepala Tasya, berusaha menenangkan nya.
Keesokan harinya Tasya tidak masuk sekolah berturut turut tanpa keterangan. Adrian
sudah coba menghubunginya beberapa kali namun hasilnya tetap nihil. Ia pergi mengunjungi
rumah Tasya, namun kosong, tak ada siapapun di rumah. Tetangganya berkata bahwa
keluarga Tasya sedang pergi ke kampung halamannya. Akhirnya Adrian pun berjalan pulang.
Di perjalanan pulang Adrian tak henti hentinya memikirkan Tasya. ‘Apa dia benar benar
pindah ?’ Ucap Adrian dalam hati. Ia terlalu fokus melamun sampai - sampai tidak sadar
kalau dia ada di tengah jalan dan sebuah mobil melaju kencang ke arahnya. Adrian tertabrak
oleh mobil tersebut. Dia pingsan kemudian dilarikan ke rumah sakit dengan luka luka yang
cukup parah.
Suatu hari, disaat Adrian sedang tertidur lelap di ranjang rumah sakit. Seorang gadis
dengan pakaian pasien rumah sakit masuk ke ruangannya. Semua orang tidak heran dengan
kedatangannya, justru mereka senang.
“ Jadi dia butuh donor mata ya ?” Tanya gadis tersebu. Kakak Adrian mengangguk
mengiyakan ucapannya. “ Baiklah, aku akan donorkan mataku.” Ucap gadis tersebut. “ Apa
kau yakin ? Apa orang tuamu mengizinkannya ?” Tanya kakak Adrian. “ Aku yakin, lagipula
waktuku sudah tidak lama lagi.” Ucap gadis tersebut.
“ Baiklah, semua terserah padamu. Adrian pasti akan sangat sedih jika tahu kamu
berkorban untuknya.”
“ Setidaknya janjiku terlunasi. Ohya, dan tolong berikan ini padanya jika dia bangun
nanti. “ Ucap sang gadis seraya menyodorkan sebuah kertas yang dilipat pada kakak Adrian.
Operasi pendonoran mata pun berhasil dilakukan. Tidak lama setelah itu, sang gadis
menghembuskan nafas terakhirnya dengan senyuman.
Adrian terbangun dari tidurnya. Dia sangat bahagia begitu menyadari kalau dia sudah
bisa melihat lagi. Adrian melihat ke cermin dengan perasaan bahagia. Adrian merasa tidak
asing dengan mata tersebut, namun ia tak mau memikirkan hal itu terlalu banyak. Saat ini ia
hanya ingin menikmati kebahagiaan nya.
Adrian menoleh pada kakaknya, ia bertanya siapa yang telah mendonorkan matanya.
Alih alih menjawab, sang kakak malah memberikan secarik kertas terlipat yang diberikan
gadis tadi padanya.
Firasat Adrian merasa tidak enak setelah menyentuh surat itu. Namun rasa penasaran
lebih menguasai dirinya. Lipatan demi lipatan ia buka. Dan isinya....
Untuk Adrian.
Sebelumnya aku minta maaf selama ini aku telah menjauhimu tanpa memberitahu
sebabnya. Aku seperti itu agar kamu bisa terbiasa tanpa adanya diriku.
Jangan bilang aku ingkar janji, justru aku menepati janjiku. Aku akan selalu bersamamu di
hatimu dan sebagai penglihatanmu.
Sampai jumpa lagi.....sahabat.
Dengan tulus, Tasya.
Adrian tidak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Tidak mungkin.
“ Kak ! Ini gak mungkin dari Tasya kan ? Apa maksudnya ini kak ?! Tasya kan Cuma
pindah, biasanya gak sampai bikin surat seperti ini ! Jangan bercanda kak.. ini gak lucu....”
“ Maaf Adrian, Tasya sendiri yang menginginkan nya. Sebenarnya Tasya mempunyai
kanker paru paru sejak kecil dan beberapa bulan terakhir ini penyakitnya semakin parah. Ia
divonis tidak akan bertahan lagi sampai 1 bulan, sejak itulah ia mulai menjauhimu. Juga,
matamu itu adalah miliknya.”
“ Kalau iya, sekarang dimana Tasya ?!” Tanya Adrian dengan tetesan air mata yang keluar
perlahan lahan.
“ Ia meninggal karena penyakitnya, tidak lama setelah operasi.”
Tangisan Adrian semakin deras setelah mendengar hal itu. Ia melihat sebuah jangka di
atas meja nakas. Jangka yang menjadi penghubung antara dia dengan sahabatnya. Adrian
mengambil jangka itu dan memeluknya, membisikkan sesuatu pada jangka itu. “ Terima
kasih Sahabat..”

Anda mungkin juga menyukai