Anda di halaman 1dari 95

i

HALAMAN MOTTO

Hargai Waktu Mudamu,


Sebelum Masa Tuamu.
Hargai Seseorag Yang
Selalu Ada Untukmu,
Sebelum Kamu Menysal
Dilain Waktu.
Perbanyakakanlah Rasa
Syukurmu, Kurangi Rasa
Ngeluhmu 

ii
Halaman persembahan

Jangan pernah berhenti bermpipi atau berharap,


karena harapan kamu akan mengantarkan sebuah
keajaiban di hidupmu.

Untuk yang pertama novel ini kupersembahkan


kepada ayah dan bunda kita. Mereka sosok yang menjadi
tujuan utama dalam hidup kita yang selalu memberikan
kita dorongan dan semangat. Terima kasih Tuhan
angkau telah memberikan kami kesempatan hadir
diantara malaikat malaikat ini

Dan juga untuk guru mapel dan pembibing kami


Ibu Sri Widayati S.Pd telah membantu kami dalam
menyelesaikan novel ini

Terima kasih untuk kelompok novel DEAR DIARY


ATA & TISA. Era Nafiatus zahro, Dhanang abimanyu,
Selvia Intan Marantika, dan Lutfira Shofa Miftakhul
Jannah ,telah mensupport dan bekerja keras untuk
menyelesaikan novel ini, It's the little things you do that
makes me love you.

iii
Kapur sirih

Puji dan Syukur selalu kami panjatkan kepada Tuhan


Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan karunia-Nya
kam mampu menyelesaikan novel dengan judul DEAR
DIARY ATA & TISA. Novel ini berkisah tentang seorang
gadis cantik dan juga periang yang bernama Trisya
Alessandra. Di balik siakap periangnya ia menyimpan
berbagai kesedihan yang ia ungkapkan di dalam buku pink
lusuh miliknya. Buku diary itu menyimpan berbagai kilasan
waktu dalam memori yang tak pernah luruh bersama detik.
Sebelum semesta menyatukan, ia selalu menantikan sosok
pria yang bernama Atala Ravandra yang datang tanpa
disemogakan. Ini bukan hanya tenatang pertamanan masa
kecil mereka namun juga tentang persaan mereka.
Di dalam menulis novel ini, kami sadar bahwa kami
tidak akan bisa menyelesaikannya tanpa ada bantuan dari
berbagai pihak. Mereka telah menyumbangkan energi dan
pikirannya di dalam penyusunan novel sehingga memiliki alur
seperti sekarang ini.
Sebagai menusia kami sadar bahwa novel yang kami
buat masih belum pantas jika disebut sebagai sebuah karya
yang sempurna. Kami sadar tulisan kami masih banyak
memiliki kesalahan, baik dari tata bahasa maupun teknik
penulisan itu sendiri.
Pakel, 1 Desember 2021
Penulis novel

DELS MEMBER

iv
Abstrak
Ada seorang gadis cantik dan juga periang yang bernama
Trisya Alessandra. Di balik siakap periangnya ia
menyimpan berbagai kesedihan yang ia ungkapkan di
dalam buku pink lusuh miliknya.

Buku diary itu menyimpan berbagai kilasan waktu dalam


memori yang tak pernah luruh bersama detik. Sebelum
semesta menyatukan mereka.

Trisya Alessandra selalu menantikan sosok pria yang


bernama Atala Ravandra yang datang tanpa
disemogakan.

Ini bukan hanya tenatang pertamanan masa kecil mereka


namun juga tentang persaan mereka

1
Chapter 1

Tisa Alessandra
Buku pink tebal yang lusuh itu terbuka,
menunjukkan coretan dari jari tangannya yang
lentik.
Trisya tersenyum penuh kala melihat buku yang
menemaninya setiap hari. Ia tetap menulis setiap
kegiatan yang ia lakukan di hari ini.
Jendela yang terbuka mempersilahkan angin
untuk masuk, mengibaskan helai rambut
panjangnya yang indah.
Trisya menghirup dalam-dalam aroma malam
yang tak berbuah, masih sama seperti malam-
malam kemarin dengan angin kencang yang
menyapu setiap inci wajahnya.
Tok...tok..tok...
Terdengar seseorang mengetuk pintu, Trisya
yakin itu adalah kakaknya.
“Dek, kok lampunya masih nyala, belum tidur
ya?” Suara dari balik pintu.

2
“Kakak masuk ya.”
Pintu putih dengan tirai itu dibukanya. Ia
tersenyum melihat pemandangan yang tak
pernah berubah. Ya, melihat adik
kesayangannya, Trisya Alessandra menulis
catatan hariannya di buku pink tua yang lusuh
itu.
Zayn menghampirinya, seketika Trisya langsung
menutup buku itu.
“Kenapa?” Tanya Trisya
Zayn masih berdiri. Melihat jendela kamar
Trisya masih terbuka, ia langsung menutupnya.
“Hah.. kamu nanya kenapa ke kakak? harusnya
kakak yang nanya, kamu kenapa belum tidur jam
segini?” Mencubit gemas pipi adiknya.
“Auww.. iya, bentar lagi tidur kok. Ini masih
mau lanjutin bikin materi buat presentasi besok.”
Memperlihatkan laptop dengan catatan di
dalamnya.
“Mau kakak bantuin nggak? Biar cepat selesai”
“Udah gak usah, kakak aja sana ke kamar tidur.”
3
“Kalo ga mau dibantuin, kakak temenin aja
deh.”
“Nggak mau.”
Zayn terus membujuk adiknya. Ia tak mau adik
kesayangannya merasa kesepian dan banyak
pikiran, Karena itu ia selalu memberikan
perhatian lebih padanya.
“Ya udah, lanjutin aja dulu, habis itu langsung
tidur. Ingat jangan sampai larut malam.”
perintah kakaknya.
“Iya, Zayn Alessandra kakak terbaiknya Trisya
Alessandra.”
Zayn pergi meninggalkan kamar Trisya.
Hampir satu jam Trisya berkutat dengan layar
dihadapannya. Ia merasa sangat mengantuk.
Perlahan matanya menatap jam berwarna hitam
dimeja belajarnya. Ternyata sudah menunjukkan
pukul 11.23, Ia meregangkan tubuhnya, dan
beralih ke tempat tidurnya yang nyaman.
~°°~

4
_Atala Ravandra_
Hari ini adalah hari ketika hampir 10 tahun
yang lalu kamu pergi.
Harapanku masih sama, bahwa suatu saat nanti
kita bisa dipertemukan kembali.
Entah dengan cerita yang sederhana atau pun
rumit.
Ku harap, hari ini menjadi hari yang indah
untuk orang-orang yang aku cintai.

25 November 2021
~°°~

5
Kring... kring... kring.... Suara alarm berbunyi
sejak 20 menit yang lalu, namun Trisya tak
kunjung bangun. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh
suara pintu yang sangat keras.
Gubrakkk!!!!!
Suara pintu dibuka paksa oleh laki-laki berkulit
putih dengan rahang yang tegas, beralis tebal
dan sorot mata yang tajam.
Zayn Alessandra, kakak terbaik dan selalu
melindungi adek tersayangnya.
“Astaga ni anak jam segini belum bangun juga”
gumam Zayn.
“Eummm...” Suara dari tempat tidur.
Trisya menggeliat dari kasurnya sambil menarik
kembali selimutnya mencari kenyamanan.
Zayn menghampiri tempat tidur adik
kesayangannya. Berbicara di dekat telinga,
sambil mencubit hidung mancung penghuni
kamar itu.

6
“Hei anak kecil, baguuun!!” Suara gemas Zayn
kepada adiknya. Trisya terus menggeliat tak
kunjung bangun.
“Kamu lupa ya hari ini ada presentasi? Nanti
kalo kamu terlambat pasti dihukum sama Pak
Yanto.” Ingat Zayn kepada adiknya.
Seketika Trisya bangun dari tidurnya dengan
membelalakkan mata, mencubit lengan kekar
kakaknya.
“Ishh, kenapa gak bangunin aku dari tadi?”
bentaknya.
Trisya beranjak dari tempat tidur dan bergegas
ke kamar mandi.
“Anak aneh memang.” gumam Zayn sambil
tersenyum menggelengkan kepala.
“Cepat waktumu nggak banyak nanti kamu bisa
telat.” Tambahnya.
“Hmm..”jawab Trisya.
“Oh iya, hari ini kakak nggak bisa nganterin,
kamu berangkat sendiri ya?”

7
“Iyaa”
“Satu lagi, bunda tadi sudah masak sarapan
kesukaanmu, jangan lupa dimakan!”
“Iyaa, kakak ganteng yang bawelnya kaya ayam
mau bertelur hahahahaa...” ejek Trisya.
“Dasar adek nyebelin.” balas Zayn
“Biarin yang penting cantik.” teriak Trisya dari
kamar mandi.
Lima belas menit berlalu, Trisya telah siap
dengan seragam sekolahnya.
“Bundaa...” Teriak Trisya sambil berlari
menuruni anak tangga.
“Trisya berangkat sekarang ya Bun, sudah siang
takutnya telat.” kata Trisya
“kamu nggak sarapan dulu, sya?” tanya Maria
ibu Trisya.
“Nggak sempat, Bun.” jawabnya sambil meraih
bekal yang sudah ada di meja makan.
“Trisya berangkat, bunda baik-baik di rumah.”

8
Cupp..
Mengecup sekilas pipi Maria dan berlari
meninggalkan rumah.
“Hati-hati sayang.” Teriak bundanya dari dapur.

***
Dorrr...!!! Ciiittt..!!!
Di dalam angkot Trisya dikejutkan oleh suara
keras dan sedikit guncangan. Ban anggot yang di
tumpanginya meletus. Semua penumpang
berjalan keluar.
Jam sudah menunjukkan pukul 07.55 ditambah
suara ricuh di dalam angkot membuat ia semakin
gelisah.
“Aduh sudah hampir jam tujuh. Kalau aku
nunggu ban anggot ini diperbaiki aku pasti telat
dan gak bisa masuk ke dalam sekolah.” Gumam
Trisya.
Ia pun berinisiatif, berlari menuju sekolahnya.

9
*** ~ ***

Chapter 2

SMA Bina Bangsa

Dengan napas terengah-engah, Trisya mendekati


gerbang sekolah.
“huftt.. akhirnya sampai juga.” mengelap
keringat di dahinya.
KRINGGG....KRINGGG....KRINGGG....
Tak beberapa lama setelah Trisya memasuki
halaman sekolah, bel masuk sekolah berbunyi.
Gerbang pun seketika ditutup oleh satpam.
Trisya pun berlalu menjauhi gerbang dan berlari
menuju kelasnya.
Semua murid SMA Bina Bangsa sudah
memasuki kelasnya masing-masing. Trisya
melangkahkan kaki dengan cepat melewati
koridor sekolah yang sudah sepi. Di
persimpangan koridor tiba-tiba.

10
Brukk!!
Tubuh mungil Trisya terdorong ke belakang
hingga terjatuh dengan keras. Tubuh laki-laki
tinggi dihadapannya pun ikut terdorong ke
belakang namun tak sampai jatuh karena
tubuhnya yang proporsional.
“Aduhhhh...” Rintihnya.
Sambil memegangi pinggang ramping miliknya,
Trisya bangun dari posisinya yang terjatuh.
Sedikit mendongakkan kepala ia melihat siapa
yang ditabraknya tadi.
“Eummm... Sorry ya gue tadi buru-buru, ga lihat
ada lo yang lewat sini.” Ujar Trisya dengan
wajah yang sedikit takut menatap lawan
bicaranya. Sorot matanya pun tajam dengan
rahang yang tegas membuatnya menelan ludah
karena takut dan canggung ditambah dia hanya
terdiam tak memberi respon apapun.
“Lo nggak kenapa-kenapa kan? Sorry banget ya
gue ga sengaja tadi.” Ucapnya lagi.

11
Laki-laki itu masih terdiam melihat Trisya
dengan muka datarnya.
“Kok lo diam sih. Ada yang sakit ya? Sebelah
mana?” Tanya Trisya sambil memegang dan
membolak-balik lengan laki-laki dihadapannya
memastikan tidak ada anggota tubuhnya yang
terluka.
“Kasih tau gue mana yang sakit? Jangan diem
aja! Lo marah ya? Sorry deh. Gini ya, gue buru-
buru banget nih, kelas gue udah mulai dan gue
udah telat dari tadi. Kalo lo kenapa-napa gue
mau kok tanggungjawab. Gue emphh...”
Ucapnya belum selesai.
“Stop” ujar laki-laki dihadapannya.
Sebuah jari telunjuk mendarat tepat dibibir
ranum Trisya membuatnya seketika
menghentikan perkataannya. Matanya terbelalak
mendapati respon laki-laki itu yang dari tadi
terdiam. Merekapun saling berpandangan
menatap satu sama lain. Membuat jantung
Trisya berdetak lebih kencang. Beberapa detik.

12
Ya memang singkat, tapi itu membuat
perasaannya campur aduk. Aneh bukan?
“Gue gapapa.” Lanjutnya sambil menurunkan
jari telunjuk di bibir Trisya dan berlalu begitu
saja.
“Ihh dasar cowok ga jelas.” Omelnya.

Atala POV
5 menit sebelum bel masuk berbunyi, murid-
murid di SMA Bina Bangsa berhamburan di
koridor sekolah. Mereka dihebohkan oleh
kedatangan laki-laki tampan berambut hitam
legam sedikit berantakan, namun tetap terlihat
keren. Tubuhnya pun tinggi sedikit berisi
membuatnya seketika banyak dikagumi siswi-
siswi SMA itu.
Dengan wajah dinginnya, laki-laki itu
mengedarkan pandangannya mencari ruang
kepala sekolah. Ia menjadi pusat perhatian
karena wajah asingnya di sekolah ini. Namun, ia

13
terlalu cuek dan tidak peduli dengan pandangan
disekitarnya.
Pandangan semua murid ke laki-laki itu
teralihkan saar bel masuk telah berbunyi.
Mereka masuk kedalam kelasnya masing-
masing.
“Permisi, ruang kepala sekolah dimana, ya?”
Tanya laki-laki itu, mencegah langkah salah satu
siswi.
“Lurus aja, terus belok ke kiri, kalau ada tangga,
belok kanan. Nanti ada tulisannya kok di depan
pintu.” Jawab siswi itu dengan ramah.
Tanpa mengucap terima kasih, laki-laki
berwajah tampan itu kembali berjalan sesuai
arahan dari siswi itu.
Di persimpangan koridor ia dikejutkan oleh
seorang siswi cantik berambut panjang terurai
yang menabraknya. Ia terdiam dan hanya
memperhatikan perilaku cewek di hadapannya.

14
“Stop” ucapnya memotong perkataan Trisya
dengan jari telunjuk diajukan tepat dibibir
ranumnya.
Merekapun saling berpandangan menatap satu
sama lain. Mata indah itu? Terasa tak asing lagi.
“Gue gapapa.” Lanjutnya sambil menurunkan
jari telunjuk di bibir Trisya dan berlalu begitu
saja.
“Ihh dasar cowok ga jelas.” Ucap cewek itu lirih
tp masih jelas terdengar ditelinganya.
••*••
Trisya kembali berjalan kearah kelasnya.
Sesampainya di depan pintu kelas, Trisya
melihat Pak Yanto telah berada di dalam kelas
dan beberapa temannya sedang melakukan
presentasi.
“Oke Trisya sekarang tarik nafas... Buangg....
Huftt..” menyuruh dirinya sendiri diikuti
gerakan tangan naik turun.
Tok..tok..tok..!

15
“Permisi Pak, maaf saya terlambat” ucapnya
bersama senyum manisnya.
“Iya, ayo masuk. Tumben kamu baru datang
Sya? Nggak biasanya di jam pelajaran saya
kamu datang terlambat.” Tanya pak Yanto, guru
biologi dikelasnya.
“Eemm iya Pak, maaf, saya bangun kesiangan
tadi dijalan juga ada problem sedikit”
menundukkan kepala.
“Oke, karena setahu saya kamu anak yang rajin,
jadi tidak bapak hukum. Sebagai gantinya,
tolong kamu antar map ini ke ruang kepala
sekolah.” Menyodorkan beberapa map ke
Trisya.
“Baik Pak, dengan senang hati” mengambil map
di tangan Pak Yanto dengan seulas senyum di
bibirnya. Walaupun, dalam hati ia ketar-ketir
setelah mendengar ruang itu disebut.
Trisya berjalan menuju tempat duduknya. Baru
saja ia menduduki bangku, Cewek dengan
rambut Ikal sedikit pirang yang duduk di

16
sebelahnya, langsung menghujaninya dengan
banyak pertanyaan.
“Lo kenapa bisa telat sih? Dari mana aja?”
Tanya Rara disebelahnya.
“Gue tadi bangun kesiangan gara-gara semalem
nyiapin materi buat presentasi dan hari ini abang
gue ga bisa nganterin dia ada kelas pagi.” Jelas
Trisya.
“Lo kok ga bilang ke gue sih. Kan gue bisa
jemput lo di rumah.”
“Udah ga sempet. Lagian kalo lo jemput gue, lo
juga bakalan telat.”
“Eh.. bentar. Tadi lo bilang telat, kok bisa
masuk ke sekolah? Jangan bilang lo manjat
pagar ya atau nyogok satpam di depan? Wah ga
bener lo sekarang” Tuduh Rara pada sahabatnya.
“Ihh ga jelas banget sih lo. Kaya cowo yang gue
temuin tadi.” Memutar bola matanya malas
mengingat kejadian saat bertemu cowok kutub
utara tadi.

17
“Hah? Maksud lo cowo baru yang ganteng itu?
Lo juga ketemu? Serius? Dimana? Ceritain dong
ke gue.” Dengan nada sedikit keras, semua
perhatian teman sekelasnya beralih ke arah
mereka berdua termasuk Pak Yanto.
“Apa yang sedang kalian bicarakan? Bukannya
menyimak apa yang sedang dipresentasikan,
kalian malah asik mengobrol. Trisya, bapak tadi
menyuruhmu ke ruang kepala sekolah, kenapa
masih disini?” Marah guru kiler itu ke Trisya
dan sahabatnya.
“Iya Pak, sebentar saya taruh tas saya dulu.”
Jawab Trisya sopan.
“Saya ikut keluar ya Pak, mau nemenin Trisya
kasian kalo sendirian, sekalian saya mau ke
toilet.” Ijin Rara ke pak Yanto.
Mendapat persetujuan dari guru itu, Rara
menyusul Trisya yang sudah berjalan dulu di
depannya.
Sesampainya di depan ruang kepala sekolah,
mereka mengetuk pintu terlebih dahulu, lalu
membukanya perlahan, “Permisi, Pak.”

18
“Masuk aja.”
Mereka memasuki ruangan dan menutup pintu
kembali. Mereka melihat seorang laki-laki
seusianya duduk di hadapan kepala sekolah.
Trisya mengenali tubuh laki-laki itu walaupun ia
membelakanginya.
“Sebentar ya,” ucap pria setengah baya itu
kepada siswa yang ada di hadapannya.
“Ada apa kalian datang kemari?” Menoleh
kearah Trisya dan Rara.
“Maaf Pak, ini saya disuruh Pak Yanto
mengantarkan map ini ke bapak.” Ucap Trisya
sopan sembari memberikan map merah itu ke
kepala sekolahnya.
“Terimakasih ya, hampir saja saya lupa. Kalian
anak IPA 3 kan? sekalian saya minta tolong ajak
Atala ke kelas kalian, karena sekarang kalian
satu kelas. Dan juga nanti waktu istirahat ajak
dia keliling sekolah, biar dia lebih mengenal
tempat-tempat di sekolah ini.” Ucap kepala
sekolah itu panjang lebar.

19
Degg...
~°°~
Atala?
Sudah lama aku tak mendengar nama itu
disebut.
Nama yang aku tuliskan dalam buku harianku.
Apakah dia Atala ku?
Atau hanya orang asing yang mempunyai nama
yang sama?
Entahlah..
Yang jelas, hatiku terasa damai mendengar
nama itu.
~°°~

“Emmm..” Pikir Trisya.


“Setujui aja, kasihan mana ganteng lagi.” bisik
Rara
“Tapi dia dingin orangnya. Gue gak suka”

20
“Ayolah sya, setujui aja. Kapan lagi kita bisa
jalan bareng sama cowo ganteng nan keren
kayak dia.” Hasut Rara dengan lirih.
“Yeee, itu lo aja yang mau. Gue nggak”
“Bagaimana?” Tanya pria setengah baya itu
disela-sela pembicaraan Rara dan Trisya.
“Iya Pak, kita berdua siap ajak dia, eh maksud
saya Atala, buat keliling sekolah ini.” Jawab
Rara sepihak.
Trisya yang mendengar ucapan sahabatnya itu
langsung membelalakkan mata. Bisa-bisanya dia
berbicara enteng seperti itu pada kepala sekolah.
“Oke, semoga kalian dapat berteman baik
kedepannya.”
Mereka semua tersenyum kepada pria setengah
baya dihadapannya itu dengan anggukan kepala.
Mereka berjalan keluar meninggalkan ruang
kepala sekolah Itu.
***

21
Pukul 10.00 WIB
KRINGGG....

Suara bel istirahat terdengar nyaring. Sorak sorai


kemerdekaan para siswa di seluruh penjuru
kelaspun terdengar riuh. Beberapa siswa
berbondong-bondong menuju surganya sekolah
yaitu kantin.
Terlihat Atala yang masih terduduk di
bangkunya, Rara mengajak sahabatnya
menghampiri laki-laki yang diduk di pojok kelas
itu. Karena persetujuan sepihak yang di ucapkan
sahabatnya, membuat Trisya kurang
bersemangat untuk mengajak Atala mengelilingi
sekolah ini, ditambah rasa canggung akibat
kejadian pagi hari tadi.
“Sya, lo kok diam aja sih. Ayo ke kantin gue
laper tau.” Ucap Rara memegangi perut ratanya.
“Lah, lo lupa ya?” Tanya Trisya memastikan.
“Apa?”
“Itu...” Menunjuk Atala dengan dagunya.
22
“Iya tau, gantengkan, terus kenapa? Mau ajak
dia ke kantin bareng? Lo malu bilangnya? Ya
udah gue aja yang bilang.”
“Ishh.. lo tuh masih muda tapi otak lu udah
kayak nenek-nenek. Gampang pikun. Tadi lo
sendiri yang iyain kepsek buat anterin dia
keliling sekolah ini.”
“Astaga, gue lupa Sya, serius. Wah gara-gara
dimasukin rumus terus nih, jadi lemot otak gue.”
Mereka beranjak dari tempat duduk,
menghampiri Atala yang masih terduduk manis
dengan ponsel digenggamnya.
“Haii!” Sapa Rara.
Atala menoleh tanpa menjawab sapaan cewek
berambut ikal itu.
“Emm,, ikut kita berdua yuk. Tadi Pak Burhan
kan nyuruh buat keliling sekolah pas istirahat.”
“Gak minat.” Jawabnya singkat.
“Gini deh, kita keliling sebentar habis itu ke
kantin isi perut. Lo pasti laparkan?” Ucap
Trisya. Tiba-tiba...
23
Kruuk...(bunyi perut kelaparan)
Mendengar bunyi renyah dari perut Trisya,
Atala sepontan berkata, “Itu, lo aja yang lapar.”
Atala berdiri dari tempat duduknya dan
mengajak Trisya serta sahabatnya pergi
meninggalkan kelas.
“Ikut gue!”
Dua cewek yang menghampirinya tadi saling
menatap tak percaya kepada cowok dingin yang
baru ia temui tadi pagi. Tanpa banyak berpikir,
mereka berdua menyusul Atala.
“Atala!” Panggil Trisya.
Namun tak ada jawaban yang keluar dari laki-
laki yang berjalan agak jauh dari mereka. Karena
langkah kakinya yang lebar, Trisya dan Rara
sedikit kesulitan menyusul laki-laki itu.
***

24
Hufftt...
“Capek banget gue.” ucap Rara.
“Ta, ngapain lo ajak kita ke sini? Kan harusnya
kita keliling dulu.” Tanya Trisya pada Atala.
“Isi dulu perut lo yang kosong itu.” Nada
bicaranya dingin.
“Gini deh, kita makan aja dulu habis itu keliling
sekolah. Gue pesenin makan kaya bisanya ya
sya?”
Trisya mengangguk setuju.
“Atala, Lo mau makan apa?" Tanya Rara
“Gue nggak lapar.”
“Minum apa gitu? Masa lo nungguin kita aja,
harusnya tuh.....”
“Jus Alpukat. Sedikit gula, esnya jangan banyak-
banyak, dan satu lagi minta tambahin potongan
buahnya.” Memotong ucapan Rara.
Trisya dan Rara terbengong saling menatap
ketika mendengar jawaban dari laki-laki di
sampingnya.
25
~°°~
Dear Diary
Hari ini, dia membuatku berpikir
Entah hanya kebetulan atau memang benar
Dia menyebutkan...
"Jus alpukat
Dengan sedikit gula dan air es
Serta potongan buah di dalamnya"
Apa aku salah mendengarnya?
Tidak
Itu minuman kesukaannya
Atala kecilku?
Ya, dulu ia juga sangat menyukai minuman itu
Teka teki macam apa ini?
~°°~

26
Jam pelajaran telah usai. Rara sudah pulang
sedari tadi. Tapi Trisya masih berada di dalam
kelasnya. Ia mengambil buku pink lusuh itu dari
dalam tas dan menuliskan beberapa kata di
dalamnya. Setelah selesai, ia berjalan menuju
gerbang. Saat ini ia tidak mau langsung pulang
kerumahnya, ia menaiki bus kota
Tapi setelah bus kota berhenti, ia melihat Atala
naik bus itu dari pintu belakang. Benarkah itu
Atala? Tapi... kenapa Atala meninggalkan
motornya? Trisya berusaha tidak peduli.
Tiba-tiba seseorang duduk di samping Trisya,
dia yakin itu Atala, cewek itu terus mengalihkan
pandangannya pada jendela, melihat mobil yang
lalu lalang di kota ini.
“Lo pura-pura gak tau ya gue ada di sini?”
Tanya cowok itu.
Trisya jelas sudah mengetahui suara itu, siapa
lagi kalau bukan Atala Ravandra.
Perlahan wajahnya menatap Atala.
“Iya,” jawab Trisya singkat dan jelas.

27
“Sejak kapan lo jadi pendiam gini? Pas awal
ketemu lo, kayanya lo itu orangnya bawel.”
“Dan sejak kapan juga lo jadi suka tanya-tanya
gini? Bukannya lo itu orangnya irit ngomong?”
Tanya Trisya balik
“Ya, gue cuma nanya aja sih. By the way, gue
duduk sini gara-gara dibelakang udah penuh.
Kalo lo keberatan gue bisa berdiri.”
“Gak apa-apa duduk aja.”
Jantung Trisya berdenyut kencang entah apa
yang sedang ia rasakan. Seperti ada bagian dari
rongga hatinya yang hilang, kini hadir kembali.
“Gue mau lo tetep ada di sini Atala, gue nyaman
di dekat lo.” Batinnya.
Cewek itu tersenyum tipis sambil menatap
jalanan yang ramai.
Perjalanan terasa hening. Ya, tidak ada
pembicaraan diantara mereka berdua. Namun,
sesekali Trisya maupun Atala terkadang mencuri
pandang satu sama lain.

28
Tiba-tiba Trisya berdiri, hendak turun dari bus
itu. Atala menatap jalan, tunggu. Tempat ini
terasa tidak asing baginya, walaupun sudah
banyak yang berubah.
Laki-laki itu tiba-tiba berdiri, tapi tak lama ia
sadar. Apa yang akan ia lakukan? Mengikuti
cewek itu? Tidak. Ini bukan perilaku seorang
Atala Revandra.
Ia kembali duduk, untuk apa juga ia mengikuti
cewek baru yang ia temui di sekolah tadi pagi.
Tapi... Ia kembali mengingat mata cewek itu.
Benar-benar tidak asing, apalagi barusan ia
duduk bersebelahan dengannya, membuat
jantungnya pun berdegup kencang.

29
Chapter 3

Atala RAvandra

Lima belas menit kemudian, Atala sampai di


depan rumahnya menggunakan bus itu.
Ia berjalan memasuki rumahnya dengan wajah
yang kusut. Dia menghembuskan nafas kesal,
karena seperti inilah rumahnya, sepi, sunyi dan
hening.
Dia melihat jam di tangannya ternyata sudah jam
5 sore.
“Bi, Mama, Papa sudah pulang?”
“Belum, Den.” ujar pembantunya khawatir.
“Harusnya mereka udah pulang kan?”
“Katanya ada rapat, Den. Kayanya malam ini
bakal pulang telat lagi.”
Atalla berdecak kesal, memang ini salahnya.
Setap mereka ada, Atala selalu mengacuhkan

30
mereka, tapi sebaiknya, jika mereka tidak ada
Atala selalu memikirkan mereka.
“Tiap malem mereka rapat, sok sibuk!!” Ucap
Atalla kesal.
“Sabar, Den. Mereka kaya gini kan buat
bahagiain Aden juga.”
Atala langsung pergi menaiki anak tangga lalu
membanting pintu kamarnya sekencang
mungkin sampai membuat Bi Sarah kaget.
Ia cukup muak dengan keadaannya ini. Orang
tuanya tak pernah ada untuknya.
Ia berjalan menuju kamar mandi. Merendamkan
tubuhnya dalam bathtub dengan air hangat serta
aroma mint dari lilin yang terbakar membuat
tubuhnya merasa rileks. Rasa lelah di tubuhnya
pun seakan hilang.
15 menit berlalu.........
Atala telah menyelesaikan ritual mandinya. Ia
keluar kamar mandi dengan mengusap kasar
rambut tebalnya yang masih basah. Ia berjalan
menuju lemari pakaian yang ada di samping

31
tempat tidur. Langkanya terhenti ketika tak
sengaja ujung matanya melirik boneka rajut
yang terpajang di meja belajarnya.
Atala meraih boneka itu dengan seulas
senyuman di bibirnya yang indah.
“Apa kabar Chio? Sudah lama aku tak
menyentuh mu.” Atala tersenyum.
"Kamu selalu mengingatkan ku pada wajah anak
manis itu. Tolong bantu aku mengitat namanya."
Batinnya.
Drett...Drett..Drett.
Lamunan anak perempuan di masa kecilnya
seketika hilang ketika ponsel miliknya berbunyi
tanda panggilan telepon.
“Halo!”
“.....”
“Apa? Oke, tunggu 30 menit lagi saya sampai”
Atalla meraih jaket kulit di lemarinya, lalu
dengan langkah cepat ia menuruni setiap anak

32
tangga dari kamrnya menuju lantai bawah
sambil memanggil Bi Sarah.
“BI SARAH!” Suara lantangnya terdengar
sampai dapur tempat Bi Sarah berada.
“Iya, Den,” Jawabnya lantang, dengan keadaan
tangannya penuh busa, ia langsung menghampiri
Atala
“Ada apa Den,?” tanya Bi Sarah khawatir.
“Aku pergi dulu ya Bi, ada urusan penting.”
“Oh iya Den, hati-hati ya!”
“Iya Bi.” Ucapnya tergesa-gesa sambil
membuka pintu mobil miliknya.
***

30 menit kamudian, ia sampai di rumah Siska,


tante cewek yang ditemuinya ini.
“Tante Siska!.” panggil Atala dengan berlari
memasuki pintu rumah itu.
Grekkk....

33
Suara pintu yang dibuka kasar oleh Atalla.
Terlihat cewek seusianya terbaring lemah dan
juga wanita yang menangis sesenggukan
disampingnya. Atala langsung menghampiri
mereka.
“Ata, tolongin Kiara!“ suaranya terdengar lemah
diselingi isakkan tangis Siska.
“Ya ampun tant, kok Kirana bisa kaya gini,
gimana ceritanya?” sambil memegang kepala
Kirana yang sedang terbaring lemah di kursi
ruang tamu rumah itu.
“Tante juga gak tau Ta, tadi waktu Tante pulang
kerja Kirana sudah terbaring disini.” terlihat
peluh keluar membasahi pipinya.
“Yaudah Tant, kita langsung bawa aja ke rumah
sakit.”
“Iyaa Ta, ayoo.” sambil mengusap air mata
dengan lengan tangannya.
Dengan langkah tegas, Atalla menggendong
Kiara menuju mobilnya .
“Tant, tolong bukain pintu mobilnya .”

34
“Iyaa Ta, sebentar. Tante masuk duluan ya,”
Dengan hati-hati Atalla meletakkan Kiara
dipangkuan Tantenya.
“Tante tolong pakai Sling belt sambil pegangin
Kiara ya.”
“Iya Ta, tapi kamu jangan ngebut-ngebut, harus
tetap hati-hati.” Ucapnya sambil memegang
pundak Atalla yang ada di depannya.
“Oke Tant, tenang aja.”
15 menit berlalu......
“SUSTER...! TOLONG SUSTER...!" Teriak
Atala memanggil petugas kesehatan di sana.
GREDEK GREDEK GREDEK.....
Suara brankar rumah sakit yang dibawa suster
dengan cekatan.
“Mohon maaf, pasien akan ditangani dokter,
mohon ditunggu di luar dulu.” ucap suster
sambil menutup pintu ruang UGD itu .

35
“Ta, gimana kalo sampe terjadi apa-apa sama
Kiara?” Air matanya menetes tanpa henti dengan
menggigit ibu jarinya.
“Tante, tenang aja ya, Kiara bakal baik-baik aja
kok, kan udah ditangani dokter.” ujarnya
menenangkan sambil memegang pundak
tantenya.
10 menit berlalu....
GREKK...
Suara pintu UGD itu dibuka.
Dengan cekatan Atalla bertanya pada dokter.
“Gimana dok? Apa yang terjadi sama kiara?.”
“Ada yang perlu saya sampaikan. Mari ikut
saya!” Ucap dokter pada Atala dan Siska.
“Apa Kiara akhir-akhir ini sedang banyak
pikiran?” tanya dokter menganalisis.
“Iya dok, Kiara sering teriak-teriak, terdiam
bahkan menangis. Saya juga sudah mencoba
menenangkannya dan memberinya obat, tapi

36
tetap hasilnya sama.” Ucap Tantenya
menjelaskan.
“Jadi begini bu, kondisinya memburuk, tingkat
depresinya pun semakin tinggi, saya khawatir
Kiara nekat melakukan hal-hal yang berbahaya
untuk dirinya sendiri dan di sekitarnya.” Ujar
dokter itu khawatir.
Setelah berbincang panjang dengan dokter yang
menangani Kiara, Atala dan Tante Siska
menemui Kiara di ruangannya. Ia masih
terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur.
“Kenapa bisa seperti ini Tant? Bukankah
kemarin kondisinya sudah membaik?”
Menghela nafas panjang Siska menjelaskan,
“Ya, semenjak kamu berpamitan ke Kiara, mulai
saat itulah Kiara kembali seperti dulu.”
“Tapi aku berbicara padanya baik-baik, dia juga
tidak memberikan respon negatif sama sekali.
Lalu dengan kondisinya saat ini, kenapa baru
sekarang Tante hubungin aku?" Ujar Atala
sedikit kecewa.

37
”Kamu sudah banyak membantu Tante dan juga
Kiara Ta, Tante nggak mau ngerepotin kamu
terus. Tante juga nggak mau kalo masa
remajamu terbuang sia-sia karena kami. Masih
banyak yang harus kamu kejar." Siska terisak.
Atala termenung, ia mengacak-acak rambutnya
frustasi. Ia bingung apa yang harus
dilakukannya.
***
Keesokan harinya, alarm berbunyi menunjukkan
pukul 05.00 dari ponsel Atala. Setengah sadar
Atala mematikan alarmnya lalu tidur kembali.
Jam 05.10 alarm berby kembali, dan Atala
mematikan alarmnya lagi. Begitupun seterusnya.
Jam 15.15, jam 05.20 dan berakhir jam 05.30.
Saat ia menatap ponselnya, ia berbicara dalam
hati. 'Masih ada waktu 30 menit lagi.'
Ia kembali tertidur pulas sampai tiba-tiba, ia
dibangunkan oleh alarm sejati.
“ATALA BANGUN! UDAH JAM 7
CEPETAN!” ucap Zeila ibu Atala.

38
Atala terlonjak kaget, dan saat ia bangun lalu
menatap jam di ponselnya ternyata baru
menunjukkan jam 6 pagi. Menyebalkan!
Ia mengacak-acak rambut frustasi.
“Arggggghhh! Mamaaaaa!” Teriak Atala.
“Kalo gak gitu kamu gak bakalan mau bangun
sayang.” Ucap mamanya.
Sudah tidak bisa tidur kembali, ia langsung
mengambil handuk lalu mandi menggunakan air
hangat.
Setelah bersiap dengan seragam yang terpasang
rapi, Atala menuruni anak tangga dengan menata
asal rambutnya dan disambut oleh Mama dan
Papanya yang sedang sarapan. Mereka terlihat
rapi, mereka sudah suap untuk bergelut dengan
pekerjaan mereka masing-masing.
“Hmmm,” gumam Atala yang melihat
pemandangan itu setiap hari.
“Makan dulu sayang,” ucap Zeila sambil
tersenyum manis saat melihat anaknya sudah
siap.

39
“Males Ma, nanti aja deh.”
Tiba-tiba suara bariton itu mulai memancing
keributan dengan Atala.
“Dari mana kamu semalam? Pergi bawa mobil
sampai larut malam, dihubungi juga nggak bisa.”
Tanya Ferdi kesal.
Atala tidak menjawab, ia hanya meminum
segelas susu dan meninggalkan Papanya.
“Jawab Papa, Atala!”
“Atala, jangan bikin kita khawatir,” ucap Zeila
karena takut terjadi keributan antara mereka.
“Urusin aja pekerjaan kalian, ga usah sok
khawatir!”
Bughh
Atala membanting pintu dengan keras dan
langsung pergi berangkat ke sekolah. Ferdi dan
Zeila terlonjak kaget.
“Pa, kenapa Atala jadi kaya gini?” Ucap Zeila
kecewa.

40
Ferdi menggelengkan kepalanya. “Papa bingung
harus gimana lagi, Ma.”
Sedikit kesal memang, lebih bik ia berangkat
sekolah dari pada berdebat panjang dengan
Papanya.
Tadi malam, ia merawat Kiara, cewek malang
yang ia temani sudah hampir 3 tahun belakangan
ini. Ia sudah tak mempunyai siapapun dan
hanya tinggal bersama tantenya yang
ekonominya pun pas-pasan. Kiara menganggap
Atala adalah pacarnya. Tapi Atala tidak
keberatan akan hal itu, karena ia memahami
keadaan Kiara yang sudah ditinggalkan oleh
kedua orang tuanya beserta orang yang ia cintai.
***
Disisi lain, Trisya Sudah berada di halaman
sekolah sejak pagi hari. Cukup kemarin ia telat
berangkat sekolah, tidak untuk hari ini dan hari-
hari berikutnya.
Kini Trisya sedang berada di perpustakaan,
mencari buku biologi yang di tugaskan Pak

41
Yanto. Ia mengelilingi rak buku yang menjulang
tinggi itu.
“Ahh, akhirnya ketemu juga” ucapnya senang.
Setelah menyelesaikan urusannya, Ia kembali ke
kelas. Dalam perjalanannya, ia melihat seorang
laki-laki yang sedang duduk menyandar di
bangku taman sekolah itu. Ia menghampirinya.
Dan ternyata dugaannya pun benar. Ya, dia
Atala. Sedang apa dia disitu?
“Ehem, sendirian aja bang?” suara Trisya di
samping Atala.
Atala kaget, sejak kapan cewek itu duduk di
dekatnya? Tapi rasa kagetnya tertutupi oleh
sifatnya yang cool.
“Lo ngapain di sini? Bentar lagi masuk, ayo ke
kelas!” ajaknya.
“Hmm... Gue nanya serius ya, Lo itu sebenernya
kalo diajak ngomong orang kedengeran gak sih
atau lo pura-pura gak denger aja?" Tanya Trisya
sedikit meledek.
“Lo pikir gue budheg apa?” Jawab Atala santai.

42
“Akhirnya, bicara juga. Lo ada masalah, ya?”
“Gak.”
“Ihh pake boong lagi. Udah kelihatan tau.”
Atala terdiam. Ia teringat kenangan masa
kecilnya dulu. Ia pernah dalam posisinya yang
sekarang, tak punya tempat untuk berbagi cerita
karena kedua orang tuanya yang sibuk dengan
pekerjaan mereka masing-masing, hingga anak
perempuan menggemaskan itu datang dalam
hidupnya. Sama seperti sekarang, perempuan itu
seakan kembali hadir dalam kehidupannya untuk
yang kedua kalinya.
Perlahan Atala menolehkan pandangannya ke
Trisya. Dilihatnya wajah cewek itu. Trisya yang
merasa dirinya diperhatikan, ia menoleh ke arah
Atala. Keduanya saling menatap. Atala melihat
iris mata coklat yang indah itu lagi dalam diri
Trisya. Tapi, ia tak yakin, apakah dia sahabat
kecilnya dulu, yang kini sedang ia cari?
Bel sekolah pun berbunyi, mengalihkan
pandangan mereka berdua. Mereka beranjak
menuju kelasnya.

43
***
Jam pelajaran biologi berlangsung dengan baik.
Namun tidak di akhir pembelajarannya. Karena
seperti biasa Pak Yanto memberikan tugas yang
cukup menyiksa para muridnya.
“Tugas ini dikerjakan secara berkelompok
seperti yang sudah Bapak tentukan tadi, jadi
besok harus sudah selesai dan dikumpulkan.”
Ucap Pak Yanto di akhir pelajarannya.
***
Sepulang sekolah, Trisya, Rara dan Atala pergi
ke rumah Rara untuk mengerjakan tugas biologi
itu, karena mereka satu kelompok.
Trisya merasa seperti berada di rumahnya
sendiri karena ia sering main ke rumah Rara.
Orang tuanya pun sudah menganggap Trisya
sebagai anaknya sendiri.
“Kita bagi tugas ya, gue cari bagian yang ini, lo
yang ngerjain di buku dan Atala dibagian
ngetiknya.” ujar Rara membagi tugasnya agar
cepat selesai.

44
”Oke.” Trisya mengangguk dan langsung
mengerjakannya.
Sementara itu, Atala masih asik dengan game
online di ponselnya.
Hari itu, orang tua Rara sedang pergi ke luar
kota, jadi Rara sendirian di rumah. Melihat
sahabatnya kelaparan ia menuju dapur untuk
membawakan beberapa makanan ringan.
“Sebentar ya, gue ke dapur dulu.”
Tak mau di tinggal berdua dengan Atala, Trisya
mengikuti Rara.
“Ra, tungguin gue ikut, mau numpang ke toilet.”
“Tinggal jalan aja ribet lo.”
Selesai dengan game onlinenya, Atala berdiri
dari posisi duduknya dan meregangkan otot-
ototnya yang kaku setelah bermain game. Tiba-
tiba, matanya tertuju pada tas Trisya yang
terbuka menampakkan buku berwarna pink yang
lusuh itu. Atala merasa penasaran, lalu ia
menarik buku itu dari dalam tas Trisya. Ketika
hendak di buka, sebuh foto terjatuh dari

45
dalamnya. Nampak sepasang anak kecil berusia
7 tahun sedang bergandengan tangan di tepi
danau. Samar tapi jelas ia juga melihat boneka
rajut sama seperti yang dia punya berada di
genggaman anak laki" itu. Tidak salah lagi Tisa
yang ia cari selama ini ada di dekatnya.
Tap..Tap..Tap..
Suara langkah kaki terdengar mendekati ruang
tengah itu. Atala langsung mengembalikan buku
yang ia pegang ke dalam tas Trisya.

46
Chapter 4

Penasaran

Hari-hari berlalu.
Hubungan antara Atala dengan Trisya semakin
dekat, meskipun sejak kejadian di taman sekolah
dan juga buku harian milik Trisya, Atala masih
belum menceritakan apapun pada Trisya. Ia
menutupnya sendiri, sampai ia benar-benar
yakin bahwa cewek yang sekarang dekat
dengannya itu adalah Tisa, sahabat kecilnya
dulu.
Di kantin...
“Sya, nanti pulang sekolah bareng gue ya?”
Pinta Atala pada cewek itu.
“Ehh..Ehhh... Gak boleh. Enak aja lo bawa-bawa
sahabat gue. Lo kalo mau pulang, pulang aja
sendiri.” sahut Rara.
“Gue gak ngomong sama lo Ra. Gimana Sya, lo
maukan?” tanya Atala sekali lagi.

47
"Emm, sorry deh sebelumnya, hari ini gue gak
bisa Ta, gue dijemput sama kakak gue.”
“Gini deh, gue mintain ijin ke kakak lo, buat
keluar bareng gue sehari aja.”
“Emang lo berani? Kakaknya galak. Iya, kan
Sya?” Rara melirik Trisya dan mengedipkan
sebelah matanya, Trisya mengangguk samar.
“Gampang sih, gue bisa yakinin.” jawab Atala
yakin dengan senyum di bibirnya.
***
Bel pulang sekolah berbunyi, Trisya berjalan
keluar kelas mendahului Atala, agar laki-laki itu
tak mengikutinya dan tidak bisa bertemu
kakaknya.
Sayang, usahanya sia-sia. Ketika Trisya sudah
sampai di rumah, ternyata Atala pun juga berada
di depan rumahnya. Ya, Atala mengikutinya.
Tok..Tok..Tok..
Suara ketukan pintu dari rumah Trisya. Namun
tidak seperti biasanya, Trisya tak kunjung

48
membuka pintunya. Perasaannya tiba-tiba tak
tenang kala mendengar ketukan pintu itu.
“Aduh, siapa sih? Baru juga masuk rumah udah
ada yang datang aja.”
Tok...Tok...Tok...
Suara ketukan pintu terdengar kesekian kalinya.
“Sya, bukain dong pintunya, itu mungkin kurir
mau nganter paket kakak.” Ujar Zayn.
“Iya, sebentar kak,“ hatinya merasa lega seolah
apa yang dikatakan kakaknya itu benar.
Dengan langkah malas, Trisya berjalan menuju
ruang tamu rumahnya. Tanpa melihat dulu siapa
yang datang, ia langsung membuka pintu.
“Iya, pa....ket,” ucapannya terhenti. Seketika
tubuhnya menegang, matanya melotot, bibirnya
pun terkunci.
“E...ee..lo, kok lo bisa ada di sini sih? Tau
rumah gue dari mana? Lo ngikutin gue ya?
Astaga, nekat banget sih Lo?” Cewek yang
pendiam dan kalem itu, kini berubah menjadi
sosok yang cerewet seperti ibu-ibu di pasar.
49
Tanpa henti ia menghujani Atala dengan banyak
pertanyaan.
“Sssttttt... diem dulu. Bisa gak sih?” Atalla
menarik kedua tangan Trisya menjauhi pintu itu
berharap agar kakak Trisya tak mengetahui
percakapan mereka berdua.
“Oke, gue emang ngikutin Lo, tapi niat gue baik
ko, gue cuma mau kenal lebih dekat sama Lo.”
“I..iya, tapi gak gini juga Ta, kita kan bisa
ketemu besok di sekolah atau gimana gitu kek.”
Ujarnya tegas sambil berusaha melepas
genggaman tangan Atala
“Siapa Sya, kok lama bangett?”
Degg
“I..i..ini kak, emm, bukan siapa-siapa kok.”
ucapnya tersengal-sengal, penuh kekhawatiran.
“Ha, bukan siapa-siapa? gimana sih?” Merasa
ada yang aneh dengan jawaban adiknya, Zayn
keluar menemui seseorang itu.
Tap...tap...tap

50
Suara langkah kaki kakaknya terdengar menuju
ke arahnya, membuat jantung Trisya berdetak
tak karu-karuan.
“Siapa sya?” tanya Zayn ketika melihat laki-laki
tampan memakai seragam berdiri di dekat
adiknya.
“Kenalin kak, aku Atala temennya Trisya satu
kelas.” Dengan suara lantang dan penuh
keyakinan, ia mengulurkan tangannya ke Zayn.
“Oh ya? kok gue ga pernah lihat Lo
sebelumnya.” Tanyanya tegas penuh selidik.
Membalas uluran tangan Atala.
“Aku murid baru kak, masih beberapa hari yang
lalu aku masuk SMA Bina Bangsa.”
Zayn memperhatikan Atala dari rambut sampai
ujung kaki. Penampilannya yang keren, cool dan
tutur katanya yang sopan, meyakinkan Zayn
bahwa ia benar-benar temen Trisya satu kelas
dan ia adalah orang yang baik.
“Gue Zayn, kakaknya Trisya.”

51
“Sya, kok Lo gak ajak dia masuk sih. Kasihan
dari tadi berdiri disini.” Tambahnya.
Trisya heran dengan sikap kakaknya itu, baru
kali ini ia memberi respon berbeda dengan
teman laki-lakinya.
“Ayo, ajak dia masuk.”
“Iya kak “
Sambil memasukkan tangan ke saku celananya,
Zayn memutar perlahan badannya dan masuk
kedalam rumah mendahului mereka.
“Kak, tunggu sebentar!” Ucap Atala.
Langkahnya seketika terhenti. Ia memutarkan
kepalanya melihat laki-laki itu.
“Iya, kenapa?"
Atala terdiam sejenak, menelan salivanya
berusaha memberanikan diri untuk meminta izin
kepada Zayn.
“Mmmm, jadi gini kak, tujuan aku kesini
sebenarnya mau ngajakin Trisya keluar besok,
boleh gak kak?” Ucapnya penuh keyakinan.

52
Zayn memperhatikan Atala sebentar, kemudian
menjawab pertanyaannya tadi.
“Hhhh, baru kali ini ada cowo ganteng yang
ngajakin adik gue.” Tawa Zayn pecah
mendengar permohonan Atala.
Seketika mata Trisya terbelalak mendengar
ucapan dari kakaknya itu.
“Tuh diajakin jalan, mau gak? Kalo gue sih gak
apa-apa, asal pulangnya jangan malem-malem!”
ujar Zayn tanpa keraguan membolehkan adinya
pergi bersama Atala.
“Ha? Kakak ngebolehin? Serius?” Tanya Trisya
memastikan. Ia masih tak percaya kakaknya
dapat dengan mudah mengizinkannya pergi
bersama Atala. Aneh.
“Iya beneran, gak percayaan banget sih sama
kakak sendiri.”
Trisya terdiam, bingung apa ia harus senang atau
sedih dengan izin yang kakaknya berikan. Di
satu sisi, ia merasa canggung jika hanya pergi
berdua dengan Atala saja, namun di sisi lain, ia

53
sebenarnya ingin mengenal Atala lebih dekat
lagi.
“Tapi, gue minta sama lo, jagain adik gue baik-
baik. Jangan sampai lo bikin dia nangis!” Pesan
Zayn pada Atala.
“Tenang kak, aku bakal jagain Trisya kok.”
Ucapnya dengan senyuman lebar memastikan
tidak akan terjadi apa-apa jika ia pergi bersama
Trisya.
***
Keesokan harinya, tepat pukul 8 Atala sudah
berada di halaman rumah Trisya. Ia mengetuk
pintu rumah minimalis nan indah itu.
Tok..Tok..Tok..
Suara pintu diketuk beberapa kali.
“IYA, SEBENTAR!” Teriak Maria dari dalam
rumah masih dengan suara yang lembut.
Dibukanya pintu coklat dari kayu itu,
memperlihatkan laki-laki tampan berpakaian
rapi dengan ciri khas rambutnya yang di sisir
asal seperti biasa.
54
“Halo Tante,” sapa Atala pada Maria seraya
mencium tangannya.
“Siapa? Temannya Trisya ya?” Tanya Maria
pada laki-laki di hadapannya.
“Iya Tant, saya Atala teman sekelasnya Trisya.”
memberikan senyum ramahnya.
“Oh ya? Ayo masuk, Trisya masih di kamarnya,
sebentar Tante panggilin dulu.” Maria
mempersilahkannya masuk dan berlalu
meninggalkan Atala di ruang tamunya.
Tak lama, Trisya keluar dari kamarnya menuju
ruang tamu dan menemui Atala.
“Hai! Sorry, Lo lama ya nungguin gue?” ucap
trisya ketika di hadapan Atala.
Atala menoleh ke sumber suara itu. Ia
terbengong saat melihat Trisya. Ia terlihat cantik
bahkan sangat cantik, dengan pakaian casual
lengkap dengan make up tipis diwajahnya.
“Atala!” Panggil Trisya sambil menggoyangkan
telapak tangan tepat di hadapannya.
“Cantik.” Ucapnya.
55
”Ha?”
“Ee.. itu.. anu.. mau berangkat sekarang?” tanya
Atala terbata-bata saat menyadari ucapannya
tadi.
“Ya iyalah, kapan lagi?”
Setelah mendapat izin dari Maria, mereka
berdua pergi menaiki motor sport hitam milik
Atala.
Hari ini terasa sangat cerah, sepertinya cuaca
pun ikut mendukung kebersamaan mereka.
Trisya tersenyum melihat jalanan kota yang
ramai. Jarang sekali ia bisa jalan-jalan seperti
ini. Naik motor bersama Atala adalah suatu hal
yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Tiba-tiba Atala memegang tangan Trisya dan
menariknya ke arah perutnya.
“Pengangan, ntar jatuh!” Ucap Atala pada
Trisya.
Seketika jantungnya pun berdegup kencang.
Trisya merasa nyaman saat memeluk tubuh
Atala dari belakang. Ia berusaha menstabilkan

56
perasaannya dan kembali tersenyum. Atala
melihat senyum di bibir ranum Trisya dari balik
kaca spionnya, ia pun ikut tersenyum.
Lama tak ada percakapan di antara mereka,
Trisya bertanya kepada Atala, “Ta, sebenarnya
kita mau kemana sih?” Suaranya sedikit
kencang.
“Udah lo tenang aja, bentar lagi sampai.”
Ucapnya

57
Chapter 5

Hadir Kembali

"Satu hari penuh membuat kita dekat


Danau yang seolah menjadi saksi
Dan ice cream yang manis
Yang mencairkan ego untuk melangkah"

Sebuah taman yang sejuk dengan pepohonan dan


danau yang indah ditengahnya, ditambah air
yang menenangkan membuat mereka merasakan
ketenangan.
Trisya menarik napasnya dalam-dalam.
Dirasakannya udara sejuk yang ia hirup saat ini.
“Lo suka tempat ini Sya?”
“Gue suka banget. Udah lama gue gak pernah
main ke sini sejak kepergian ayah gue 10 tahun
lalu.” Trisya tersenyum, kemudian melanjutkan
bicaranya.
58
“Andai gue gak buta maps Ta, pasti gue udah
sering main ke sini sendiri. Tempat ini penuh
arti banget buat gue. Thanks ya, lo udah ngajak
gue ke tempat ini.” Ia memandang lurus ke arah
danau itu masih dengan bibir tersenyum.
Tak ada pembicaraan diantara keduanya. Pikiran
mereka masih sibuk dengan memori masa
kecilnya masing-masing.
“Sya, lo tau kenapa gue ajak lo ke tempat ini?”
Tanya Atala tiba-tiba.
“kenapa?”
“Tempatnya cantik, sama kaya cewek di sebelah
gue.” jawabnya random.
“Ish, apaan sih. Gak jelas lo.” wajahnya
tersenyum malu.
“Hhhhh, muka lo merah tuh,” ledek Atala.
Bless
Seketika pipi Trisya pun memerah bak kepiting
rebus.

59
Tak sampai di situ, Atala terus menjali Trisya
sampai mereka lari-larian, sama seperti dulu. Di
tempat itu juga mereka tertawa lepas, seakan
tumbuh kembali jiwa masa kecilnya.
“Ahh, cukup Ta, gue capek banget, hhhhh” suara
Trisya terengah-engah tetapi masih mampu
tertawa.
“Sama,”
Mereka duduk di bawah pohon yang rindang.
Angin sepoi-sepoi menyapu keringat di tubuh
kedunya.
Trisya memejamkan matanya sebentar. Namun
ketika ia membukan mata, Atala sudah tidak
berada di sampingnya.
“Atala! Lo dimana?”
“Jangan bikin gue takut!” ujarnya sambil melihat
sekelilingnya.
Ia melihat ponsel berada di kursi yang ia duduki
tadi. Itu ponsel milik Atala, berarti ia tidak
meninggalkannya sendirian, tapi dia pergi
kemana?

60
Dari arah belakang Atala membawa beberapa
minuman.
“Nih, minum dulu.” Menyodorkan minum ke
Trisya.
“Thanks, Ta.” Ia langsung meminumnya.
“Sya,” panggil Atala kepada cewek yang sedang
meminum minumannya itu
“Iya?”
“Sebenarnya, gue ngajak lo kesini bukan tanpa
alasan.” Ucapnya sambil memandang kedua
manik coklat milik Trisya.
“Maksud lo?” Tanya Trisya penasaran.
Atala mengeluarkan boneka rajut kecil dari
dalam sakunya.
“Lo, ingat ini nggak?” tanya Atala.
Seketika Trisya mengikat boneka lucu itu.
Tubuhnya lemas, tak percaya ia bisa melihat
boneka itu lagi.
“Da.. da.. dari man.. mana lo dapat boneka ini?”
suaranya lirih terbata-bata.
61
Trisya menatap wajah Atala dalam-dalam. Dan
berkata, “Jangan bilang, lo.." Ucapannya
terhenti.
“Ya, ini gue Ata. Atala Ravandra, dan lo Tisa
kecil gue.” ucapnya menjelaskan.
Seketika mulut Trisya ternganga, air matanya
pun mengalir deras. Ia tak percaya bahwa
sekarang ia bertemu lagi dengan sabahat
kecilnya dulu yang hampir 10 tahun ini ia
nantikan.
Mereka berpelukan erat melepas rindu yang
lama tak tersampaikan.
“Lo beneran Ata gue kan? Hiks..hikss gu..gue
moh..hon jang..an tinggalin gue lagi. Gue gak
mau sendirian Ata.” isakan tangis Trisya dalam
pelukan Atala.
“Iya Tisa, gue janji gak akan ninggalin lo lagi."
Ucap Atala menenangkan. Air matanya pun ikut
menetes.
Cukup lama mereka menghabiskan waktu di
tempat itu. Tak terasa jam sudah menunjukkan

62
pukul 16.30 dan mereka memutuskan untuk
pulang.

63
~°°~
Dear diary
Hari ini aku senang
Karena aku melihat lagi senyumannya dalam jarak
dekat
Bukan hanya tersenyum, bahkan tertawa dan juga
menangis
Harusnya,..
pas ia tertawa, aku ikut tertawa
Bukan malah jatuh cinta lebih dalam seperti ini
Tapi...
Bagaimana bisa aku tidak tersenyum
Bagaimana bisa aku tidak kasmaran
Atala yang ku cari selama ini, kini sudah ada
bersamaku
Meskipun dia hadir sebagai sahabatku
Tapi..
Tatapannya, senyumannya
Sangat membuatku bahagia
Bersama Atala semuanya begitu indah
~°°~

64
Chapter 6

Kejadian Tak Terduga

Di sekolah mereka terlihat semakin dekat.


Bahkan satu sekolah pun mengetahui hal itu.
Banyak siswi yang tidak suka pada Trisya
semenjak ia dekat dengan Atala. Tapi Trisya
tidak memperdulikan hal itu. Lagi pula, ia
sekolah dengan tujuan mencari ilmu, bukan
mencari musuh.
Beberapa hari berlalu. Mentari masih malu-malu
memperlihatkan cahayanya yang indah atau
sepertinya tidak akan ada mentari pagi ini.
Langit pagi yang seharusnya penuh kehangatan
kali ini sangat dingin dan gelap. Tapi itu tak
menyurutkan semangat Trisya untuk pergi ke
sekolah .
Seperti biasa, saat ini Trisya sedang menunggu
angkot untuk pergi ke sekolah .

65
Tiba-tiba saja, ada seorang laki-laki yang datang
tak diundang muncul di hadapannya.
Ia membawa motor sport hitam miliknya,
lengkap dengan seragam sekolah yang diselimuti
jaket kulit.
“Atala?” Tanya Trisya bingung.
Laki-laki itu membuka helmnya, ia tersenyum
manis tepat dihadapan Trisya.
“Atala, kok Lo di sini sih?”
“Kenapa? Gue kan mau jemput sahabat kecil
gue yang cantik ini.” Godanya sambil menaik
turunkan alisnya yang tebal itu.
“Hhhhh..., Pagi-pagi udah gobal aja lo. SMA
Bina Bangsa gak ngelewatin rumah gue kali Ta,
lo jadinya harus muter jauh cuma buat jemput
gue doang.”
“Gapapa lah Sya, apa sih yang gak buat Lo.”
Goda Atala lagi, membuat Trisya semakin salah
tingkah di hadapannya.

66
“Apaan sih, gak jelas banget lo.” Jawab Trisya
tersenyum sambil mengalihkan pandangan dari
Atala.
“Yaudah buruan naik! Ntar telat.”
Di perjalan, mereka berdua saling bercanda
tawa, hingga menarik perhatian pengendara lain
ke arah mereka. Tiba-tiba...
Drett..dret...drettt...
Handphone di saku Atala berbunyi, ia langsung
memelankan motornya dan berhenti sebentar di
pinggir jalan untuk mengangkat telepon itu.
“Halo!”
“Atala, tolongin Kiara hiks..hiks...” Suara dari
teleponnya.
“Oke Tant, aku segera kesana.” Jawab Atala
panik.
“Ata, ada apa? Siapa yang menelepon?” Trisya
ikut cemas.
“Sya, gue minta maaf banget ya, gue ga jadi
anterin lo ke sekolah, soalnya ini ada urusan

67
penting banget.” Jelasnya memberi pengertian
kepada Trisya.
“It's okay, terus lo hari ini gak jadi masuk
sekolah dong?”
“Enggak Sya, hari ini aku akan izin.”
Trisya mengangguk paham. Sebelum
meninggalkan Trisya, Atala mencarikan ojek
online agar Trisya tidak terlambat ke sekolah
dan memastikan keselamatannya terjamin.
Setelah itu, baru ia pergi menemui seseorang
yang menelponnya tadi.
Di perjalanan, terlintas di pikiran Trisya tentang
seseorang yang menelpon Atala tadi. Ia
bertanya-tanya pada dirinya sendiri sipa yang
dimaksud dalam telepon itu dan seberapa
penting orang itu sampai-sampai Atala tidak
masuk ke sekolah.
Keesokan harinya, saat jam pulang sekolah tiba.
Kring ...kring ..kring
Seperti biasa, Trisya dan Rara berbincang-
bincang sambil berjalan ke luar sekolah. Tiba-

68
tiba ada seoarng yang memanggil Trisya dari
belakang.
“Sya, tunggu!!” Panggil Attal dengan suara dari
kejauhan.
Trisya menghentikan langkahnya. Ia menengok
ke sumber suara yang memanggil namanya.
“Hari ini kamu sibuk gak?” Tanya Atala ketika
sudah berada di hadapan Trisya.
“Enggak tuh, ada apa?”
“Gue mau ajak lo pergi ke cafe, sekalian nonton
juga.”
“Enggak deh, lain kali aja ya, aku mau ngerjain
tugas dulu, kan tadi Pak Yanto baru ngasih
tugas, tau sendiri kan tugasnya gak bisa
diganggu gugat kaya keputusan hakim.”
Jelasnya.
“Emmm.. gini aja deh, kita ke cafe ngopi sambil
ngerjain tugas, giamna? Anggap aja ini sebagai
permintaan maaf gue karena kemarin udah
ninggalin lo sendirian ke sekolah.” Mohon Atala
pada Trisya.

69
Sedikit berpikir, kemudian Trisya mengiyakan
ajakan Atala. Mana bisa seorang sahabat
menolak ajakan sahabatnya sendiri?
“Okee. Nanti, gue jemput lo di rumah jam 4
sore.”
Jam 4 Sore di cafe Luxuria ditemani rintik
hujan dengan pemandang kerata api yang
sedang melintas dengan suasana yang dingin,
tapi tidak dengan dua remaja itu. Mereka sangat
dekat, hangat dan akrab, bak sepasang sejoli
yang sedang menikmati dunia berdua.
Drett..drett..drett..
Lagi-lagi suara telpon itu mengentikan
pembicaraan Mereka.
“Halo!“
“.....” suaranya dari sebrang telepon.
Atala menghembuskan nafas kesal. Kenapa
harus dalam keadaan ia bersama Trisya wanita
itu menelponnya lagi.
“Oke, tunggu sebentar, 30 menit lagi saya
sampai.“ Atala mematikan teleponnya berpihak.
70
“Siapa Ta?” Tanya Trisya.
“Maaf banget Sya, ada urusan penting aku harus
pergi dulu. Sekali lagi gue minta maaf.” pergi
meninggalkan Trisya begitu saja.

71
~°°~
Dear Diary
Akhir-akhir ini sikapnya berubah
Aku tidak tau apa yang sedang terjadi padanya
Siapa orang yang sering menghubunginya?
Samar, aku mendengar nama Kiara di ucapkan
Tidak begitu jelas memang
Tapi aku yakin itu namanya
Lalu, siapa dirinya?
Begitu pentingkah dia di hidup Atala?
Tanpa mengucap sepatah katapun
Tanpa menjelaskan siapa orang yang menelponnya
Tanpa memikirkan perasaan ku
Atala meninggalkanku begitu saja
Aku benar-benar tak mengerti
Apa yang terjadi padaku? Apakah aku cemburu?
Apakah aku tak rela jika ada seseorang yang lebih
penting di hidup Atala selain aku?
Tidak, itu tidak mungkin.
~°°~

72
Chapter 7

Stay or Go

Bel istirahat telah berbunyi 5 menit yang lalu.


Trisya masih berada di dalam kelas terduduk di
bangkunya sendiri. Entah kemana sahabatnya
pergi ia tidak peduli. Hari ini begitu panas, ia
menyeka keringat yang ada dipelilisnya, begitu
basah sampai membuatnya mengeluarkan buku
tulis berukuran sedang, lalu mengipas-ngipaskan
buku itu ke arah wajahnya dengan mata tertutup.
Ia menikmati setiap angin yang menyapu
wajahnya.
Tiba-tiba seseorang datang dan langsung
menutup matanya dari belakang.
“Ish, siapa sih?” Selidiknya. Tercium aroma
khas tubuh laki-laki tampan itu.
“Atala ya?“ Ucapnya sambil berusaha melepas
tangan Atala yang menutupi matanya.

73
“Ahh, gak asik lo, masa udah tau duluan.”
mengerucutkan bibir tipisnya.
“Yaelah, udah hafal kali Ta, gue sama bau badan
lo.” Trisya tersenyum.
“Ke kantin yuk!” Ajak Atala dan dibalas dengan
anggukan kepala Trisya tanda menyetujui ajakan
laki-laki itu.
Ting..
Suara notif di ponsel Atala.
Di sepanjang perjalanan menuju kantin, Atala
sibuk dengan ponsel yang ada di genggamannya.
“Ata!“ Panggilnya.
”Hmm,.”
“Siapa sih yang message lo? Gue perhatiin dari
kemarin-kemarin lo sibuk terus.”
Seketika Atala mematikan ponselnya dan
menyimpannya di dalam saku. Ia masih terdiam.
“Lo gak mau cerita gitu sama gue? Lo punya
pacar ya?”

74
“Bukan siapa-siapa Sya, cuma temen lama gue.
Kenapa, lo cemburu ya?” Tanyanya sedikit
meledek.
“Enggak, gue cuma nanya aja.”
Atala mengacak rambut Trisya gemas.
***
Di rumah, Trisya merasa tidak tenang. Pikiran
dan hatinya gelisah. Ia merasa ada yang aneh
pada sikap Atala akhir-akhir ini. Ia memikirkan
cara agar dapat mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi pada laki-laki itu.
Tingg...
Ponsel miliknya berbunyi menandakan pesan
masuk.
Dilihatnya layar ponsel itu bertuliskan,
Rara send a message
Sya, ikut gue ke mall yuk.
Sekalian kita hangout sama temen-temen yang
lain.

75
Gue jemput jam 3 sore.

Trisya melihat jam di mejanya ternyata sudah


menunjukkan pukul 14.23, itu artinya ia bersiap
diri hanya 30 menit. Kebiasaan Rara
mengajaknya keluar secara mendadak. Tak enak
hati ia menolak sahabatnya itu, ia menyetujui
ajakan Rara.
Sesampainya di mall, ia bersenang-senang
dengan teman-temannya. Tiba-tiba, Trisya
terdiam. Pandangannya tertuju pada laki-laki
berambut tebal yang berdiri menuruni eskalator.
Ia menyipitkan matanya, memastikan yang ia
lihat itu benar. Batinnya berbicara, ‘Tidak salah,
itu Atala, tapi siapa cewek yang berjalan di
sampingnya dan menggandeng tangannya itu?
Mereka terlihat seperti sepasang kekasih.'
Seketika pikiran menuntunnya untuk mengikuti
kedua manusia itu. Ia menarik tangan Rara dan
mengajaknya pergi. Ini kesempatan untuk Trisya
membuktikan siapa cewek yang sedang bersama
teman kecilnya itu.

76
Dalam perjalanan, Rara banyak bertanya pada
Trisya apa yang sebenarnya terjadi dan Trisya
pun menceritakannya.
Motor sport berwarna hitam itu berhenti di
depan rumah minimalis yang indah. Mungkin itu
rumah cewek yang sedang bersamanya. Setelah
memasuki rumah, mereka kembali berjalan
keluar. Atala memegang gitar di tangan
kanannya, sedangkan tangan kirinya merangkul
wanita itu.
Sepertinya mereka akan berjalan menuju taman
yang tak jauh dari rumahnya. Trisya dan Rara
turun dari mobil dan melangkahkan kakinya
dengan hati-hati mengikuti Atala dan cewek
yang bersamanya.
Dilihatnya mereka tengah duduk di bangku
taman. Atala menyanyikan lagu pop romantis.
Mereka berdua pun menyanyi bersama-sama.
Melihat pemandangan di depan, Trisya
merasakan dadanya sudah mulai sesak tapi
masih bisa di tahan olehnya. Ia berpikir bahwa
itu temannya dan Atala hanya menemaninya.

77
Trisnya terus memperhatikan apa saja yang
Atala lakukan bersama cewek itu.
“Rav, aku sayang sama kamu, kamu jangan
pergi lagi ya.” Ucap cewek di sebelah Atala
sambil memeluk tubuhnya yang proporsional itu.
Atala tersenyum, dan dibalasnya pelukan itu,
kemudian mengelus rambut cewek di sebelahnya
penuh kasih.
Degg...
Bagai di sambar petir, seketika hatinya hancur
berkeping-keping. Dadanya pun semakin sesak
tak kuasa melihat apa yang sedang terjadi di
hadapannya. Air matanya pun mengalir deras
membasahi pipinya. Rara yang berada di
samping Trisya berusaha menenangkannya.
“Aku juga menyayangimu Kiara.” Ucap Atala
Mendengar kalimat itu keluar dari mulut Atala,
seketika Trisya berlari menjauhi Atala dan
Kiara. Sudah cukup jelas bukti yang ia dapatkan
hari ini. Ia sudah mengetahui semuanya. Trisya
berlari menjauhi tempat itu dengen bercucuran

78
air mata. Tak memperdulikan Rara yang
memanggil namanya. Ia berlari dengan sekuat
tenaga.
"ATALA,, LO JAHAT!!!. Hiks..hikss"
"KENAPA LO GAK BILANG DARI AWAL
KALO LO UDAH SAMA KIARA? KENAPA
LO GAK BILANG SAMA GUE, hikss."
"HARUSNYA LO GAK KEMBALI LAGI
DALAM KEHIDUPAN GUE. GUE BENCI LO
ATALA. GUE BENCI!!!”
Entah bagaimana itu terjadi, ia rasa semesta pun
ikut merasakan kesedihannya. Hujan turun
begitu derasnya membuat dirinya tak terlihat
sedang menangis.
Atala POV
“Aku juga menyayangimu Kiara, tapi kita gak
bisa bersama. Gue..” Ucapannya terhenti.
“TRISYA!!! TUNGGU!!” Teriak Rara.
Mendengar nama itu, seketika Atala menolehkan
kepalanya. Ia melihat Rara berdiri tak jauh dari

79
mereka dan dilihatnya Trisya sudah berlari
dengen kencang. Ada apa ini?
Rara hendak mengusul Trisya, naman
langkahnya terhenti saat Atala memanggilnya. Ia
menghampiri Rara meninggalkan cewek di
sebelahnya.
“Ra, Trisya kenapa?”
“LO MASIH NANYA DIA KENAPA? HATI
LO DIMANA? PUNYA PERASAANKAN?
HARUSNYA LO TUH BISA MIKIR ATALA
RAVANDRA.”
“Maksud lo apa?”
“TRISYA SAYANG SAMA LO DARI KECIL
TA. DIA SENENG, LO KEMBALI LAGI.
TAPI, SEKARANG LO SERING NINGGALIN
DIA, TADI TRISYA LIHAT LO DI MALL
SAMA CEWEK. DIA MINTA TOLONG GUE
BUAT IKUTIN LO. DAN AKHIRNYA
SEMUANYA TERUNGKAP. LO UDAH
SAMA CEWEK LO ITU. PUAS LO UDAH
NYAKITIN SABAHAT GUE. INI TERAKHIR
YA, GUE MINTA LO JAUH-JAUH DARI

80
TRISYA, DAN LO URUSIN CEWEK LO
ITU!!”
”Lo sama Trisya salah paham Ra, gue bisa
jelasin semuanya.”
“Percuma, gue sama Trisya gak bakal dengerin
lo.” Berjalan meninggalkan Atala.
”Ra, tungguin gue!”
Langkah Atala terhenti ketika Kiara memegang
tangannya.
“Ki stop, gue bukan pacar lo, dan perlu gue
tekanan gue sayang sama lo karena gue peduli
sama lo dan gue ngasih perhatian ke elo cuma
karena gue kasihan lihat lo. Jadi stop nahan
gue.”
“Ta...tap.. tapii...”
“AARRGGGHHHHH.... TERSERAH LO!”
Melepas genggaman tangan Kiara dengan kasar.

81
***
Tepat di hari itu, Trisya mengalami kecelakaan,
kondisinya pun kritis dan tak sadarkan diri
sampai saat ini. Atala merasa menyesal ia tak
mengungkapkan perasaannya kepada Trisya dari
awal.

82
~°°~
Dear Diary
Perasaan macam apa ini?
Aku bukan siapa-siapa nya
Aku hanya teman masa kecilnya
Lalu mengapa dadaku terasa sakit kala
melihatnya bersama wanita lain?
Apakah aku mencintainya?
Atala
Hadirmu mewarnai hari-hari ku
Namun, sering berjalannya waktu
Hadirmu membawa luka untukku
Apakah aku pantas mempertahankan rasa ini?
Ya, rasa cinta yang begitu dalam pada mu
~°°~

83
koda

“Jangan pernah berharap lebih dengan


seseorang, karenah seseorang akan berubah
kapanpun ia mau. Sejatinya cinta sejati akan
datang dan menjaga kita baik itu denagan
sikapnya maupun lisannya. Kita tidak perlu
mencari tahu sesuatu yang pada akhirnya
membuat kita mersakan kecewa. Dan pada
akhirnya kita harus merlakannya setelah rasa
kekecwaan atau menyesal ini datang dengan
tidak sengaja  “

84
biografi penulis

Era Nafiatus Zahro


adalah namaku .Lahir
di Tulungagung, 06
April 2004 .Aku
adalah putri tunggal
dari pasangan Mustofa
dan Maratus
Solikah .Ayahku
bekerja sebagai
seorang sopir ,
sedangkan ibuku
bekerja sebagai
seorang penjahit .
Aku telah mengenyam pendidikan di MI PSM
Talunkulon, Bandung, Tulungagung . Kemudian
melanjutkan di SMP Negeri 2 Bandung dan
sekarang aku sedang duduk di bangku SMA
Negeri 1 Pakel kelas XII semester ganjil.
Hobiku membaca dan bernyanyi . Membaca
novel tak hanya sekedar mengisinya waktu
luangku namun dengan membacanya dapat
mengisi kekosongan hatiku. Membaca
khususnya novel merupakan
kebiasaanku.Namun ,untuk menulis novel ,ini
adalah pengalaman pertamaku .
Pandangan hidup saya yaitu
“ Cinta mungkin terkadang membuatmu rapuh,
tetapi berterima kasihlah kepadanya, karena
cinta darinya bisa membuatmu lebih kuat dari
sebelumnya.”

ii
Selvia Intan
Marantika adalah
nama sayaku. Aku
lahir di
Tulungagung ,27
Juni 2003. Aku
adalah Putri kedua
dari pasangan
Suyaji dan Martiani,
mereka adalah
seorang wiraswasta.

Aku mempunyai kakak bernama Nanang


Widodo, silih umurku dengannya 13tahun dan
sekarang dia sudah berumur tangga.
Aku lulusan dari SDN 2 Bangunmulyo, Pakel,
Tulungagung kemudian melanjutkan di SMPN 1
Bandung, Tulungagung dan sekarang saya
adalah siswi kelas XII di SMAN 1 Pakel
Tulungagung

iii
Jangan tanya soal hobi, karena aku bingung
dengan hobiku. Tapi aku sangat suka memasak,
juga travelling.
Novel adalah suatu hal yang tidak begitu asing
bagiku. Aku sangat suka membaca novel,
apalagi yang berbau fantasi dan juga romantis.
Aku sering menulis novel yang terinspirasi dari
kisah hidupku.
Pandangan hidupku adalah
“Bahagia itu bukan berarti melihat diri sendiri
tersenyum, tetapi bagaimana kita dapat melihat
orang lain tersenyum karena kebaikan kita.”

iv
Namaku Lutfira
Shofa Miftakhul
Jannah . Lahir di
Tulungagung,25
Mei 2003 . Aku
adalah anak
tunggal dari
pasangan Sutrisno
dan Wiwik
Winarsih .kedua
orang tuaku
berprofesi sebagai
seorang wiraswasta
.

Aku telah lulus dari SDN 2 Tamban,Pakel ,


Tulungagung dan SMPN 2 Campurdarat,
Tulungagung.Sekarang aku sedang mengenyam
pendidikan di SMAN 1 Pakel kelas XII .
Aku adalah pecinta kuliner dan penikmat
keindahan alam ,aku sering berkunjung ke

v
pantai untuk menghibur jikalua pikiran ku
sedang suntuk.
Aku tidak begitu mengerti dalam penulisan
novel ,bahkan membaca novel saj merupakan
hal asing bagiku .namun ternyata menulis novel
sangat menyenangkan dan bisa membawa aku
ikut dalma alur ceritanya.
Pandangan hidup saya adalah
“Jangan biarkan hatimu berlarut-larut dalam
kesedihan atas masa lalu, atau itu akan
membuatmu
tidak akan pernah
siap untuk
menghadapi apa
yang akan
terjadi.”

Namaku Dhanang
Abimanyu.Lahir di
Tulungagung ,06
Juli 2002.

vi
Aku adalah putra kedua dari dua bersaudara
yang lahir dari pasangan Mahmudi dan Nining
Tisnasari .Ayahku bekerja sebagai ojek online
sedangkan ibuku adalah seorang pedagang .
Kakakku bernama Gilbert Dany Nafiri, Umurnya
28 tahun, dia mempunyai usaha di bidang IT
yaitu menjual laptop.
Aku lulusan dari SDN 2 Pelem , Campurdarat ,
Tulungagung dan SMPN 1 Campurdarat
Tulungagung .aku sekarang bersekolah di SMAN
1 Pakel kelas XII .
Hobi saya adalah bermain sepak bola dan voli
Aku kurang mengikuti di dunia pernovelan
.namun aku sangat senang diberi kesempatan
Untuk bisa ikut serta dalam penulisan novel ini .
Pandangan hidup saya yaitu
“Kunci sukses tak hanya berusaha keras.namun
kita harus yakin pada diri sendiri dan dapat
mengatasi keraguan atau ketakutan.”

vii

Anda mungkin juga menyukai