Anda di halaman 1dari 13

Rinduku Kenanganku

oleh: Rica Okta Yunarweti

Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin sore membuat daun-daun kecil
berguguran di pinggir danau dan menyilaukan pandanganku pada secarik kertas di depanku. Hari-
hariku terasa menyenangkan dengan sebuah kuas yang terukir namaku Diana. Yah, boleh dikatakan
aku gemar melukis di tempat-tempat yang menurutku indah dan tenang. Apalagi dengan seorang
sahabat, membuat hidupku lebih berarti.
Dari kejauhan terdengar alunan biola nan merdu semakin mendekati gendang telingaku.
Alunan merdu itu membuatku semakin penasaran.
Ya sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja
Dengan rasa penasaran, aku sambil mengemas peralatan lukisku dan mengendarau sepeda
menyusuri jalan komplek rumahku yang berbukit dan rindangnya pepohonan sepanjang jalan di
bawah cahaya mentari yang mulai redup.

***
Pulang petang menjadi hal yang biasa bagi Lintang. Seorang gadis tomboy berambut hitam panjang
yang selalu di kuncir ke atas. Dia selalu bermain basket di bawah rumah pohonnya, letaknya di
samping danau yang airnya tenang, setelah pulang dari les. Dengan mengusap keringat di pipinya dia
bergegas menyusuri komplek rumahnya dengan perasaantakut karena selalu pulang telat.
Pada waktu yang bersamaan, Diana meletakkan sepedanya ke garasi dan melihat Lintang.
Lintang,, Lintang,, dari mana saja kamu?
Aku mencarimu! Kata Diana
Aku main basket di tempat biasa, di bawah rumah pohon. Maaf, udah buatmu khawatir.
Entahlah. Sudah dulu ya, bau banget nih.
Huuhh,, dasar cewek gadungan, aku dicuekin lagi! Kesal Diana
Dengan rasa kesal, gadis itu pun masuk ke kamar khayalannya. Meletakkan peralatan
lukisnya di sudut ruangan dekat lemari kaca yang penuh dengan boneka kucing dan patung kecil yang
terbuat dari tanah liat. Ia selalu menatap lukisan sunset yang di belakang pintu kamarnya. Ketika
melihat itu, ia merasakan tenangnya dunia di laut lepas.

***
Lintang segera membersihkan dirinya karena takut ibunya marah. Ibunya pun heran melihat
tingkah anak semata wayangnya itu. Sifat keras kepala Lintang yang biasanya tampak, namun kala itu
hati tomboynya bisa luluh dengan rasa bersalahnya. Ketika ia duduk di atas kursi yang tinggi sambil
mengamati indahnya malam. Tiba-tiba ia merasakan sakit pada badannya, perutnya nyeri dan
nafasnya terasa sesak. Lintang bingung dengan apa yang dia rasakan dan tiba-tiba ia terjatuh dari
kursi tingginya, mencoba mengendalikan diri untuk bangkit ke tempat tidur dan beristirahat.

***
Teriknya mentari dan angin sepoi-sepoi yang dirasakan di bawah pohon nan rindang,
membuat siswi SMA ini hanyut dalam omajinasi. Khayalan yang sungguh nyata membawa ia larut
dalam impian.
Hai Diana, asyik bener nih melukisnya, lihat dong. Pasti lagi gambar aku kan? Kejut
Lintang
Hmm,, ngapain juga aku gambar kamu. Seperti gak ada objek lain aja yang lebih bagus..
hahahha..
Mereka begitu asyik bercanda tanpa menghiraukan teman yang lain di sekitarnya yang
merasa kebisingan karena tingkah mereka yang sungguh beda dengan siswi lainnya. Dan anak-anak
yang lain sebaliknya sudah merasa biasa dengan sikap mereka itu.
Aku mau cerita..tapi.(serius Lintang_
Cerita ajaada apa? ( menatap Lintang kebingungan)
Tiba-tiba, Lintang terjatuh. Kata-kata yang ingin ia bicarakan tidak mampu terucap.
Kepanikan gadis seni ini sungguh luar biasa. Ketika di ruang UKS, Lintang terbaring tak berdaya.
Diana berlari menyusuri kelas dan mencari telepon di sekolahnya. Untuk memberi kabar pada orang
tua Lintang dan membawanya ke rumah sakit..
Aku ada di mana? Ada apa denganku? ( sadar Lintang)
Kamu ada di rumah sakit. Kamu tadi pingsan di taman belakang sekolah. Kamu nggak apa-
apa kan? (khawatir Diana)
Aku sakit apa? Mana ayah?
Dokter masih belum memberitahukan pasti penyakitmu. Ayahmu masih dalam perjalanan.
Bersabarlah sebentar. Cepat sembuh ya,, biar sore ini kita bisa belajar bareng, kan kamu udah janji
kemaren.
Mungkinkah penyakitku itu serius?ahh, jangan berpiir gitu, kamu pasti sembuh.
Semangatlah, aku akan ada di sampingmu..
Sudah, sekolah sana. Biar pintar, dan bisa membalap rangkingku. Hhaha
Iihh,, kamu. Calon ilmuan gini diejekin. Pasti dong aku bisa. Hhehe
Ya deh,, buktikan ke aku ya nanti.
Iya, pasti. Suatu saat kita akn merayakan keberhasilan kita. Aku ke sekolah dulu ya.!
Sebentar lagi, orangtuamu juga akan ke sini. Bye !!
Bye.. Hati-hati ya Diana. Thanks!"

***
Jalan lorong sekolah tampak sepi, hanya ada seorang gadis berambut hitam pendek duduk
di depan kelas musik sambil membawa biola dengan wajah yang tampak murung, Diana segera
menghampirinya.
Hai, kenapa kamu sendiri? Nggak masuk kelas? Tanya Diana heran
Hmm, aku.. aku.. mau sendiri di sini aja.
Jangan seperti anak kecil, ayolah masuk. Tapi, apa yang membuatmu sedih? penuh heran
Tadi, ketika ada pemilihan bakat pemain biola, aku ada kesalahan memainkan nada,
sampai-sampai alunannya nggak enak didengar. Mereka menertawakanku, padahal aku baru saja
pindah ke sekolah ini jadi aku masih belum pandai memainkan alat musik seperti biola ini..
Kamu sudah hebat kok, kamu bisa memainkan alat musik kesukaanku, dan aku aku
hanya bisa menggambarnya. Yang penting, tetap berjuang!! Daah..aku ke kelas dulu ya..
Thengs.. siapa namamu?
Diana!" Teriaknya.. (sambil berlari)
Nafas yang terengah-engah membasahi wajah gadis lembut nan periang itu. Diana segera
masuk ke kelas lukisnya yang sudah mulai belajar. Sambil menyapu keringatnya, teringat sahabatnya
yang terbaring lemah.
(Mungkinkah kami akan terus bersama?) dalam hatinya berkata.
Ibu Tari masuk ke kelas tiba-tiba. Meihat Diana yang sedang melamun segera
menghampirinya.
Diana, kenapa kamu?
Ohh.. Ibu. nggak apa-apa bu.
Kamu bohong, da masalah ya? Tidak biasanya kamu seperti ini!
Ii..ia bu.
Memangnya ada apa, sampai-sampai mengganggu pikiranmu seperti ini?
Sahabatku, Lintang. Dia masuk rumah sakit dan sepertinya penyakitnya parah.
Ohh,, Lintang ya. Gimana kalau sepulang sekolah kita menjenguknya ajak bu Tari
Ibu mau menjenguknya?
Iya,, nggak apa-apa kan?
I..ya. nggak masalah. Semangat Diana
Ibu Tari adalah guru yang paling disukai banyak siswa. Tak kadang banyak siswa yang
curhat. Beliau memiliki jiwa keibuan, walaupun beliau belum menikah. Beliau sangat perhatian dan
mengerti perasaan orang lain.
Ibu Tari memberi semangat Diana, membuat ia semangat pula bertemu Lintang. Ia
menyelesaikan lukisan pemandangan dengan kuas kesayangannya. Kali ini, ia mendapat pujian dari
teman-teman dan bu Tari. Sampai-sampai lukisannya akan diikutkan dalam pameran lukisan.
Lukisannya menggambarkan eorang gadis berkerudung duduk di atas tebing tinggi yang dihantam
ombak di tepi pantai. Lukisan itu pun dihiasi pantulan sinar matahari di penghujung hari. Gambarnya
begitu nyata, dan membawa dalam khayalan. Diana dan bu Tari pun berangkat menjenguk Lintang.
Hanya mereka berdua yang masih berada di sekolah. Tak heran, suara mereka menggema ketika
lewat lorong sekolah. Diana melepas pandangannya ke arah taman di samping lapangan basket. Ia
sempat kaget ada seorang gadis duduk di atas potongan pohon. Ketika ia hampiri, ternyata gadis biola
itu.
Hai, belum pulang?" Sapa Diana
Hmmn. Belum Diana
Ngapain kamu sendiri di sini, Zy? Sahut bu Tari
Lho, ibu kenal dia? sahut Diana
Uta, ibu kan juga mengajar kelas musik. JadI ibu kenal Lizy
Ohh, namamu Lizy ya?
Iya,, ibu mau ke mana, kok sama Diana?
Ibu sama Diana mau ke rumah sakit, jenguk sahabatnya Diana. Kamu mau ikut?
Ya,, boleh. Ayo! Panasnya terik matahari sudah mulai membakar kulit nih.. ajak Lizy
Hhhhaha. Sambung Diana

***
Diana meletakkan sekeranjang buah yang di bawanya. Kebetulan, kapten tim basket
mereka juga jenguk Lintang. Rasa tak percaya meliputi kedua sahabat ini. Dalam keadaan yang tak
mudah untuk mereka bersenda gurau. Padahal, rame kan, semuanya pada kumpul.
Bagaimana keadaanmu? kejut Lizy
Ya, lumayan lah, agak mendingan. Dengan suara datar sambil menunduk.
Lintang mengangkat kepalanya, dan. Haahh,, Lizy! teriaknya
Bagaimana bisa kamu di sini Zy?
Syukurlah. Tadi aku diajak bu Tari dan Diana. Dan ternyata, yang terbaring saat ini adalah
sahabatku.
Sebenarnya, kamu sakit apa sih? sambung Diana
a..ku, sakit Leukimia..
Semuanya tercengang, tak ada seorang pun yang berani memulai pembicaraan. Termasuk
kapten basket Deva yang langsung terdiam ketika ia memainkan dasinya..
Kalian tak usah khawatir, di sisa umurku ini aku tak akan membuat kalian kecewa
Jangan bilang begitu, yakinlah kamu masih bisa bermain basket lagi.. sahut Deva
Yaa, teruslah bersemangat. Siapa yang tahu kan takdir Tuhan. Semoga kamu cepat
sembuh. Sambung bu Tari
( Lintang terharu mengingat dan menyimpan momen ini. Ia memejamkan matanya hingga
butiran air menetes di pipinya). Semuanya merasa iba padanya, khususnya Deva teman basketnya
yang justru tidak mau kehilangan main lawannya walaupun Diana dan Lizy merasakan halyang sama
dengannya. Bu Tari memulai pembicaraan setelah semuanya membeku.
Hari mulai sore nih, kalian semua masih belum ada yang mau pulang?
Belum bu, sebentar lagi. Jawab mereka serempak.
Ya sudah, ibu pulang duluan. Cepat sembuh, ya Lintang. Jangan patah semangat, kasihan
sahabat dan tim basketmu, pasti mengkhawatirkanmu. Asalamualaikum kata bu Tari
walaikumsallam.. Iya bu, makasih. Hati-hati ya bu..
Suasana berubah menjadi hening kembali..
Aku tak ingin kehilanganmu, Lintang. Selalu ingat kata-kataku" (bisik Diana)
Kamu-Sahabat_Terbaikku mereka serempak.
Hari ini terasa cukup singkat. Membawa mereka dalam canda tawa dan kerinduan. Diana
dan Lizy segera pulang membawakabar perih dan memandang dengan rasa tak percaya. Diana
teringat akan lukisannya. Di dalam hatinya dia ingin menjual lukisan itu untuk biaya Lintang. Ia
merasa iba melihat orang tua Lintang pergi bolak balik mencari uang.
Diana, ada apa denganmu? kejut Lintang
Tidak, kami harus pulang. Hari sudah mulai gelap nih
ohh, ya. Besok mungkin aku sudah diperbolehkan pulang jika kondisiku stabil
Cepat sembuh, ya

***
Di depan lukisannya, Diana duduk termenung sambil menulis di buku diarynya.

Malam ku sepi..
Tak sanggup ku mengungkapkan
Air mata membendung di kelopak mataku..
Walaupun aku tertawa, tapi aku tetap merasakan bila hati ini menangis melihat nya tersenyum.
Jika Engkau mengizinkan. Takkan ku biarkan ia terbelenggu
Kamu_sahabat_Terbaikku

Ia simpan buku diarynya di tumpukkan buku pelajarannya. Diana memikirkan solusi untuk
membantu Lintang. Iameluangkan waktu untuk melukis sebanyak-banyaknya untuk di jual tanpa
sepengetahuan Lintang. Lizy yang baru dikenalnya juga turut membantu. Tak heran, ibunya Diana tiap
hari selalu menyiapkan keperluanlukisnya. Malam semakin larut, Lizy yang juga tampak terlihat lelah
memutuskan untuk menginap. Mereka terbaring di tempat tidur, namun tak ada salah satu dari
mereka yang tertidur.mereka sama-sama ingin merencanakan sesuatu.

3 hari kemudian

Pohon-pohon yang menjulang tinggi disinari matahari yang masuk dicelah-celah dedaunan
yang rindang. Diana dan Lizy sengaja membawa Lintang ke danau. Diana menggelar tikar, menyusun
makanan, peralatan lukis, dan tempat mereka duduk. Sedangkan Lizy bersiap-siap di atas rumah
pohon sambil memegang biola kesayangnnya. Namun dengan Lintang, ia justru merasa kebingungan
dengan kedua temannya itu, sambil mengikik heran melihatnya.
Diana memulai dengan memukul kedua kuasnya menandakan Lizy yang memainkan alunan
biola yang merdu dengan lagu berjudul semua tentang kita sambil bernyanyi.

Waktu terasa semakin berlalu


Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Teringat di saat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita

Ada cerita tentang aku dan dia


Dan kita bersama saat duu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kitaberduka saat kita tertawa
Ketika lagunya selesai, tiba-tiba mereka semua terdiam sejenak. Suasana seperti di
pemakaman, sepi, sunyi, hening, hanya hembusan angin yang terdengar. Diana membuka
pembicaraan.
Dan aku baru ingat. Dulu ketika aku melukis sendiri di sini aku kagum dan penasaran siapa
yang memainkan biola ternyata itu kamu, Lizy!
Iya,, tengs. Aku sengaja memainkannya karena semenjak aku tinggal di sini aku sangat
kesepian. Dan ketika aku menemukan tempat indah ini, setiap sore di waktu luangku, aku bermain
biola. Kebetulan, aku melihat seorang gadis sedang melukis.
waah.. kalian sungguh hebat! Aku juga kagum pada kalian, kalian sendiri yang membuat
acara ini dan kalian juga yang mendapatkan kejutan. Ketika pertama kali bertemu Diana, aku juga
kagum atas sikapmu yang selalu memperdulikan teman-temanmu. Jika aku pergi nanti jangan
lupakan persahabatan kita ini ya..
Ah, kalian ini selalu membuatku GR. Tapi makasih ya atas pujiannya.ku yakin, kalian juga
mempunyai keistimewaan masing-masing. Dan kamu Lintang, si cewek gadungan. Masa jiwa
tomboymu yang tegar dipatahkan dengan adanya penyakit ini. Justru dengan ini kamu bisa bertambah
tegar yang tahan bantingan.. hahaha.
Emang aku bola, tahan bantingan. Hahaha! Ketus Lintang
Diana tak ingin membuat hati teman-temannya terluka, ia selalu mencoba untuk tersenyum
walau di hatinya sangat mengganjal. Tak lupa, Diana melukis simbol persahabatan mereka LiDiZy.
Dari kejauhan Deva sedang bersepeda mengitari danau, melihat tingkah mereka yang terlihat
ekspresif dan penuh canda tawa. Tapa berpikir panjang, ia menghampiri ketiga cewek itu sambil
membawa gitarnya dan langsung duduk di tikar.
Eh, kamu. Udah minta izin dengan yang punya belum? Sembarangan aja duduk. Judes
Diana
Kok gitu, sih Diana. Nggak apa-apa kok. Bela Lintang
Coba deh kalian lihat, dia mau ngehancurin acara kita. Sebel Diana
Eh kamu, bagai ratu aja. Lintang aja nggak keganggu. Sekali-sekali dong aku ikut gabung.
Kan jarang-jarang bisa dekat sama cowok popular di sekolah. hitung-hitung kesempatan buat kalian.
Ya sudah, cukup. Kita nyanyi bareng lagi yuk. Lerai Lizy
Eh, ganti dong simbolnya jadi(berpikir sejenak) LiDiZyVa kan lebih keren! sahut Deva
Ah, kamu ini ada-ada saja. Semoga masih ada ruang untuk menulis namamu ya.. hahaha
hhuuhh
Seharian mereka jalani untuk menghibur Lintang. Walaupun diantara mereka baru saling
mengenal, tapi mereka seperti mempunyai kekuatan magnet. Hari-hari mereka selalu bersama.

***
Waktu yang tepat ditemukan Diana dan Lizy untuk menjalani rencana kedua mereka.
Mereka sudah mengatur strategi agar lukisan Diana laku terjual. Hampir 2 minggu penuh mereka
meluangkan waktu untuk menjualnya. Uang yang terkumpul lumayan banyak, dan segera mereka
berikan pada orang tua Lintang tanpa sepengetahuan Lintang. Deva yang biasanya sibuk dengan tim
basketnya, akhirnya ikut membantu juga.
Di waktu yang bersamaan mereka datang ke rumah Lintang secara tersembunyi, mereka
melihat Lintang kesakitan sambil memegang perutnya. Kekhawatiran mereka tak dapat dibendung.
Mereka segera membawa Lintang ke rumah sakit dan memberitahukan orang tuanya. Mengingat
Lintang adalah anak semata wayang orang tuanya.
Ternyata, penyakitnya bertambah parah. Sebenarnya, Lintang pulang dari rumah sakit
karena keterbatasan biaya. Uang yang mereka dapatkan tidak cukup untuk membiayai semua
pengobatan Lintang. Di tambah lagi ayah Lintang yang hanya memiliki tabungan seadanya, itu pun
telah habis digunakan. Terpaksa, Lintang hanya bisa di opname tanpa harus membeli semua obat
yang diperlukan.
***
Setiap lorong sekolah kelas X ramai dipenuhi siswi yang mendengar kabar mengenai
Lintang. Anak yang tomboy dan disenangi banyak orang.
Hai, Diana, Lizy. Gimana keadaan Lintang? Apa dia membaik? Kapan kalian mau
menjenguknya lagi? (pertanyaan runtun dari Deva)
Hello Deva, kalau nanya satu-satu dong. Kamu bukan mau wawancara kan? jawab Diana
Emang, kami orang tuanya? Kami juga belum tahu keadaannya. Ayo kita jenguk aja sama-
sama pulang sekolah tegas Lizy
Bunyi bel panjang bertanda telah berakhir jam pelajaran. Hujan yang tampak lebat,
membuat para siswa harus menunggu sampai hujan reda. Tiba-tiba handphone Deva berbunyi,
padahal peraturan sekolah dilarang membawa handphone, suara di seberang membawa berita buruk.
Hujan yang lebat tak mereka perdulikan. Mereka lari basah-basahan menuju rumah sakit
sambil menangis terisak-isak. Mereka sangat khawatir dan tak percaya bahwa kabar itu memang
benar nyata. Sahabat mereka Lintang meninggal dunia. Nyawanya tak dapat tertolong lagi karena
penyakitnya semakin hari semakin parah. Orang tua Lintang merasa kehilangan dan terpukul, namun
semua adalah kehendak-Nya. Orang tua Lintang juga sangat berterima kasih pada Lizy, Diana, dan
Deva. Menganggap mereka sebagai anaknya.

***

Tak sempat ku berikan


Tak sempat ku sampaikan
_LiDiZyVa_

Kalimat itu selalu melintas dipikiran Diana. Begitu pula Lizy dan Deva. Kerasa tak percaya, kehilangan,
kerinduan, tersirat dibenak mereka. Mereka termenung di tepi danau sambil menyanyikan lagu
Semua Tentang Kita yang biasa mereka nyanyikan.

Waktu terasa semakin berlalu


Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati

Belum sempat lagu itu dinyanyikan, butiran air mata membasahi di pipi ketiganya. Orang tua Lintang
tiba-tiba dating dan ikut duduk di antara mereka. Memberikan semangat pada Lizy, Diana dan Deva
bahwa masa depan mereka juga menjadi kebanggaan orang tua angkat mereka. Ibu Lintang tiba-tiba
menyerahkan secarik kertas berwarna biru yang bergambar bunga. Tangan Deva bergetar ketika
memegang kertas itu. Rasa penasaran membuat ia segera membuka dan membacanya seperti sedang
lomba baca puisi.

Sahabatku impianku
Cita-citaku imajinasiku
Bukan hal yang salah memiliki mimpi
Bukan hal yang salah mempunyai tujuan
Tujuan seperti sinar
Kesana lah kita berlari
Dan untuk itulsh kita hidup
Tapi, terkadang sinarnya terlalu menyilaukan
Membuat kita sulit melihat
Sehingga tiba suatu saat kita harus sejenak berhenti
Untuk menghindari sinar yang ada pada kita sendiri
Waahh, sungguh bersemangatnya dia. Aku piker karena fisiknya lemah, jiwanya akan
goyah. Tapi aku salah. Hebat!! Puji Diana. Sambil melanjutkan lukisannya.
Iya..sambung Lizy sambil meneteskan air mata.
Suasana menjadi hening kembali. Kemudian Diana berteriak girang sambil meneteskan
butiran air mata yang melintas di pipinya.
Lukisan dengan simbol LiDiZyVa akhirnya selesai
Waahh..keren.!
Mereka menatap terpesona lukisan yang melambangkan persahabatan ini yang terlihat
indah karena di sekitar tulisan itu ada gambar wajah mereka masing-masing. Di danau inilah sejarah
persahabatanku. Dan tempat inilah aku dan sahabatku berbagi walau hanya sekedar untuk
mengenang Lintang.

SELESAI

RINDUKU KENANGANKU
oleh: Rica Okta Yunarweti

Cahaya keemasan matahari dan hembusan angin sore membuat daun-daun kecil
berguguran di pinggir danau dan menyilaukan pandanganku pada secarik kertas di depanku. Hari-
hariku terasa menyenangkan dengan sebuah kuas yang terukir namaku Diana. Yah, boleh dikatakan
aku gemar melukis di tempat-tempat yang menurutku indah dan tenang. Apalagi dengan seorang
sahabat, membuat hidupku lebih berarti.
Dari kejauhan terdengar alunan biola nan merdu semakin mendekati gendang telingaku.
Alunan merdu itu membuatku semakin penasaran.
Ya sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja
Dengan rasa penasaran, aku sambil mengemas peralatan lukisku dan mengendarau sepeda
menyusuri jalan komplek rumahku yang berbukit dan rindangnya pepohonan sepanjang jalan di
bawah cahaya mentari yang mulai redup.

***
Pulang petang menjadi hal yang biasa bagi Lintang. Seorang gadis tomboy berambut hitam panjang
yang selalu di kuncir ke atas. Dia selalu bermain basket di bawah rumah pohonnya, letaknya di
samping danau yang airnya tenang, setelah pulang dari les. Dengan mengusap keringat di pipinya dia
bergegas menyusuri komplek rumahnya dengan perasaantakut karena selalu pulang telat.
Pada waktu yang bersamaan, Diana meletakkan sepedanya ke garasi dan melihat Lintang.
Lintang,, Lintang,, dari mana saja kamu?
Aku mencarimu! Kata Diana
Aku main basket di tempat biasa, di bawah rumah pohon. Maaf, udah buatmu khawatir.
Entahlah. Sudah dulu ya, bau banget nih.
Huuhh,, dasar cewek gadungan, aku dicuekin lagi! Kesal Diana
Dengan rasa kesal, gadis itu pun masuk ke kamar khayalannya. Meletakkan peralatan
lukisnya di sudut ruangan dekat lemari kaca yang penuh dengan boneka kucing dan patung kecil yang
terbuat dari tanah liat. Ia selalu menatap lukisan sunset yang di belakang pintu kamarnya. Ketika
melihat itu, ia merasakan tenangnya dunia di laut lepas.

***
Lintang segera membersihkan dirinya karena takut ibunya marah. Ibunya pun heran melihat
tingkah anak semata wayangnya itu. Sifat keras kepala Lintang yang biasanya tampak, namun kala itu
hati tomboynya bisa luluh dengan rasa bersalahnya. Ketika ia duduk di atas kursi yang tinggi sambil
mengamati indahnya malam. Tiba-tiba ia merasakan sakit pada badannya, perutnya nyeri dan
nafasnya terasa sesak. Lintang bingung dengan apa yang dia rasakan dan tiba-tiba ia terjatuh dari
kursi tingginya, mencoba mengendalikan diri untuk bangkit ke tempat tidur dan beristirahat.

***
Teriknya mentari dan angin sepoi-sepoi yang dirasakan di bawah pohon nan rindang,
membuat siswi SMA ini hanyut dalam omajinasi. Khayalan yang sungguh nyata membawa ia larut
dalam impian.
Hai Diana, asyik bener nih melukisnya, lihat dong. Pasti lagi gambar aku kan? Kejut
Lintang
Hmm,, ngapain juga aku gambar kamu. Seperti gak ada objek lain aja yang lebih bagus..
hahahha..
Mereka begitu asyik bercanda tanpa menghiraukan teman yang lain di sekitarnya yang
merasa kebisingan karena tingkah mereka yang sungguh beda dengan siswi lainnya. Dan anak-anak
yang lain sebaliknya sudah merasa biasa dengan sikap mereka itu.
Aku mau cerita..tapi.(serius Lintang_
Cerita ajaada apa? ( menatap Lintang kebingungan)
Tiba-tiba, Lintang terjatuh. Kata-kata yang ingin ia bicarakan tidak mampu terucap.
Kepanikan gadis seni ini sungguh luar biasa. Ketika di ruang UKS, Lintang terbaring tak berdaya.
Diana berlari menyusuri kelas dan mencari telepon di sekolahnya. Untuk memberi kabar pada orang
tua Lintang dan membawanya ke rumah sakit..
Aku ada di mana? Ada apa denganku? ( sadar Lintang)
Kamu ada di rumah sakit. Kamu tadi pingsan di taman belakang sekolah. Kamu nggak apa-
apa kan? (khawatir Diana)
Aku sakit apa? Mana ayah?
Dokter masih belum memberitahukan pasti penyakitmu. Ayahmu masih dalam perjalanan.
Bersabarlah sebentar. Cepat sembuh ya,, biar sore ini kita bisa belajar bareng, kan kamu udah janji
kemaren.
Mungkinkah penyakitku itu serius?ahh, jangan berpiir gitu, kamu pasti sembuh.
Semangatlah, aku akan ada di sampingmu..
Sudah, sekolah sana. Biar pintar, dan bisa membalap rangkingku. Hhaha
Iihh,, kamu. Calon ilmuan gini diejekin. Pasti dong aku bisa. Hhehe
Ya deh,, buktikan ke aku ya nanti.
Iya, pasti. Suatu saat kita akn merayakan keberhasilan kita. Aku ke sekolah dulu ya.!
Sebentar lagi, orangtuamu juga akan ke sini. Bye !!
Bye.. Hati-hati ya Diana. Thanks!"

***
Jalan lorong sekolah tampak sepi, hanya ada seorang gadis berambut hitam pendek duduk
di depan kelas musik sambil membawa biola dengan wajah yang tampak murung, Diana segera
menghampirinya.
Hai, kenapa kamu sendiri? Nggak masuk kelas? Tanya Diana heran
Hmm, aku.. aku.. mau sendiri di sini aja.
Jangan seperti anak kecil, ayolah masuk. Tapi, apa yang membuatmu sedih? penuh heran
Tadi, ketika ada pemilihan bakat pemain biola, aku ada kesalahan memainkan nada,
sampai-sampai alunannya nggak enak didengar. Mereka menertawakanku, padahal aku baru saja
pindah ke sekolah ini jadi aku masih belum pandai memainkan alat musik seperti biola ini..
Kamu sudah hebat kok, kamu bisa memainkan alat musik kesukaanku, dan aku aku
hanya bisa menggambarnya. Yang penting, tetap berjuang!! Daah..aku ke kelas dulu ya..
Thengs.. siapa namamu?
Diana!" Teriaknya.. (sambil berlari)
Nafas yang terengah-engah membasahi wajah gadis lembut nan periang itu. Diana segera
masuk ke kelas lukisnya yang sudah mulai belajar. Sambil menyapu keringatnya, teringat sahabatnya
yang terbaring lemah.
(Mungkinkah kami akan terus bersama?) dalam hatinya berkata.
Ibu Tari masuk ke kelas tiba-tiba. Meihat Diana yang sedang melamun segera
menghampirinya.
Diana, kenapa kamu?
Ohh.. Ibu. nggak apa-apa bu.
Kamu bohong, da masalah ya? Tidak biasanya kamu seperti ini!
Ii..ia bu.
Memangnya ada apa, sampai-sampai mengganggu pikiranmu seperti ini?
Sahabatku, Lintang. Dia masuk rumah sakit dan sepertinya penyakitnya parah.
Ohh,, Lintang ya. Gimana kalau sepulang sekolah kita menjenguknya ajak bu Tari
Ibu mau menjenguknya?
Iya,, nggak apa-apa kan?
I..ya. nggak masalah. Semangat Diana
Ibu Tari adalah guru yang paling disukai banyak siswa. Tak kadang banyak siswa yang
curhat. Beliau memiliki jiwa keibuan, walaupun beliau belum menikah. Beliau sangat perhatian dan
mengerti perasaan orang lain.
Ibu Tari memberi semangat Diana, membuat ia semangat pula bertemu Lintang. Ia
menyelesaikan lukisan pemandangan dengan kuas kesayangannya. Kali ini, ia mendapat pujian dari
teman-teman dan bu Tari. Sampai-sampai lukisannya akan diikutkan dalam pameran lukisan.
Lukisannya menggambarkan eorang gadis berkerudung duduk di atas tebing tinggi yang dihantam
ombak di tepi pantai. Lukisan itu pun dihiasi pantulan sinar matahari di penghujung hari. Gambarnya
begitu nyata, dan membawa dalam khayalan. Diana dan bu Tari pun berangkat menjenguk Lintang.
Hanya mereka berdua yang masih berada di sekolah. Tak heran, suara mereka menggema ketika
lewat lorong sekolah. Diana melepas pandangannya ke arah taman di samping lapangan basket. Ia
sempat kaget ada seorang gadis duduk di atas potongan pohon. Ketika ia hampiri, ternyata gadis biola
itu.
Hai, belum pulang?" Sapa Diana
Hmmn. Belum Diana
Ngapain kamu sendiri di sini, Zy? Sahut bu Tari
Lho, ibu kenal dia? sahut Diana
Uta, ibu kan juga mengajar kelas musik. JadI ibu kenal Lizy
Ohh, namamu Lizy ya?
Iya,, ibu mau ke mana, kok sama Diana?
Ibu sama Diana mau ke rumah sakit, jenguk sahabatnya Diana. Kamu mau ikut?
Ya,, boleh. Ayo! Panasnya terik matahari sudah mulai membakar kulit nih.. ajak Lizy
Hhhhaha. Sambung Diana

***
Diana meletakkan sekeranjang buah yang di bawanya. Kebetulan, kapten tim basket
mereka juga jenguk Lintang. Rasa tak percaya meliputi kedua sahabat ini. Dalam keadaan yang tak
mudah untuk mereka bersenda gurau. Padahal, rame kan, semuanya pada kumpul.
Bagaimana keadaanmu? kejut Lizy
Ya, lumayan lah, agak mendingan. Dengan suara datar sambil menunduk.
Lintang mengangkat kepalanya, dan. Haahh,, Lizy! teriaknya
Bagaimana bisa kamu di sini Zy?
Syukurlah. Tadi aku diajak bu Tari dan Diana. Dan ternyata, yang terbaring saat ini adalah
sahabatku.
Sebenarnya, kamu sakit apa sih? sambung Diana
a..ku, sakit Leukimia..
Semuanya tercengang, tak ada seorang pun yang berani memulai pembicaraan. Termasuk
kapten basket Deva yang langsung terdiam ketika ia memainkan dasinya..
Kalian tak usah khawatir, di sisa umurku ini aku tak akan membuat kalian kecewa
Jangan bilang begitu, yakinlah kamu masih bisa bermain basket lagi.. sahut Deva
Yaa, teruslah bersemangat. Siapa yang tahu kan takdir Tuhan. Semoga kamu cepat
sembuh. Sambung bu Tari
( Lintang terharu mengingat dan menyimpan momen ini. Ia memejamkan matanya hingga
butiran air menetes di pipinya). Semuanya merasa iba padanya, khususnya Deva teman basketnya
yang justru tidak mau kehilangan main lawannya walaupun Diana dan Lizy merasakan halyang sama
dengannya. Bu Tari memulai pembicaraan setelah semuanya membeku.
Hari mulai sore nih, kalian semua masih belum ada yang mau pulang?
Belum bu, sebentar lagi. Jawab mereka serempak.
Ya sudah, ibu pulang duluan. Cepat sembuh, ya Lintang. Jangan patah semangat, kasihan
sahabat dan tim basketmu, pasti mengkhawatirkanmu. Asalamualaikum kata bu Tari
walaikumsallam.. Iya bu, makasih. Hati-hati ya bu..
Suasana berubah menjadi hening kembali..
Aku tak ingin kehilanganmu, Lintang. Selalu ingat kata-kataku" (bisik Diana)
Kamu-Sahabat_Terbaikku mereka serempak.
Hari ini terasa cukup singkat. Membawa mereka dalam canda tawa dan kerinduan. Diana
dan Lizy segera pulang membawakabar perih dan memandang dengan rasa tak percaya. Diana
teringat akan lukisannya. Di dalam hatinya dia ingin menjual lukisan itu untuk biaya Lintang. Ia
merasa iba melihat orang tua Lintang pergi bolak balik mencari uang.
Diana, ada apa denganmu? kejut Lintang
Tidak, kami harus pulang. Hari sudah mulai gelap nih
ohh, ya. Besok mungkin aku sudah diperbolehkan pulang jika kondisiku stabil
Cepat sembuh, ya

***
Di depan lukisannya, Diana duduk termenung sambil menulis di buku diarynya.

Malam ku sepi..
Tak sanggup ku mengungkapkan
Air mata membendung di kelopak mataku..
Walaupun aku tertawa, tapi aku tetap merasakan bila hati ini menangis melihat nya tersenyum.
Jika Engkau mengizinkan. Takkan ku biarkan ia terbelenggu
Kamu_sahabat_Terbaikku

Ia simpan buku diarynya di tumpukkan buku pelajarannya. Diana memikirkan solusi untuk
membantu Lintang. Iameluangkan waktu untuk melukis sebanyak-banyaknya untuk di jual tanpa
sepengetahuan Lintang. Lizy yang baru dikenalnya juga turut membantu. Tak heran, ibunya Diana tiap
hari selalu menyiapkan keperluanlukisnya. Malam semakin larut, Lizy yang juga tampak terlihat lelah
memutuskan untuk menginap. Mereka terbaring di tempat tidur, namun tak ada salah satu dari
mereka yang tertidur.mereka sama-sama ingin merencanakan sesuatu.

3 hari kemudian

Pohon-pohon yang menjulang tinggi disinari matahari yang masuk dicelah-celah dedaunan
yang rindang. Diana dan Lizy sengaja membawa Lintang ke danau. Diana menggelar tikar, menyusun
makanan, peralatan lukis, dan tempat mereka duduk. Sedangkan Lizy bersiap-siap di atas rumah
pohon sambil memegang biola kesayangnnya. Namun dengan Lintang, ia justru merasa kebingungan
dengan kedua temannya itu, sambil mengikik heran melihatnya.
Diana memulai dengan memukul kedua kuasnya menandakan Lizy yang memainkan alunan
biola yang merdu dengan lagu berjudul semua tentang kita sambil bernyanyi.

Waktu terasa semakin berlalu


Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati
Teringat di saat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita

Ada cerita tentang aku dan dia


Dan kita bersama saat duu kala
Ada cerita tentang masa yang indah
Saat kitaberduka saat kita tertawa

Ketika lagunya selesai, tiba-tiba mereka semua terdiam sejenak. Suasana seperti di
pemakaman, sepi, sunyi, hening, hanya hembusan angin yang terdengar. Diana membuka
pembicaraan.
Dan aku baru ingat. Dulu ketika aku melukis sendiri di sini aku kagum dan penasaran siapa
yang memainkan biola ternyata itu kamu, Lizy!
Iya,, tengs. Aku sengaja memainkannya karena semenjak aku tinggal di sini aku sangat
kesepian. Dan ketika aku menemukan tempat indah ini, setiap sore di waktu luangku, aku bermain
biola. Kebetulan, aku melihat seorang gadis sedang melukis.
waah.. kalian sungguh hebat! Aku juga kagum pada kalian, kalian sendiri yang membuat
acara ini dan kalian juga yang mendapatkan kejutan. Ketika pertama kali bertemu Diana, aku juga
kagum atas sikapmu yang selalu memperdulikan teman-temanmu. Jika aku pergi nanti jangan
lupakan persahabatan kita ini ya..
Ah, kalian ini selalu membuatku GR. Tapi makasih ya atas pujiannya.ku yakin, kalian juga
mempunyai keistimewaan masing-masing. Dan kamu Lintang, si cewek gadungan. Masa jiwa
tomboymu yang tegar dipatahkan dengan adanya penyakit ini. Justru dengan ini kamu bisa bertambah
tegar yang tahan bantingan.. hahaha.
Emang aku bola, tahan bantingan. Hahaha! Ketus Lintang
Diana tak ingin membuat hati teman-temannya terluka, ia selalu mencoba untuk tersenyum
walau di hatinya sangat mengganjal. Tak lupa, Diana melukis simbol persahabatan mereka LiDiZy.
Dari kejauhan Deva sedang bersepeda mengitari danau, melihat tingkah mereka yang terlihat
ekspresif dan penuh canda tawa. Tapa berpikir panjang, ia menghampiri ketiga cewek itu sambil
membawa gitarnya dan langsung duduk di tikar.
Eh, kamu. Udah minta izin dengan yang punya belum? Sembarangan aja duduk. Judes
Diana
Kok gitu, sih Diana. Nggak apa-apa kok. Bela Lintang
Coba deh kalian lihat, dia mau ngehancurin acara kita. Sebel Diana
Eh kamu, bagai ratu aja. Lintang aja nggak keganggu. Sekali-sekali dong aku ikut gabung.
Kan jarang-jarang bisa dekat sama cowok popular di sekolah. hitung-hitung kesempatan buat kalian.
Ya sudah, cukup. Kita nyanyi bareng lagi yuk. Lerai Lizy
Eh, ganti dong simbolnya jadi(berpikir sejenak) LiDiZyVa kan lebih keren! sahut Deva
Ah, kamu ini ada-ada saja. Semoga masih ada ruang untuk menulis namamu ya.. hahaha
hhuuhh
Seharian mereka jalani untuk menghibur Lintang. Walaupun diantara mereka baru saling
mengenal, tapi mereka seperti mempunyai kekuatan magnet. Hari-hari mereka selalu bersama.

***
Waktu yang tepat ditemukan Diana dan Lizy untuk menjalani rencana kedua mereka.
Mereka sudah mengatur strategi agar lukisan Diana laku terjual. Hampir 2 minggu penuh mereka
meluangkan waktu untuk menjualnya. Uang yang terkumpul lumayan banyak, dan segera mereka
berikan pada orang tua Lintang tanpa sepengetahuan Lintang. Deva yang biasanya sibuk dengan tim
basketnya, akhirnya ikut membantu juga.
Di waktu yang bersamaan mereka datang ke rumah Lintang secara tersembunyi, mereka
melihat Lintang kesakitan sambil memegang perutnya. Kekhawatiran mereka tak dapat dibendung.
Mereka segera membawa Lintang ke rumah sakit dan memberitahukan orang tuanya. Mengingat
Lintang adalah anak semata wayang orang tuanya.
Ternyata, penyakitnya bertambah parah. Sebenarnya, Lintang pulang dari rumah sakit
karena keterbatasan biaya. Uang yang mereka dapatkan tidak cukup untuk membiayai semua
pengobatan Lintang. Di tambah lagi ayah Lintang yang hanya memiliki tabungan seadanya, itu pun
telah habis digunakan. Terpaksa, Lintang hanya bisa di opname tanpa harus membeli semua obat
yang diperlukan.

***
Setiap lorong sekolah kelas X ramai dipenuhi siswi yang mendengar kabar mengenai
Lintang. Anak yang tomboy dan disenangi banyak orang.
Hai, Diana, Lizy. Gimana keadaan Lintang? Apa dia membaik? Kapan kalian mau
menjenguknya lagi? (pertanyaan runtun dari Deva)
Hello Deva, kalau nanya satu-satu dong. Kamu bukan mau wawancara kan? jawab Diana
Emang, kami orang tuanya? Kami juga belum tahu keadaannya. Ayo kita jenguk aja sama-
sama pulang sekolah tegas Lizy
Bunyi bel panjang bertanda telah berakhir jam pelajaran. Hujan yang tampak lebat,
membuat para siswa harus menunggu sampai hujan reda. Tiba-tiba handphone Deva berbunyi,
padahal peraturan sekolah dilarang membawa handphone, suara di seberang membawa berita buruk.
Hujan yang lebat tak mereka perdulikan. Mereka lari basah-basahan menuju rumah sakit
sambil menangis terisak-isak. Mereka sangat khawatir dan tak percaya bahwa kabar itu memang
benar nyata. Sahabat mereka Lintang meninggal dunia. Nyawanya tak dapat tertolong lagi karena
penyakitnya semakin hari semakin parah. Orang tua Lintang merasa kehilangan dan terpukul, namun
semua adalah kehendak-Nya. Orang tua Lintang juga sangat berterima kasih pada Lizy, Diana, dan
Deva. Menganggap mereka sebagai anaknya.

***

Tak sempat ku berikan


Tak sempat ku sampaikan
_LiDiZyVa_

Kalimat itu selalu melintas dipikiran Diana. Begitu pula Lizy dan Deva. Kerasa tak percaya, kehilangan,
kerinduan, tersirat dibenak mereka. Mereka termenung di tepi danau sambil menyanyikan lagu
Semua Tentang Kita yang biasa mereka nyanyikan.

Waktu terasa semakin berlalu


Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati

Belum sempat lagu itu dinyanyikan, butiran air mata membasahi di pipi ketiganya. Orang tua Lintang
tiba-tiba dating dan ikut duduk di antara mereka. Memberikan semangat pada Lizy, Diana dan Deva
bahwa masa depan mereka juga menjadi kebanggaan orang tua angkat mereka. Ibu Lintang tiba-tiba
menyerahkan secarik kertas berwarna biru yang bergambar bunga. Tangan Deva bergetar ketika
memegang kertas itu. Rasa penasaran membuat ia segera membuka dan membacanya seperti sedang
lomba baca puisi.

Sahabatku impianku
Cita-citaku imajinasiku
Bukan hal yang salah memiliki mimpi
Bukan hal yang salah mempunyai tujuan
Tujuan seperti sinar
Kesana lah kita berlari
Dan untuk itulsh kita hidup
Tapi, terkadang sinarnya terlalu menyilaukan
Membuat kita sulit melihat
Sehingga tiba suatu saat kita harus sejenak berhenti
Untuk menghindari sinar yang ada pada kita sendiri

Waahh, sungguh bersemangatnya dia. Aku piker karena fisiknya lemah, jiwanya akan
goyah. Tapi aku salah. Hebat!! Puji Diana. Sambil melanjutkan lukisannya.
Iya..sambung Lizy sambil meneteskan air mata.
Suasana menjadi hening kembali. Kemudian Diana berteriak girang sambil meneteskan
butiran air mata yang melintas di pipinya.
Lukisan dengan simbol LiDiZyVa akhirnya selesai
Waahh..keren.!
Mereka menatap terpesona lukisan yang melambangkan persahabatan ini yang terlihat
indah karena di sekitar tulisan itu ada gambar wajah mereka masing-masing. Di danau inilah sejarah
persahabatanku. Dan tempat inilah aku dan sahabatku berbagi walau hanya sekedar untuk
mengenang Lintang.

SELESAI

Anda mungkin juga menyukai