Anda di halaman 1dari 13

“High School”

Pembuka: Assalamualaikum Wr.Wb, kami kelompok 1 ingin mempersembahkan drama yang


berjudul “High School”. Selamat menikmati pertunjukan kami.

Narator: Sahabat. Bagai tetesan embun pagi yang jatuh membasahi kegersangan hati hingga mampu
menyejukan taman sanubari. Bagai bintang gemintang malam di angkasa raya yang menemani
rembulan duka lara hingga mampu menerangi gulita dalam kebersamaan. Bagai pohon rindang
dengan ribuan dahan yang memayani terik matahari hingga mampu memberi keteduhan dalam
ketentraman. Bagai derasnya hujan yang turun yang menyirami setiap jengkal bumi yang berdebu
menahun hingga mampu membersihkan mahkota bunga dan dedaun dalam kesucian.

BAG I

(Di kelas)

(Lagu Buka Semangat Baru)

Narator: Semua anak yang sedang asik mendengarkan penjelasan Ibu Guru.

Ibu Guru: “Bagaimana anak-anak ada pertanyaan untuk pembelajaran materi kali ini?”

Anak-anak : “Tidak ada bu…”

Ibu : “Baik ibu rasa semuanya sudah mengerti ya, pertemuan selanjutnya kita ulangan. Oke?”

Gibran : “Hah?!?! ulangan bu?! Ga salah denger?”

Ibu Guru: “Ga dong. Pokoknya jadwal ulangan tidak bisa di ubah, kalian pelajari materi yang sudah
pernah kita bahas.”

Haikal : “Mampus dah ulangan kan, mana kagak ngerti pelajaran nya lagi” *tepok jidat

Narator: Tak lama kemudian bel sekolah berbunyi. Dan kelas yang tadinya tenang berubah riuh.

BAG II

Dinnar : “Eh eh eh pada tau nggak rangking terakhir di kelas kita?”

Lolita : “Siapa? Siapa?”

Dinnar : “Itu lho yang sok cantik…” (Melirik ke arah Dea)

Karin : “Serius?”

Lolita : “lo tahu dari mana?”


Dinnar : “Kemaren nggak sengaja nemuin rekap nilai kelas kita di TU. Pas gue ngisi spidol.”

Karin : “Ah masa? Padahal dulunya dia kan pinter?”

Lolita : “Denger-denger sih orang tuanya cerai. Mungkin dia depresi.”

Dinnar : “Senengnya masih punya orang tua lengkap…”

Karin : “Berarti sainganmu sekarang berkurang dong?”

Bertiga : (Tertawa Bersama-sama)

Narator: Di sudut kelas yang lain, Dea sedang duduk termenung sambil mendengarkan lagu.

Giselle : “Kamu kenapa? Pagi-pagi udah murung gitu?”

Dea : “Eh? Nggak papa kok.”

Marinda : “Apa gara-gara temen-temen yang mulai jauhin kamu? Terutama Dinnar, Lolita, Karin.”

(Dea terdiam dan hanya bisa menundukkan kepalanya.)

Marinda : “Ayo cerita. Tenang kita bakal selalu ada buat kamu. Iyakan Sel?”

(Giselle menangguk semangat.)

Narator: Dea menceritakan semua keluh kesahnya. Dia bercerita kalau keluarga memang
bermasalah. Kedua orangtuanya bercerai. Dan karena masalah itulah prestasinya menurun drastis. Ia
tak bisa menerima kenyataan bahwa ia sudah tidak memiliki orangtua yang lengkap.

Pasti Bisa – Citra Scholastika

Dea : “Makasih ya teman teman. Aku sangat beruntung punya sahabat seperti kalian.”
BAG III

(Di perpustakaan sekolah)

(Lino dan Dea sedang belajar bersama)

Narator: Meski nilai Dea yang turun drastis, dia masih mempunyai semangat cukup tinggi untuk
meningkatkannya. Dia mempunyai sahabat-sahabat yang sayang dengan dia. Orang tuanya pun juga
sayang dia. Apa yang perlu dipermasalahkan sekarang? Untuk saat ini dia fokus untuk belajar untuk
menaikkan nilainya.

Disela-sela belajar bersama, sesekali mereka tertawa-tawa. Tak jarang Dea berbagi keluh kesahnya
dengan Lino tentang semua masalahnya. Benar. Cinta datang karena terbiasa. Benih-benih cinta
diantara mereka pun tumbuh dengan intensitas pertemuan mereka.

Dea : “Ah pusing masa dari tadi salah mulu.”

Lino : “Udah jangan dipaksa. Diulangi lagi. Cuma kurang teliti aja…”

Dea : *tersenyum “Makasih ya Lino udah bantu aku selama ini. Nggak tau deh kalo nggak
ada kamu. Nilaiku bakal kayak apa.”

Lino : “Iya sama-sama.” *tersenyum

BAG IV

(latar pulang kerumah)

Dea : “Assalamualaikum, maahh Dea pulang…” *lemes + duduk di kursi

Mamah Dea : “Wa’alaikumussalam, cantiknya mamah udah pulang yaa. Gimana sekolahnya? Kok
kayak lemes begini…”

Dea : “Nothing spesial mah, seperti biasanya…”

Mamah Dea : “Yaudah yuk masuk, mamah masak enakk lohh…” *sambil bangun dari kursi

Dea : “Kayanya mamah ga perlu tau apa yang terjadi di sekolah…nanti, takutnya yang ada mamah
sedih lagi deh.” (gumam dalam hati)

Dea : “AYOO MAH AKU LAPERR NIHH.”


BAG V

Narator: Keesokan paginya, di sekolah.

(Beberapa anak ada yang nyanyi lagu Guruku tersayang)

Jam istirahat seperti biasa. Semua sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Tak
terkecuali Dea, Giselle, Marinda yang sedang asik di luar kelas sambil bermain Truth or Dare. Mereka
memang sering memainkan permainan itu untuk melepas penat.

Marinda : “Truth or dare?”

Giselle : “Truth.”

(Marinda melirik Dea sambil tersenyum geli.)

Dea : “Siapa cowok yang kamu taksir sekarang?”

Giselle : (diam cukup lama) “harus jawab ya?”

Marinda : “Namanya juga truth. Harus dijawab jujur lah.”

Giselle : “Oke. Tapi jaga rahasia ya? Mmm... aku.. aku.. suka Lino.” *tersipu malu

(Raut muka Dea langsung berubah. Namun dia cepat-cepat ikut tertawa dan godain Giselle. Meski
sebenarnya hatinya sakit dan galau)

Marinda : “Gimana menurutmu Dea, mereka cocok nggak?”

Dea : “Mmm... cocok.. cocok aja. Good luck ya.”

Giselle : “Ih kamu apaan coba. Good luck buat apa sih?”

Dea : “Anything dear. For you and him.”

Narator: Benar, hati Dea didera kegelisahan yang cukup pelik. Sahabat atau laki-laki yang ia suka.
Meski hubungannya dengan Lino masih sebatas gini-gini aja. Tapi dilubuk hati yang paling dalam Dea
sangat mengharapkan Lino. Walaupun arti perhatian Lino selama ini cuma sebatas perhatian antar
teman tapi apakah mungkin Dea harus bersaing dengan Giselle sahabatnya sendiri. Dan drama pun
berlangsung sengit.
BAG VI

(Di tempat makan)

Narator: Di meja makan dengan dua makanan dan minuman yang baru saja disajikan dan dilengkapi
dengan adanya taburan bintang bintang yang berkelip membuat suasana lebih romantis.

(Lino mendekati Dea, setelah itu duduk)

Pengamen : “Mau request lagu apa mas?”

Lino : “Boleh lagu satu bintang mas?”

Pengamen : “Oh ya boleh mas.” (Antique – Satu Bintang)

Dea : (Tersenyum dan tersipu malu)

Lini : “Kamu cantik malam ini Dea.”

Dea : (Senyum) “Makasih buat malam ini. Nggak nyangka bakal dibawa ke sini.”

Lino : “Ehm.. mm.. sebenarnya ada yang mau aku omongin sama kamu?”

Dea : “Kamu mau ngomong apa?”

Lino : “Aku.. aku.. suka sama kamu.” (mengigit bibir bawahnya)

Dea melongo. Dia nggak tau mau ngomong apa. Di satu sisi dia suka Lino tapi di sisi lain ada Giselle
yang harus dia korbanin. Dia nggak mungkin bisa milih satu dari keduanya.

Lino : “Dea gimana? Kamu mau nggak jadi pacar aku?”

Dea : “Maaf No, aku nggak bisa jawab sekarang.”

(Lino hanya bisa mengangguk lesu)

BAG VII

(Perkemahan)

Narator: Refreshing time pun dimulai. Biasanya diadakan tiga bulan sebelum UTBK. Kali ini diadakan
camping. Kelas tiga wajib mengikutinya untuk merefresh pikiran yang sudah dipenuhi oleh tryout,
ulangan, tryout, ulangan. Semua perlu istrihat sejenak.

Malam harinya semua berkumpul di tengah lapangan untuk acara api unggun. Semua berkumpul
membentuk lingkaran mengelilingi api unggun. Semua larut dalam kesenangan masing-masing

(Happy ajalah – DJ Qhelfin)

Pak Guru: “Anak-anak bapa rasa ini free time kalian, mau nge galau boleh, mau bucin boleh, mau
curhatan juga boleh…”

Haikal : “Aseekk galau seru kali yee…”


Gibran : “Gausah galau, mending kita koploan ajee.”

Pak Guru: “Tetap di dalam daerah aman ya anak-anak.”

Murid : “Iyaa paak!”

Narator: Tiba-tiba Lino datang menghampiri Dea, Giselle, Marinda dan mengajak Dea buat jalan-
jalan. Dea yang sebenarnya tidak mau akhirnya mau juga takut teman-temannya pada curiga.

Dea : “Mau ngomong apa sih No?”

Lino : “Jawaban kamu. Kamu belum jawab yang kemarin.”

Dea : “Oke. Sebelumnya aku mohon maaf. Kamu itu orangnya baik, pintar, tenar. Dan pasti
dambaan setiap cewek di sekolah. Tapi aku nggak bisa nerima kamu.

Lino : “Kenapa?”

Dea : “Maaf No. Maaf. Kamu pasti nemuin cewek yang lebih baik dari aku.”

(Dea lari kecil meninggalkan Lino)

(Dea terkejut menemukan Giselle yang sedari tadi berdiri mendengarkan percakapan Dea dan
Lino)

Narator: Dea terdiam kaku. Badannya lemas seketika. Dia tidak kuat melangkah. Dalam waktu
bersamaan Giselle sudah ada di depan Dea.

Dea : Giselle? (terbata-bata)

Narator: Terlambat Giselle sudah mendengar semua. Tatapannya kosong menatap Dea. Sesekali dia
menatap Lino. Mereka bertiga hanyut dalam diam. Semua pada sibuk dengan pikirannya masing-
masing. Muka Dea terlihat takut dan muka Giselle merah padam.

Dea : “Aku bisa jelasin Sel. Ini nggak seperti yang kamu kira.”

Giselle : “Cukup. Aku rasa persahabatan kita cukup sampai disini.”

(Giselle lari tanpa menghiraukan teriakan dari Dea. Hatinya sakit. Seperti dikhianati.)

BAG VIII

Narator: Dea tidak bisa mengejar Giselle. Lalu dia menemui Marinda untuk menjelaskan semuanya,
kalau apa yang dilihat Giselle tadi hanya sebatas salah paham.
Dea : “Please Mar, percaya sama aku. Aku sama Lino nggak ada apa-apa. Emang dia nembak
aku dan jujur aku juga suka dia. Tadi itu aku mau nolak Lino tapi kepergok Giselle, dia jadi salah
paham, Mar.”

Marinda : “Iya aku percaya sama kamu. Nanti aku coba jelasin ke Giselle.”

Dea : “Makasih ya Mar. Makasih. Serius aku nggak ada apa-apa sama Lino.”

Marinda : “Iya, aku percaya.”

BAG IX

Narator: Di kamar mandi, Dea masuk lalu dihadang oleh Dinnar, Lolita, Karin.

Lolita : “Ini lho anak yang nggak tahu diri. Udah miskin, nggak tahu diri. Sekarang jahat lagi
sama sahabatnya.”

Dinnar : “Oh, ini ya. Pantesan nggak punya temen. Sok sih.”

(Dinnar, Lolita, Karin, tertawa bersama-sama. Lalu nyanyi Lollipop – Kamseupay)

Dinnar : “Nilai segitu saja sombong. Huss sana sana. Dasar broken home.”

Dea : “Kamu boleh nggak suka sama aku, Kamu boleh benci sama aku, tapi jangan hina
keluargaku!” (Dea mendorong Dinnar sampai terjatuh)

Karin : “Kamu nyolot ya!”

(Dinnar bangkit lalu membalas Dea. Tak cukup sampai disitu. Karin ikut-ikut mengeroyok Dea. Lolita
merekam mereka dengan smartphonenya)

Narator: Berbagai tindakan kekerasan dilakukan. Jambak, pukul, sampai tampar.

BAG X

(Di lorong sekolah)

Narator: Marinda mencoba mendekati Giselle agar dia ingin berbaikan lagi dengan Dea. Dia capek
berada di tengah-tengah perang dingin mereka.

Marinda : “Ayolah kalian jangan kayak anak kecil gini.”

Giselle : “Anak kecil gimana? Dea aja yang nusuk dari belakang.”

Marinda : “Dea udah ceritain semua ke aku. Kalian cuma salah paham.”
Giselle : “Ah terserah. Bela aja dia terus.”

(Giselle pergi meninggalkan Marinda begitu saja.)

BAG XI

Narator: Sepulang sekolah Marinda datang ke rumahnya Lino. Dia sudah tidak tahan dengan kedua
sahabatnya yang sedang perang dingin.

(Rumah Lino)

Marinda : “Lo harus cepat bikin keputusan. Kasih kepastian buat mereka berdua. Gue nggak mau
perang dingin ini berlangsung lama.”

Lino : “Tapi gue cuma suka sama Dea.”

Marinda : “Maka dari itu. Dea nggak mau ngorbanin sahabatnya yang diam-diam suka sama lo.”

Lino : “Tapi...”

Marinda : “Please NO, please! Ini demi kebaikan mereka berdua. Lo mau mereka kayak gini
terus?”

Lino : “Oke. Oke..! gue bakal berusaha jelasin semuanya biar mereka nggak bertengkar sia-sia.”

Narator: Lino pun berusaha menemui Dea dan Giselle keesokan harinya . Ternyata hanya Dea yang
berhasil ditemuinya. Namun, sedari masuk kelas sampai jam pelajaran habis Dea terus menerus
menghindarinya.

(Di kantin)

Gibran : “Kenapa lo brad? Kusut banget.”

Haikal : “Biasalah cinta segitiga yang rumit.”

Gibran : “Ohh masi berlanjut kah, ganteng?”

Haikal : “Masii lah, emangnya lo kagak tau apa ada perang dingin?”

Gibran : “Iyee gue tau, kok bisa yaaa sang ahli cinta ditolak begini.”

Lino : “Berisik banget tau ga kalian?” *sinis

(Seketika semua diam)


Bapak Kantin: “Waduh waduh, ini anak bapa lagi pada kenapa kok diam-diam gini?”

Gibran : “Ngobrolnya telepati pak.”

Bapak Kantin: “Bisa gitu ya? Bapa ngikut dong obrolannya.”

Lino : “Ya Allah pa, ini bapak malah ikutan gila kaya mereka.”

Bapak Kantin: “Kamu kenapa yu, kek semrawut gitu.”

(Haikal mencoba menceritakan semuanya ke Bapak Kantin)

Bapak Kantin: “Owalah gitu ceritanya, kalo kata bapa sih ya, mending kamu pilih sesuai kata hati
kamu, jangan nerima seseorang karna kasihan, mereka berdua harus sama sama bahagia setelah
keputusan yang kamu ambil, No.”

Lino : “Berarti aku kudu blakblakan sama Giselle ya pa?”

Bapak Kantin : “Iya jelas itu sih No.”

Lino : “Makasih ya pak nasehatnya, saya pengen cari Giselle dulu.” (salam terus lari)

Narator: Setelah itu Lino pergi dari kantin dan datang menemui Giselle. Lalu, Lino memberi
keputusan dengan jelas kepada Giselle.

Giselle : “Tapi aku suka sama kamu Lino? Sejak kita pertama kali masuk SMA malah.”

Lino : “Kamu baik, kamu pinter, kamu enak diajak ngobrol tapi aku suka kamu cuma sebagai
teman. Iya, Cuma teman.”

Giselle : (menahan air mata) “Terus arti perhatiianmu selama ini apa? Kamu pemberi harapan
palsu, Lino! kamu PHP!”

Lino : “Aku nggak PHP. Kamu baik dan sepantasnya aku juga bersikap baik sama kamu. Nggak
lebih. Tolong jangan salah paham.”

Giselle : “Kamu tega No, tega!”

Lino : “Maaf kalau sikap baikku malah buat kamu salah paham dan sakit. Tapi tolong jangan
karena gara-gara aku kamu dan Dea jadi bertengkar. Dia nggak tahu apa-apa. Kamu nggak tahukan
kalo sebenarnya dia nolak aku?”

Narator: Sepeninggal Lino, Giselle memikirkan kata-kata Lino dan menangis sedih.

BAG XII

(Di kelas)
Narator: Pagi-pagi kelas sudah heboh. Mendengar Dinnar baru aja kecelakaan dan dirawat di
rumahnya. Rencananya teman-teman kelas ingin menjenguk setelah pulang sekolah. Namun
ternyata banyak yang tidak memiliki waktu. Ada yang tidak bisa juga karena kendala acara dan les
sendiri-sendiri.

Dea : “Gimana pada mau hari ini nggak?”

Marinda : “Engga deh, kayaknya pada nggak bisa… besok aja kali.”

Dea : “Yahhh, masa aku jenguk sendiri.”

Marinda : “Coba tanya sama Lolita atau nggak Karin.”

(Dea datang di bangku Lolita dan Karin yang sedang berbincang tanpa menperdulikan sekitar.)

Dea : “Hmm.. pada jenguk hari ini nggak? Soalnya aku mau jenguk hari ini.”

(Lolita dan Karin diem sambil berpandang-pandangan)

Lolita : “Gue nggak deh kayaknya. Sodaraku datang dari Medan. Karin mungkin?”

Karin : “Mama gue nyuruh gue pulang cepet hari ini. Gue jenguknya nanti aja. Titip salam aja.”

(Di depan gerbang sekolah)

Narator: Sepulang sekolah Dea pergi ke rumah Dinnar sendirian. Sejahat-jahatnya Dinnar pada dia
dulu tidak akan mengurangi niatnya berbuat baik sama dia.

Bapak Satpam: “Sendirian aja de? Ga sama yang lain?”

Dea : “Iya pak, mereka mau ada kegiatan masing-masing, saya mau jenguk Dinnar.”

Bapak Satpam: “Owalah, padahal satu sekolah juga tau kalo Dinnar itu jahat sama kamu Dea.”

Dea : “Haha iya pak, kejahatan ga akan dibalas kejahatan kan pak? Yaudah ya pak, saya mau ke
Dinnar dulu.”

Bapak Satpam: “Iya Dea, hati-hati yaa.”

BAG XIII

(Di rumah Dinnar)

Dea : “Assalamualaikum.”

Mamah Dinnar: “Wa’alaikumussalam, owalah Dea.. sini masuk nak.” *salam

Mamah Dinnar: “Ayo sini masuk, itu kamar Dinnar kamu langsung masuk aja ya…”

Dea : “Iya tante, makasih.”


(Masuk kamar)

Dea : “Hai, apa kabar?”

Dinnar : “Dea? Hehe iya lebih mendingan daripada kemarin.”

Dea : “Sorry baru dateng sekarang. Aku juga baru tahu tadi pagi.”

Dinnar : “Kamu orang pertama yang jenguk aku? Sahabat-sahabatku pun belum datang mereka
hanya menelpon saja.”

Dea : “Oh ya dapat salam dari temen-temen. Mereka nggak bisa dateng hari ini. Terutama
Lolita dan Karin.”

Dinnar : “Salam balik ya.”

(Hening)

Dinnar : “Hmm.. Dea? Maaf ya atas semua.”

Dea : “Buat apa?”

Dinnar : “Ya semua. Aku jelek-jelekin kamu di belakang. Kejadian di kamar mandi itu. Banyak
deh. Aku merasa banyak salah sama kamu.”

Dea : “Itu gunanya teman.” (pelukan)

Count on Me – Bruno Mars.

BAG XIV

(Di kamar tidur)

Narator: Sudah hampir sebulan Dea dan Giselle mengibarkan bendera perang dingin. Lama-lama
mereka mulai merasa ada hal yang hilang. Masing-masing dari mereka memikirkan tentang
kebodohan yang telah memutuskan hubungan persahabatannya hanya karena seorang laki-laki.

Dea : “Ya Allah, memang benar bodoh hamba-MU ini lebih memilih percintaan daripada
sahabat.”

Giselle : “Ya Allah, maafkan atas kesalahan hamba telah memutuskan persahabatan ini karena
cinta.”

Dea : “Tapi, aku malu untuk meminta maaf kepada Giselle.”

Giselle : “Tapi, apa Dea mau maafin aku. Setelah apa yang aku perbuat.”
Dea : “Pokoknya aku harus berani meminta maaf sama Giselle karena aku juga yang salah
aku yang mulai duluan.”

Giselle : “Pokoknya aku harus berani meminta maaf sama Dea karena aku yang sudah
memutuskan hubungan persahabatan.”

BAG XV

(Di depan kantin)

Narator: Hari ini Dea dan Giselle sudah bertekad untuk mengakhiri perang dingin ini. Tapi saat
mereka berpapasan di kantin tanpa sengaja mereka saling canggung. Dan akhirnya Dea mengalahkan
egonya buat nyapa Giselle duluan.

Dea : “H-hai Giselle.” (Mengapa canggung)

Giselle : “Eh? Ya? H-hai.”

Dea : “Hmmm... habis dari kantin ya?” (Giselle mengangguk)

Narator: Mereka diam cukup lama. Satu sama lain sedang mencari topik yang pas untuk menjadi
bahan pembicaraan. Namun salah satu dari mereka tidak ada keberanian untuk mengeluarkan
sepatah kata apapun.

Giselle : “Oke. Cukup diam-diamnya. Aku capek harus terus menghindari kamu. Dea, aku
minta maaf atas semuanya. Aku salah. Aku egois. Nggak pernah bayangin kalo aku jadi kamu.”
(pelukan)

Dea : “Aku juga Giselle. Aku juga salah nggak pernah jujur sama kamu. Aku minta maaf.”

Giselle : “Kita sama-sama salah. Sama-sama dewain ego masing-masing .” (Tertawa lalu
melepas pelukan)

Giselle : “Ikhlas deh kalo kamu sama Lino.”

Dea : “Buat apa mikirin cowok? Lagian mikirin matematika aja lebih mudah.”

(Tertawa Bersama-sama)

(Semua pemain menyanyi sambil menari lagu SID – Kuat Kita Bersinar)

Narator: Dan akhirnya berakhir sudah drama anak SMA ini.

*THE END*

Penutup: Sekian persembahan yang dapat kami sampaikan, semoga dapat dipetik pelajaran dalam
drama yang kami bawakan. 
Terima kasih atas perhatiannya, mohon maaf apabila ada kesalahan. Wassalamualaikum Wr. Wb.
TOKOH DRAMA “HIGH SCHOOL” KELAS XII IPS 4 – KELOMPOK 1

1. Ahmad Aflah (03) sebagai Pak Satpam – Ramah dan suka berbicara
2. Akbar Ghani Iskandar (04) sebagai Pak Guru – Guru yang santai
3. Alfira Nur Azizah (05) sebagai Karin – Kepribadian yang kasar dan malas
4. Alya Nur Azizah (06) sebagai Mamah Dinnar – suka kebersihan dan lemah lembut
5. Angella Nur Mustika (07) sebagai Dea – Setia kawan dan memiliki pendirian yang
teguh
6. Arini Nur Fadilah (09) sebagai Lolita – Smartphone addict dan memiliki kepribadian
yang kasar
7. Azra Zivana Zaneta (10) sebagai Mamah Dea – Lemah lembut dan memiliki perhatian
kasih sayang terhadap anaknya, Dea
8. Daffa Adiesta Putra Kusmana (11) sebagai Haikal – Tahu akan segala kabar burung di
sekolah dan pemalas
9. Hawalaina Rochidun Putri (15) sebagai Dinnar – Penghasut, memiliki kepribadian
yang kasar, namun dapat meminta maaf atas kesalahannya
10. Muhammad Nur Aziz (18) sebagai Gibran – Humoris dan aktif
11. Nisrina Khoirunnisa (21) sebagai Giselle – Mudah menerima hal-hal yang belum
tentu benar namun pada akhirnya tetap sayang kawan
12. Nur Cahyana (22) sebagai Narator
13. Radittio Putra Darmawan (25) sebagai Pengamen – Irit bicara dan memiliki wajah
yang jutek
14. Ristiyanti Dwi Anggraini (28) sebagai Bu Guru – Tegas namun baik hati
15. Rizky Indra (29) sebagai Lino – Ramah, peduli, dan memiliki kepribadian yang lembut
terutama dengan Dea
16. Sheiva Mayaratry (33) sebagai Marinda – Penengah dalam masalah diantara
sahabatnya
17. Vino Sugiharto (34) sebagai Bapak Kantin – Bijaksana dan cenderung dekat dengan
murid sekolah

Anda mungkin juga menyukai