Manusia manusia
yang selalu ada disamping kalian dengan sejuta macam ragam sifat mereka. Yang
ikut andil dalam mengendalikan mood kalian, kadang lucu menyenangkan bagai
balon balon terbang besas mengudara, kadang pula menyebalkan bak tom yang
selalu menjaili jerry. Tetapi hanya mereka yang mampu memeluk, menjaga dan
selalu ada. Dan disini, aku akan menceritakan satu kisah tentang kami, dimana
ketika aku sadar bahwa hebatnya hubungan yang telah kami jalin dengan sebutan
persahabatan.
Oke aku pikir cukup bincang-bincangnya, langsung saja kita mulai ke alur cerita.
pada akhir semester 2 kemarin, seperti yang biasa kami lakukan, menyempatkan
waktu berkumpul bersama. Alasan awalnya sih ingin meluangkan waktu bersama
sebelum libur panjang semeter 2. Tetapi entah dari mana ide itu. Tiba-tiba saja
terpikirkan di otakku untuk menyempatkan waktu untuk naik gunung Tanggamus
sebelum akhirnya kita pulang ke kampung masing-masing. Btw, aku sampai lupa
mengenalkan diri hehe. Aku Dhea, mungkin aku satu-satunya yang memliki
banyak keluhan kesehatan diantara kami. Tapi yasudah lah kita lanjutkan saja
ceritanya.
Scene 1
Dhea: “guys, bosen gak sih kalo kita setiap kumpul selalu di sini. Cuma bisa
ngeliatin barang-barang celin yang unyu-unyu dan ngeliatin model rambut ari
yang setiap hari ganti model, guys kita butuh udara segar!”
Celin: “dheaaa, liatin aku aja . bisa buat otak kamu segar kok” ( ucap celin sambil
bercermin dan membenahkan jilbab nya)
Ari : “celin sayang. . . ngeliatin kamu setiap hari itu adalah kutukan terberat bagi
aku. Tau !” (ujar ari, sambil mengambil kaca yang dipegang oleh celin dan
dipakainya untuk bercermin sendiri)
Novi: “udara segar gimana de ?” (bertanya dengan nada yang lembut dan dewasa)
Dhea : “gimana kalo sebelum kita pulang ke kampung kita masing-masing, kita
naik gunug dulu?” ( jawab dhea, sambil meletakkan hanphone)
Syifa: “ppftt...naik gunung ?Ih jangan ah di gunung itu banyak hantu nya tau.”
(jawab sifa tersedak jus mangga yang sedang diminumnya)
Dhea : “iya nov, kita naik gunung tanggamus, kemarin aku denger cerita dari
temen aku kalo disaan itu bagus banget dan tempat yang tepat untuk kita
ngerayain selesainya semester 2 kita” (ujar dea dengan penuh keyakinan )
Rida : “oke, aku setuju” (jawab rida dengan wajah yang datar)
Dilla : “ih rida, kok kamu asal setuju setuju aja sih. Lagi pula kita disana itu
butuh banyak banget peralatan dan persiapan yang matang. Jadi ga bisa asal jadi
aja kaya gitu” (jawab dila sambil melihat sinis ke arah rida)
Dhea : “enggak kok dil, disana udah tersedia semua alat penyewaan barang nya,
jadi kita Cuma menyiapkan diri saja” (ujar dea dengan tetap meyakinkan)
Ari : “tapi guys, ada benernya juga. Itu ide yang bagus sih, sampai sana kita bisa
dapet view yang bagus buat foto” (ujar ari dengan menangkat dagu keatas sambil
membayangi indahnya gunung)
Celin : “iyaiyaa bener yang ari bilang, oke aku setuju” (jawab celin dengan
beranjak dari duduk nya dan berdiri kejingkrakan )
Sidiq : “oke, mau berangkat kapan kita ?” (jawab santai dari sidiq)
Dhea : “yess, akhirnya pak bos juga setuju. Novi, dilla, syifa,leni ? gimana
menurut kalian” (tanya dea dengan wajah penasaran )
Dilla : “yaudah deh, aku mah ikut aja apa kata kalian” ( jawab dilla dengan
pasrah)
Novi : “yah, kalo semuanya ikut pasti aku ikut kok”(jawab novi)
Syifa : “kalo kalian ikut, ya aku ikut dong. Siapa yang bakal jagain kalian dari
ahntu gung kalo bukan aku”
Leni : “............ apa ?” ( tanya leni, lepas dari bengongnya)
“leniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii..............................” (panggil gemas denganserempak
dari dea, dilla, celin dan ari)
Leni : “hehe... sorry sorry ini ngomongin apa ya ?” (tanya leni dengan wajah
polosnya)
Rida : “lo dari tadi kemana aja sih ? (tanya rida dengan wajah yang sedikit gemas)
Leni : “Dari tadi aku masih mikir, kan aku tadi mesen salad with peanut sauce
kenapa datengnya pecel ya guys ?” (jawab lenisambil mengutik-utik pecel yang
ada dipiring)
Scene 2
(leni, dila, syifa)
leni : “waaahhh, akhirnya sampe juga ya kita. Ini kok kuping aku jadi budeg gitu
ya guys ?”
dila : “leniiiiii, itu hal yang wajar karena kalo kita di atas gunung sel darah merah
kita itu bisa dominan ke sel darah putih bla bla bla (penjelasan ilmiah dari
gunung)
leni : “ oooo jadi gitu ya dil ? jadi kalo kaya gini nanti darah aku putih semua
dong ? ihhh aku ga mau!”
dila : “ih ya ampun leniiiiiiiiiiiii.........”
leni : “kamu kan pinter ya dila, tolongin aku aku ga mau jadi budek terus dan
warna darahku jadi putih aku ga mau dilaaaaaaa”
dila : “lenii, warna darah lo ga akan jadi putih, dan kuping lo itu ga bakal budek
selama nya kok, nanti kalo lo udah turun dari gunung. Kuping lo bakal kembali
normal lagi.
Leni : “uuuuuuuhh, syukurlahhhh....., terimakasih dilla sayang udah nyembuhin
aku” (sambil mememluk dila)
Dila : “ihh siapa yang nyembuhin kamu sih len!” (sambil membuka pelukan dari
leni)
Dan ketika mereka berbincang datanglah si mistis kita, syifa dengan memberikan
jimat kepada leni dan dila
Syifa: “leni, dila kalian harus pegang jimat ini baik-baik sampai kita turun dari
gunung ini, karena ini jimat dari nenek aku untuk melindungi dari roh-roh jahat”
(sambil memberikan jimat kepada leni dan dilla dengan memaksa)
Dila : “ih apaan sih syif, syifa dengerin aku ya, hantu itu ga ada jadi kamu ga
perlu ngasih aku beginian, aku pasti bisa negelindungin diri aku dari ahntu-hantu
kamu itu tanpa jimat ini” (sambil mengembalikan jimat kepada syifa)
Syifa : “kamu harus mau! Kamu harus megang jimat ini dilaaaaa... buat
keselamatan kamu”
Leni : “ iya dila pegang aja, biar kita ga dihantuin sma hantu gunung, ya kan
syif ?”
Syifa : “iyaaa dilaaa pegang aja!”
Dila : “enggak, enggak, enggakkkkkk”
Syifa : “ih pegang aja dila”
Dila : “enggak mau syifa”
Syifa : “pegang!”
Dila : “enggak!”
Syifa : “pegang!”
Leni : “kalian udah dong berantemnya, aku jadi pusing tau”
Celin : “iyaah, rida itu ngatur banget jadi orang. Aku ga suka sama sikap rida
yang keras kayak gitu”
Dilla : “kamu ga bisa nyalahin rida begitu dong, Kan kita ga tau gimana kejadian
sebelum dhea pingsan”
Celin : “dilaaaaa..... jelas jelas sebelum dhea pingsan itu lagi sama rida. Jadi siapa
lagi biang keroknya kalo bukan rida”.
Syifa : “celin, tapi yang aku liat sih ya. Dhe aitu emang udah keliatan pucat sejak
kita sampe di camp. Dan dhea juga belum melakukan apa-apa setalah sampai”
Celin : “syifaaaa, rida itu udah nyuruh-nyuruh dhea sejak di kaki gunung tadi”
Celin : “........ hmmmm, kalian duluan aja deh. Ada yang mau aku ambil dulu
ditenda kita”
Rida : “de, aku tau kamu itu sakit, aku nyuruh kamu untuk berdiri bantu masang
tenda itu sebenernya Cuma mau ngetes kamu aja. Kenapa sih kamu ga pernah
jujur ke aku kalo kamu itu lagi sakit, jangan pernah berpura-pura merasa baik-baik
aja kalo kamu memang lagi sakit. Ini bahaya dea, kalo seandainya kamu ga jujur
ke kita-kita kalo kamu lagi sakit, sedangkan besok aja kita harus naik gunung”
Dhea : “iya rida aku minta maaf kalo selama ini aku ga bisa terbuka sama kamu
kayak aku terbuka ke yang lain”
Rida : “aku tau, aku orang yang paling keras disini. Tapi kalo kamu emang ga
suka sama aku jangan sampai ngebahayain diri kamu sendiri. Coba bayangin,
untung aja kamu pingsan masih di camp ini. Coba klao kamu pingsan di
pertengahan jalan kita nanti ke puncak?”
Dhea : “iya rida, sekarang aku tau kalo kamu itu ga sekeras yang aku bayangin
selama ini”
Ditenda (novi, syifa, leni, dila, sidiq, ari)