Anda di halaman 1dari 8

Karma yang Tidak Terbantahkan

Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Ulul Albab adalah salah satu sekolah Agama yang
ada di Kabupaten Kota Bekasi.
Salah satu sekolah yang banyak diminati karena biayanya yang tidak begitu mahal dengan
kualitas pendidikannya yang pantas diacungi jempol.
Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan calon peserta didik baru akan melewati seleksi yang
sangat ketat. Aila adalah salah satu bagian dari warga sekolah tersebut. Ia sangat pendiam.
Aila : Kenapa dunia ini terasa begitu membosankan. (sambil menghembuskan napas dengan
kasar dan menatap kosong lapangan dari koridor kelas)
Shina : “ Hey, ngapain sih berdiri disitu? Nanti kesurupan loh.” (sambil menepuk pundak Aila)
Aila : “ Apaan sih ga liat aku lagi ngelamun.”Dasar sok deket.Kenal aja tidak.
Shina : “ Idih, serem amat sih. Kamu Aila dari kelas 1-B, kan?” (Sambil duduk disamping Aila)
Aila : “ Ih, jangan sok kenal ya!”
Shina : “ Kamu kemana aja sih. Kita udah sekelas dari Semester satu. Masa kamu masih nggak
ngenalin. Ya udah, kalau gitu ayo kita kenalan.Namaku Shina” (sambil mengulurkan Aila sebuah
jabatan)
Aila : “ Aila.” (Sambil menerima jabatan)
Shina : “ Semester satu kemaren, kamu dapet peringkat berapa di kelas?”
Aila : “Tujuh. Kalau kamu?”
Shina : “ Aku kalah dengan Nazeera.”
Aila : “ Nazeera siapa lagi?” (sambil mengerutkan kening)
Shina : “ Wah, ketinggalan info nih anak. Itu loh, Nazeera teman sekelas kita yang kabarnya dia
dari SD Nggak pernah keluar dari yang namanya juara kelas.”
Aila : “ Ohh. Ngomong-ngomong , kamu banyak bicara ya. haha”
Aila dan Shina pun begitu dekat hingga kenaikan kelas pun dirasa sangat cepat.
Walaupun pergantian dan perombakan kelas tetap Dilakukan.
Seakan takdir telah membawa mereka untuk tetap menjadi teman sekelas.
Aila : “ Oy, Shin. Aku masih nggak nyangka kamu sekelas lagi sama aku.”
Shina : “ Emangnya kamu nggak mau sekelas sama aku lagi? Sejahat itukah kamu” (sambil
berpura-pura menangis)
Aila : “ Ih baper banget ni anak. Haha”
Shina : “ Ngomong-ngomong, kita sekelas lagi sama Nazeera. Aku nggak akan pernah bisa
ngalahin dia.” (dengan wajah yang sedikit sedih)
Aila : “ Nggak. Kamu itu pintar, Shina. Kamu pasti bisa.”
Dara : “ Eh, Put. Coba lihat deh mereka. Nempel terus dari kelas 1. Dia teman sekelas mu bukan
sih?”
Putri : “ Eh. Kamu bener, Dar. Kayaknya, anak itu harus dikasih pelajaran sama kita.” (sambil
menggenggam buku yang ia bawa sekuat tenaga)
Putri : “Eh, Shina. Ngapain kamu disini? Kamu ini sahabat aku apa bukan sih? Bukannya bareng
sama sahabatnya malah nempel terus sama anak busuk ini. Ini lagi, pintar aja nggak.” (sambil
menendangku)
Shina : “ Putri. Kamu apa-apaan, sih? Marah-marah nggak jelas. Sini ikut aku sekarang! Puas?”
(sambil menarik tangan Putri dan pergi)
Aila : Dasar orang nggak jelas. Kurang waras kali ya. Semoga ketidakwarasannya nggak
menulariku. Tenang Aila, sepi akan menemanimu mulai sekarang. (sambil mengenduskan napas
dengan kasar)
Sekolah telah usai, Aila pulang menuju rumahnya. Akan tetapi, pikirannya masih melayang
memikirkan apa yang terjadi tadi siang di kelas barunya. Ia masih nggak nyangka bahwa ia akan
belajar satu tahun bersama teman yang memiliki emosi yang tinggi.
Hatinya merasakan bahwa ia akan kembali ke zaman dimana ia menutup mata dan telinga
terhadap orang lain. Seperti halnya ia saat menduduki kelas 1 semester satu. Bahkan ia memiliki
firasat yang lebih buruk dari hal itu.
Aila : Anggap Putri nggak ada. Anggap dia nggak ada. Aila, kamu harus kuat jika nanti dia
nyebarin fitnah dan menuduhmu dengan hal yang enggak-enggak . (sambil berjalan menuju
kelas dengan kepala tertunduk)
Putri : “ Eh, ada kambing nih lagi jalan. Baunya aja kaya belum mandi satu abad.”
Dara : “ Udah bau, jelek, bodoh, nggak tahu diri lagi. Kambing emang kaya gitu ya. Haha”
Putri : “ Coba lihat deh kambingnya! Kambingnya malu ya? Haha” (sambil menarik tas Aila dan
dihempaskannya dengan kasar)
Firasat Aila benar. Ia akan dibully dengan teman sekelasnya. Aila tidak tahu apa yang harus ia
lakukan di tengah situasi ini. Dia bingung ingin belajar, bermain, dan mencurahkan isi hatinya
kepada siapa.
Aila merasa, ia mulai kehilangan teman yang sangat berharga baginya. Setiap waktu ia dimaki.
Terkadang makian itu diselingi oleh sebuah tindakan fisik yang sedikit tidak berperikemanusiaan.
Aila : Beratnya hari ini. Nggak seperti biasanya aku lelah. Mungkin sambil makan bekalku, aku
akan kembali berenergi. (sambil mengambil bekal dari dalam tas dan meletakkannya di meja)
Putri : “ Dara. Coba lihat deh. Ada kambing lagi makan sosis. Kayanya enak”
Dara : “ Loh, bukannya kambing makan rumput. Dari pada nggak dimakan, gimana sosisnya
untuk kita aja?” (sambil melirik Putri).
Putri : “ Sini sosisnya untukku ya, kambing. Nanti kamu sakit loh kalau makan ini.” (sambil
mengambil sosis Aila tanpa sisa).
Aila : ‘Ya Allah. Kuatkanlah Aila dari perbuatan ini. Tidak apa. Aku masih bisa makan masakan
mama di rumah dengan puas. Aku akan membawa bekal lebih banyak..’
Sekolah telah usai. Bagi Aila, hari ini adalah hari yang sangat berat. Sehingga ia merasakan
bahwa hari ini adalah hari yang panjang bagi Aila. Lain halnya dengan Putri.
Ia dengan semangat pulang ke rumahnya, dan ingin menceritakan semua hal yang ia alami
kepada ibunya. Ia membayangkan betapa tertariknya beliau jika mendengar ceritanya.
Putri : “ Ibu, Putri pulang. Ibu masak apa? Baunya sangat menggugah selera.”
Ibu : “ Heh. Jangan deket-deket! Kamu dari mana aja sih? Main kok sampai bau kambing begini.
Masakan ibu jadi nggak sedap. Udah, pergi mandi sana!”
Putri : “ Ibu ini apaan sih? Putri tidak pernah bermain dengan kambing.”
Ibu : “ Sudah, jangan banyak ngomong! Cepat mandi sana!”
Putri : Ibu ini nggak pernah merasakan kebahagiaan anaknya sedikitpun.
Keesokan harinya, pagi hari sebelum memulai pelajar. Putri dan sekongkolannya menjaga pintu
kelas dan siap membully Aila.
Biasanya, jika seseorang memiliki harga diri yang tinggi dibully, ia akan tidak segan-segannya
melawan. Lain halnya dengan Aila.
Ia akan tetap menutup telinga dan matanya. Ia akan tetap menahannya dan bersabar. Hingga
waktu yang akan menyadarkannya. Bagi Aila, tidak menghiraukan mereka adalah jalan yang
terbaik.
Putri : “ kayanya ada kambing yang ngedoain kita, Dar”
Dara : “ Ih, Nggak tahu diri itu namanya. Emang kambing bisa berdoa?”
Putri : “ Heh. Kamu nge-doain apa tentang aku? Pasti yang Enggak-Enggak, kan?”
(sambil menarik kerah bajuku)
Aila : “ Aku nggak merasa. Lagian untuk apa aku nge-doain kalian? Kalian minta doaku?”
Putri : “ Ah. Orang kaya kamu cuma sampah. nggak guna ngomong sama kambing kepala batu”
Aila selalu melewati masa yang sulit. Ia merasa mulai dijauhi oleh semua teman kelasnya.
Hingga tiba waktunya istirahat, ia pergi menuju koridor kelas dan ingin menikmati kebiasaan
lamanya menatap kosong lapangan.
Putri : “ Aduh. Kamu ini apa-apaan sih. Mau nyari masalah? Kalo jalan tuh pakai mata dong! Kaki
orang ditendang, enak banget yaa.”
Aila : “Iya, maaf.” Dia kali yang cari masalah. Sudah tau ada orang mau lewat sengaja buat orang
jatuh kali ya. Nyalahin orang lagi.
Putri : “ Enak banget minta maafnya. Kamu ini anak siapa sih? Kamu nggak pernah diajarkan cara
minta maaf yang benar ya?” (sambil berdiri dan menendang kaki Aila dengan kuat)
Aila : “Aduh .” (sambil meringis kesakitan)
Dara : “ Rasain nih balasannya! Dasar kambing bodoh”
Aila tidak menghiraukan mereka dan langsung pergi menuju sisi koridor lain untuk mencari
ketenangan. Hingga akhirnya ada seseorang tidak dikenal duduk disampingnya.
Zahira : “ Hai. Namamu siapa?”
Aila : “ Aila.” (sambil tetap menatap kosong lapangan)
Zahira : “ Dari kelas mana?”
Aila : “ 2-B”
Zahira “ Kamu kenapa? Ada masalah ya?”
Aila : “ Ah. Enggak. Enggak ada apa-apa.” (sambil sedikit terkejut)
Zahira : “ Kenalin. Nama aku Zahira kelas 2-D. kamu bisa ceritain semua masalah mu ke aku,kalau
kamu mau.Akan aku dengarkan semuanya, dan ku bantu sebisaku.” (sambil tersenyum)
Siti : “ Wah, Zahira ada teman baru nggak mengajak aku. Hai. Namaku Siti,
Kamu siapa? Dari kelas mana?”
Aila : “ Aila 2-B”
Zahira : “ Aku sama Siti boleh dong ya dengerin ceritamu?”
Aila : “ Ya” (sambil menganggukkan kepala)
Aila menceritakan semuanya. Ia keluarkan semua keluh kesahnya. Aila sangat bersyukur pada
Tuhan. Akhirnya ia menemukan teman yang sangat tulus mendengarkannya. Mereka pun dekat,
dan selalu menghabiskan waktu istirahat bersama.
Siti : “ Eh, Aila, Aku ada info lomba menggambar sketsa bangunan tingkat nasional di Malang
loh”
Zahira : “ Nah, Bagus tuh La, Kamu akhir-akhir ini punya hobi menggambar sketsa bangunan
rumah impianmu, kan?”
Aila : “ Iya sih. Nanti deh ku coba. Terima kasih ya teman-teman. Mohon bantuannya.”
Siti : “ Kalau nanti menang, Jangan lupa traktirannya ya, La. Hehe”
Aila : “ Aamiin. Tenang aja.”
Walaupun Aila memiliki teman baru, bukan berarti ia telah bebas dari pembullyan teman
kelasnya. Semakin ia dimaki, Aila semakin terpacu untuk belajar dan mengikuti lomba sesuai
hobinya. Aila akan menunjukkan bahwa ia akan lebih baik daripada mereka.
Putri : “ Eh, Dara. Coba liat di line today deh. Ada namanya Aila disini.”
Dara : “ Iya. Coba baca selanjutnya. Dia ngelakuin apa sih? Kok sampe diberita”
Putri : “ Pemenang juara 1 dan juara umum pada lomba Engineering Sketch Building for Future
2017 disabet oleh Aila Maharina siswi SMPIT Ulul Albab Bekasi.CEO perusahaan Pertindo
membeli sketsa tersebut kepada pihak panitia dengan harga yang fantastis.” (sambil membaca
berita)
Dara : “ Gila. Bagus banget gambarnya. Ini bukan dia,, kan? Pasti ini hasil bayaran orang lain.”
Putri : “ nggak diragukan lagi sihh.”
Aila menjalani hidupnya di sekolah seperti biasa. Ia telah kebal dengan semua
makian yang dilontarkan oleh Putri dan Dara. Ia nggak memperdulikannya lagi. Meski
terkadang Aila menangis di hadapan Zahira dan Siti, ia tetap berusaha dan belajar
bahwa dia bisa melampaui semuanya.
Aila : “ Sebenarnya apa sih salahku?” (sambil menahan tangis)
Zahira : “ udahlah Aila. Masi ada kita disini. Kamu jangan mikirin mereka. nggak perlu mikirin
mereka. Nanti kamu yang lelah sendiri memikirkannya” (sambil mengusap punggung Aila)
Siti : “ Iya, Aila. kamu jangan buang energimu hanya untuk memikirkan mereka. Lebih baik kamu
berusaha untuk menunjukkan bahwa kamu bisa menjadi orang yang mereka segani. Berjanjilah
pada kami, bahwa kamu akan menjadi juara kelas pada semester ini.”
Aila : “ Itu nggak akan terjadi, Siti. Aku nggak akan pernah bisa menjadi juara
kelas, Jika ada Nazeera di kelasku.”
Zahira : “ nggak peduli kamu akan berhadapan dengan siapa, Aila. Nazeera juga
manusia, dia juga sama-sama belajar seperti kamu. Kamu hanya sedikit
lebih berusaha dibanding dia, kamu pasti bisa melewatinya. Tenang, ada kami disini
membantumu belajar.”
Siti : “ Sudah. Jangan sedih lagi, Aila!”
Aila : “ Terima kasih, ya. Kalian sudah mau menjadi temanku selama ini.”
Ujian akhir semester satu telah usai. Siswa dan siswi SMPIT Ulul Albab sedang menunggu
namanya dipanggil oleh wali kelas di kelas masing-masing untuk menerima buku raport. Suasana
berubah menjadi sangat tegang. Sesekali terdengar suara menangis. Beberapa siswa dan wali
orangtua sangat bangga setelah melihat buku raport, Sebagiannya lagi berekspresi sedih. Tidak
terkecuali Aila.
Wali Kelas : “Aila Maharina.”
Mama Aila: “Iya, Bu. Ayo, Aila.” (sambil menarik tangan Aila)
Wali Kelas : “Anak ibu semester ini memiliki peningkatan yang sangat baik. Ia pernah juara satu
dan juara umum lomba sketsa bangunan tingkat nasional. Itu sudah sangat luar biasa. Saya
harap untuk semester depan Aila bisa menjadi lebih baik lagi, ya. Dan selamat untuk Aila.”
(sambil tersenyum kepada Aila)
Aila : “ Baik, Ma.”
Mama Aila: “ Alhamdulillah. Aila mau Mama belikan apa? Anggap saja ini hadiah dari Mama”
Aila : “ nggak usah, Ma. Aila nggak minta apapun dari Mama. Aila sudah sangat bahagia
mendapatkan ini.”
Aila memulai kehidupan barunya di semester dua. Ia berharap bahwa Aila yang sekarang
bukanlah Aila yang dulu, Aila yang dibully oleh teman sekelasnya.
Guru : “ Bagaimana liburan kalian? Sudah fresh kan otaknya? Siapa kemarin yang mendapat
peringkat 3?
Shina : “ Saya, Bu.” (sambil mengangkat tangan)
Guru : “ Yang mendapat peringkat 2 siapa?”
Nazeera : “ Saya, Bu.” (sambil mengangkat tangan)
Guru : “ Loh. Nazeera peringkat 2, ya? Lalu siapa yang peringkat 1?
Aila : “ Saya, Bu.” (sambil mengangkat tangan dan menunduk malu)
Guru : “ Oh, Aila. Nah, kalian cobalah mencontoh Aila. Dia sangat rajin. Dia pintar sekarang.
Kalian boleh menanyakan pelajaran Ibu ke Aila jika kalian merasa kesulitan. Tolong bantu saya ya,
Aila.”
Aila : “ Iya, Bu.”
Aila mulai merasa dia akan segera berubah menjadi Aila yang disegani teman sekelasnya. Aila
selalu membantu temannya yang kesusahan. Ia selalu mengajarkannya apa yang ia bisa kepada
temannya yang bertanya. Ia mulai memiliki banyak teman, termasuk Nazeera. Nazeera adalah
anak yang bukan pendendam. Nazeera selalu mengajak Aila mengerjakan tugas dan belajar
bersama. Hingga saatnya istirahat.
Dara : “ Eh. Ada kambing yang bisa mendapat peringkat satu, ya?” (sambil berdiri di depan pintu
keluar kelas dan menyilangkan tangan di depan dada.)
Putri : “ Woy. Perhatian semua! Lihat! Ada ya, kambing yang membayar orang lain untuk
menggambar sketsa bangunan sebagus itu. nggak mungkin dia mendapatkan peringkat 1 jika ia
nggak menyontek.” (dengan suara yang lantang)
Shina : “ Eh, Putri. Kalau berbicara jangan asal, ya! Aila itu memang pandai menggambar. Dia
memang pintar. Kamu nggak melihatnya dia telah membantu banyak orang di kelas? nggak kayak
kamu, yang selalu menyotek ulanganku dan nggak pernah mengerjakan tugas sendiri. Aku tahu
sebenarnya kamu iri dengan Aila, kan? Apa kamu nggak malu dengan perbuatanmu itu?
Sekarang kamu menjadi pusat perhatian kami. Apa lagi yang akan kamu perbuat sekarang? Aku
tahu, selama ini kamu hanya memanfaatkanku, kan? Kamu anggap aku sahabat? Halah,
bicaramu aja itu yang besar. Mulai sekarang, aku nggak akan pernah mau berteman dengan mu.
Menjauhlah dariku!”

Semua orang di kelas tersebut seketika meneriaki Putri dan Dara. Mereka mulai menjauhinya.
Aila adalah tipe orang yang pemaaf. Akan tetapi, butuh waktu lama bagi Aila untuk dapat
memaafkan Putri dan Dara.
Sejak saat itu hingga upacara kelulusan telah lama usai, Aila nggak pernah mendengar kabar
Putri dan Dara lagi. Aila sadar bahwa seorang manusia nggak akan pernah bisa berubah tanpa
adanya cobaan dan kenangan pahit datang yang akan merubahnya.Tanpa adanya kenangan itu,
Aila pasti nggak akan bisa menjadi manusia yang memiliki kepribadian pantang menyerah,
bersosialisasi dan disegani banyak orang. Tanpa kenangan pahit itu, Aila sadar ia nggak akan
memiliki cerita hidup yang menarik.Ya,bagi Aila di kehidupan ini, nggak akan ada manusia yang
dapatmembantah karma yang ia dapatkan. Dan satu hal yang terpenting bagi Aila adalah sabar
dan percaya bahwa Allah Maha Adil.

Anda mungkin juga menyukai