Anda di halaman 1dari 7

Nama : Audrey Elyana S.

Kelas : IX-B
No Absen : 4
Judul Buku : Butterflies
Penulis : Ale
Penerbit : CV. Nexterday
BAB 1

ONE OF A KIND

Ketua kelas akhirnya masuk setelah sekian kali bolak-balik


dari ruang guru. Dia mengetuk-ngetuk papan tulis dengan
spidol, mengumpulkan perhatian seisi kelas. Aku dapat
menebak apa yang akan keluar dari mulutnya beberapa detik
Iagi. Satu, dua, tiga...
"Guru-guru lagi rapat. Kalian bisa lanjut istirahat sampai
jam pulang sekolah nanti." Ketua kelas berwajah datar itu
langsung kembali ke tempat duduknya tepat setelah
rnenyampaikan "kabar gembira" barusan.
Seisi kelas langsung
bersorak girang seperti napi yang baru saja bebas dari penjara.
Anak laki-laki langsung berlarian ke luar kelas untuk bermain
bola. Sementara anak-anak perempuan di kelasku langsung
berkerumun, berkumpul jadi satu membentuk suatu forum
gosip paling panas minggu ini.
"Raaa, sini deh gabung." Chika tiba-tiba bersuara. "Sa,
Nay, kalian juga sini deh." sambungnya Iagi memanggil teman-
teman lain yang duduk di pojok ruangan.
"Gue skip, Chik." Tolakku sambil menunjukkan
sekumpulan silabus wangsit UTBK, buku sistem kebut
sernalam IPA, dan bank soal ujian mandiri kampus terkenal di
daerah kotaku yang berjejer cantik di atas meja. Naya dan Alisa
yang tadinya sudah ingin menghadiri "forum" pun mendadak
berubah pikiran. Raut wajah Chika berubah menjadi lebih lesu
karena dia kehilangan dua anggota terbaiknya.
"Nggak seruuu."
"Entar Chik. kalau gue udah keterima SBMPTN. baru
gue seru-seruin hidup 10. Lumayan nih satu setengah jam
buat ngerjain 20 soal.” Ujarku mengklarifikasi. Ella. Teman sebangkuku,
hanya tersenyum setengah bibir mendengar
pernyataanku barusan. Karena dalam satu setengah Jam, dia
mengerjakan tiga kali lipat lebih banyak soal dariku.
Hidup ini bukan perlombaan, Ella. Kalau hidup ini lomba
sudah pasti aku akan mengajak kamu bertanding menjawab
pertanyaan seperti "siapakah 7 novelis klasik Inggris yang
paling berpengaruh sepanjang masa?" atau pertandingan adu
cepat dan lengkap membuat croquis.' Aku yakin aku akan
menang. Kayaknya.
Aku melihat dari penglihatan periferalku kalau Alisa
sedang menuju ke sini. Dia mengambil bangku kosong yang
menganggur dan menggesernya ke sebelahku.
"Ra, please, bilang ke gue kalau 10 punya bukunya Henry
David Thoreau yang Walden. Gue mohon banget ke lo karena
lo tahu kan gue adalah pembaca ebook dan ereader gue lagi rusak
sementara gue baru baca buku itu setengah. SE-TE-
NGAH RA SEMENTARA DEADLINE LOMBA RESENSI
BUKU GUE MINGGU DEPAN. Ada kan, Ra cantik?"
"Nyaring banget woy, Sa. Ada maunya aja lo baru muji
gue. Entar gue cek dulu bukunya, lagi ada atau enggak."
Responsku sambil mengeluarkan notebook kesayangan yang
disebut-sebut temanku sebagai Kitab Sakti Amara dan
panggilan unik lainnya karena buku ini memang aku bawa ke
mana pun dan kapan pun Di sini, aku menuliskan semua hal
yang aku rasa penting seperti agenda harian. reading list.
wishlist buku, bucket list. dan rentetan kepentingan lainnya
seperti daftar nama peminjaman harta berharga milikku. Novel.
"Nggak ada yang pinjem kan, Ra? Atau kalau ada. gue
samperin deh anaknya." Protes Alisa nggak sabar. Aku
membolak-balik halaman notebook-ku untuk memastikan
kembali kalau nggak ada yang meminjam buku yang detik ini
menjadi barang most wanted
"Selamat, Sa. Ini hari keberuntungan lo. Besok gue bawain
bukunya."
"YES! Makasih banyak, Ra! Makasih juga Buku Catatan
Keramat!" Ucap Alisa puas karena telah mendapatkan
keinginannya. Aku menutup buku catatanku dengan bangga
sambil membatin bahwa ternyata begini rasanya membantu
orang yang sedang membutuhkan.
Belum genap satu tarikan napas lega, posisi bangku kosong
yang tadinya diisi Alisa sudah kembali dihuni oleh Naya yang
sedang duduk manis sambil menopang dagunya.
"Gimana? Udah ngomong ke nyokap lo?" Naya membuka
omongan dengan pertanyaan yang sudah selalu aku hindari
selama beberapa hari ini. Aku hanya mengangkat sebuah buku
tebal bersampul kuning yang menjanjikan kiat sukses lolos
ujian mandiri suatu kampus secara spesifik. Berharap Naya
mampu menyimpulkan jawaban sendiri.
"So, that's it?" Naya kembali memastikan. Kali ini dengan
ekspresi yang selalu terpancar dari wajah Naya tiap kali dia
menitipkan tasnya di penitipan barang di mall yang penjaganya
terlalu sering meninggalkan pos. Khawatir. "Lagi pada ngomongin apa, deh? Kayak sok
serius banget." Chika dan sekelompok anak lainnya datang dan mengelilingi mejaku
dan Ella. Karena nggak seru sepertinya mereka memutuskan untuk melakukan "studi
banding"
forum Iainnya dimana potensi gosip bisa digalakkan.
karena nggak perlu bercerita Panjang lebar ke Naya. Bukannya aku nggak mau, hanya
saja, nggak sekarang

"Oke guys, berhubung Amara Nibiru nggak suka


Ngomongin orang, kita buka topik seputar kuliah aja deh
Mumpung sudah di depan mata. Kalian takut nggak, sih? Like
excited iya, tapi takut banget Juga gue." Chika mulai beraksi
lagi menjadi pewara.
"gue skip, sih. Nggak sabar banget mau Jalan dengan
anggun sepanjang koridor Jurusan sambil bawa buku-buku
cantik gitu"
"Lo pikir sinetron, anjir. Lagian bukannya lo mau daftar
Teknik Mesin, ya? Jangan harap deh lo bisa bawa buku-buku
Mungil, kakak gue kuliah mesin soalnya." Sahut-menyahut
antar siswi pun mulai Ella yang tadinya serius
mengerjakan soal pun tampaknya mulai tertarik dengan topik
perkuliahan ini.

"Yang jelas UTBK dulu, deh. Terus harap-harap cemas aja


Keterima atau nggak. Iebih baik juga ada planning gitu, kayak
kalau nggak keterima di kampus atau jurusan A, ya udah buru-buru
daftar di plan B." Timpal Ella dengan pernyataannya yang
terlalu logis. Cukup menamparku yang, saat ini, sudah nggak
begitu ambisius mau daftar kuliah di mana dan jurusan apa.
"Kalau kata gue, apa pun jurusannya, pasti bakal begadang
nggak, sih?'
“Ya, tergantung. Kayaknya biarpun ada atau nggak ada
tugas yang bikin lo begadang, ujung-ujungnya juga bakalan
tetap tidur malam deh karena nonton anime.” ’
“Memangnya salah kalau gue nonton anime? Lah, lo juga
nonton drakor, kan?”
“Nggak ada yang salah selama nggak berlebihan.” Jawab
Ella singkat. Kembali dengan jawaban yang terlalu logis dan
berkesan kaku.
“Tapi kalau weekend ya nggak apa. Begadang aja.
Sesekali.” Sambungnya lagi yang mengejutkan seluruh siswi di
mejaku. Kami langsung riuh dan heboh, bahkan Chika
melakukan tos dengan Ella. Aku mencuri pandang ekspresinya
yang terlihat bahagia sambil membenarkan kacamatanya.
Belum genap 2 tahun aku menghabiskan masa SMA-ku di
sekolah ini, tapi bisa dibilang aku cukup senang telah
dipertemukan dengan teman-teman yang karakternya macam-
macam dan membuat hari-hari sekolahku jadi lebih
menyenangkan. Kekurangannya ya cuma satu: kipas.

1. Tema : Ruangan kelas


2. Tokoh : Chika, Ella, Amara Nibiru, Naya, Alisa
3. Penokohan :
- Alisa : Tidak sabaran
Dikutip dari : "Nggak ada yang pinjem kan, Ra? Atau kalau ada. gue
samperin deh anaknya." Protes Alisa nggak sabar.
- Naya : Analitik
Dikutip dari : "Gimana? Udah ngomong ke nyokap lo?" Naya membuka
omongan dengan pertanyaan yang sudah selalu aku hindari
selama beberapa hari ini.
- Amara nibiru : Baik
Dikutip dari : "Oke guys, berhubung Amara Nibiru nggak suka
Ngomongin orang, kita buka topik seputar kuliah aja deh
Mumpung sudah di depan mata. Kalian takut nggak, sih? Like
excited iya, tapi takut banget Juga gue."
- Ella : berpikiran logis
Dikutip dari : " Timpal Ella dengan pernyataannya yang
terlalu logis.
- Chika : Heboh
Dikutip dari : Kami langsung riuh dan heboh, bahkan Chika
melakukan tos dengan Ella.
4. Alur : maju
5. latar
a. tempat : Di kelas
b. waktu : jam istirahat saat guru sedang rapat
c. suasana : menyenangkan
6. Sudut pandang : Orang pertama, Tokoh utama
7. Gaya Bahasa : simile
Dikutip dari : Karena dalam satu setengah Jam, dia
mengerjakan tiga kali lipat lebih banyak soal dariku.
8. Amanat : habiskan masa SMA di sekolah, Bersama teman yang datang dan tinggal.

“Ngomong-ngomong soal begadang, kita mah dari


sekarang udah sering begadang kali, nggak usah nunggu kuliah
juga. Tuh, lihat aja kantong mata kalian semua udah ngalah-
ngalahin kantong Doraemon tahu nggak.” Naya mengeluarkan
pendapat yang membuat semua orang langsung merasa
insecure. Inilah Naya, selalu ceplas-ceplos. Semuanya
langsung otomatis mencari benda yang mampu memantulkan
tefleksi wajah, mulai dari termos minuman, hingga kamera
depan ponsel sendiri.

“Tolong kasih tahu gue rahasia lo, Ra. Cuma kantong lo


yang paling nggak kantong banget di antara kita semua. Lo
pake eye cream apa, deh?” tanya Chika yang diiringi dengan
anggukan persetujuan dari bocah-bocah penasaran lain
Jujur, aku nggak pernah benar-benar memperhatikan wajahku di cermin.
“Cuma pake air biasa, kok.” Aku hanya bisa Menjaya
dengan dialog yang nadanya aku contoh dari iklan Sampo,
Chika pun otomatis mengacak rambutku yang disambut dengan
tawa kami semua menggema di seluruh pojok kelas.

Bel sekolah pun berbunyi, sekaligus menjadi tanda


berakhirnya forum non-gosip yang baru saja diadakan secara,
impromptu di mejaku dan Ella. Anak laki-laki yang telah,
selesai bermain bola pun segera kembali memasuki kelas, tak
lupa saling mengejek satu sama lain. Tim yang kalah nggak
punya pilihan selain mengakui dan meminta pertandingan
kembali di kesempatan berikutnya. Karena berbeda dengan
mobile gaming, mereka nggak punya sinyal atau temperatur
ponsel yang memanas untuk dijadikan kambing hitam.

Rei memberikan kode kepadaku dan Naya dengan


mengangkat alisnya dan menunjuk pintu keluar. Itu artinya, dia
akan segera menuju ke mobil dan menunggu kami di parkiran.
Kode itu masih terlalu jelas dan nggak butuh hanya sahabat
yang mampu menerjemahkannya. Beda cerita kalau kami

sedang di kantin dan dia meminta tolong untuk mengambilkan


salah satu saus yang ada di meja, nggak ada yang bis
mengartikan instruksi Rei selain aku dan Naya. Naya sedikit
lebih ahli di bidang itu daripada aku.
Jangan salah paham, bukan berarti Rei itu anak yang pendiam ya, bahkan dia dan
Naya sangat klop dalam hal tukar-menukar gosip terkini. Hanya saja dia akan berada
di dalam mode hampir senyap saat dia lapar. “Raaa, gue ke kelas sebelah dulu ya
bentar. Ketemu di gerbang aja, oke? Jangan lama-lama, tuan muda Rei kayaknya
kelaperan abis main bola.” Izin Naya meninggalkanku yang
masih beres-beres kursi yang berantakan karena forum
dadakan. Aku melihat satu per satu temanku yang lain juga sudah meninggalkan ruang
kelas.

“JANGAN LUPA BUKU LO GUE PINJEM! BAWAIN


BESOK YA AMARA CANTIK, BYEEE!” pesan Alisa yang
sambil teriak itu, menjadi akhir dari nggak sendirinya aku di
ruang kelas.

Bangku-bangku sudah kembali tertata rapi. Aku bergegas


memasukkan buku latihan soal UTBK yang ternyata hanya
menjadi pajangan selama jam kosong barusan. Sebelum
memasukkan buku catatanku, pandanganku teralihkan ke satu
halaman croquis yang kubuat sebagai draft pendaftaran
Fakultas Seni Rupa di suatu universitas di kota Bandung.

Perasaanku sangat ramai dan nggak karuan saat melihat


halaman yang untuk saat ini, nggak akan diapa-apakan.
Kontras dengan ruang kelas yang sudah sangat hening karena
hanya ada aku dan ketidakberanianku.

Ayo, Amara Nibiru.

Kita coba.

Sekali lagi.

1. Tema : Pulang sekolah


2. Tokoh : Naya, Rei
3. Penokohan :
- Naya : Ceplas – ceplos
Dikutip dari : Inilah Naya, selalu ceplas-ceplos.
- Rei : Penyabar
Dikutip dari : Rei memberikan kode kepadaku dan Naya dengan
mengangkat alisnya dan menunjuk pintu keluar. Itu artinya, dia
akan segera menuju ke mobil dan menunggu kami di parkiran.
4. Alur : Maju
5. Latar
a. tempat : Di kelas, dan di parkiran
b. waktu : sepulang sekolah
c. suasana : hening
6. Sudut pandang : Orang pertama, Tokoh utama
7. Gaya Bahasa : sinisme
Dikutip dari : “Ngomong-ngomong soal begadang, kita mah dari
sekarang udah sering begadang kali, nggak usah nunggu kuliah
juga. Tuh, lihat aja kantong mata kalian semua udah ngalah-
ngalahin kantong Doraemon tahu nggak.” Naya mengeluarkan
pendapat yang membuat semua orang langsung merasa
insecure.
8. Amanat : Beranikan diri dan ambisius dalam mencari suatu hal yang digemari atauoun di
senangi.

Anda mungkin juga menyukai