baru, pengunjungnya pun banyak. Letak gedung itu memang berada dipaling
ujung, disebelah kirinya ada taman dengan pohon-pohon besar yang rindang.
Siang hari disela jam sekolah, bangku-bangku dibawah pohon itu adalah tempat
perpustakaan ini hanya isapan jempol belaka. Memang banyak cerita yang
tersimpan diperpustakaan ini. Cerita-cerita itu seakan tak pernah habis selalu
Pagi ini, hujan turun agak deras. Petir yang datang bersahutan membuatku
berpikir akan sedikit siswa yang datang. Buatku, lebih baik kalau siswa datang
agar perpustakaan tetap ramai seperti biasanya. Rumahku jauh, untuk sampai
kesini aku memutuskan menerobos hujan dengan motor. Kalau perpustakaan tidak
kerjaku menunjukan pukul 08:40, lima menit lagi bel istirahat pertama berbunyi.
Hujan belum juga reda meski petir sudah jarang terdengar. Tirai dari gerimis
hujan masih rapat terlihat, aku berjalan menuju rak untuk memeriksa buku-buku
seperti biasa.
seperti ditiup angin dingin. Semakin lama semakin keras tiupannya kurasakan. Aku
masih tidak memperdulikan dan menganggap hal itu terjadi karena efek cuaca
yang dingin. Aku mulai menyiapkan buku pengunjung untuk siswa karena biasanya
mereka akan datang saat jam istirahat pertama. Mataku beralih kesebelah kanan
karena rasanya ada yang berdiri disebelah sana sejak beberapa menit yang lalu.
Ketika aku menengadah, tampaklah sosok Bella anak kelas IX E yang biasanya
basah kuyup rambutnya yang diikat dengan pita hitam terlihat mirip sapu ijuk
basah. “Tumben sendirian udah jam istirahat ya”, sapaku ramah seperti biasa.
kedalam perpustakaan. Bella duduk dibangku paling ujung perpustakaan dekat rak
buku paling pojok dengan kepala tetap tertunduk. Aku membuka mulut siap
menegur, tetapi kubatalkan niat itu. “Ah biar saja mungkin dia sedang ada
berlalu aku melihat kearah belakang perpustakaan tempat dimana bella duduk. Ia
masih ada disana dengan kepala yang terus menunduk. Karena mulai khawatir
saja bella?”. Bella cuma menggeleng, lalu berlari keluar dari perpustakaan. Sewaktu
menggeleng aku sempat melihat, telinga sampai pipi kirinya berdarah. Refleks, aku
terpaku dengan kertas yang terjatuh diatas meja tempatnya duduk tadi. Kertas
itu berisi tulisan tangan yang saat buruk dan jauh dari rapi. Seperti ada tulisan
yang ingin disampaikan namun aku tidak dapat membacanya dengan jelas. Aku
terburu-buru berjalan keluar ruangan mencari kemana anak itu tadi pergi,
mencari sekeliling namun tidak ada orang sama sekali. Mungkin sudah masuk
kedalam kelas pikirku dalam hati. Bel istirahat pertama memecahkan lamunanku
gopoh wajahnya terlihat panik “pak udah dapat kabar belum, ada siswa yang
meninggal kasihan… ketabrak mobil waktu naik motor menuju kesini. Meninggal
dalam perjalanan kerumah sakit. “Hah siapa, murid kelas berapa?” “bella pak
anak kelas IX E yang sering kesini” jawab randi. Aku terperanjat mendengar
jawaban itu. “Bella?, Tidak mungkin tadi dia baru saja dari sini” aku mengira
yakin dengan penglihatanku dan aku hafal siapa saja pengunjung perpustakaan
sejuta pertanyaan. Tatapan itu berganti dengan cerita, seseorang yang mengaku
saudara dari bella menelepon untuk mengabarkan bahwa bella meninggal dalam
sebuah kecelakaan pukul 08:30. Kepalanya retak dan badannya tertindih motor
yang dikendarainya.
Cerita berikutnya, tidak kudengar lagi. Yang terbayang hanya bella yang
basah kuyup duduk dipojok ruang perpustakaan dan terus menunduk beberapa
menit yang lalu. Aku berpikir apa yang bisa dijadikan bukti bahwa bella ada di
Kertas itu…
Ya, kertas yang ia tinggalkan diatas meja perpustakaan. Kertas itu bisa
perpustakaan berharap kertas itu masih ada. Betapa lega rasanya melihat kertas
itu ternyata masih tergeletak diatas meja tempat bella duduk tadi. Aku
rumah motornya sulit di starter dan hujan masih terus mengguyur. Ia berpikir
untuk bolos, tapi entah kenapa rasanya ingin masuk sekolah saja. Sepanjang jalan,
pikirannya bercabang antara bolos atau tetap masuk sekolah. Tiba-tiba ditikungan
yang licin sebelum jembatan muncul mobil Jeep dengan kecepatan tinggi. Lampu
tabrakan. Tapi terlambat, ban depan motornya mengenai bemper Jeep. Bella
dengan rinci rasa sakit yang dideritanya saat tubuhnya diangkat dari aspal
datang. Tulisan itu berakhir dengan tinta yang luntur terkena air seperti terlihat
rangkaian angka dan huruf plat nomor mobil. Sepertinya ini plat nomor mobil
yang menabraknya. Mungkin ini yang bella inginkan dariku, memberi tahu polisi,
Sepanjang membaca tulisan itu, aku merasa Bella berdiri disebelahku. Aku
bahkan bisa merasakan bajunya yang lembap menyentuh lenganku. Air yang
menetes dari bajunya yang basah itu membasahi lantai perpustakaan. Aku tahu..
tapi terlalu takut untuk menoleh. Setengah linglung, aku berdiri dan berjalan
menjauh darinya. Aku pura-pura tidak menyadari kehadiran bella karena terlalu
takut. Aku sedikit merasa lega setelah menyerahkan kertas itu kepada guru-guru
lain dan memberi tahu mereka untuk menelepon polisi. Sebelum akhirnya aku
jatuh ke lantai dan terduduk lemas. Aku sempat melihat dari sudut mataku dan
sendiri. Aku mengamati sekali lagi ruang perpustakaan itu. Aku harus bisa
mengingat semuanya, siapa tahu polisi nantinya akan menanyaiku juga. Saat akan
mengunci pintu ruang perpustakaan, aku melihat sosok perempuan dengan gaun
wajahnya. Itu Bella, bajunya bersih, kering. Rambutnya yang sebahu lebih sedikit,
terkena angin menutupi sebagian wajahnya. Namun aku tetap dapat melihat
senyuman dibibirnya. Apakah itu artinya aku sudah terbebas dari gangguannya?