Written By : Beavermoon
Link Id : https://www.kaskus.co.id/profile/8270809
Note :
1. Pdf ini dibuat bukan untuk tujuan komersial, hanya sebagai bacaan dan semoga mendapatkan
pelajaran dan juga menghibur.
2. Sebagai bentuk apresiasi ane kepada penulis yang telah menuangkan Ide, gagasan, waktu dan segala
usaha dalam menyempatkan diri untuk mewujudkannya dalam bentuk cerita. Dengan
Mendokumentasikan dalam bentuk PDF sebagai bentuk wujud apresiasi ane agar bisa dibaca oleh
semua orang tanpa batasan ruang dan waktu.
3. Diharapkan untuk mengapresiasi langsung kepada penulisnya di Forum SFTH KASKUS, dan bukan
kepada ane pribadi.
4. Sebagai bentuk pertanggung jawaban ID ane Chamelemon dengan No Id:
https://www.kaskus.co.id/profile/9940927
5. Segala bentuk teguran , saran maupun kritik , ane harapkan disampaikan dengan santun melalui PM
ane.
Great Regards.
Chamelemon
Beavermoon
0
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sudah lama tak berjumpa dengan halaman ini dan biasanya cuma liat info-info HT
doang.
Dan pada akhirnya ane kembali dengan membawa kisah yang ngga terlalu
bagus
Jadi buat agan dan aganwati sekalian yang mau mengikuti thread ini seharusnya
baca AKU, KAMU, DAN LEMON terlebih dahulu. Cuma kalo mau baca ini dulu ya
Selamat membaca
Beavermoon
1
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku terbangun dari tidurku pada pagi ini dan kulihat langit sudah cukup cerah berkat
sinar matahari yang sudah melambung tinggi. Kubuka pintu yang menuju ke arah
balkon, dari sini aku dapat melihat Ayahku dan juga Adikku yang sedang mencuci
mobil bersama-sama dan juga aku dapat melihat Ibuku yang sedang duduk di ayunan
dekat kolam berenang sambil membaca sebuah majalah. Aku dapat tersenyum
menyaksikan semua ini, aku merasa cukup beruntung dengan keluarga yang aku
punya. Meskipun Ayah dan Ibu sangat sering untuk pergi dengan pekerjaan mereka,
setidaknya mereka masih menyempatkan waktu untuk kami berdua.
Aku kembali masuk ke dalam kamar untuk mencari hp yang kutaruh di atas meja, aku
menemukan hpku dan juga sebuah benda yang aku tidak tau itu apa. Sebuah benda
yang dibungkus oleh kertas kado berwarna biru muda lengkap dengan pita merah
muda yang membentuk simpul ikatan tali sepatu. Kuangkat benda itu dengan cukup
heran, aku merasakan bentuknya seperti sebuah buku. Dengan rasa yang makin
penasaran akhirnya kubuka benda itu dan benar saja aku menemukan sebuah buku.
Bungkus yang sangat rapih adalah hal yang biasa, hal yang luar biasa adalah aku
mendapatkan sebuah buku yang tidaklah baru melainkan buku tua yang sampulnya
sudah rusak dan hampir tertutup oleh debu. Ada beberapa sidik jari yang menempel
dan membuatku sedikit ketakutan. Kutinggalkan benda misterius itu di atas meja dan
aku menuju lantai bawah.
Aku segera menuju ke tempat Ibuku berada, dengan berlari-lari kecil menuju Ibuku
hingga aku sengaja mendorong Ibu dengan pelan yang membuatnya sedikit kaget.
“Kamu ngagetin aja Bram, kalo Ibu jantungan gimana.” Protes Ibu
Aku hanya bisa tersenyum kepada Ibu dan kemudian aku melihat ke arah Ayah dan
Nanda yang sedang mencuci mobil milik Ayah, Nanda sempat melihat ke arahku dan
dengan cepat aku menjulurkan lidahku kepadanya dan iapun membalasnya dengan
gerakan yang sama. Aku kembali teringat dengan benda misterius yang ada di atas
Beavermoon
2
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
mejaku.
“Bu, itu bingkisan yang di atas meja dari siapa? Kayaknya aku ngga ulang tah un deh
hari ini.” Tanyaku
“Ibu juga ngga tau, cuma tadi pas kamu tidur ada orang yang nganterin ke sini terus
bilang ini bingkisan buat Bramantyo Satya Adjie. Nama kamu masih sama kan belum
berubah?” Kata Ibu
“Ya masih lah Bu. Cuma yang aku bingung itu isinya buku lama gitu, ngga sebagus
bungkusan kadonya.” Kataku lagi
“Itu dari penggemar rahasia kamu Bram, kamu segala pake bingung lagi.” Kata Ayah
“Abang kamu kan ganteng, wajar lah dia langsung punya penggemar. Tapi masih
kerenan Ayah dulu pas kuliah.” Kata Ayah
Aku hanya memandang malas ke arah mereka berdua sedangkan Ibu hanya bisa
tertawa mendengar mereka mengejekku. Sedikit berbincang dengan Ibu dan
kemudian aku masuk ke dalam rumah untuk sekedar mandi. Selesai dengan mandi
dan memakai pakaian, mataku kembali tertuju pada benda misterius itu. Entah kenapa
benda tua itu seperti memiliki daya tarik untuk kubuka dan kubaca. Ada rasa takut
untuk membukanya dan akhirnya aku membuka buku itu dengan sangat hati-hati.
Buku Harian Airin adalah judul buku itu dan di bawah judul itu ada sebuah catatan
yang membuatku mematung sesaat dan kubaca hingga berulang kali. Kubuka
halaman pertama buku itu dan kubaca di atas kasurku.
Aku sedang duduk di bangku taman sekolah untuk menunggu seseorang datang, dan
kebetulan keadaan sekolah masih sangat sepi. Tidak lama yang kutunggu pun datang,
Beavermoon
3
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
ia berlari melewati lapangan sekolah menuju ke tempat aku berada. Aku hanya bisa
tersenyum mengetahui kedatangannya.
Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dan itu adalah sebuah kotak makan
berwarna hijau yang sudah tidak asing lagi bagiku. Ia membuka penutupnya dan
mengeluarkan beberapa potong roti isi untuk dibagikan bersamaku.
Kami makan bersamaan di bangku taman sekolah menunggu waktu masuk datang.
Sambil berbincang mengenai ulangan semester yang sedang kami jalani hingga
akhirnya sudah cukup banyak siswa yang berdatangan. Bel masuk pun berbunyi, kami
berdua bergegas menuju ruangan kami untuk melaksanakan ulangan semester. Dari
belakang kami mendengar suara langkah kaki yang cukup cepat.
“Lu dateng mepet mulu ya, kali-kali cepetan dikit lah.” Kata Herman
“Kayak baru kenal Mita aja sih, dia kan manusia mepet waktu.” Kataku
Dan kemudian kami memasuki kelas kami untuk melaksanakan ulangan semester dan
ini adalah hari terakhir. Satu jam sudah berlalu dan akhirnya aku sudah menyelesaikan
semua soal-soal tersebut. Aku keluar dari ruanganku dan menemukan Herman yang
masih berdiri melihat ke arah bawah, aku mencari tau apa yang sedang ia lihat di
bawah sana. Matanya tertuju pada seorang wanita yang sedang duduk di kantin
sambil memakan batagor.
Beavermoon
4
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Jangan bikin kaget bisa lah, kalo gue jantungan gimana.” Protesnya
“Udah ah jangan ngomel mulu, mending kita makan. Tapi bayarin gue dulu ya Man,
lupa bawa dompet” Kataku
Dan kemudian kami bersamaan berjalan melewati koridor kelas-kelas dan menuruni
anak tangga menuju kantin. Herman langsung menuju tempat batagor berada
sedangkan aku langsung menghampiri wanita yang Herman pantau daritadi
“Hai Inggar, pinter banget sih udah keluar duluan aja.” Kataku
“Hai Rin, ngga ah kamu juga udah keluar kan sama Herman.” Katanya
“Eh gembel, udah gue yang bayarin masa gue juga yang bawain semuanya. Gila lu ya.”
Protes Herman yang membawa dua piring batagor dan dua botol minuman yang ia
jaga di antara lengannya
Inggar hanya bisa tersenyum melihat kelakuan kami berdua. Aku memberi isyarat
kepada Herman agar duduk di samping Inggar namun ia menolaknya dengan
menggelengkan kepalanya secara pelan. Kami membicarakan mengenai ulangan
semester yang telah selesai dan tidak lama kemudian sudah banyak siswa yang
menyelesaikan ulangan mereka termasuk dengan Mita yang menuju ke meja dimana
kami berada.
Beavermoon
5
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Iya baru selesai. Herman, minggir. Gue mau duduk di samping Airin.” Katanya
Dan akhirnya Herman mengalah, ia bangun dari duduknya dan berpindah ke samping
Inggar. Meskipun dengan gelagat yang masih malu namun Herman tetap duduk juga
di samping Inggar. Aku dan Mita hanya bisa menahan tawa melihat kelakuan mereka
berdua yang sama-sama malu, dan aku rasa mereka berdua sama-sama suka.
Hpku berdering dan membuatku kehilangan fokus untuk membaca, kutaruh buku ini
di atas meja dan kuambil hp yang ada di sampingku. Ada sebuah panggilan masuk
dari salah seorang teman kelasku.
“Halo...”
“Halo Bram, aku punya tiket nonton buat nanti malem. Mau nemenin ngga?”
“Boleh aja Zah, nanti kabarin aja lagi...”
“Oke, nanti malem ya Bram...”
Panggilan itu terputus, aku berniat untuk membaca buku tua itu lagi namun aku rasa
nanti saja. Aku turun ke bawah untuk menemui Ayah dan Ibu. Mereka sedang
berbincang sambil menonton berita di tv, sedangkan Nanda sedang seru dengan
laptopnya. Aku menggoda adikku dengan menyentuh pipinya dan iapun protes
“Kamu usil banget sih Bram sama adek kamu sendiri, jangan gitu dong.” Kata Mama
Beavermoon
6
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Tau nih kamu, mending kamu cari pacar sana biar ada yang bisa kamu isengin selain
Nanda.” Kata Ayah
“Ntar aja lah urusan gituan, belom kepikiran buat nyari lagi.” Sanggahku
Hari yang sudah menjelang siang ini aku habiskan bersama dengan Ayah, Ibu dan
juga Nanda di ruang tamu. Dan malam menjelang, Ayah dan Ibu sudah bersiap-siap
untuk pergi ke suatu tempat yang Aku dan Nanda tidak mengetahuinya. Mereka
merahasiakan kemana mereka akan pergi, begitu juga denganku yang sudah bersiap-
siap untuk pergi. Tidak ketinggalan dengan Nanda yang juga akan pergi dengan
pacarnya. Ayah dan Ibu sudah pergi terlebih dahulu, aku dan Nanda sedang duduk di
ruang tamu sambil menonton acara di tv. Hpku berdering, ada panggilan masuk lagi
dari Zahra.
“Halo...”
“Halo Bram, aku minta maaf ya kita ngga jadi pergi malem ini. Mama rese minta
dianterin kemana tau ketemu temen-temennya.”
“Yaudah nggapapa Zah, next time aja...”
Ku tutup panggilan tersebut dan segera membuka kemeja yang sudah aku kenakan,
Nanda yang melihat gerakanku sedikit kebingungan.
Tidak lama berselang datanglah pacarnya Nanda ke rumah dengan mobil mewah dan
dandanan yang terbilang eksis pada masa kini. Ia bersalaman denganku dan
kemudian ia duduk di samping Nanda. Nanda yang sudah selesai dengan
persiapannya berpamitan denganku untuk pergi dengan pacarnya.
Beavermoon
7
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Bang, cari pacar gih biar ngga sendirian mulu di rumah...” Kata Nanda
“Iya Bang, emang ngga bosen sendirian mulu di rumah?” Tanya Rio, pacarnya Nanda
“Udah kalian pergi sana cepet! Tapi jangan pulang kemaleman, kalo ngga gue goreng
pake adonan bakwan.” Kataku dengan tegas
“Iya Abangku yang masih betah sendiri... Kita jalan dulu ya.” Pamit Nanda
Dan kemudian mereka pergi meninggalkan rumah malam ini, entah kemana aku juga
tidak tau. Dan di sinilah aku, seorang Bramantyo sendirian di rumah yang tidak pernah
menikmati malam minggu di luar sana bersama kekasihnya.
Kubuka hpku dan melihat deretan kontak yang ada di dalamnya, dan berhenti di
sebuah nama yang sudah aku bintangkan dan segera menghubunginya.
“Halo...” Jawabnya
“X...”
“...O”
Kututup panggilan tersebut dan kemudian aku melihat ke arah arloji yang sedang
kugunakan. Aku memperhatikan jalanan depan rumahku dengan seksama dan aku
kembali melihat ke arah arlojiku.
Dan tebakanku benar, dari jauh aku sudah melihat ada mobil yang datang menuju
rumahku. Sebuah mobil mewah dengan harga yang jika disebutkan dapat membeli
seratus empat puluh ribu bungkus nasi uduk lengkap dengan gorengannya. Mobil itu
masuk ke dalam halaman rumahku dan parkir dengan rapih. Keluarlah seseorang yang
nasib percintaannya hampir sama denganku namun aku lebih beruntung sedikit
darinya. Dan itu lah Reza, sahabatku sejak kami masih kecil.
Beavermoon
8
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku membawakan beberapa plastik berisi cemilan dan juga minuman yang Reza beli
tadi, dan kemudian kami langsung naik menuju kamarku. Kubuka plastik yang aku
bawa dan mengeluarkan semua isinya.
“Wah udah lama juga gue ngga minum ginian.” Kataku sambil membuka tutup botol
bir ini
“Ngomong-ngomong emang pada kemana ini sampe sepi banget?” Tanya Reza
“Biasa lah malem mingguan, Bokap sama nyokap dan Nanda sama Iyo.” Jawabku
setelah meminum bir botolan itu
“Makanya cari pacar, jomblo sih ngga pernah malem mingguan.” Kata Reza
Dia hanya bisa tersenyum seperti Onta dan aku hanya bisa menggelengkan kepalaku.
Kami berbincang di balkon mengenai apa saja yang sudah kami alami beberapa hari
belakangan. Corona ku sudah habis dan masuk ke botol berikutnya.
“Oh iya ngomong-ngomong masa tadi pagi gue dapet bingkisan misterius gitu.”
Kataku
Beavermoon
9
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Iya soalnya ngga ada nama pengirimnya, gue pikir salah alamat cuma yang ngirim
bilang ini buat Bramantyo Satya Adjie dan itu kan nama gue. Isinya buku gitu kayak
cerpen atau diari gue ngga tau, dan itu buku lama bukan buku baru. Sampulnya aja
udah rusak-rusak.” Jelasku
“Kok gue jadi takut ya, jangan-jangan itu buku kutukan lagi Bram. Atau jangan-jangan
yang ngirim itu setan. Ah jadi takut kan gue.” Kata Reza
“Apa sih, malem minggu juga. Mana ada setan di malem minggu, lagian nih ya
kuburan aja sekarang udah dijadiin tempat pacaran.” Kataku
“Iya juga sih, pernah gue lewat kuburan pagi-pagi terus ngeliat banyak banget bekas
kond*m di pinggirannya. Gue ngga abis mikir, mereka ngga takut gancet apa ya.” Kata
Reza
“Beli bubur yang deket gereja, kan sampingnya kuburan tuh nah gue liat di situ.”
Jelasnya
Setelah membahas hal yang tidak terlalu penting, akhirnya kami memutuskan untuk
masuk ke dalam kamar. Reza berniat untuk menonton film yang ada di dalam
laptopku, setelah memilih akhirnya kami mulai menonton film tersebut.
Reza sudah tertidur dengan nyenyaknya, aku hanya bisa memandang malas ke
arahnya. Kumatikan laptop dan menaruhnya di atas meja dan aku kembali melihat
buku misterius itu. Ada hasrat untuk kembali membaca namun aku masih penasaran
siapa yang mengirim buku ini. Dan pada akhirnya aku kembali membaca buku usang
Beavermoon
10
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
ini.
Aku dan Herman berjalan menuju parkiran motor karena aku akan menumpang
padanya. Aku menunggu di pos satpam sedangkan Herman berusaha untuk
menyalakan motor tuanya, dan sepertinya Herman kesulitan untuk menyalakan
motornya. Aku yang melihat kejadian itu langsung menghampirinya.
“Tau nih tumbenan dia ngambek, padahal tadi berangkat biasa aja.” Jawab Herman
“Lu gila ya? Mana bisa pake gituan doang langsung nyala.” Protes Herman
Herman kembali menyalakan motor tuanya dan ternyata berhasil. Herman hanya bisa
terdiam melihat kejadian ajaib seperti ini dan aku tersenyum kepadanya
“Dasar genit lu, sama cewe cantik aja mau nyala.” Protes Herman kepada motornya
Aku hanya bisa tertawa mendengar kata-katanya dan akhirnya kami meninggalkan
sekolah menuju rumah. Di perjalanan kami cukup banyak berbincang mengenai soal-
soal yang tadi kami kerjakan.
Beavermoon
11
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kodratnya lah, semua cewe itu diciptakan dengan keadaan cantik cuma levelnya aja
yang beda.” Jawabnya
“Level? Udah kayak keripik singkong pedes yang lo bawa waktu itu ke sekolahan...”
Kataku
“Iya, yang gue makan sampe keringet, air mata, ingus sama kentut keluar barengan.”
Katanya
Aku tertawa mendengar perkataanya, dan itulah yang membuatku nyaman bersama
dengan Herman. Banyak yang bertanya apakah kami berpacaran atau tidak, dan aku
selalu menjawab tidak. Bagaimana jika ternyata ia menyukaiku namun aku tidak
pernah tau?
Beavermoon
12
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ternyata ini hari minggu, padahal kemaren janjinya update hari jumat....
Mohon maaf karena pekerjaan yang membuat ane susah nyentuh laptop jadi bar u
bisa update hari ini
Selamat membaca
Aku terbangun pagi ini dan kulihat Reza masih terlelap dalam tidurnya. Aku
menemukan buku usang itu ada di atas dadaku, mungkin semalam aku ketiduran saat
membacanya. Kutaruh buku itu di atas meja dan aku bergegas masuk ke dalam kamar
mandi untuk sekedar mencuci muka. Setelah itu aku membuka pintu yang menuju
balkon dan matahari hampir muncul dari timur. Aku memutuskan untuk turun ke
bawah untuk melihat keadaan.
Setibanya di bawah aku menemukan Nanda yang sedang menonton kartun di salah
satu stasiun tv berlangganan. Aku duduk di sampingnya dan cukup membuatnya
sedikit terkejut dengan kedatanganku.
“Belum lah, aku juga baru bangun berapa menit yang lalu.” Katanya
“Yaudah kita sarapan di luar aja, ntar buat si Babon bungkus.” Ajakku
Aku naik ke atas untuk mengambil dompet dan juga hpku. Aku kembali melihat buku
misterius itu lagi dan membuatku ingin membawanya kemanapun aku pergi. Dan
Beavermoon
13
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
akhirnya aku membawa buku itu dan kumasukan ke dalam tas kecil milikku. Kemudian
aku dan juga Nanda menuju garasi untuk pergi mencari sarapan di luar.
“Lah udah bangun! Tadi pas gue naik masih merem, nyari sarapan. Ayo buruan turun.”
Ajakku
“Nih pake mobil gue aja.” Kata Reza sambil melempar kunci mobilnya yang berhasil
kutangkap
Dan tidak lama kemudian, Reza sudah menghampiri kami dan ia mengendarai
mobilnya
Dia hanya memandangku dengan malas. Aku terpaksa duduk di belakang karena
Nanda meminta untuk duduk di samping Reza. Selama di perjalanan aku terus melihat
ke arah buku usang itu dan sepertinya buku ini memiliki daya tarik untuk terus kubaca
tanpa henti.
Hari ini aku sedang duduk di halaman sekolah, melihat-lihat keramaian di saat jam
istirahat berlangsung. Bukan kebiasaanku ketika istirahat untuk duduk di luar, namun
hari ini aku sengaja untuk melihat Herman bermain basket di lapangan bersama
teman-temannya. Perkenalkan namaku adalah Airin Kusuma Lestari, dan aku terbiasa
untuk dipanggil dengan sebutan Airin. Aku adalah anak tunggal dari keluargaku,
sebab itu orang tuaku sangat menyayangiku. Dan itu adalah Herman, lelaki bahkan
teman pertama yang aku kenal di sekolah ini. Herman bukan orang biasa, melainkan
menjadi sosok idola di sekolah ini. Pandai di bidang pelajaran begitu juga dengan
Beavermoon
14
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
ekstrakulikuler basketnya. Sebagai kapten tim basket sekolah, ia dituntut agar selalu
tampil prima dan bisa menyemangati anggota tim yang lain. Dan itu pula yang
membuat banyak wanita yang menaruh hati padanya. Namun tidak ada satupun yang
dapat mendekatinya karena mereka semua tau bahwa aku memiliki kedekatan yang
berbeda dengan Herman, padahal sudah berulang kali aku mengatakan bahwa aku
hanya berteman dengannya.
Datanglah Mita dari kantin menghampiri dimana aku duduk saat ini, dengan
membawa minuman kesukaannya dan juga roti isi keju buatannya sendiri.
“Pantesan banyak yang gagal dapetin Herman, saingannya kayak lo gini ya...” Goda
Mita
“Kan udah gue bilang kalo gue sama dia cuma temenan doang ngga lebih Mit, lo lagi
masih ngga percaya juga sama gue.” Protesku
“Gue sih percaya Rin, cuma tiap denger ada yang ngomongin Herman pasti aja
langsung ngebahas lo juga. Ati-ati lo jadi public enemy.” Jelas Mita
Mita adalah orang yang paling dekat denganku selain Herman, ia adalah orang yang
selalu ada untuk menghibur jika aku merasakan sesuatu yang salah. Dan untunglah
Mita dapat mengerti bagaimana situasi yang sebenarnya terjadi antara aku dan juga
Herman. Kemudian Herman mendatangi kami dengan keringatnya yang sudah tidak
bisa dikendalikan lagi.
“Lo tuh ya Man, bawa anduk kek kalo abis main basket biar ngga jorok gitu.” Protes
Beavermoon
15
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Mita
“Apa sih berisik banget, Airin aja ngga pernah protes sama keringet gue.” Kata
Herman
Mita bangun dari duduknya untuk memukuli Herman dengan pelan. Aku hanya bisa
tertawa melihat kelakuan mereka berdua. Dan tidak lama kemudian bel masuk pun
berbunyi, kami melanjutkan pelajaran yang tertunda karena jam istirahat tadi. Siang
hari dan matematika adalah obat bius yang paling handal untuk teman-teman
sekelasku tanpa terkecuali. Apalagi Herman yang telah bermain tadi dan menguras
tenaganya, ia mulai merasakan kantuk yang mendalam hingga akhirnya ia tertidur
dengan posisi tangannya menopang dagu. Aku hanya bisa tersenyum melihat Herman
dengan kelakuannya yang sulit untuk dirubah.
“Bang, ini buburnya dimakan dulu dong jangan baca aja...” Kata Nanda
Aku tersadar bahwa aku sudah berada di warung tenda yang menjual bubur, dan aku
melihat ke arah sekitar yang sudah ramai. Reza sudah masuk ke dalam mangkuk ke
duanya sedangkan aku belum sama sekali untuk mulai memakan bubur ini.
“Tau lu makan dulu lah, ntar balik pas gue ngegame sama Nanda baru lu baca lagi.”
Kata Reza
Dan akhirnya aku mulai memakan semangkuk bubur ayam ini hingga hanya tersisa
bumbu di pinggiran mangkuknya saja. Aku dan Reza mulai menyalakan sebatang
rokok dan kemudian Reza menunjukkan sesuatu dari hpnya.
Aku melihat dengan seksama dan mencoba untuk mengingat siapa orang yang ada di
Beavermoon
16
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dalam hp Reza, satu per satu aku mengingat wajah orang ini namun hasilnya nihil.
“Gue lupa deh beneran, emang dia siapa?” Tanyaku balik kepadanya
“Inget cewe yang pertama kali kita ke Club?” Tanya Reza lagi
“Oh iya iya gue inget, loh kok lu bisa dapet kontaknya? Ketemu lagi? Kalo bahas itu
gue jadi inget tragedi pantat.” Kataku
Kami berdua tertawa mengingat kejadian itu lagi, saat-saat pertama kami baru
pertama kali masuk ke dalam Club.
Dan kemudian kami pulang menuju rumahku. Benar saja, setelah tiba di rumah, Reza
dan juga Nanda sudah tenggelam dalam layar permainan mereka untuk memulai
balapan motor tersebut. Jika mereka sudah bertemu dan game consoleku sudah
menyala maka dunia hanya milik mereka berdua, malah mereka lebih bisa dibilang
sebagai kakak-adik yang sebenarnya.
Aku berbaring di atas kasur sambil memainkan hpku untuk sekedar melihat sosial
media, dan setelah merasa bosan akhirnya aku mulai memainkan gitar lamaku. Gitar
yang kumiliki semenjak aku duduk di kelas dua SMP dan masih bertahan hingga
kini.Tiba-tiba aku mendengar ada suara ketukan beberapa kali hingga aku
menghentikan permainan gitarku.
Beavermoon
17
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Itu petok-petok Nda, sumpah ini serius kalian denger ngga?” Tanyaku lagi
Aku akan memulai untuk memainkan gitarku lagi namun aku kembali mendengar
suara itu lagi. Karena penasaran aku mencoba untuk melihat dari balkon kamarku,
sepertinya ada orang di depan rumahku menggunakan sedan putih yang harganya
cukup mahal. Dan kemudian aku turun ke bawah untuk melihat tamu yang datang
sepagi ini. Kubuka pintu gerbang ini dan aku sangat terkejut dengan tamu yang
datang pada pagi hari ini. Beberapa detik aku terdiam memandanginya dengan rasa
tidak percaya.
“Kamu...”
Dan di sinilah aku saat ini, di ruang tamu dengan orang yang benar-benar aku
percaya bahwa ia takkan pernah kembali. Namun saat ini ia ada di sampingku, dan
jujur saja aku sangat kaku untuk bertemu dengannya lagi.
“Biasa lagi ada kerjaan mereka, kalo Nanda ada di atas lagi main sama si Babon.”
Kataku
Beavermoon
18
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Oh ada Reza juga di atas? Kalian masih main terus ya...” Katanya
“Reza mana punya temen lagi sih selain aku. Kamu apa kabar?” Tanyaku
“Baik kok seperti yang kamu liat aja sekarang Bram.” Jawabnya
Dan lagi-lagi aku melihat senyuman itu, senyuman yang pernah membuatku jatuh hati
beberapa tahun yang lalu. Dan senyuman itu pula yang pernah membuatku
merasakan sakit yang luar biasa.
“Ka Wid!” Teriak Nanda menuruni anak tangga disusul oleh Reza
“Hai Nda, apa kabar kamu?” Tanya Widya masih dengan keramahannya
“Gue kira lu orang udah gila ngobrol sendiri, taunya ada wanita ini.” Sahut Reza
“Ka Wid kemana aja? Kok baru keliatan lagi?” Tanya Nanda
“Ka Wid waktu itu banyak urusan Nda, jadi ngilang dulu.” Jelasnya
Aku dan Reza sepakat untuk membuatkan minuman di dapur, dan sesampainya di
dapur Reza menggelengkan kepalanya.
Setelah berbincang cukup lama di ruang tamu, akhirnya aku mengantarkan Widya
masuk ke dalam kamarku sedangkan Nanda dan juga Reza sedang mempersiapkan
Beavermoon
19
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
makan siang untuk kami berempat. Aku mengikutinya dari belakang, langkahnya
masih sangat kukenali hingga saat ini. Ia melihat sekeliling kamarku dan kemudian
berbalik menghadapku.
Dan kemudian kami menuju balkon kamarku, ia duduk di bangku sedangkan aku
hanya berdiri bersandar pada tembok sambil menyalakan sebatang rokok. Aku
mencoba untuk meyakinkan diriku sekali lagi bahwa sosok yang ada di hadapanku
adalah nyata bukanlah ilusi semata, dan memang benar ini adalah sebuah kenyataan.
Widya, adalah seseorang yang pernah mengisi hari-hariku. Semasa SMA adalah waktu
yang cukup lama untuk mengenalnya dan waktu yang cukup lama juga untuk
menaruh hati padanya.
“Kamu kenapa diem aja Bram?” Tanya Widya menghapus semua lamunanku
Aku hanya bisa tersenyum kecil menanggapinya karena aku tidak tau harus berkata
apa untuk menyampaikan kembalinya dia saat ini. Tidak lama kemudian datanglah
Nanda memberitau bahwa makan siang sudah siap, aku dan juga Widya turun ke
bawah untuk makan siang bersama. Selesai dengan makan siang, aku dan juga Widya
membersihkan semua piring yang telah kami gunakan untuk makan siang. Nanda dan
juga Reza sudah kembali dalam permainan mereka di kamarku.
Beavermoon
20
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Ngga lah, harusnya aku yang bilang begitu udah disiapin makan siang segala.”
Katanya
Dan lagi-lagi aku melihat senyuman itu, senyuman yang bisa meluluhkan hatiku
secara menyeluruh. Bisa saja aku kembali menyukainya seperti beberapa tahun yang
lalu. Widya berpamitan untuk pulang karena masih ada urusan yang harus ia
selesaikan.
Aku hanya bisa menganggukan kepalaku tanpa ada satu katapun keluar. Dan
kemudian mobil yang ia kendarai semakin lama semakin menjauh dari pandangannku
dan menghilang di belokan sana. Aku masih memandangi ke arah sana tanpa tujuan.
Aku hanya menggelengkan kepala dan aku kembali masuk menuju kamarku. Aku
duduk di samping Reza sambil menyalakan sebatang rokok lagi.
“Ya lu liat aja itu Nanda udah tidur gitu.” Kata Reza
Kuhembuskan asap putih dari mulutku secara perlahan dan menghilang diterpa oleh
angin siang ini.
Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan tidak tau apa yang akan aku lakukan
setelah ini. Memang aku pernah menaruh hati padanya, namun ada sedikit luka yang
kembali terbuka saat aku melihat senyumannya.
Beavermoon
21
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku sedang berdiri di dermaga sore ini, angin berhembus cukup kencang menambah
kesejukan di sini. Widya datang membawa botol minuman yang selalu sama un tuk
kami berdua.
“Bram...” Katanya
“Kamu tau ngga apa yang lebih menyakitkan dari patah hati?” Tanyanya
Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku karena aku ingin tau apa jawaban darinya.
“Yang lebih menyakitkan dari patah hati itu ketika kita saling mencintai tapi kita ngga
tau perasaan satu sama lain...”
Beavermoon
22
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku sedang duduk di dalam kelas sambil membaca buku novel seperti biasanya,
suasana kelas yang hening membuatku sangat nyaman untuk membaca ditambah
dengan lantunan instumen musik dari hpku.
“Sibuk banget sih, kerjaannya baca mulu kayak ngga ada yang lain.” Kata Herman
duduk di sampingku
“Apa deh Man kayak baru pertama kali ngeliat gue aja. Lo sendiri kenapa ngga main
basket di lapangan?” Tanyaku
“Lagi males aja, makanya balik dari kantin buru-buru biar ngga disuruh main. Lu baca
buku apa sih?” Tanyanya balik kepadaku
“Cuma novel cinta-cintaan doang Man, bukan bacaan yang berat.” Kataku
Ia mengambil bagian kanan dari headset yang kupasang di telingaku dan ia ikut
mendengarkan lagu instrumen ini, aku masih fokus dengan novel yang sedang kubaca
tanpa memperdulikannya di sampingku.
Tiba-tiba saja pundakku serasa berat sebelah dan baru kusadari bahwa Herman
sedang bersandar di pundakku.
Aku hanya bisa tersenyum kepadanya dan kemudian aku kembali membaca lagi.
Namun konsentrasiku sepertinya terganggu dengan kedatangan Herman ditambah
dengan posisinya yang sedang bersandar di bahuku. Cukup banyak mata yang
memandang ke arah kami dari luar kelas yang membuatku merasa tidak enak.
Beavermoon
23
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Mungkin Herman juga merasakan apa yang aku rasakan hingga ia bisa berkata seperti
itu. Bukan itu saja, ada hal lain yang mengangguku saat ini. Entah itu apa, namun
rasanya seperti detak jantungku yang mulai berdetak dengan kencang.
Kututup buku yang sedang kubaca ini dan memasukannya ke dalam tasku.
Kunyalakan sebatang rokok lagi, dan kemudian aku melihat ke arah depan dimana
banyak sekali gerombolan mahasiswa yang sedang berbincang. Aku sedang berada di
kampus, sayangnya hari ini dosen yang ditunggu batal datang. Aku sengaja untuk
sekedar duduk di halaman depan gedung jurusanku. Dari kejauhan aku melihat ada
sesosok wanita yang membuat mataku tertarik untuk melihatnya. Dandanan yang
sederhana saja dapat Cumiakan mataku ini.
“Ngeliatin siapa deh Bram?” Tanya Zahra yang sudah duduk di sampingku
“Ngga kok. Eh gimana ngga jadi hari ini?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan
“Ya ganti hari jadinya, mungkin minggu depan jadi nambah materinya.” Jelasnya
Aku hanya mengangguk dan kemudian aku mencoba untuk melihat wanita yang tadi,
namun sayangnya aku tidak menemukannya lagi. Mungkin ia sudah masuk ke dalam
kelas atau sudah pulang. Dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang juga karena
hari semakin siang. Aku berpisah dengan Zahra di parkiran mobil karena kami
membawa kendaraan masing-masing. Kunyalakan mesin mobil tua ini dan bergegas
menuju rumah. Bertepatan di gerbang kampus aku melihat wanita yang sempat
menarik perhatianku, ia sedang menunggu di seberang sana dan ternyata ia menaiki
angkutan umum.
“Wah ngga nyangka cewe secantik itu naik angkot, pasti sederhana banget gaya
Beavermoon
24
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Setengah jam menembus perjalanan menuju rumah, akhirnya aku tiba dan aku
kembali dikejutkan oleh sebuah sedan putih yang sudah terparkir di halaman
rumahku. Aku memasukan mobilku ke dalam garasi dan kembali memandangi mobil
sedan ini lagi.
Karena semakin penasaran akhirnya aku masuk ke dalam rumah dan tidak
menemukan Widya di ruang tamu. Aku memutuskan untuk naik ke atas menuju
kamarku dan akhirnya aku menemukannya sedang duduk di balkon kamar bersama
dengan Nanda
“Nah kan Abang udah pulang jadi aku tinggal ya Ka Wid, ngantuk mau bobo.” Kata
Nanda
Nanda meninggalkan kami berdua di balkon, dan di sinilah kami berdua yang masih
saling terdiam satu sama lain. Kami hanya bisa saling tatap untuk beberapa saat
hingga akhirnya aku mencoba untuk membuka percakapan dengannya.
“Belum lama sih, tadi pas balik ketemu Nanda di depan jadi barengan aja.” Jawabnya
Dan kami kembali terdiam lagi. Entah mengapa kemarin sangat berbeda dengan hari
ini, jika kemarin adalah hari pertama aku kembali melihatnya lagi maka hari ini adalah
hari dimana aku harus membiasakan diri untuk bertemu dengannya lagi.
Aku berniat untuk mengajaknya bermain game dan ia pun menyetujuinya. Aku pikir
bahwa aku sudah yang paling handal dalam permainan ini namun tak disangka orang
Beavermoon
25
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
seperti Widya mampu mengimbangi permainanku, meskipun hasil akhirnya aku tetap
memenangi permainan bola ini.
Kami berdua tertawa dan melanjutkan permainan kedua kami dan lagi-lagi hasilnya
aku masih memenangkan permainan ini. Hingga tidak terasa hari sudah semakin sore
dan Nanda sudah selesai dengan mandinya.
“Mau ketemu temen Bang, nanti jam sembilan juga udah pulang.” Jawabnya
“Nanti dijemput sama temen aku ke sini, paling bentar lagi.” Jawabnya lagi
Aku dan Widya menyudahi permainan kami untuk turun ke bawah mengantar Nanda.
Dan memang benar sudah ada dua temannya yang datang menggunakan mobil
mereka. Nanda berpamitan dengan kami dan pergi menghampiri temannya,
kemudian mobil mereka menjauh dari pandangan kami dan menghilang di belokan
sana. Bertepatan juga dengan mobil mewah yang sudah aku kenal menuju rumahku.
Aku hanya mengangguk kepadanya. Setelah mobil Reza terparkir akhirnya dia
menghampiri kami berdua dengan gayanya yang sangat tidak enak untuk dipandang.
Beavermoon
26
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Aduh sore-sore gini berdua aja, jadi ngga enak mau ganggu...” Goda Reza
“Ya emang pas buat bertiga, tadi mobil yang di belokan itu isinya Nanda sama temen -
temennya.” Kataku meraih bungkusan makanan itu
Kami mulai memakan makanan yang dibawakan Reza sambil menonton acara tv.
Hingga akhirnya makanan kami habis dan kami saling berbincang di ruang tamu.
Malam sudah datang, kami masih saja berbincang di ruang tamu. Tiba-tiba saja Reza
berlari ke lantai atas, aku dan Widya yang melihat itu cukup kebingungan dengan apa
yang akan ia lakukan. Sekembalinya ia dari lantai atas, ia membawa gitar tuaku dan
juga satu pack kartu remi.
“Lu mau main gitar apa main kartu?” Tanyanya dengan nafas yang terengah -engah
“Jadi lu lari ke atas cuma buat ngambil gituan doang?” Tanyaku balik kepadanya
“Biar ngga bosen Bram, kita main di pinggir kolam aja.” Jawabnya
Aku sedang berjalan menuju parkiran sekolahku untuk pulang ke rumah. Aku sedang
menyalakan mobil tua ini dan bergegas untuk pulang. Ada seseorang yang mengetuk
kaca jendela mobilku, dan aku melihat itu adalah Widya.
Beavermoon
27
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Aku boleh main ke rumah kamu dulu ngga? Bosen Bram di rumah, tapi ntar anterin
aku balik lagi.” Pintanya
“Halo Om dan Tante, aku Widya temennya Bram...” Kata Widya sambil menyalami
mereka
“Yakin Bram kamu cuma mau temenan sama dia? Cantik loh jangan disia-siain.” Goda
Ayah
“Ayah apa sih ngomongnya. Maaf ya Wid soalnya ini pertama kalinya Bram bawa cewe
ke rumah jadi kita agak kaget aja.” Jelas Ibu
Aku hanya memandang malas ke arah mereka berdua. Setelah itu Widya diajak masuk
ke dalam dan makan bersama. Seperti biasa, aku selalu makan di depan tv sedangkan
Ayah dan juga Ibu selalu makan di meja makan.
“Gitu tuh kerjaannya Bram, kalo makan pasti di depan tv sambil nonton kartun.” Kata
Ibu
“Aku juga biasanya gitu sih Tante kalo di rumah.” Kata Widya
Beavermoon
28
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kemudian Widya menghampiriku dengan piring berisi nasi serta lauk pauknya dan
duduk di sebelahku. Tidak lama kemudian Nanda pulang dan ia cukup terkejut
melihat kedatangan wanita yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ia menghampiriku
dan mencium tanganku seperti biasa.
“Apa sih Abang gitu mulu. Hai, aku Nanda adiknya Abang.” Katanya
“Hai aku Widya, salam kenal ya.” Kata Widya bersalaman dengannya
Nanda menghampiri Ayah dan juga Ibu untuk ikut makan juga.
“Kalo pipi aku kayak bakpao juga ngga?” Tanyanya sambil menggembungkan pipinya
dan tersenyum
Aku terdiam melihat senyumannya karena itu salah satu senyuman termanis yang
pernah aku lihat. Setelah selesai makan aku mengajak Widya untuk menuju kamarku,
dan ia cukup terkejut dengan keadaan kamarku yang terbilang rapih.
“Kamu seneng sama mobil tua ya?” Tanyanya melihat miniatur mobil antik yang ada di
etalase kaca
Aku mengangguk dan tersenyum kepadanya, setelah itu kami menuju balkon untuk
melihat-lihat saja. Dari kejauhan aku melihat Reza yang sedang menuju rumahku
menggunakan motornya dan ia juga baru pulang dari sekolah. Ia masuk ke dalam
Beavermoon
29
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
rumahku dan segera menuju kamarku. Ia pun terkejut dengan kehadiran sosok wanita
yang ada bersamaku saat ini.
“Bon, kenalin ini temen gue. Wid, ini sahabat aku dari kecil.” Kataku kepada mereka
“Gue kira lu udah ngga punya temen cewe lagi Bram, ternyata masih ada.” Kata Reza
“Udah ah mending kita lanjutin poker gimana? Mau ikut ngga Wid?” Tanyaku
Kami memulai permainan poker kami, dari satu ronde ke ronde yang lain hingga aku
tersadar bahwa muka kami sudah penuh dengan bedak sesuai dengan peraturan yang
kalah akan dicoret mukanya menggunakan bedak. Kami saling pandang dan akhirnya
kami menertawai diri kami sendiri hingga kelelahan.
Aku, Widya dan juga Reza sudah berada di pinggir kolam dengan permainan poker
kami yang entah sudah keberapa kalinya. Muka kami sudah penuh dengan bedak
yang bentuknya sudah tidak karuan lagi
“Jack...” Kataku
“As...” Kataku
Beavermoon
30
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku dan Widya hanya bisa tertawa melihat Reza yang lagi-lagi kalah dalam permainan
biasa ini, ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja diberikan oleh Widya
dengan melihat seluruh kartu yang sudah berserakan di lantai pinggir kolam.
“Pantesan daritadi ngga ada yang keluar, ditahan-tahan buat bom.” Kata Reza sambil
menepuk dahinya
“Lu udah sering main masih aja kena bom mulu.” Kataku
Dan setelah menempuh puluhan game, akhirnya kami menyudahi permainan itu. Reza
sudah naik ke kamarku terlebih dahulu sedangkan aku masih di sini menunggu Widya
yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
“Iya Wid, kamu hati-hati di jalan. Kalo ada apa-apa kabarin aja.” Kataku
Ia mengangguk dan tersenyum kepadaku, setelah itu ia mencium pipiku dan itu
sangat membuatku terkejut. Aku hanya dapat terdiam dan menatap senyumannya
yang benar-benar membuatku jatuh hati. Ia pergi meninggalkan rumahku dan
semakin menjauh dari pandanganku.
“Weh, lu ngapain bengong di situ? Buruan naik.” Teriak Reza dari balkon kamarku
Aku melihat ke arahnya dan segera naik ke kamarku. Aku masih tidak percaya dengan
apa yang baru saja aku terima, dan itu masih terasa hingga saat ini. Widya mencium
pipiku malam ini dan aku tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya diam tanpa kata.
Beavermoon
31
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Gue tau kok Bram kalo lu pasti suka lagi sama dia. Dari dulu emang lu masih suka kan
sama dia sampe sekarang?” Tanya Reza
“Yaudah santai aja dulu, liat perkembangannya dia. Kalo dia ngga bakalan ngilang lagi
baru lu nyatain perasaan lu.” Kata Reza
“Mending kita nonton film aja, gue ada yang baru nih...” Ajak Reza
Kami saling pandang dan akhirnya kami tersenyum bersama-sama. Dan akhirnya
malam ini kami memutuskan untuk menonton film bersama, film yang dibintangi oleh
Ameri Ichinose dan teman-temannya.
Beavermoon
32
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sabtu siang ini, aku sedang berada di rumah karena tidak ada jadwal perkuliahan.
Sudah beberapa lagu yang aku mainkan menggunakan gitar tua ini di balkon
kamarku. Tidak ketinggalalan juga buku usang misterius dan juga secangkir kopi
hitam yang ada di atas meja.
Reza keluar dari kamar mandi selesai dengan urusan “menabung”nya dan ia
bergabung denganku di balkon sambil menyalakan sebatang rokok, ia duduk di
sampingku bermain dengan hpnya.
“ANJ*R!!!” Teriaknya
Aku yang mendengar itu sangat terkejut dan aku segera mendorong badannya.
“Gimana jadi gue lu, bakalan lebih kaget lagi. Lu liat sendiri nih...” Kata Reza
menunjukan sesuatu di layar hpnya
“Astaga gue kira lu dikasih gambar pocong lagi makanya sampe begitu, taunya
diajakin jalan sama dia...” Kataku
“Ini sebuah prestasi Bram, dimana seorang Kamen Rider Eja diajakin jalan sama cewe
cantik.” Jelasnya
Beavermoon
33
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Yaudah berarti jangan sia-siain kesempatan ini, ntar malem langsung tancep gas.”
Kataku
“Lu mau sombong apa emang peduli sama gue?” Tanyaku dengan muka yang sudah
memalas
Reza hanya tersenyum Onta membalasnya. Sebuah kemajuan bagi Reza bahwa pada
akhirnya ia bisa keluar di malam ini bersama dengan seorang wanita yang sudah
menarik hatinya, sedangkan aku masih saja harus melewati malam demi malam di
rumah. Bukan suatu hal yang membebani pikiranku jika tiap malam aku hanya bisa di
rumah, namun ada hal lain yang sudah membebani pikiranku semenjak Widya hadir
kembali.
Hari ini adalah hari pertama aku masuk ke sekolah baru, dimana beberapa hari yang
lalu aku baru saja melewati sebuah masa orientasi sekolah. Dan pagi ini aku sedang
duduk di bangku kelas, tidak banyak yang berbincang pagi ini mungkin karena
keadaan yang baru dengan orang-orang yang baru pula. Bangku sudah hampir terisi
penuh menyisakan bangku yanga ada di sampingku dan bangku yang paling
belakang. Datanglah seorang siswi yang baru aku kenal semasa orientasi sekolah lalu
dan itu adalah Widya. Ia langsung saja duduk di sampingku tanpa menghiraukan yang
lain karena kami sudah cukup kenal satu sama lain.
“Dateng kapan Bram? Kayaknya gue yang paling terakhir dateng di kelas ini.” Katanya
Tidak lama kemudian bel masuk pun berbunyi, datanglah seorang guru wanita yang
terbilang masih muda dan ternyata dia adalah wali kelas kami. Dia memulai kelas
Beavermoon
34
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Baiklah karena kalian sudah tau kalau saya yang jadi wali kelas kalian, maka hari ini
akan dibentuk sebuah organisasi kelas yang dimana terdiri dari ketua kelas, wakil
ketua, sekretaris dan juga bendahara melalui voting terbanyak. Sebelum itu kalian
harus menentukan kandidatnya. Jadi siapa yang akan menjadi kandidat pertama?”
Kata Wali Kelas kami
Widya mengacungkan tangannya dan aku beranggapan bahwa ia adalah sosok wanita
yang percaya diri, dia dengan cepat mencalonkan dirinya sebagai kandidat pengurus
kelas.
“Bu, saya mencalonkan Bramantyo sebagai kandidat ketua kelas.” Kata Widya
Aku yang mendengar itu sontak terkejut bukan main, bagaimana tidak di hari pertama
sudah mendapatkan kejutan seperti ini.
“Eh gue kira lu mau nyalonin diri lu sendiri, kenapa jadi gue?” Protesku
“Bu, saya mencalonkan Widya sebagai kandidat kedua.” Kataku dengan cepat
“Ih apa sih Bram, mana ada ketua kelas cewe yang ada malah ntar gue ditindas sama
cowo-cowo. Jangan ngaco deh lo.” Protesnya
Aku menjulurkan lidah kepadanya sebagai tanda bahwa aku sangat senang untuk
membalas apa yang sudah ia perbuat terlebih dahulu.
“Oke karena kita juga butuh kandidat wanita maka Widya akan menjadi kandidat
Beavermoon
35
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Baiklah kita sudah mendapatkan hasilnya. Jadi yang akan menjadi ketua kelas adalah
Bramantyo dengan Wakilnya Hanandita. Sekretaris akan dijabat oleh Widya dan
Bendahara oleh Nunung dan juga Dewi.” Kata Wali Kelas kami
Aku dan Widya saling bertatapan dan kemudian aku mengulurkan tanganku yang
disalami oleh Widya.
Aku masih berbaring di atas kasur sambil menonton film, dan tak terasa sore sudah
semakin gelap dan akan berganti menjadi malam. Film yang kutonton tak lama selesai
dan aku putuskan untuk turun ke bawah melihat keadaan sekitaran rumahku. Aku
menemukan Nanda dan Rio yang sedang berbincang di teras depan dan nampaknya
mereka sudah bersiap untuk pergi seperti biasanya.
“Kamu mau kemana? Belum jam tujuh udah rapih gini.” Tanyaku heran
“Ada acara ulang tahun temen kelasan Bang, makanya mau ke sana dulu sama Iyo.”
Kata Nanda
Beavermoon
36
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Biasain jangan pulang kemaleman ya, nanti kalo ada apa-apa Abang juga yang
repot.” Kataku
Mereka berpamitan denganku dan meninggalkan rumah menaiki mobil Rio yang
hampir sama dengan mobil Reza. Aku duduk di teras depan sambil menyalakan
sebatang rokok dan melihat ke arah kolam berenang. Hari sudah malam dan tak
terasa ini sudah batang ke tiga rokok yang kuhisap. Kuputuskan untuk masuk ke
dalam rumah dan segera naik ke kamarku, lalu aku membuka laci mejaku dan
mengambil kembali buku misterius itu. Kunyalakan sebatang rokok lagi dan mulai
membacanya di balkon kamar.
Entah apa yang saat ini terjadi, namun lama kelamaan aku merasa bahwa aku jatuh
cinta kepada Herman. Bagaimana tidak, hanya aku teman wanitanya yang ia
spesialkan dengan berbagai cara hingga membuat iri wanita-wanita lain yang
mendekatinya. Terkadang ragu di dalam hati ini masih terasa, maka dari itu aku tidak
mau mengambil keputusan terlalu cepat untuk jatuh cinta.
“Eh nggapapa kok Man, cuma kebayang sama kata-kata di novel aja.” Sanggahku
Herman tersenyum kepadaku dan melanjutkan makan siangnya lagi. Hari ini termasuk
hari yang spesial bagiku dan juga bagi Herman karena kami dapat berdua di kantin
bukan lagi di kelas seperti biasanya. Dan tentu saja kehadiran kami di sini
mendapatkan mata-mata yang melihat kami dengan cukup heran tidak percaya.
Sebelumnya Herman sudah bilang kepadaku bahwa jangan terlalu memikirkan kata
orang, cukup didengarkan saja. Dan itu lah yang membuatku mau untuk keluar dari
kelas saat jam istirahat. Tidak lama kemudian Mita datang menghampiri kami setelah
Beavermoon
37
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kayaknya orang-orang pada heran deh ngeliat lo keluar dari kelas pas istirahat.” Kata
Mita
“Itu mah ngga terlalu gue pikirin, masalahnya di depan gue itu Herman Mit. Lo tau
sendiri fansnya dia di sekolah ini ada berapa banyak.” Jelasku
“Udah lah jangan dipikirin mulu, mending makan aja.” Kata Herman
“Gue setuju sih sama kata Herman, ngapain amat dipikirin yang penting kan kita ngga
ganggu mereka.” Jelas Mita
Dan kemudian kami melanjutkan makan siang kami. Setelah selesai Herman langsung
menuju lapangan untuk bermain basket sedangkan aku dan juga Mita hanya
menyaksikannya dari bangku taman yang tidak jauh dari kelas kami.
Mita yang tergolong menyukai olahraga ini dengan semangat mendukung mereka
yang bermain, tidak ketinggalan dengan komentar-komentarnya mengenai
permainan mereka dan aku hanya bisa tersenyum melihat permainan Herman yang
diatas rata-rata.
“Mit...” Panggilku
“Apa? Ntar dulu lagi seru nih beda satu bola doang.” Tanya Mita tanpa mengalihkan
pandangannya dari lapangan basket tersebut
Beavermoon
38
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“HAA!!!” Katanya dengan suara sangat keras hingga kami menjadi pusat perhatian
orang banyak
Dan tentu saja teriakan Mita tadi membuat Herman menghampiri kami dengan sejuta
tanya di dalam kepalanya.
“Lu kenapa Mit? Teriak sampe gue ngga jadi ngeshoot.” Tanya Herman penasaran
“Eh nggapapa kok Man, mending lo lanjutin maen lagi deh.” Sanggah Mita
Aku menutup buku misterius ini karena aku mendengar ada suara yang berasal dari
pintu gerbang rumahku. Aku melihat dari balkon dan tidak menemukan apa -apa di
pagar rumah, dan jujur saja aku sedikit merinding setelah kejadian ini.
“Bentar deh, ini kan malem minggu. Mana ada setan keliaran? Kuburan aja udah jadi
tempat buat pacaran.” Kataku seorang diri
Benar-benar terkejut aku mendengar suara yang ada di belakangku dengan sangat
jelas, dan aku berpikir bahwa kata-kataku tadi adalah kata-kata yang menantang
setan tersebut untuk datang ke rumahku dan menampakan wujudnya. Dengan
terpaksa aku membalikan badanku untuk melihat seperti apa wujud setan yang sudah
merasa aku tantang kehadirannya.
Beavermoon
39
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Bulu kudukku semakin meninggi dan aku hampir saja tidak bernafas untuk beberapa
saat, nafasku kembali tenang karena wujud setan ini tidak seseram seperti yang aku
bayangkan. Wajahnya yang nampak mendamaikan membuatku tidak takut kepada
setan yang satu ini.
“Karena ini setan baik yang datang untuk menemani seorang Bramantyo di rumah.”
Kata Widya
“Aku beneran Widya lah Bram, masa iya aku setan.” Katanya
“Kalo kamu emang beneran Widya berarti kamu bisa jawab ini, apa yang kita makan
sore hari di taman waktu SMA?” Tanyaku
“Bakso dengan sambel yang banyak, terus kamu sok-sokan ngga mau main
gelembung katanya terlalu bocah. Terus aku ngambek dan akhirnya kamu mau ma in
gelembung juga sama aku.” Jelasnya dengan rinci tidak lupa dengan senyuman
manisnya
Aku juga ikut tersenyum mengetahui bahwa dia benar-benar Widya bukan jelmaan
setan, namun hal yang paling aku senangi adalah dia masih mengingat dengan rinci
kejadian beberapa tahun yang lalu. Ekspektasiku tidak sejauh apa yang dia ucapkan
tadi, dan itu membuatku semakin yakin akan satu hal.
“Kamu dari mana? Kok ngga ngabarin dulu mau ke sini?” Tanyaku
“Aku dari rumah, kayaknya aku udah nelpon kamu deh cuma ngga ada ja waban
makanya aku nekat ke sini.” Jelasnya
Beavermoon
40
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku melihat ke meja balkon dan tidak menemukan hpku, itu yang menyebabkan aku
tidak mengetahui bahwa Widya menghubungiku terlebih dahulu sebelum ke rumah.
Aku dan Widya hanya saling tatap satu sama lain hingga beberapa saat, dan akhirnya
kami sama-sama tersenyum mengingat kejadian demi kejadian yang telah kami alami
semasa SMA dulu.
Beavermoon
41
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku sedang berada di lapangan basket karena hari ini kelasku sedang mengadakan
pelajaran olahraga. Kami sudah mulai berbaris dan melakukan pemanasan yang
diinstruksikan oleh guru olahraga kami dan kebetulan Aku dan juga Widya
mendapatkan barisan yang paling belakang. Kami sudah selesai dengan pemanasan
kami, kemudian kami melakukan jogging sebanyak lima putaran mengikuti guru
olahraga kami.
“Bener juga sih kata lu, mungkin udah tobat dia jadi binaragawan makanya ngajar
anak sekolahan sekarang.” Kataku
Dan akhirnya kami selesai dengan jogging kami, berikutnya kami mendapatkan materi
tentang lompat jauh. Kami melihat gerakan guru olahraga kami dengan teliti agar
mendarat dengan aman dan sempurna, lalu kami mulai mencoba satu per satu dan
aku dapat melakukannya dengan hampir sempurna.
Jam pelajaran sudah mau habis, kami mendapatkan waktu bebas. Aku dan Widya
memilih untuk ke kantin membeli segelas minuman.
Aku hanya tersenyum menjawabnya dan kemudian aku mulai sibuk dengan hpku,
sedangkan Widya masih memandangi lapangan.
Beavermoon
42
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Bram...” Panggilnya
“Yang mana? Emang ada yang mana aja Bram kok banyak banget.” Tanyanya hera n
“Bukan gitu, maksudnya tuh gue lagi ngga suka sama siapa-siapa.” Jelasku
“Lo ngga mau nanya gue lagi suka sama siapa gitu?” Tanyanya lagi
Aku memandangnya dengan malas dan dengan terpaksa aku menanyakan apa yang
ingin dia dengar.
“Yaudah emang lu lagi suka sama siapa?” Tanyaku dengan muka malas
“Sama lo Bram...”
Aku terbangun pagi ini, dan aku tersadar bahwa semalam aku tidur di sofa kamarku.
Aku lihat di atas kasur masih terbaring Widya dan juga Nanda dengan nyenyaknya.
Aku bangun dari tidurku dan membuka pintu balkon, udara sejuk langsung masuk
begitu saja. Aku turun ke bawah untuk membuat secangkir kopi dan beberapa lembar
roti tawar. Kembali lagi ke kamar, aku langsung menuju balkon dengan buku misterius
yang sudah ada di genggamanku saat ini.
Beavermoon
43
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Pagi ini aku sedang duduk di kelas dengan buku novel yang sudah aku pegang dan
sudah kubaca sejak aku datang ke sekolah pada hari ini. Satu per satu teman kelasku
akhirnya berdatangan hingga akhirnya tersisa Herman yang belum datang. Mita yang
sudah datang menghampiriku dan duduk di bangku yang biasa ditempati oleh
Herman.
“Si Herman kemana Rin? Kok jam segini belom dateng juga?” Tanya Mita penasaran
“Gue juga kurang tau Mit, kalo hari ini dia telat berarti jadi hari pertamanya dia dateng
telat ke sekolah.” Kataku
Mita hanya menganggukan kepalanya. Tidak lama setelah itu bel sekolah pun
berbunyi dan Mita duduk di sampingku selama Herman belum datang ke sekolah.
Kejadian ini membuatku tidak terlalu fokus pada pelajaran karena aku hanya dapat
memandangi pintu kelasku menunggu Herman datang, namun tidak terasa pelajaran
pertama sudah selesai dan Herman belum datang juga. Aku merasakan cukup gelisah
entah kenapa.
Jam pelajaran kedua pun sudah dimulai dan lagi-lagi aku tidak dapat fokus pada
pelajaran ini karena pandanganku masih terpaku pada pintu kelas yang biasa Herman
lewati setiap sekolah.
“Udah Rin mending lu tanya aja lewat sms si Herman...” Suruh Mita
Dengan cepat aku membuka hpku dan mengirimkan pesan kepadanya. Lima menit
berlalu, sepuluh menit sudah berlalu, hingga tak terasa jam pelajaran kedua pun
sudah usai dan aku masih belum mendapatkan kabar dari Herman. Jam istirahat pun
berlangsung, aku duduk di bangku taman sekolah melihat ke arah gerbang sekolah
dan hingga saat ini aku tidak dapat menemukan Herman di sana atau dimanapun.
Beavermoon
44
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku hanya dapat menggelengkan kepala, karena memang hingga saat ini Herman
belum membalas pesan dariku. Mita menyuruhku untuk tenang karena mungkin saja
Herman memiliki keperluan dengan keluarganya hingga dia tidak bisa datang ke
sekolah hari ini.
Jam demi jam sudah aku lewati hingga tak terasa bel pulang sekolah sudah berbunyi.
Aku berjalan menuju gerbang depan sekolah bersama dengan Mita. Kami sudah
masuk ke dalam mobil milik Mita dan aku diantarkan ke rumah kali ini. Selama di
perjalanan aku merasa tidak nyaman karena tidak melihat Herman hari ini di sekolah.
“Gue ngga ngebayangin kalo lo beneran jadian sama Herman.” Kata Mita
”Lo bayangin nih ya, lo sama Herman yang belom jadian aja sehari ngga ngeliat dia
udah kayak kehilangan apa tau yang berharga. Bayangin kalo lo udah beneran jadian
sama Herman, mungkin lo udah jadi orang gila kali ya.” Jelas Mita
“Gue sendiri ngga tau Mit kenapa gue begini, perasaan gue ngga enak.” Kataku
Aku hanya menggelengkan kepalaku karena aku tidak tau apa yang harus aku lakukan
saat ini. Tidak terasa akhirnya kami sudah tiba di rumahku. Aku berpamitan dengan
Mita dan mengucapkan terima kasih karena telah mengantarkanku hingga rumah.
“Santai aja lah Rin kayak sama siapa aja. Nanti gue coba cari tau soal Herman juga
deh.” Katanya
Beavermoon
45
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kemudian Mita bergegas untuk pulang dan aku masuk ke dalam rumah dengan
keadaan tidak bergairah sama sekali. Dan jelas saja, tingkah lakuku yang sangat
berbeda hari ini menjadi objek aneh bagi Papa dan juga Mama.
“Kamu kenapa? Kok kayak ngga ada nyawanya gitu?” Tanya Mama
“Ngga diapa-apain Pa, orang dia aja ngga masuk hari ini.” Jelasku
Kemudian aku meninggalkan mereka masuk ke dalam rumah dan langsung menuju
kamar. Tanpa mengganti pakaian ataupun mandi aku langsung merebahkan badanku
di atas kasur dengan hp yang ada di tangan kananku, dan aku masih belum
mendapatkan kabar dari Herman. Aku berinisiatif untuk menghubunginya sore ini dan
hasilnya sama saja, tidak ada jawaban sama sekali.
Entah kenapa aku merasa sangat gelisah ketika aku tidak melihat Herman hari ini,
padahal kami hanya teman tidak lebih. Terlihat berlebihan namun memang ini benar
adanya, aku gelisah ketika tidak bertemu Herman di tempat yang seharusnya aku
melihatnya bahkan dapat berbincang dan bercanda bersama.
------------------------
Aku sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah pagi ini bersama dengan Papa,
dan kami sedang melaksanakan sarapan pagi seperti biasa di meja makan. Papa dan
juga Mama sangat heran melihat diriku yang tidak ada semangat sama sekali untuk
berangkat ke sekolah.
“Kamu kenapa? Dari kemaren abis pulang sekolah sampe sekarang kok masih gini-gini
aja?” Tanya Mama keheranan
Beavermoon
46
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kamu mau ngga sekolah dulu? Abisan kamu ngga ada semangatnya gini.” Kata Papa
Aku hanya dapat menggelengkan kepalaku, dan akhirnya sarapanku selesai dan
sebentar lagi aku akan berangkat ke sekolah diantar oleh Papa. Kubuka pintu utama
rumahku untuk memakai sepatu dan aku mendapatkan kejutan yang luar biasa.
Tanpa disadari aku dapat tersenyum pagi ini karena aku dapat melihat Herman lagi
setelah kemarin ia menghilang entah kemana. Kemudian Papa dan juga Mama keluar
dari dalam rumah.
Papa dan juga Mama melihat ke arahku secara bersamaan dan melihat aku dapat
tersenyum kembali setelah kemarin aku murung seperti kehilangan separuh nyawa,
dan akhirnya Papa dan Mama mengizinkan aku untuk diantar oleh Herman. Dengan
cepat aku memakai sepatuku dan mengenakan helm yang diberikan oleh Herman,
setelah berpamitan akhirnya kami berangkat ke sekolah.
Selama di perjalanan aku masih tidak percaya bahwa Herman ada di depanku saat ini
setelah kemarin ia menghilang entah kemana tanpa adanya kabar.
“Kangen ya Rin?” Tanyanya dan aku dapat melihat senyumannya dari kaca spion
Beavermoon
47
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
motornya
Aku tidak menjawab pertanyaan dari Herman, aku hanya dapat menganggukan
kepalaku secara pelan entah ia tau atau tidak.
Buku misterius ini kututup dan kuletakkan di atas meja. Kuhisap kembali rokok yang
sudah mendekati ujungnya dan kumatikan di dalam asbak. Aku merasakan
kenyamanan di pagi hari ini, entah karena rokok yang sudah kuhisap, entah secangkir
kopi yang mampu menyegarkan pagi hari ini, atau karena sebuah pelukan yang aku
dapatkan pagi ini. Widya sudah berada di belakangku dari tadi namun ia menyuruhku
untuk tetap membaca buku yang misterius ini dan kemudian ia mengalungkan
tangannya di leherku, wajahnya dapat aku rasakan persis di sampingku yang ikut
membaca buku itu juga.
Ia mencium pipiku dari belakang dan kemudian ia tersenyum seperti biasanya. Kami
memutuskan untuk mencari sarapan di luar. Belum sempat kami masuk ke dalam
kamar aku sudah mendengar suara mobil di luar pagar, aku dan juga Widya segera
turun untuk membuka gerbang tersebut. Reza dengan sangat kaget melihat aku
bersama Widya dari dalam membukakan gerbang.
“Kayaknya udah ada yang bener-bener gantiin posisi gue nih...” Canda Reza
Beavermoon
48
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Mulai lagi kan, mending mobil lu parkir di luar kita cari sarapan.” Kataku
Setelah bersiap-siap akhirnya kami mencari sarapan di luar bersama-sama, dan kami
memutuskan untuk sarapan di sebuah warung tenda yang menjual soto ayam. Nanda
dan juga Widya sedang memesankan untuk kami berempat sedangkan aku dan juga
Reza sudah duduk di bangku yang disedakan.
“Ngga gimana-gimana. Harusnya gue yang nanya lu sama cewe itu gimana?” Tanyaku
balik kepadanya
Dan kemudian kami mulai dengan sarapan kami. Selesai dengan sarapan kami
akhirnya kami kembali menuju rumah. Nanda membantu Reza untuk mencuci mobil
miliknya sedangkan aku dan Widya hanya dapat melihat mereka dari pinggir kolam
ini.
Aku hanya dapat menganggukkan kepalaku dan tersenyum ke arah mereka, secara
reflek aku memegang tangan Widya dan dengan cepat aku langsung melihat ke
arahnya. Dia tersenyum seperti biasa.
Siang ini aku sedang duduk di bangku kantin setelah menghabiskan sepiring nasi
goreng, dan tidak lama datanglah Widya membawakan minuman yang selalu sama
untuk kami berdua.
Beavermoon
49
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia tersenyum kepadaku dan jujur saja itu membuatku terdiam beberapa saat.
Dan memang benar, sebuah senyuman dapat menjadi sebuah senjata yang
mematikan. Dan setelah aku melihat senyuman itu, aku rasa aku mulai menyukainya.
Beavermoon
50
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Bukan sebuah kebetulan jika Widya benar-benar kembali, dan bukan sebuah
kesalahan juga jika ia ingin mengulang kembali semua yang dulu pernah kami lakukan
bersama-sama. Tiga tahun memanglah bukan waktu yang sebentar untuk
mengenalnya, tiga tahun memanglah bukan waktu yang sebentar untuk meyakinkan
diriku sendiri, dan tiga tahun memanglah bukan waktu yang sebentar untuk
mengungkapkan semuanya. Waktu tidak pernah berhenti bahkan berjalan mundur, ia
terus melangkah maju dengan pasti tanpa adanya sebuah keraguan. Hanya terkadang
kita dihadapkan kembali oleh masalah yang sebelumnya sudah pernah kita lewati, dan
itu menjadi acuan apakah kita dapat melewatinya lagi di masa sekarang.
Aku menjalani hidupku seperti biasa, disibukkan dengan tugas kuliah dan harus selalu
menemui revisi demi revisi agar tugas yang telah kubuat dapat sesempurna mungkin.
Dan hari ini aku mendapatkan revisiku yang ketiga kalinya. Awal yang berat memang,
namun aku mencoba untuk tidak menyerah dengan keadaan.
“Lu masih mau revisi lagi Bram? Ngga mau nekat ngumpulin aja?” Tanya Bima teman
sekelasku
“Ya mau gimana lagi Bim, kerjain aja dulu selagi masih ada waktunya.” Kataku
“Revisi dua kali aja udah gerah gue Bram, mending langsung ngumpulin aja minggu
depan.” Kata Romi teman kelasku juga
“Jangan gitu lah kalian, udah tau salah masih juga mau dikumpulin.” Kata Zahra
Itu yang menjadi perdebatan kami menjelang siang ini. Kunyalakan sebatang rokok
berbaur dengan Bima dan Romi yang sudah mulai terlebih dahulu. Aku kembali
melihatnya, sesosok wanita yang beberapa minggu lalu membuatku cukup kagum
dengannya. Ia sedang bersama dengan teman-temannya berjalan melewati gedung
jurusanku entah mau kemana, Bima yang sudah menyadari akan hal itu dengan
Beavermoon
51
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
spontan menghampiriku.
“Jadi lu naksir yang mana? Yang baju pink ketat atau yang pake dress putih?”
Tanyanya
“Apa deh, kenal juga ngga main naksir-naksir aja. Lu kira gue Romi.” Jawabku
“Kalo si Romi mah ngga jauh-jauh dari tet* kan otaknya, makanya dari dulu
gambarnya selalu yang bulet-bulet gitu kan ada ujungnya.” Jelas Bima
Aku tertawa mendengar perkataan Bima. Namun tidak aku pungkiri bahwa wanita
yang aku kagumi itu memang terlihat cantik mengenakan dress putih berlapis
cardigan berwarna coklat. Tapi aku rasa aku belum siap untuk memulai sebuah
hubungan lagi, ditambah dengan kedatangan Widya kembali.
Setelah selesai dengan perbincangan kami setelah revisi akhirnya kami memutuskan
untuk pulang karena sudah tidak ada kelas lagi pada hari ini. Aku berjalan menuju
parkiran dan masuk ke dalam mobil tuaku. Aku telusuri jalanan demi jalanan untuk
menuju rumahku namun aku malah parkir di tempat langgananku sejak SMA. Aku
masuk ke dalam dan keadaan masih cukup sepi karena keadaan sangat ramai hanya
jika malam hari. Aku langsung duduk di meja yang menghadap ke barista tanpa
berkata apapun, Barista tersebut sudah mengetahui apa saja yang akan ku pesan
kecuali ada tambahan lainnya.
“Ini kopinya Bram, kopi hitam Toraja dengan gula seujung sendok aja.” Katanya
Beavermoon
52
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Tumben banget siang-siang udah ke sini? Biasanya kan kalo ngga sore ya malem.”
Tanyanya
“Abis kuliah tadinya mau langsung balik, ngga tau deh kenapa gue bisa ke sini.”
Jawabku
“Bukan masalah gede sih. Lu inget cewe yang dulu sering sama gue ngga ke sini pas
SMA?” Tanyaku kepadanya
Aku mengangguk dan kemudian meminum kopi ini secara perlahan. Ia mulai
menyalakan sebatang rokok dan duduk di hadapanku.
“Ada masalah apaan sama dia? Gue udah lama ngga liat dia.” Tanyanya
“Dulu kan gue sering sama dia ke sini, pas lulus SMA dia pergi entah kemana ngga
ada kabar. Belom lama dia balik lagi ke sini dan itu bikin gue kaget aja.” Jelasku
“Mungkin ada sesuatu yang belom terselesaikan sama lu makanya dia balik lagi. ” Kata
Barista tersebut
“Tapi ini udah cukup lama banget Mas, rasanya agak aneh aja kalo harus dibahas lagi.”
Kataku
“Harus ada kata terlambat buat nyelesaiin suatu masalah? Menurut gue sih ngga,
setidaknya orang itu udah berniat baik mau nyelesaiin masa lalunya.” Jelasnya lagi
Aku mengangguk dan kemudian kami menghembuskan asap putih secara bersamaan.
Aku berpikir kembali dan itu tidak terlalu menjadi sebuah masalah, jika ia benar-benar
Beavermoon
53
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
ingin menyelesaikan masalah pada waktu itu aku bisa menerimanya. Na mun jujur,
rasanya ada beban yang sangat menyiksa ketika ia kembali.
Beberapa jam kulalui dengan berbincang bersama Barista kafe ini dan akhirnya aku
memutuskan untuk pulang setelah secangkir kopi hitam ini sudah habis tersisa
ampasnya saja. Aku masuk ke dalam mobil dan meneruskan perjalanku yang hanya
beberapa puluh meter lagi hingga sampai ke rumah. Setibanya di rumah aku
menemukan mobil Reza yang sudah terparkir di halaman, begitu juga aku melihatnya
sedang berbincang dengan Nanda di pinggiran kolam berenang.
“Planet Namek sepi Bram, Goku lagi naik Awan Kinton makanya ngga ada temen di
sana.” Jawabnya
Nanda tertawa mendengar penjelasan Reza yang sudah pasti mengada -ada. Aku ikut
duduk di pinggiran kolam bersama dengan mereka, sore ini cukup cerah dan angin
berhembus menyejukkan.
“Gue kayaknya mau ngelamar kerja di tempatnya si Milka deh...” Kata Reza
“Si cewe itu namanya Milka, emang gue belom pernah cerita? Perasaan udah deh.”
Jawab Reza
“Besok malem sih, gue udah ngirim CV gitu lewat Milkanya.” Jelasnya
Aku mengangguk pelan, kakiku mulai bermain dengan air kolam yang cukup dingin di
sore ini. Kejadian yang menghebohkan pun terjadi, tiba-tiba saja Reza loncat menuju
Beavermoon
54
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
kolam berenang yang membuat airnya naik hingga membasahi seluruh badanku.
Karena aku tidak terima dengan cepat aku ikut meloncat ke dalam kolam diikuti oleh
Nanda juga, dan akhirnya kami menghabiskan sore ini dengan bermain air di kolam
berenang ini.
Malam menjelang, suasana hening sangat terasa di balkon ini. Jauh berbeda dengan
keadaan kamarku yang sudah bergemuruh suara mesin dan juga knalpot MotoGp
yang dimainkan oleh Nanda dan juga Reza. Secangkir kopi, sebungkus rokok dan
buku misterius ini sudah menjadi teman pada malam ini.
Kami sudah tiba di sekolah pagi ini dan keadaan sudah mulai ramai, selama di
perjalanan aku merasa cukup senang karena Herman muncul dengan tiba-tiba setelah
kemarin ia benar-benar menghilang entah kemana. Kami menjadi sorotan utama
ketika melewati lapangan sekolah, apalagi diantara siswi-siswi yang sudah berkumpul
di kantin. Mata mereka sangat tajam memandang kami, namun aku mencoba untuk
tidak mempermasalahkan hal itu.
Setibanya di kelas kami langsung duduk bersampingan, aku sudah mulai membaca
novel ini lagi sedangkan Herman mengeluarkan MP3 playernya dan dipasangkan
sebelah di telingaku. Lagu sudah dimulai dan Herman tiba-tiba kembali bersandar di
pundakku seperti beberapa hari yang lalu. Mita yang baru datang sangat terkejut
dengan apa yang telah ia lihat di kelas, dengan cepat ia menghampiri kami sambil
duduk di atas meja.
“Mana jadian, gue aja baru masuk hari ini.” Jawab Herman
Mita melihatku dan aku hanya dapat menggelengkan kepala untuk menjawabnya.
Mita menghembuskan nafasnya secara pelan dan kemudian meninggalkan kami yang
Beavermoon
55
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
ada di meja depan. Aku kembali membaca novel itu hingga tidak terasa bel masuk
sudah berbunyi. Tidak banyak yang kami perbincangkan selama pelajaran
berlangsung karena materi yang cukup sulit membuat kami harus benar-benar
konsentrasi pada pelajaran ini.
Bel istirahat sudah berbunyi dan tiba-tiba saja Herman pergi meninggalkan kelas yang
membuatku cukup bingung, Mita yang sepertinya juga melihat hal itu langsung
menghampiriku dan duduk di sampingku.
Tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa nampan berisi tiga piring batagor
dan juga tiga botol minuman dingin. Tentu saja ini membuatku dan juga Mita
keheranan dengan tingkah lakunya.
“Gue kira lo kebelet boker makanya tadi ngilang cepet banget.” Kata Mita
“Anggep aja ini sebagai pengganti setelah kemaren gue ngilang.” Jawab Herman
Aku dan Mita saling pandang satu sama lain, dan kemudian kami mulai memakan
batagor yang sudah Herman sediakan.
“Emang lo kemaren kemana Man sampe ngga ada kabar gitu?” Tanya Mita
“Ada urusan keluarga kemaren, terus gue keabisan pulsa makanya ngga sempet bales
sms.” Jelasnya
Beavermoon
56
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku dan Mita hanya mengangguk pelan dan akhirnya kecemasanku sudah terjawab
setelah mendengar penjelasan dari Herman. Selesai makan seperti biasa Herman
langsung menuju lapangan basket sedangkan aku dan Mita duduk di bangku taman
seperti biasa.
“Lo ngerasa aneh ngga sih Rin sama Herman?” Tanya Mita
“Sedikit aneh sih, emang kenapa Mit?” Tanyaku balik kepada Mita
“Sedikit darimana, ini mah udah aneh banget. Masa iya ngga ada apa-apaan dia
langsung nraktir kita gitu aja.” Jawab Mita
“Iya juga sih, cuma gue ngga tau dia kenapa.” Kataku
“Otaknya rada gesrek kayaknya gara-gara kemaren ngga masuk.” Kata Mita
Memang cukup aneh ketika Herman memperlakukan kami seperti itu, namun aku
sendiri beranggapan bahwa itu masih terlihat wajar saja. Setelah beberapa menit kami
di luar akhirnya bel masuk kembali berbunyi. Lagi-lagi tidak banyak yang kami
perbincangkan selama jam pelajaran berlangsung hingga akhirnya bel pulang pun
berbunyi.
Herman kembali keluar dari kelas dengan cepatnya yang membuat aku dan juga Mita
kembali keheranan dengan tingkah lakunya. Kami memutuskan untuk keluar kelas
untuk mencari Herman.
Beavermoon
57
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
parkiran dan meninggalkan sekolah dengan cepat. Aku dan juga Mita hanya dapat
melihatnya dan kami sama-sama terdiam.
“Bram, ada yang manggil ya di luar?” Tanya Reza yang membuyarkan fokusku pada
buku ini
Aku lihat memang ada seseorang yang berdiri di luar pagar, dan kemudian aku turun
untuk melihat siapa yang datang pada malam ini. Ada seorang lelaki membawa
sebuah rangkaian bunga yang tidak terlalu besar tapi berhasil membuatku cukup
terkejut.
“Iya itu saya, ada apa ya Pak?” Tanyaku balik pada lelaki itu
“Ada kiriman bunga buat Mas Bramantyo.” Katanya sambil menyerahkan rangkaian
bunga tersebut kepadaku
“Dari siapa ya Pak? Kayaknya saya ngga mesen bunga ginian.” Tanyaku semakin heran
“Kata pengirimnya nanti baca saja surat yang ada di dalamnya Mas.” Kata lelaki itu
Kemudian lelaki itu meninggalkan rumahku, aku masuk ke dalam rumah dengan
sejuta tanya atas rangkaian bunga ini. Beberapa bunga mawar merah dan juga mawar
putih disusun dengan rapih dan membuat pola yang cukup indah. Dan tentu saja apa
yang aku bawa menjadi bahan penglihatan oleh Nanda dan juga Reza.
“Cie kan Abang sekarang udah dapet bunga-bunga gitu dari penggemarnya.” Kata
Beavermoon
58
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Nanda
Aku mengambil surat yang ada di antara bunga-bunga itu. Sebuah surat dengan
kertas berwarna pink yang sangat mencolok dipandang oleh mata. Kubuka surat itu
dan kubaca dalam hati, jujur saja aku cukup bingung dengan isi surat tersebut hingga
aku baca berulang kali. Dan pada akhirnya aku seperti mendapatkan petunjuk dari
surat tersebut. Aku ambil hp yang ada di meja dan mencoba untuk menghubungi
seseorang.
“Halo...” Jawabnya
Aku sedang berada di dalam mobil menuju rumah Widya karena aku sudah ada janji
untuk belajar bersama. Hingga akhirnya aku tiba di sebuah rumah yang sangat besar
melebihi rumahku. Semuanya berwarna putih dan membuat kesan elegan jika dilihat
dari luar. Setelah kuparkirkan mobil tuaku, aku menunggunya di luar sini. Tiba -tiba
ada seorang wanita yang keluar dari dalam rumah dan aku baru saja melihat orang itu
di rumah baru milik Widya.
“Masuk aja ke dalem, Widya udah nungguin di atas.” Kata wanita itu
Aku mengangguk dan kemudian aku memasuki rumah baru ini. Aku cukup kagum
dengan interior yang ada di dalam rumahnya karena banyak sekali barang-barang
Beavermoon
59
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
yang terbilang antik dan nilainya tidak terkira jika dihitung. Kunaiki anak tangga ini
menuju lantai atas dimana Widya berada. Kumasuki ruangan ini dan aku cukup
terkejut karena kamar ini cukup luas, ditambah lagi dengan banyaknya cermin di
dinding. Widya sedang berada di pojokan ruangan ini sambil merenggangkan
tubuhnya lengkap dengan kostumnya. Aku masuk secara diam-diam agar tidak
mengganggu Widya, namun berkat cermin yang sangat banyak di kamar ini akhirnya
dia dapat melihatku dengan sangat jelas.
“Ngga kok baru aja sampe, lanjutin aja dulu.” Kataku sambil duduk di sebuah sofa
Widya kembali melanjutkan kegiatannya, mataku tertuju pada sudut lain dari kamar
ini. Sebuah piano hitam yang nampak elegan berdiri tegak dengan gagahnya dan
tidak butuh waktu lama untuk aku menyambangi piano tersebut. Kubuka penutupnya
dan kupandangi seisi piano ini yang masih sangat bagus.
Aku melihat ke arah Widya dan sepertinya ia ingin aku untuk memainkan piano
tersebut. Aku sudah duduk di hadapan piano ini, kubuka jam tangan milikku dan
kutaruh tidak jauh dari sini. Widya berdiri di sampingku dan sepertinya ia sudah tidak
sabar mendengar permainan pianoku kali ini.
Sesekali aku memandanginya yang masih terus melihat caraku bermain dan tak jarang
pula kami saling berbalas senyum satu sama lain hingga lagu ini selesai.
Beavermoon
60
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku bangun dari dudukku dan sekarang aku sudah berdiri tepat di hadapannya. Aku
mengeluarkan sesuatu dari saku celanaku, kuraih tangan Widya dan kupasangkan
gelang ini kepadanya.
“Bukan benda mahal sih Wid, cuma kayaknya cocok buat kamu. Sebuah gelang yang
aku ngga sengaja liat waktu nemenin Nanda belanja dan pasnya lagi gelang ini ada
gantungan seorang penari kecil.” Jelasku kepadanya
Ia mengangkat tangannya dan melihat ke arah gantungan kecil itu secara seksama
dan kemudian ia tersenyum kepadaku. Aku mengambil handuk yang Widya tinggal di
atas piano dan kuseka sisa-sisa keringat yang ada di wajahnya
“Jadi saat ini kamu bakalan punya nama baru buat aku?” Tanyanya
“Seperti judul lagu yang tadi aku mainin, Tiny Dancer...” Kataku
Kami berdua tersenyum hingga akhirnya Widya memelukku terlebih dahulu barulah
aku ikut memeluknya.
Aku menutup panggilan tersebut dan kutaruh hpku di atas meja. Kubuka kembali
surat itu dan kembali kubaca isi surat itu untuk yang kesekian kalinya. Senyumku
mungkin akan terlihat aneh bagi Reza dan juga Nanda karena mereka tidak tau apa
arti dari surat ini yang sebenarnya.
-Tiny Dancer-
Beavermoon
61
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Hari terus berganti, dan waktu tidak pernah sekalipun berjalan mundur. Apa yang
sudah kita lewati menjadi sebuah pembelajaran dan apa yang sudah kita miliki
menjadi sebuah tanggung jawab. Masa lalu yang kembali memang lah sebuah misteri,
namun terkadang misteri itu dapat menjadi suatu kenangan yang lebih indah dari
masa lalu misteri tersebut. Dan ini semua tergantung pada sebuah keputusan,
bagaimana kita memilih untuk menjalani misteri tersebut. Dan pada akhirnya kita akan
menemukan sebuah jawaban atas apa yang telah kita pilih, entah baik ataupun buruk.
Hari-hari sudah aku lewati tidak seperti biasanya, lagi-lagi ini soal masa lalu yang
kembali datang. Bahasan tentang Widya tidak akan pernah aku ganti dengan yang
lain karena menurutku ini adalah sebuah momen bersejarah, dimana sebuah masa lalu
yang tidak terlalu baik kembali untuk memperbaiki semuanya.
Di dalam mobil ini aku sedang mengarah pulang menuju rumah, kelas sudah selesai
ditambah dengan kabar bahwa Widya sudah ada di rumah setelah menjemput Nanda
di sekolah. Sampai saat ini terkadang aku masih merasa tidak percaya dengan
semuanya, kadang aku berfikir bahwa aku masih tertidur dan ini semua hanyalah ilusi
alam mimpi belaka. Namun aku tidak bisa lari dari kenyataan ini, dan ini semua
sedang berlangsung di kehidupanku.
Senja semakin memantapkan raganya untuk tampil, ia tidak pernah ragu akan
penampilannya. Meski terkadang mendung selalu menemaninya, itu tidak menutupi
keindahan lembayung senja yang muncul di kemudian. Cerahnya sore ini membuatku
semakin percaya bahwa perjalanan yang aku tempuh tidak seberapa, ini hanya
sebagian kecil dari apa yang telah Tuhan berikan untukku. Sebuah pemberian yang
sudah pasti ada maksud dan tujuannya, dan aku yang menerima pemberian ini harus
menjalaninya entah setelah itu aku akan terjatuh bahkan harus mati.
Beavermoon
62
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Radio yang sedari tadi memutarkan lagu tentang cinta sejenak terhenti, siaran ini
sedang mempersembahkan pesan-pesan kepada orang-orang yang meminta untuk
diputarkan lagu kesukaan mereka.
Pedal rem spontan kuinjak cukup dalam hingga menghentikan mobil tuaku secara
mendadak dan membuat pengendara yang ada di belakangku protes. Aku jalankan
kembali mobil ini secara perlahan dan mengambil jalur lambat.
“Salam-salamnya buat semua rekan-rekannya, terus buat Nanda yang lagi sama dia
main PS katanya, dan spesial buat lelaki yang sudah membuatnya mengerti apa arti
dari mencintai dan dicintai. Waw, ini kayaknya dalem banget ya. Ada lagi nih, katanya
semoga lelaki itu bisa tau kenapa beberapa tahun yang lalu ia harus pergi begitu aja.
Astaga kisah cinta kalian romantis sadis gitu deh. Dan dia request lagunya Sir Elton
John dengan judul Tiny Dancer, oke akan kita puterin. Jadi stay tune...”
Lantunan nada demi nada sudah terdengar dan aku sudah sangat hafal dengan lirik
lagu ini, kukeraskan sedikit volumenya dan aku mulai menyalakan sebatang rokok
yang kuambil dari dalam saku kemeja yang kupakai. Asapnya terbuang dengan cepat
oleh angin melewati kaca jendela mobilku.
“Hold me closer tiny dancer, count the headlight on the highway...” Kataku seorang
diri
Setelah menembus kemacetan yang hampir sempurna akhirnya aku bisa tiba di
rumahku. Setelah selesai berurusan dengan parkir mobil kemudian aku masuk ke
dalam rumah dan langsung naik ke atas menuju kamarku, dimana Nanda dan Widya
berada. Derung mesin sudah terdengar karena pintu tidak ditutup dengan rapat, itu
membuktikan bahwa mereka masih bermain dengan game console milikku. Aku
masuk ke dalam kamar dan sepertinya mereka tidak perduli dengan keberadaanku di
sini, mereka sudah fokus dengan sirkuit yang harus mereka lewati.
Beavermoon
63
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kutaruh tas di samping kasur kemudian aku berlalu menuju balkon kamar sambil
membawa gitar tua milikku yang hampir berdebu. Sebentar lagi senja akan tenggelam
dan mungkin aku masih sempat untuk bernyanyi beberapa lagu. Dan aku
memutuskan untuk tidak menyanyikan apa pun, aku hanya terdiam dengan gitar yang
sudah siap untuk aku mainkan. Kembali kepada senja, ia semakin meredup dan akan
segera menghilang dari pandangku saat ini. Sangat disayangan kenapa keindahan
dari senja hanya berlangsung sesaat dan akan berganti menjadi gelapnya malam.
Tidak seburuk itu, terkadang gelapnya malam mampu menimbulkan cahaya -cahaya
yang indah oleh bintang-bintang yang bersinar. Ironisnya keindahan dari bintang-
bintang itu hanyalah semu, apa yang kita lihat hanyalah bintang-bintang yang
sebenarnya sudah bersinar berjuta-juta tahun yang lalu. Tapi apa yang kita pikirkan
tetap saja pancaran bintang itu terlihat indah hingga dapat membentuk gugusnya.
Seperti halnya sebuah kenangan, hal itu dapat menjadi indah ketika kita sudah tidak
mendapatkannya lagi. Apa persamaan dari kenangan, senja dan juga cahaya bintang?
Mereka akan kembali lagi tanpa perlu kita minta.
Malam sudah datang, bersama dengan sinar rembulan dan juga bintang-bintangnya.
Aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar untuk melihat Nanda dan juga Widya,
mereka masih saja bermain dengan serunya. Aku masuk ke dalam kamar mandi untuk
membersihkan diri, selesai dari hal tersebut aku mengajak Nanda beserta Widya untuk
pergi makan malam.
“Makan lele mau ngga Ka Wid? Ada di depan sekolah aku itu enak banget.” Tanya
Nanda
Kemudian kami bertiga segera menuju warung pecel yang ada di depan sekolah
Nanda. Widya memintaku untuk mengendarai mobilnya, dengan cepat Nanda
Beavermoon
64
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kamu ngapain masuk mobil udah kayak lagi dikejar rentenir gitu?” Tanyaku heran
Pandangan malasku sudah tidak terhitung untuk melihanya dan Widya hanya
menggelengkan kepalanya untuk menjawab apa yang barusan Nanda katakan. Hanya
butuh sekitar lima belas menit untuk tiba di tempat makan tersebut dan seperti biasa
kami selalu memilih tempat di sudut tenda yang dekat dengan pohon besar.
“Wih Mas Bram, apa kabar?” Tanya penjual pecel yang sudah akrab dengan
keluargaku
“Itu siapa Mas yang sama Nanda? Mamang baru liat.” Tanyanya
“Temen lama, sekalian aja dibawa ke sini biar makin laku lelenya.” Kataku
Mang Ali segera mempersiapkan pesananku dan kemudian aku menyusul ke tempat
Nanda dan juga Widya duduk. Tidak banyak yang kami perbincangkan karena
pesanan kami dengan cepat sudah siap dihidangkan. Satu jam berada di warung
tenda ini kemudian kami memutuskan untuk pulang menuju rumah.
“Ka Wid, abis ini kita lanjutin yang tadi ya.” Kata Nanda dari kursi bela kang
“Oh iya masih ada empat sirkuit lagi ya, oke deh kita lanjutin.” Kata Widya
Aku yang mendengar itu hanya bisa pasrah. Dan benar saja setibanya di rumah
mereka dengan cepat melakukan apa yang tadi sempat tertunda karena makan
malam. Dari belakang mereka aku hanya bisa menggelengkan kepala. Karena tidak
Beavermoon
65
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
memiliki kesibukan akhirnya aku memilih untuk membaca buku harian usang itu lagi.
Aku kembali membaca tulisan yang ada di bawah judul buku ini, dan kemudian aku
melanjutkan bacaan ini lagi.
“Loh kok biarin aja? Lo mau mereka berdua makin deket?” Tanya Mita lagi
“Gue sama Inggar ngga ada bedanya, kita cuma sama-sama temennya Herman. Lo
sadar akan hal itu kan Mit?” Jawabku
“Ah masa sih biasa-biasa aja, tadi pagi kan dijemput sama lelaki pujaan.” Goda Papa
“Udah ah Pa jangan bahas dia dulu, aku lagi males aja.” Kataku
Papa dan Mama saling pandang dan membuat mereka semakin penasaran dengan
apa yang terjadi antara aku dan juga Herman.
Beavermoon
66
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Ngga kok Pa, ngga ada apa-apaan. Kan tadi aku udah bilang.” Jawabku
“Papa masih bingung deh, sebenernya kalian itu gimana sih? Udah jadian apa belom?”
Tanya Papa makin penasaran
“Ya ampun Papa, dari dulu kan udah aku bilang aku sama Herman ngga ada
hubungan yang lebih dari temen.” Jawabku lagi
“Anak muda jaman sekarang ya Ma, ngga ada hubungan apa-apa tapi kerjaannya
murung terus. Beda banget sama jamannya Papa sama Mama sekolah dulu.” Kata
Papa
“Emang jaman Papa sama Mama dulu gimana?” Tanyaku menjadi penasaran
“Jaman Papa dulu nih kalo kita suka sama orang pasti kita bakalan semangat buat
ngejar orang itu, padahal kita ngga tau yang deketin dia itu siapa aja. Contoh aja
Mama kamu ini, dulu banyak yang ngejar dari mulai anak pejabat sampe model-
model preman kayak Papa gini. Dan hasilnya kamu liat, seorang Preman kayak Papa
bisa dapetin hati Putri Cantik pada jamannya dulu.” Jelas Papa
“Bukan ngga cantik lagi, kadarnya aja yang menurun. Kalo dulu cantiknya seratus
persen sekarang sisa enam puluh persen aja.” Jawab Papa
Aku tertawa mendengar apa yang Papa katakan dan Mama mencubit-cubit Papa
secara pelan. Sebuah hiburan yang aku dapatkan hanya beberapa menit dari Papa dan
Mama, dan aku juga mendapatkan sebuah pembelajaran dari mereka juga. Siapapun
kamu, jika kamu sudah mencintai seseorang maka berusahalah untuk
Beavermoon
67
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Malam sudah menjelang, kami sudah menyelesaikan makan malam kami dan aku
memutuskan untuk naik ke kamar sedangkan Papa dan Mama seperti biasa menonton
berita di tv. Aku mengeluarkan hpku dari dalam tas dan mencoba untuk mengirim
pesan kepada Herman. Aku sudah memantapkan hatiku bahwa apa pun yang terjadi
aku tidak akan menyerah begitu saja.
Sudah lewat dari setengah jam dan aku belum mendapatkan pesan balasan dari
Herman, entah kenapa aku berfikir bahwa ia masih bersama dengan Inggar. Aku
mencoba untuk menghapus prasangka buruk itu dengan membuka catatan tugas dari
sekolah.
Satu tugas sudah selesai dan aku mendengar ada suara dari bawah. Aku keluar dari
kamar dan turun ke lantai bawah untuk melihat-lihat. Papa dan Mama sudah berada
di dalam kamar karena aku tidak menemukan mereka di ruang tv. Aku berjalan
menuju pintu dan membuka kuncinya.
Ia tersenyum kepadaku kemudian ia memberikan plastik berisi roti bakar isi selai
kacang yang membuatku semakin bingung. Aku mengajaknya untuk duduk di tera s
setelah kubuatkan minuman untuknya. Kami sudah duduk dan aku masih saja
memandanginya dengan rasa yang tidak percaya. Bagaimana mungkin ia yang tadi
pagi sangat perhatian kepadaku dan menghilang begitu saja ketika pulang sekolah,
hingga saat ini ia kembali muncul entah darimana.
Aku hanya menggelengkan kepala karena aku belum bisa berkata apa-apa saat ini.
Beavermoon
68
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku kembali terkejut atas apa yang ia katakan, bagaimana bisa ia menceritakan hal itu
kepadaku seakan-akan ia tau apa yang sedang aku pikirkan sejak pulang sekolah tadi.
“Bentar deh Man, kok kamu tiba-tiba cerita kayak gitu?” Tanyaku memotong ceritanya
“Tadi Inggar sempet ngeliat kamu sama Mita pas pulang sekolah, terus di jalan dia
cerita ke aku. Kata dia nanti aku harus nyeritain ke kamu tadi kita dari mana terus
ngapain aja.” Jelas Herman
Kejutan demi kejutan datang pada malam ini, aku tidak menyangka bahwa Inggar
sempat melihat aku dan juga Mita yang sedang mencari Herman. Semua yang terjadi
hari ini membuatku semakin kebingungan.
“Aku lanjutin ya ceritanya. Jadi tadi itu aku sama Inggar pergi ke...”
Beavermoon
69
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Lampunya mah ngga masalah, listirknya yang padam ini Nda.” Kataku mencoba
menerawang
Aku bangun dari dudukku di atas kasur dan membuka pintu balkon, dan sepertinya
perumahanku sedang terkena pemadaman bergilir pada malam ini.
Aku berjalan menuju dapur dimana lilin biasa disimpan dan bodohnya aku tidak
membawa alat penerangan untuk mencari lilin tersebut. Aku mulai meraba -raba
dinding hingga aku berhasil tiba di dapur. Sebuah keranjang dengan beberapa benda
yang ada di dalamnya termasuk lilin menjadi objek yang sedang aku cari, cukup
kesulitan untuk mencari benda itu dalam keadaan gelap hingga akhirnya aku berhasil
mendapatkannya. Kunyalakan beberapa lilin untuk menjadi penerang sem entara, satu
kuletakkan di ruang tamu dan satu lagi aku bawa menuju kamarku.
“Kalo kayak gini aku jadi inget pas SMA sama kamu...” Kata Widya
Beavermoon
70
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kita kelas dua, Jogja, dan lampu senter...” Katanya memandang ke arahku
Aku memandang wajahnya dan kami saling tersenyum satu sama lain di dalam
kesunyian malam ini, nyala api dari lilin masih senang untuk bergoyan g-goyang
karena terpaan angin.
Aku, Widya dan juga teman-teman seangkatan kami sedang melaksanakan studi tour
ke Jogjakarta. Pagi buta ini kami sudah berada di dalam bus dan segera berangkat,
kami sedang melakukan persiapan akhir sebelum berangkat agar tidak ada yang
tertinggal. Setelah melakukan absen dan pengecekan barang dan juga kendaraan
akhirnya kami berangkat dari sekolah. Aku dan Widya kembali duduk bersama di
bangku berkapasitas dua, bukan kami yang memilih tapi teman-teman kami yang
menentukan dimana aku dan Widya harus selalu bersama.
“Astaga ini juga baru seratus meter jalan udah nanya kapan sampe.” Jawabku dengan
pandangan malas
Dia tersenyum menanggapiku. Awal perjalanan kami semua sibuk dengan urusan
kami masing-masing dan mungkin itu yang membuat keadaan bus cukup sepi dan
membuat Widya merasa bosan selama di perjalanan. Aku memutuskan untuk
mengeluarkan hpku dan memasang headset untuk mendengarkan lagu, ku berikan
bagian sebelah kiri kepada Widya dan ia memasang di telinganya. Entah kenapa kabel
headset yang kumiliki terasa pendek hingga membuatku harus duduk lebih dekat
dengan Widya. Rasa canggung cukup terasa karena aku masih menyimpan rasa yang
sama kepadanya seperti saat aku pertama mengenalnya. Hingga saat ini aku masih
Beavermoon
71
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Tak terasa Widya sudah bersandar di pundakku, alunan musik dari hpku masih
melantun dengan indah karena aku sedang memutar lagu classic rock ta hun 90an.
Selama di perjalanan aku dan Widya tidak pernah sedikit pun untuk merubah posisi
kami hingga kami tidak sadar bahwa sudah banyak pasang mata yang melihat ke arah
kami hingga guru-guru kami pun tau.
Beberapa jam sudah kami lalui dan tak terasa matahari sudah berada tepat di atas
kami. Bus yang kami naiki memasuki kawasan sebuah restoran di daerah Tasikmalaya,
kami mendapatkan makan siang di sini karena bisa sambil memandangi hamparan
sawah yang terbilang jarang kami lihat. Aku dan Widya turun dari bus untuk
mengambil makanan yang disediakan secara prasmanan, beberapa menu terlihat
biasa saja hingga aku menemukan sebuah menu yang menggugah selera makanku.
Beberapa potong ikan sudah masuk ke dalam piringku dan kemudian kami mencari
tempat duduk untuk makan dan terpilihlah sebuah pendopo dari bambu yang
menghadap langsung ke area persawahan. Sambil menghabiskan makanan yang
sudah kami ambil, memandangi hamparan sawah yang hijau membuatku merasa
ingin berlama-lama ditempat seperti ini.
“Bagus banget ya Bram sawahnya, rasanya pengen lama-lama di sini.” Kata Widya
Beavermoon
72
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Soalnya kita jarang nemuin ginian di sekolah, adanya rumput yang disiramin Mang
Asep.” Kataku
Widya tertawa mendengar apa yang barusan aku katakan, hingga tak terasa makanan
yang kuambil sudah habis tak bersisa. Selesai dengan acara makan siang kami
melanjutan perjalanan kami yang terbilang masih cukup jauh. Widya sudah duduk di
kursinya yang dekat dengan jendela sedangkan aku duduk di dekat akses jalan.
Perubahan suasana terjadi di dalam bus yang kami naiki, seorang temanku
memainkan gitarnya dan kemudian dalam satu bus kami bernyanyi bersama-sama
dengan meriahnya. Lagu demi lagu sudah dinyanyikan hingga sang gitaris kehabisan
bahan lagu untuk dinyanyikan. Aku mengusulkan untuk memutar film lewat dvd
player yang ada di dalam bus dan terpilihlah sebuah film untuk kami tonton bersama -
sama. Tawa demi tawa terus berdatangan karena film ini, hingga aku cukup kelelahan
karena tertawa.
Siang sudah berganti menjadi sore yang juga sudah berganti menjadi malam, bus
kembali memasuki sebuah restoran yang cukup besar hingga dapat menampung
beberapa bus. Makan malam kali ini biasa saja menurutku karena menu yang
disediakan tidak terlalu menggugah selera makanku seperti tadi siang dan kedua ka mi
harus duduk di meja makan yang notabene aku tidak terlalu biasa untuk makan di
meja makan. Tembang lagu daerah sudah terdengar dengan merdunya, dan aku
sudah menyelesaikan makan malamku.
Badanku terasa lebih baik setelah Widya memijit dengan santai, lagi-lagi kami harus
naik ke dalam bus untuk tiba di Jogjakarta. Keadaan bus lebih sunyi dari tadi pagi saat
kami baru berangkat, lampu senja dari dalam bus sudah menyala yang membuat kami
Beavermoon
73
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
semua merasa ingin segera tidur. Widya sudah tertidur bersandar pada kursi
sedangkan aku masih terjaga sambil memainkan game yang ada di hpku. Jalan yang
kami lewati semakin berliku-liku, hingga suatu saat kepala Widya terbentur ke kaca
jendela dan aku yang melihat persis kejadian itu hanya bisa menahan tawa.
“Ya abis gimana itu lucu banget Wid, aku lagi nengok eh kamu kejedot.” Kataku masih
menahan tawa
Aku melihat kepalanya yang tadi terbentur dan memang cukup merah. Aku mencoba
untuk mengusap-usap bagian kiri pelipisnya hingga aku tidak sadar bahwa ia sudah
bersandar di dadaku. Kuhentikan usapan tersebut karena kali ini aku benar-benar
tidak bisa melakukan apa-apa. Jantungku seperti piston mobil yang dipacu dengan
kecepatan tinggi, rasa deg-degan ini sudah tidak bisa terelakan lagi dan aku rasa jika
Widya belum tertidur lagi ia bisa merasakannya. Aku mencoba untuk menahan
posisiku agar ia tidak terbangun lagi.
Aku tambah terkejut mengetahui bahwa ia masih terjaga setelah insiden benturan itu
dan ini menambah detak jantungku semakin menjadi-jadi. Ia mengalungkan
tangannya ke perutku, entah apa yang saat ini aku rasakan hingga aku bisa bersandar
dengan santai. Dengan spontan aku mencoba untuk mengelus rambutnya dan aku
rasa ini adalah sebuah tindakan yang di luar sadar, tak terasa akhirnya aku ikut
tertidur.
Guncangan dari bus dapat membangunkanku dan kulihat Widya masih bersandar di
Beavermoon
74
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dadaku. Dan karena guncangan itu pula aku tidak bisa kembali dalam tidurku.
Kuambil hp dari saku celanaku dan melihat jam yang sudah menunjukan pukul dua
belas tepat, dan aku berfikir sebentar lagi akan tiba di penginapan. Satu jam setelah
aku terbangun akhirnya bus kami masuk ke dalam sebuah wisma yang cukup besar
pertanda bahwa kami sudah tiba di Jogjakarta. Bus sudah parkir dengan sempurna,
kemudian aku mencoba untuk membangunkan Widya yang masih tertidur.
Widya bangun dengan malasnya dan kemudian kami turun dari bus untuk mengambil
tas kami yang ada di dalam bagasi bus. Setelah distribusi tas selesai aku berjalan
menuju wisma tersebut.
Dengan berat hati aku membawakan tasnya yang terbilang lebih besar dari tas yang
aku bawa. Entah apa yang ia bawa hingga tasnya pun sebesar ini.
Tuhan memberikan cobaan tidak melebihi kemampuan umat-Nya dan aku percaya
akan hal itu. Satu tas miliku di tangan kanan, satu tas milik Widya di tangan kiri, dan
Beavermoon
75
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
satu beban yang menempel pada punggungku yaitu Widya. Seakan-akan aku sedang
melakukan latihan militer dengan bawaan cukup besar agar staminaku dapat terpacu.
Dan tentu saja kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang melihat kami, mereka
seperti melihat petani menunggangi kerbau yang membawa padi-padi yang habis
dipanen. Guru olahraga kami yang terbilang menakutkan menghampiri kami dengan
herannya.
“Kamu udah kayak latihan militer gini Bram, udah bawa barang banyak terus
ditemplokin pula.” Katanya
“Saya sebagai siswa juga merangkap sebagai kuli panggul di pasar induk kok Pak.”
Jawabku
“Kalian jangan macem-macem ya, awas aja nanti di bangku kalian saya hitung bukan
dua tapi tiga.” Kata Guru itu dengan tegas
“Astaga si Bapak, pacaran juga ngga. Lagian masih SMA Pak, belom cocok.” Kataku
“Tau nih Bapak, aku kan lemes tadi gara-gara tidur.” Jawab Widya juga
Setelah mendapatkan interogasi singkat dari Guru Olahraga kami, akhirnya aku dan
Widya menuju kamarnya untuk mengantarkannya. Sekali lagi aku percaya bahwa
Tuhan memberikan cobaan tidak melebihi kemampuan umat-Nya, aku harus menaiki
anak tangga untuk sampai di kamar dengan keadaan masih membawa dua tas dan
juga Widya. Tiba di depan kamar Widya yang ternyata bersebelahan dengan kamarku,
kutaruh tas milik Widya dan Widya turun dari punggungku. Ajeng yang melihat kami
hanya dapat menggelengkan kepalanya.
“Kalian belom pacaran aja udah romantis, gimana udah pacaran ya...”Kata Ajeng
Beavermoon
76
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku hanya tersenyum membalasnya dan kemudian aku masuk ke dalam kamar untuk
beristirahat. Sayang seribu sayang, aku tidak bisa tertidur setelah berbaring di atas
kasur ini. Sudah beberapa posisi kucoba namun hasilnya sama saja, aku masih belum
bisa tertidur. Aku bangun dari kasur dan membuka tas milikku untuk mengeluarkan
benda yang sangat asing.
Aku keluar menuju balkon, kemudian kubuka bungkusan rokok ini dan mengambil
sebatang dari dalam. Kucoba untuk menyalakannya dan ternyata berhasil, hisapan
demi hisapan sudah kulakukan hingga kepalaku terasa sedikit pusing. Aku cukup di
kejutkan dengan kedatangan Widya dari kamar sebelah dan ia sedang melihatku
dengan rokok yang menyala di tangan.
“Wajar aja sih kalo kamu ngerokok, namanya juga cowok. Tapi jangan yang lebih dari
rokok, awas kamu.” Katanya
“Iya ngga bakalan yang lebih dari rokok, ini juga gara-gara ngeliat Ayah di rumah.”
Jawabku
“Gara-gara itu mungkin aku jadi ngga bisa tidur lagi.” Jawabnya
Listrik tiba-tiba saja padam dan membuat seisi wisma menjadi gelap gulita, dan aku
tersadar bahwa Widya sedang memelukku karena kaget. Ia melepaskan pelukannya
Beavermoon
77
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dan aku segera masuk ke dalam kamar untuk mengeluarkan senter yang aku bawa
dari rumah. Kunyalakan senter itu sebagai pengganti penerangan yang padam. Dan
pada akhirnya aku dan Widya duduk di balkon dan ia kembali bersandar pada
pundakku. Sejak awal keberangkatan ke Jogjakarta memang aku sudah punya niatan
untuk mengutarakan isi hatiku padanya, dan mungkin inilah saatnya.
“Wid...” Panggilku
Aku terdiam secara tiba-tiba, sulit rasanya untuk jujur kepadanya atas perasaanku.
“Mungkin sekarang saatnya aku bisa bilang sama kamu. Sebenernya udah dari dulu
aku ngerasa kayak gini, cuma aku butuh waktu juga buat ngeyakinin hati aku. Dan aku
udah yakin sama semuanya, aku mau bilang kalo aku suka sama kamu.” Kataku
“Awalnya aku pikir ini bakalan lancar, tapi aku takut kalo pertemanan kita malah jadi
ngga beres setelah aku ngungkapin ini. Dan aku udah milih buat ngungkapin ini
semua. Cuma aku mohon, kalo emang kita ngga bisa jadi pacar kita masih temenan
kayak biasa. Ngga ada rasa canggung antara kita berdua.” Kataku
“Jangan dijawab! Aku ngga mau kalo kita berubah satu sama lain. Kita kayak begini
aja.” Jawabku
Beavermoon
78
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku tersenyum memandangnya. Kemudian wajah kami saling mendekat satu sama
lain hingga hanya tersisa beberapa senti saja, ia berbicara tanpa suara yang aku tidak
tau itu apa. Kemudian bibir kami saling bersentuhan cukup lama. Tanpa jawaban yang
pasti adalah akhir dari sebuah kejujuran malam ini, dan mungkin ini adalah yang
terbaik untukku dan juga untuk Widya.
Api lilin masih menyala hingga saat ini, listrik masih terus padam entah sampai kapan.
Aku dan Widya masih duduk di lantai ini memandangi Nanda yang sudah semakin
lelap dalam tidurnya, sandaran kepalanya di pundakku masih terasa sama seperti
waktu itu.
“Ini ya yang waktu itu kejedot?” Tanyaku sambil mengusap pelipis kirinya
Sedari tadi kami sudah seperti ini, rasa nyaman yang kembali hadir semakin
menguatkanku atas kepercayaan yang aku miliki hingga saat ini. Ia bangun dan duduk
tegap di hadapanku seperti saat itu dan kemudian entah kenapa kami saling
tersenyum satu sama lain.
Wajah kami kembali mendekat, sempat tertahan beberapa saat hingga akhirnya lilin
itu padam karena hembusan angin yang lebih kuat. Malam ini diakhiri dengan sebuah
kenyamanan yang semakin menguatkan, dan aku kembali percaya bah wa senja akan
semakin indah setelah mendung menemaninya. Dan aku percaya, hingga saat ini aku
masih mencintainya.
Beavermoon
79
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Beavermoon
80
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
lagi-lagi ngga muat dalam satu kali post, jadi dipisah lagi ._.
btw updatenya lewat HP soalnya di laptop captchanya ngga muncul-muncul, jadi
maaf kalo editannya kurang ._.
Tidak ada yang tau apa yang akan kita hadapi pada hari ini, mungkin kita bisa
mendapatkan apa yang dulu selalu kita inginkan dan bisa saja kita mendapatkan apa
yang membuat raga kita menjadi kuat, atau bisa juga kita tidak mendapatkan apa-
apa.
Aku bangun pagi ini, jam dinding kamarku sudah menunjukkan pukul enam pagi.
Nanda masih tertidur di atas kasurku dan aku merasakan sebuah alur nafas yang
ringan berada di sampingku, dan itu adalah Widya yang juga masih tertidur dengan
pulasnya. Kupandangi wajahnya dan nampak sebuah wujud dari kedamaian dan
sebuah pesona yang luar biasa bahkan ketika ia masih memejamkan matanya. Aku
tersenyum melihatnya kali ini dan kemudian kuseka rambut yang menghalangi mata
kirinya, kucium keningnya dengan pelan agar tidak membangunkannya.
Sisa lilin masih ada di meja yang telah memberikan cahayanya semalam hingga ia
kalah oleh terpaan angin malam yang cukup kencang. Kuambil lilin itu untuk kubawa
ke bawah dan mengambil lilin yang sudah hampir habis di bawah. Kubuka pintu
lemari yang ada di dapur untuk mengambil sebuah toples kaca berisikan bubuk kopi
yang sudah digiling, kutuang beberapa sendok ke dalam cangkir ditambah dengan air
yang cukup panas. Aromanya pagi ini menambah semangat untuk memulai hari yang
baru.
Kubawa secangkir kopi yang ada di tanganku menuju teras depan, sebatang rokok
sudah menyala di bibirku dan aku mencoba untuk menikmati pagi ini dengan cara
yang biasa Ayah lakukan. Dan memang benar cara ini cukup membuatku memanjakan
ragaku yang selalu kupacu dalam segala hal. Kudengar suara motor dari kejauhan
yang datang menuju tempatku berada, kubuka pintu gerbang rumahku dan benar
Beavermoon
81
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
saja Reza sudah giatnya datang ke rumahku pagi ini entah membawa kabar apa.
Ia memarkirkan motornya di samping mobil Widya dan dengan biasa ia selalu
tersenyum setelah mengetahui bahwa Widya sudah ada sebelum dirinya datang, dan
sudah pasti dia akan berkata seperti biasanya.
“Kayaknya emang kali ini beneran udah ada yang gantiin gue nih.. .” Katanya
“Bukan dia yang gantiin, tapi lu kemana aja kemaren-kemaren? Giliran udah urusan
cewe aja ngilang lu.” Kataku menjabat tangannya
“Yah bukan gitu juga, kan gue udah mulai kerja di tempatnya Milka. Dan sekarang tiap
hari hampir bisa gue ngeliat dia mulu.” Jawab Reza
“Hampir tiap hari ke sana? Gila kali badannya kuat banget minum alkohol mulu.”
Tanyaku heran
“Gue juga ngga ngerti Bram, emang dia kuat sih kalo soal gituan.” Kata Reza
Kemudian aku kembali duduk di teras bersama dengan Reza, ia melihat cangkir berisi
kopi yang masih mengeluarkan asapnya dan ia mencoba untuk menghirupnya.
“Emang bener-bener deh kopi pagi itu bikin bergairah, tapi ini pahit ya?” Tanyanya
“Iya lah, bikin aja di belakang masih ada air panasnya.” Kataku
Dia masuk ke dalam rumahku untuk membuat secangkir kopi yang lebih “normal” dari
buatanku. Tidak butuh lama untuk membuatnya kembali dengan membawa secangkir
kopi dan ia menaruhnya di samping cangkirku. Ia memandangi kedua cangkir ini
dengan seksama dan berulang-ulang hingga menarik perhatianku.
Beavermoon
82
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dari luar keliatan sama ya, coba kalo udah diminum pasti kontras banget semuanya.”
Katanya
Dengan cepat aku melihat ke arah Reza dan rasanya aku seperti mendapatkan sebuah
pencerahan di pagi hari lewat dua cangkir kopi. Dan memang benar saja, dua cangkir
kopi ini terlihat sama persis karena menggunakan cangkir keramik yang sama
putihnya. Isinya pun sama yaitu kopi hitam yang ada di dapur, namun ternyata dua
benda ini memiliki rasa yang berbeda. Punyaku memiliki rasa yang benar-benar pahit
apalagi jika orang awam yang meminumnya, sedangkan punya Reza memiliki rasa
manis yang disamarkan oleh pahitnya kopi hitam ini.
“Mendung juga ngga mana ada petir?” Tanyanya dengan pandangan malas
“Kayaknya udah dapet lampu ijo nih gue, makin ke sini makin deket aja. Kalo dia lagi
ngga ke tempat gue ya kita chattingan bahkan sampe telponan.” Jelas Reza
“Akhirnya ya setelah sekian lama sahabat gue yang satu ini bakalan ninggalin gelar
abadi jomblonya.” Kataku
Ia memandangiku dengan malas lagi. Pagi ini kami saling bertukar cerita setelah kita
sudah tidak bertemu beberapa hari, hingga tak terasa cangkir kopi milik kami berdua
sudah sama-sama habis menyisakan ampas di dasar cangkir. Pintu rumahku ditarik
dari dalam dan keluarlah Widya yang baru saja bangun dari tidurnya. Aku
memandanginya dengan penuh perhatian dan kemudian kami berdua saling
tersenyum.
Beavermoon
83
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Mending gue naik ke atas deh bangunin Nanda buat sarapan.” Kata Reza bangun
dari duduknya
Mungkin saja filosofi kopi yang diberikan oleh Reza tadi ada benarnya juga. Dua
cangkir itu diibaratkan sebagai dua orang yang sama dalam kurun waktu yang
berbeda. Pada masa lalu orang itu memiliki rasa yang pahit untuk kehidupanku dan
kemudian ia pergi begitu saja tanpa adanya kata berpisah. Dan satu lagi adalah pada
saat ini, aku berfikir mungkin saja orang yang dulu memiliki rasa “pahit” itu kembali
datang dengan rasa yang sudah berbeda dan bisa dikatakan lebih baikd dari yang
dulu.
“Abis dapet pencerahan dari Reza, sampe aku ngga percaya aja aku bisa dapetin itu
dari dia.” Kataku
Ia tersenyum lagi kepadaku dan senyuman itu masih mendapatkan predikat sebagai
senyuman yang mematikan. Tidak butuh senjata tajam, senjata api, atau senjata
organik untuk membunuh musuh seperti diriku. Tunjukan saja sesuatu yang dapat
meluluhkan hatiku seperti halnya sebuah senyuman. Kill me with kindness...
“Liat sendiri kan, Bang Eja udah ngga pernah dianggep sama Abang kamu Nda,
soalnya dia udah menemukan cinta lamanya kembali.” Kata Reza dari belakang pintu
“Bener juga ya Bang Eja, kayaknya kita bakalan dicuekin abis-abisan nih.” Kata Nanda
Beavermoon
84
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
juga
“Kayaknya mereka udah ngga butuh aku lagi buat bayarin sarapan mereka deh Wid,
kita pergi berdua aja yuk.” Kataku
“Yah bercandanya jelek sih lu, kita kan bercanda doang.” Kata Reza
Aku dan Widya tertawa mendengar itu. Semua yang ada di rumah sudah bangun dan
ini waktunya untuk mencari sarapan pagi seperti biasa. Aku dan Widya kembali naik
ke atas kamar untuk bersiap-siap sedangkan Reza sedang memanaskan mobil milik
Widya. Setelah semuanya siap akhirnya kami berangkat mencari-cari tempat untuk
sarapan.
Aku bangun lebih siang dari biasanya karena ini adalah hari libur. Kubuka selimut
yang sudah dari semalam menutupi badanku ini, kubuka kaca jendela agar udara pagi
ini dapat masuk ke dalam kamarku. Melihat matahari yang sudah muncul lebih dulu
daripada aku, kemudian aku tersenyum meningat apa yang terjadi semalam ketika
Herman kembali datang untuk menemuiku setelah ia menghilang dengan cepat.
Kubuka hpku dan aku melihat ada sebuah pesan masuk dari Herman dan aku cukup
senang membaca isi pesan tersebut. Aku memilih untuk tidak membalasnya, aku
masuk ke kamar mandi dan setelah itu aku turun ke bawah dan menemukan Papa dan
juga Mama yang sudah seru menonton acara di tv.
“Hai cantik udah bangun, itu sarapannya di meja ya.” Kata Mama
Aku menuju meja makan dan sudah menemukan roti panggang berisi selai kacang,
kubawa roti itu sambil menonton tv.
Beavermoon
85
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Papa dan Mama saling beradu pandang lagi dan sepertinya mereka benar-benar
kebingungan dengan apa yang terjadi antara aku dan Herman.
“Papa makin ngga ngerti soal kamu sama Herman. Kemaren sore kamu bilang lagi
males kalo berurusan sama Herman, tapi semalem dia ke sini buat nemuin kamu.”
Kata Papa
Aku hanya tersenyum untuk menanggapinya. Setelah dua buah roti ini habis aku
kembali naik ke atas menuju kamar karena ada beberapa tugas yang harus aku
selesaikan sebelum besok sekolah. Tidak terasa hari sudah menjadi siang, Papa dan
Mama masuk ke dalam kamarku dan menemukan ku sedang sibuk dengan beberapa
LKS dan juga kertas fotokopian yang cukup banyak.
“Rin, Papa sama Mama mau jenguk Om dulu ya. Kamu jangan kemana-mana.” Kata
Papa
“Iya Pa, lagian ini juga masih banyak tugasnya.” Kataku menyalami mereka berdua
“Yang rajin ya, besok berangkat sama Mang Harya tadi udah Mama bilangin.” Kata
Mama
Aku mengangguk dengan mantap. Mereka pergi keluar kota untuk melihat keadaan
adik dari Papa yang sedang dirawat di rumah sakit. Aku kembali berkutat dengan
soal-soal yang cukup sulit hingga membuat kepalaku sedikit pusing. Aku memutuskan
untuk beristirahat sejenak dan turun ke bawah. Kubuka laci yang ada di dapur dan
menemukan mi instant di sana. Satu porsi lengkap dengan telur dan juga sedikit
tambahan nasi rasanya cukup untuk menambah tenagaku mengerjakan tugas-tugas
yang masih belum selesai juga.
Beavermoon
86
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Selesai dengan urusan makan aku akan segera naik lagi menuju kamarku, namun aku
mendengar ada suara mobil yang masuk ke dalam halaman rumah. Kubuka pintu
rumahku dan aku melihat Mobil Mita yang ada di sana.
Ia masuk ke dalam rumahku dan kuajak menuju kamarku. Ia membuka tas miliknya
dan mengeluarkan sebuah plastik berisi beberapa cemilan dan minuman kalengan
yang ia sempat beli di perjalanan menuju rumahku. Kami berdua sudah fokus
terhadap kerjaan kami hingga tak terasa sorepun datang dengan cepatnya. Aku dan
Mita sedang berbincang di kamar setelah menyelesaikan semua tugas yang akan
dikumpulkan.
“Lo tau ngga sih Mit semalem Herman ke rumah gue...” Kataku
“Sumpah gue makin ngga ngerti sama dia, kenapa dia bisa tiba-tiba dateng ke rumah
lo? Dan lo lagi, kenapa kayaknya lo terbiasa dengan kebiasaan Herman yang suka
dateng-pergi sesuka dia?” Tanya Mita lagi
“Dia cerita kemana dia sama Inggar waktu sore itu, dan ternyata Inggar itu masih
sempet ngeliat kita. Kalo soal itu gue juga ngga tau Mit.” Jawabku lagi
Beavermoon
87
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Gue bener-bener ngga bisa ngebayangin kalo seadainya suatu saat lo sama Herman
itu beneran jadian, bakalan ancur sekolahan kayaknya.” Kata Mita
Aku tertawa mendengar apa yang Mita katakan, cerita-cerita yang kami lontarkan
secara bergantian dapat membunuh waktu dengan cepat hingga tidak terasa hari
sudah menjadi gelap. Aku sedang mengantarkan Mita untuk turun ke bawah karena ia
akan pulang dan supirnya sudah menunggu di depan.
“Yaudah gue balik dulu ya, besok jangan lupa masuk.” Katanya sambil masuk ke dalam
mobilnya
“Padahal cahayanya semu, tapi dari sini masih terlihat indah.” Kataku seorang diri
Cahaya bintang yang nampak pada malam hari adalah cahaya yang bersinar berjuta -
juta tahun yang lalu, namun kita yang melihatnya pada malam hari akan tetap
mengatakan bahwa bintang-bintang itu indah. Keindahan yang semu...
Aku mendengar pintu gerbangku terbuka, aku tidak perduli siapa yang akan datang
karena aku masih menikmati keindahan yang semu ini.
“Airin...”
“Kamu...”
Beavermoon
88
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia duduk di sampingku dan rasa tidak percaya ini masih menghantuiku. Inggar datang
ke rumahku malam ini seorang diri dan aku lihat mobilnya terparkir di pinggir jalan,
mungkin ia bersama supirnya malam ini.
“Emang kenapa Nggar? Aku boleh tau dulu ngga?” Tanyaku mencoba mencari tau
Jika mungkin diibaratkan, bayangkan saja sebuah selang yang sedang mengalirkan air.
Kemudian lipat selang tersebut maka air yang keluar akan terhambat. Itu lah
gambaran bagaimana rasanya jantungku setelah mendengar apa yang Inggar barusan
katakan. Ia jujur begitu saja kepadaku.
“Aku takut kalo kamu emang beneran suka sama Herman dan aku cuma jadi
penghalang kalian berdua aja.” Jelasnya
Inggar menatapku dengan cepat seakan-akan apa yang dia dengar hanyalah bualan
semata. Aku tersenyum melihat ke arahnya untuk membuatnya semakin percaya atas
apa yang aku ucapkan tadi.
“Aku sama Heman itu cuma temen biasa kok Nggar, jadi kalo kamu emang suka sama
Beavermoon
89
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Makasih ya Rin, aku kira malam ini bakalan aku buat kacau.” Katanya
“Semangat buat deketin Herman ya, jangan mudah nyerah sama sikapnya yang cepet
berubah.” Kataku
“Terima kasih Tuhan, engkau telah menyamarkan air mataku dengan hujan -Mu ini...”
Kataku
Air mata ini memang sudah tertahan sejak pertanyaan itu terlontar dan akhirnya aku
bisa mengeluarkannya dengan lega. Air mata ini terus mengalir tanpa henti, dan
mungkin saja ini adalah jawaban dari semua kebingungan yang telah aku terima. Pada
akhirnya aku mengetahui bagaimana rasanya untuk mengikhlaskan apa yang selalu
kita inginkan. Diakhiri dengan hujan, malam ini terasa semakin semu.
Pesan Masuk
09:18 AM
Herman
Mata ini memang tidak mampu lagi untuk melihat
Namun hati ini masih dapat merasakan kehangatan cinta
Beavermoon
90
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kemudian aku menutup buku usang ini dan kuletakkan di meja balkon. Aku masih
tidak percaya bahwa cerita ini dapat membuatku meneteskan air mata meski pun
hanya sedikit.
“Nanti kalo gue udah selesai baca baru deh lu baca.” Kataku
Aku melihat ke dalam kamar dan menemukan Nanda dan juga Widya masih seru
dengan permainan mereka yang tidak ada hentinya hingga siang ini. Reza sudah seru
dengan hpnya dan aku sempat melihat bahwa ia sedang chatting dengan Milka.
“Yah udah deh, udah nemu pengganti gue gini nih...” Kataku
Aku hanya tertawa membalasnya dan aku rasa memang Reza sudah waktunya untuk
menambah kepercayaan dirinya terhadap wanita. Reza yang ku kenal adalah seorang
sahabat yang mudah untuk jatuh cinta namun sangat sulit untuk mengungkapkan
cintanya tersebut. Sedari dulu aku mengetahui siapa saja wanita yang ia suka, dan
sedari dulu juga tidak pernah ada satupun wanita yang ia dapatkan, permasalahannya
hanya satu dia tidak berani untuk mengungkapkan isi hatinya dan mengakibatkan
wanita yang ia suka jatuh ke laki-laki yang lebih berani mengungkapkan isi hatinya.
Beavermoon
91
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Nah kan sahabat gue yang satu ini emang paling bisa bikin gue menyerah sebelom
perang.” Katanya
“Bukan gitu. Menurut pengamatan gue setelah gue sama lu temenan udah tiga belas
tahun, lu belum pernah sekalipun nyatain perasaan lu. Dan seandainya nih ya kalo
emang lu beneran bisa ngungkapin ke Milka, lu udah siap belom sama jawabannya
dia?” Tanyaku lagi
“Harus bisa nerima kan apa pun jawaban dia nanti?” Katanya
“Iya, diantara air-air itu ada yang ngambang warnanya rada coklat.” Kataku
Aku dan Reza tertawa bersama-sama dan inilah persahabatan kami. Aku masih tidak
percaya bahwa aku bisa bersama dengan Reza hingga saat ini. Kami memiliki
kesibukan yang sangat berbeda mulai masuk SMP, namun tetap saja selalu ada waktu
untuk kami bermain bersama.
“Nah kan udah ada Widya, berarti gue lawan Nanda sekarang. Ciao!!” Kata Reza
meninggalkan kami di balkon
Widya duduk di bangku yang semula diduduki oleh Reza dan ia mendekatkan
bangkunya ke arahku. Seperti dua orang yang sudah kehilangan akal sehatnya, kami
Beavermoon
92
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Belum sempat aku menyalakan rokok yang sudah ada di bibirku, aku sudah
memperhatikannya lagi dan melepas rokok ini ke tanganku.
Kami saling tersenyum lagi dan luar biasanya kami masih saling ingat tentang hal-hal
yang sudah kami buat bersama semasa SMA dulu.
Ia melepaskan pelukannya dan tersenyum kepadaku, dan aku rasa saat ini ia memiliki
rasa yang sama seperti apa yang kurasa. Ia mengajakku untuk duduk di sofa selagi ia
mengganti pakaiannya karena hari ini harusnya kami belajar dan mengerjakan tugas
bersama-sama. Lima belas menit menunggu akhirnya ia kembali datang membawakan
botol minuman yang lagi-lagi selalu sama.
Aku mulai mengeluarkan buku-buku dan juga lembaran kertas dari dalam tasku dan
kami mulai menentukan mana dulu yang akan dikerjakan. Satu demi satu materi
Beavermoon
93
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Jawaban bohong dari mulutku sudah terlontar, padahal sedari tadi aku sedang
memikirkan bagaimana kelanjutan hubunganku dengan Widya. Aku sudah semakin
mantap dengannya dan aku sudah siap untuk mengutarakan isi hatiku. Namun aku
masih tidak tau kapan aku harus berbicara kepadanya.
“Tuh kan bengong lagi, kamu lagi mikirin apa sih?” Tanyanya semakin penasaran
Dan mungkin lagi-lagi aku terdiam tanpa kata beberapa saat dan membuat Widya
cukup kesal.
Alis kananku sedikit naik karena aku bingung dengan maksud ucapan Widya, apa ia
sedang bermain-main atau bagaimana.
Beavermoon
94
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dia tertawa mendengar jawabanku dan aku cukup bingung karena menurutku tidak
ada yang lucu dari lelaki bersepatu hitam, setiap sekolah juga aku selalu mengenakan
sepatu berwarna hitam.
“Lucu aja. Kenapa kamu jawab lelaki bersepatu hitam?” Katanya kepadaku
“Karena seorang balerina yang mengenakan sepatu berwarna putih mungkin cocok
dengan seorang pianis bersepatu hitam.” Jawabku
“Wid, itu pintunya kebuka. Kalo ada yang lewat terus liat kita gimana?” Tanyaku
Ia mendorong badanku hingga posisiku sudah tertidur di atas sofa sedangkan Widya
berada di atasku saat ini.
Beavermoon
95
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku hanya tersenyum dan kemudian kami bibir kami saling bersentuhan satu sama
lain.
Dan tak terasa malam sudah menjelang, Reza sudah pulang terlebih dahulu karena ia
akan masuk kerja malam ini. Nanda sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah
temannya ingin menginap di sana.
“Siap Ka Wid. Kayaknya mereka udah dateng tuh, aku berangkat ya.” Kata Nanda
Aku dan juga Widya mengantarkannya hingga ke pintu gerbang dan kemudian mobil
yang Nanda naiki menghilang di pertigaan sana. Tersisalah aku di sini, namun kali ini
aku tidak sendiri. Aku menggenggam tangan Widya untuk masuk ke dalam rumah,
namun langkahku terhenti karena Widya berhenti untuk melangkah.
“Kamu kena.....”
Ia menciumku kali ini, bukan kami yang saling mendekatkan wajah kami namun ia
yang mendekatkan wajahnya kepadaku. Cukup lama hingga angin semilir malam ini
sangat terasa, kedamaian akan selalu memunculkan keindahan nyata atau pun semu.
Beavermoon
96
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku menyetujuinya dan kemudian kami berdua pergi menuju kafe menggunakan
mobilnya. Sebenarnya aku sangat tidak enak karena selalu menggunakan mobilnya.
Namun ia selalu meminta untuk menggunakannya. Dulu memang kafe ini mempunyai
cerita untuk kami berdua, setiap ada waktu kami selalu menyempatkan diri untuk
sekedar mampir melepas penat atau pun mengerjakan tugas di sini.
Aku masuk ke dalam dan sepertinya Barista itu terlihat kebingungan dengan siapa aku
datang, karena kali ini aku tidak sendirian ataupun bersama dengan Reza melainkan
dengan seorang wanita yang seharusnya ia kenal. Aku tetap memilih untuk duduk
menghadapnya sedangkan Widya menyusul dari belakang setelah melihat-lihat
keadaan kafe ini yang tidak banyak berubah.
“Masih sama kayak dulu ya, aku kira udah ada yang berubah.” Kata Widya
“Yang berubah cuma dekorasi yang luar aja, dalemnya masih sama kayak dulu.”
Kataku
“Hai Bram tumben malem ini ke sini, dan kali ini ngga sendiri pula.” Sapa Barista itu
“Lu masih inget ngga sama dia?” Tanyaku kepada Barista itu
Barista ini dan Widya saling tatap dan mungkin Widya yang menyadari terlebih
Beavermoon
97
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dahulu. Akhirnya mereka saling mengingat satu sama lain dan mereka sedikit
berbincang mengenai kabar masing-masing.
Kemudian ia membuatkan minuman itu untuk kami berdua. Keadaan di sini sudah
lumayan ramai, ada beberapa orang yang sedang seru berbincang, ada sekumpulan
orang yang sedang bermain dengan kartu uno mereka, tidak lupa ada beberapa
pasang kekasih yang sedang beradu mersa. Kunyalakan sebatang rokok dan
kemudian pesanan kami sudah datang.
Ia tersenyum kepadaku dan mengangguk pelan. Layaknya kafe ini, tidak banyak yang
berubah hanya saja banyak momen yang mungkin akan kita dapatkan kem bali untuk
dikenang.
Aku dan beberapa temanku sedang berada di sebuah kafe yang dekat dengan
rumahku. Kami sengaja ke sini setelah belajar bersama di rumah dan otak kami
mungkin sudah tidak sanggup untuk menerima materi lagi. Pesanan kamipun sudah
datang dan diletakkan di atas meja sesuai dengan apa yang kami pesan sebelumnya.
“Bram, itu kopi kayak gitu ngga pahit apa?” Tanya Ajeng
“Apa yang enak dari kopi hitam dengan gula cuma seujung sendok doang Bram?”
Tanya Widya
Beavermoon
98
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dan apa yang enak dari es coklat dengan tambahan gula yang banyak?” Tanyaku
balik kepadanya
“Ini enak, jelas-jelas manis ngga pahit kayak punya kamu.” Jawabnya
“Lah ini juga enak dan ini ngga pahit sama sekali.” Jawabku juga
“Udah-udah daripada meja ini ntar rubuh mending kita cobain aja satu per satu.” Kata
Wisnu
Dan mereka pun mencoba minuman yang aku dan Widya pesan. Mereka mencoba
minuman Widya terlebih dahulu dan tentu saja mereka pasti akan protes dengan
kadar manis yang berlebih pada minuman Widya.
“Astaga Wid lu bisa kena penyakit gula kalo minum ginian mulu.” Protes Wisnu
“Iya Wid gue jadi berasa eneg abis minum punya lo.” Kata Ajeng
“Gue heran deh sama lu berdua, dua orang yang punya selera kontras banget dan
saling ngadu satu sama lain. Kita yang nyobain mending ngga milih dari kalian deh.”
Kata Wisnu
Aku berfikir mungkin saja karena mereka baru pertama kali mencoba maka mereka
akan berkata demikian, coba mereka selalu meminum ini tiap saat maka mereka akan
terbiasa dengan rasanya. Dan itu juga kenapa selera orang berbeda-beda, kita tidak
bisa memaksakan apa yang kita suka untuk orang lain juga ikut suka. Begitu juga
Beavermoon
99
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
sebaliknya, orang lain tidak bisa memaksakan kita untuk menyukai apa yang mereka
suka. Subjektif itu perlu karena standar tiap orang berbeda.
Aku dan Widya sedang menikmati minuman kami masing-masing, dengan obrolan
yang ringan untuk menemani malam ini yang luar biasa karena aku tidak lagi sendiri
ke sini. Canda dan tawa menyelimuti tiap obrolan kami hingga tak terasa waktu sudah
menunjukkan pukul sepuluh malam. Setelah minuman kami sama-sama habis
akhirnya kami memutuskan untuk pulang menuju rumahku.
Dan saat ini kami berada di balkon saling tatap satu sama lain, entah apa yang kami
lihat tapi sepertinya aku dan juga Widya nyaman untuk melakukan kebisuan ini
hingga beberapa saat. Matanya yang tidak akan bosan untuk ku pandang, rambutnya
yang selalu panjang dan tergerai dengan indah, senyumannya yang masih
mendapatkan predikat sebagai senjata mematikan adalah hal-hal yang tidak pernah
bisa aku lupakan hingga saat ini.
Dalam hati aku selalu berkata bahwa aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini
lagi, aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mengembalikan apa yang dulu kami
punya dan apa yang seharusnya waktu itu aku bisa dapatkan. Aku akan kembali
menyatakan apa yang dari dulu hingga sekarang masih aku rasa. Terdengar egois
memang, namun ini adalah sebuah kejujuran dari hatiku dimana aku masih m enyukai
seorang wanita yang sama dengan waktu yang berbeda.
Entah mengapa hatiku seperti berontak dengan apa yang baru saja aku rasakan,
hatiku berkata bahwa cinta yang kumiliki kali ini hanyalah sebuah obsesi yang belum
pernah menjadi nyata dan itu membuatku bernafsu untuk mendapatkannya. Cintaku
yang dulu adalah sebuah keikhlasan, tidak dengan saat ini yang hanya mementingkan
sebuah obsesi. Dua pendapat yang saling beradu menbuatku sedikit kebingungan.
“Kamu tau kenapa jatuh cinta itu indah?” Tanya Widya membuka percakapan
Beavermoon
100
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku hanya terdiam menatapnya. Aku akan membiarkan ia menjawab terlebih dahulu
karena menurutku definisi jatuh cinta itu terlalu luas untuk diargumenkan saat ini.
“Karena kita percaya bahwa kita telah menemui orang yang paling tepat, dengan itu
kita selalu merasa bahwa bersama dengan orang yang kita cintai akan membuat
hidup kita lebih indah.” Jawabnya
Kuresapi kata-katanya dan aku cukup setuju dengan apa yang ia katakan. Ketika kita
sedang jatuh cinta maka kita merasa hidup kita indah, dan akan lebih indah jika orang
yang kita cintai selalu bersama dengan kita. Aku rasa aku tidak akan mengadu
argumen mengenai ini dan itu juga didukung dengan adanya sebuah panggilan
masuk dari hpku dan itu berasal dari Reza. Ia bercerita bahwa ia sedan g bersama
dengan Milka dan ia merasa bahwa ini sudah saatnya untuk mengungkapkan apa
yang ia rasakan.
“Gue dukung lu deh, kalo emang lu udah yakin sekarang buruan bilang. Jangan kayak
yang dulu-dulu.” Kataku
Dan kemudian panggilan itu terputus dengan sendirinya. Dan mungkin ini sudah
waktunya untuk Reza kembali menjalin hubungan serius dengan wanita yang ia rasa
sudah cukup tepat. Aku hanya bisa mendukung apa yang akan ia lakukan dan aku
juga berharap bahwa aku akan dapat bersama dengan Widya seperti dulu lagi tanpa
ditinggalkan.
Gerimis pagi ini adalah pembuka hari baru untukku, semuanya nampak kelabu tidak
ada secercah biru yang menyala. Rintik hujan di luar sana tidak bisa mengalahkan rasa
sedihku pada hari ini. Aku sedang duduk di ruang tamu dan melihat keadaan di luar
Beavermoon
101
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
yang masih kelabu. Air mata ini sudah tidak dapat dihentikan, kesedihan yang cukup
mendalam adalah sebuah sambutan yang telah Tuhan berikan dan aku sebagai umat -
Nya hanya bisa menerimanya dengan lapang dada dan mencoba untuk tegar
menghadapi semuanya.
Aku lihat sebuah raga yang telah berbaring dengan damainya di depanku, ia nampak
tidak meninggalkan sedikitpun kesedihan. Banyak sekali orang yang berdatangan dan
aku sudah tidak tau siapa saja yang sudah menghampiriku pada pagi ini.
Tuhan, kenapa engkau melakukan ini? Apa sebenarnya rencana yang telah engkau
buat untuk hidupku? Apakah ini salah satu nikmat-Mu atau ini adalah sebuah
bencana? Tuhan, tolong kali ini saja jawab pertanyaanku secara langsung. Aku tidak
bisa menerima ini semua karena aku percaya bahwa bukan ia yang harusnya pulang
pada hari ini.
Kubuka kain yang menutupi wajahnya, kucium keningnya untuk yang kesekian kali,
tidak terasa air mata ini kembali mengalir lagi.
“Udah Rin, Papa udah dipanggil sama Tuhan. Kita harus ikhlas untuk semuanya, biarin
Papa kamu damai di sana.” Kata Mama mencoba menenangkanku
Papa, seorang lelaki yang paling bertanggung jawab yang pernah aku temui. Ia tidak
pernah ingkar kepada siapapun. Papa, seorang suami yang paling setia. Hanya ada
dua wanita yang pernah diperjuangkannya, Oma dan juga Mama. Papa, seorang ayah
yang bisa mengarahkanku menuju jalan yang benar. Papa yang selalu menasihatiku
Beavermoon
102
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
mengenai bagaimana kita menjalani hidup, bagaimana kita bersyukur dan bagaimana
kita selalu ikhlas dalam menjalani apapun.
Sekumpulan orang berdatangan dengan seragam sekolah mereka, satu per satu
masuk ke dalam rumah dan mulai menghampiriku yang sedang duduk dekat dengan
raga yang sudah tidak bernyawa. Mereka ikut berduka dengan apa yang aku alami
dan aku sangat berterima kasih atas kedatangan mereka yang sudah meluangkan
waktu belajar mereka.
Ia memelukku cukup erat dan aku kembali menangis, sebuah pelukan hangat dari
sahabat dapat meluapkan seluruh emosiku dan ia pun merasakan apa yang aku
rasakan. Ia mencoba untuk menasihatiku agar aku bisa sabar dan juga ikhlas untuk
menjalani hari-hari berikutnya meskipun tanpa Papa lagi, aku hanya bisa mengangguk
pelan untuk menjawabnya.
Hingga akhirnya hari yang sudah menjelang siang ini, aku sudah berada di sebuah
tempat pemakaman umum yang tidak terlalu jauh dari rumah. Gerimis masih juga
turun dengan ringannya, aku hanya dapat menyaksikan sebuah raga yang akan turun
menuju tanah dan akan ditutup lagi dengan galian tanah. Kembali pecahnya air
mataku karena aku masih tidak percaya bahwa setelah ini aku tidak akan bisa melihat
lagi sosok Papa. Mita mencoba untuk menenangkanku dengan bebagai cara hingga
pada akhirnya, aku harus bisa mengikhlaskan sebuah perpisahan. Kata orang dimana
ada pertemuan maka di situ pula ada sebuah perpisahan.
Belasan tahun yang lalu untuk yang pertama kalinya aku dapat melihat da n aku
menemukan dua sosok yang dapat menenangkanku, Papa dan juga Mama. Sejak aku
baru pertama lahir hingga aku belajar untuk berjalan, Papa dan Mama dengan setia
menungguku dan mengajariku banyak hal. Hingga untuk pertama kalinya aku
Beavermoon
103
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
mengenakan seragam sekolah untuk belajar membaca, Papa dan Mama masih
dengan setia untuk menemaniku.
Dan berakhir pada hari ini, dimana sebuah perpisahan itu benar-benar nyata di
mataku. Gundukan tanah sudah terbentuk sedikit menggunung, sebuah papan
dengan tulisan yang lengkap sudah tertancap dengan gagah menuju tanah. Taburan
bunga sudah ada di genggamanku, dengan pelan kutaburi ini semua hingga tak
tersisa.
Papa...
“Iya ini mau tidur, kamu lanjut tidur lagi aja.” Kataku
Aku menaruh buku ini di atas meja dan kumatikan lampu baca yang sedari tadi
menyala. Kurebahkan diriku ini dengan santai hingga sebuah pelukan menyelimuti
tidurku malam ini. Aku melihat ke arahnya dan kedamaian wajahnya tidak dapat
mengalahkan semua yang telah meninggalkan luka. Kudekatkan wajahku kepadanya
dan berbisik dengan pelan
Beavermoon
104
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Hari baru dengan awal mula yang baru. Pagi ini aku bangun lebih dulu dari mataha ri,
dan aku melihat Widya masih terlelap dalam tidurnya yang damai. Kucium keningnya
dan ternyata hal ini membuatnya terbangun dari tidurnya. Ia tersenyum kepadaku dan
kubalas senyumannya, kemudian aku bangun dari atas kasur ini untuk ke kamar
mandi.
Ia tersenyum kepadaku dan memang benar saja, untuk melakukan hal yang tergolong
pribadi itu aku harus berfikir hingga berulang kali. Sah saja jika aku sudah memiliki
hubungan yang sah secara agama dan secara hukum, dan aku tidak akan pernah
melakukan hal itu kepada siapa pun hingga tiba waktunya.
Pagi ini aku dan Widya sedang berada di dapur karena kali ini aku akan menyiapkan
sarapan untuknya. Sebuah hal yang sudah lama tidak aku lakukan dan mungkin butuh
sedikit waktu untuk memikirkan apa yang akan aku sajikan untuknya. Dan terpilihlah
sandwich dan juga omellete yang sedang aku persiapkan. Hampir sekitar setengah
jam berkutat dengan beberapa bahan akhirnya selesai sudah dan kami sedang
menyantapnya sambil menonton acara pagi di tv.
Selesai dari ruang tv akhirnya kami memilih teras depan rumah untuk berbincang
sesaat. Sebuah coklat panas dan juga kopi hitam sudah tersedia di atas meja, begitu
juga dengan rokok yang ada di tanganku. Kami mendengar ada suara dari balik pintu
gerbang yang membuat penasaran. Aku disusul oleh Widya membuka pintu gerbang
itu dan pagi ini sebuah kejutan datang entah bagaimana caranya. Aku menemukan
Nanda yang dirangkul oleh dua temannya dengan keadaan yang bisa dibilang hampir
tidak sadar. Aku sangat terkejut dengan apa yang terjadi, dengan cepat kupegang
Nanda.
Beavermoon
105
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dua orang temannya hanya bisa terdiam saat aku melontarkan pertanyaan itu. W idya
menyuruhku untuk membawa Nanda ke dalam beserta dengan teman -temannya. Tiba
di kamarku kubaringkan Nanda di atas kasur, berjuta tanya sudah siap aku lontarkan
lewat mulutku.
“Gue ngga butuh maaf kalian, gue butuh jawaban kenapa sama adek gue?” Tanyaku
untuk yang ketiga kalinya
“Bram tenang dulu. Kalian ceritain pelan-pelan, ngga bakalan kita apa-apain.” Kata
Widya
“Jadi semalem kita bertiga emang punya rencana buat nginep di rumahnya temen
kita, pas di sana ternyata udah ada Rio sama temen-temen cowoknya yang lain. Dan
kita ngga nyangka aja kalo Rio bakalan bawa minuman alkohol gitu ngga tau
namanya apaan. Kita dipaksa buat minum, apalagi Nanda. Kata Rio dia ha rus minum
buat buktiin cintanya dan bener aja si Nanda malah minum sampe berapa kali. Tiba -
tiba aja Rio pergi sama temen-temennya ninggalin Nanda yang udah ngga sadar itu
Bang.” Jelas temannya yang satu lagi
“Kalian gila ya! Bayangin aja malem-malem ada cowo sama kalian udah gitu kalian
biarin Nanda buat minum? Temen macem apa kalian!” Kataku dengan nada yang
cukup tinggi
“Kita juga ngga tau Bang harus gimana lagi, kita udah bingung.” Jelas temannya lagi
Beavermoon
106
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Bram cukup, yaudah mending kalian pulang aja. Makasih ya udah mau nganterin
Nanda pulang.” Kata Widya
“Maafin gue udah marahin kalian. Makasih udah nganterin Nanda pulang, Wid anterin
mereka sampe depan.” Kataku
Di hadapanku terbaring Nanda dengan keadaan yang hampir tidak sadar, hanya
warna putih yang dapat terlihat dari matanya. Kesal, marah, dan kecewa sudah
bercampur aduk saat ini. Kuambil hpku dan mencoba untuk menghubungi Reza.
Beberapa kali kutelpon tidak ada balasan hingga akhirnya ia menjawabnya.
Aku menutup panggilan tersebut, Widya yang sudah naik kembali kusuruh untuk
menjaga Nanda selagi aku menuju dapur. Di dalam kulkas aku menemukan sekaleng
susu untuk diminum oleh Nanda. Setelah meminum susu tersebut aku menyuruh
Widya untuk menemani Nanda ke kamar mandi.
Kedatangan Reza lebih cepat dari yang kuduga, ia naik menuju kamarku
meninggalkan mobilnya yang ia parkir seadanya. Ia sudah berada di depanku, bahkan
Beavermoon
107
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
celana pink motif hello kitty yang ia kenakan tidak mampu membuatku untuk tertawa
disaat kondisi seperti ini.
“Di kamar mandi, tadi udah gue suruh minum susu putih terus biarin Widya aja yang
nemenin dia.” Kataku
“Jadi bakalan kita pukulin nih si Iyo bangsa* itu?” Tanya Reza denga n semangat
Kubuka bungkusan rokok ini untuk mengambil dua batang, satu untukku dan satu lagi
untuk Reza. Asap putih sudah berhembus satu sama lain hingga kemudian Widya
sedang merangkul Nanda keluar dari kamar mandi dan ia merebahkan Nanda kembali
di atas kasur. Widya menghampiri kami yang sedang berdiri di balkon.
“Udah keluar semua tadi, terus dia kayak ngomong-ngomong gitu.” Kata Widya
“Ngga begitu jelas sih, yang kedengeran itu katanya dia ngga masalah kalo pulang
keadaan gini ketemu Ayah sama Ibu, kecuali kalo ketemu Bang Bram. Dia bilang pasti
Bang Bram bakalan marah banget sama dia.” Jelas Widya
Aku sedang memandanginya kali ini, dan rasanya antara marah dan sedih sudah
berkumpul menjadi sebuah emosi yang baru entah apa namanya. Kami bertiga secara
bersamaan untuk menghubungi seseorang berkaitan dengan hal ini.
“Halo...”
Beavermoon
108
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Halo Zah, nanti bilangin ke dosen ya kalo gue absen dulu hari ini.” Kataku
“Kok tumben banget kamu absen? Ngga biasanya.” Tanyanya
“Nanda lagi sakit, makannya harus ditungguin.” Jelasku
“Oh gitu, yaudah semoga Nanda cepet sembuh ya Bram.” Katanya
“Iya makasih ya Zah..” Kataku
“Halo...”
“Selamat pagi Mas, bisa mundurin pertemuan hari ini ngga?” Tanya Widya
“Loh kenapa sama hari ini Mba?” Tanya seseorang di sana
“Adik aku lagi sakit jadi harus ditungguin dulu, maaf banget ya.” Jelas Widya
“Oh gitu ya, nanti coba saya atur lagi ya jadwalnya.”
“Makasih ya Mas.”
Itu lah yang kami bertiga lakukan, padahal Nanda adalah adikku namun mereka
merasa bahwa Nanda adalah adik mereka juga yang harus bisa mereka jaga. Dan di
sinilah kami bertiga melihat ke arah dimana Nanda sedang tertidur di atas kasur.
“Dia masih lucu juga ya mau kayak gimana juga.” Kata Widya
“Mau bagaimanapun dia, Nanda udah gue anggep kayak adek gue sendiri.” Kata Reza
Reza dan juga Dinda melihatku dengan cepat, mungkin mereka tidak percaya dengan
apa yang barusan ku katakan.
Beavermoon
109
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dia udah bukan adek gue lagi, tapi dia itu malaikat kecil yang bakalan gue jaga dari
iblis-iblis yang mencoba buat nyabut bulu di sayapnya.” Kataku
Reza menghela nafasnya setelah mendengar apa yang barus aja aku katakan,
sedangkan Widya memelukku dengan cukup erat. Dan mungkin mulai saat ini aku
akan sedikit lebih hati-hati dengan siapa saja yang bersama dengan Nanda. Kejadian
ini menjadi pukulan telak untukku karena terlalu membiarkannya menghadapi dunia
yang terlalu gelap untuk dilewatinya sendiri.
Siang sudah menjelang, aku, Reza dan juga Widya sedang berada di balkon setelah
makan siang. Aku melihat ke dalam dan sepertinya Nanda sudah mulai sadar, Widya
dengan Reza masuk ke dalam untuk melihat keadaan Nanda.
“Abang mana Ka Wid? Abang kemana Bang Eja?” Tanya Nanda seperti orang
ketakutan
“Udah nggapapa, emang kenapa kalo ada Bang Bram?” Tanya Reza
“Aku takut banget kalo Abang tau aku begini, sumpah aku takut banget Ka Wid, Bang
Eja.” Kata Nanda sambil meneteskan air mata
“Abang...”
Nanda menangis, air matanya sudah tak terbendung lagi. Mungkin ia merasa lebih
takut kepadaku karena aku yang lebih sering mengurusnya daripada Ayah dan juga
Beavermoon
110
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ibu. Aku duduk di sampingnya sambil menatapnya dengan tajam. Widya dan Reza
hanya bisa saling pandang karena tidak tau apa yang akan aku lakukan kepada
Nanda.
“Bang... Maafin aku, aku ngga bisa jaga kepercayaan Abang.” Ucapnya lirih
“Tau ngga apa yang Abang rasain pas ngeliat kamu dirangkul sama temen -temen
kamu dengan keadaan kamu yang udah hampir ngga sadar tadi pagi? Abang tuh
marah, abang tuh kecewa, abang juga sedih. Abang ngga tau harus marah sama siapa.
Dan abang ngerasa kalo Abang udah gagal ngejaga kamu...” Kataku meneteskan air
mata
Widya yang berada di sampingku mengelus pundakku secara pelan dan Nanda hanya
terdiam dalam tangisnya.
“Apa lagi Wid! Udah jelas kan semuanya!” Kataku dengan nada yang cukup tinggi
juga
“Kamu udah bukan adek abang lagi, tapi kamu itu malaikat kecil yang bakalan abang
jaga dari iblis di luar sana yang nyoba buat cabutin bulu-bulu di sayap kamu.” Kataku
Aku memeluk Nanda dan Nanda membalasnya lebih erat. Sebuah peristiwa yang
dapat menjadi sebuah pembelajaran untuk ke depannya. Jaga apa yang sudah kalian
punya, jangan rusak sedikit pun karena itu tidak akan sama lagi.
Tiba-tiba saja Reza bangun dari duduknya dan bergaya seperti seorang Kamen Rider
Beavermoon
111
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Baiklah, Bang Bram sama Kamen Rider Eja akan membasmi si Iyo bangsa* itu!”
Katanya dengan semangat
“Heh Kamen Rider mana yang pake kostum celana pendek pink ada hello kittynya?”
Tanyaku
Kami tertawa melihat ekspresi dari Reza, seorang sahabat yang dapat dengan cepat
mencairkan suasana. Aku berharap kita semua dapat saling menjaga satu sama lain
hingga kapan pun itu.
Malam sudah datang dan setelah menyantap makan malam yang dibeli Reza tadi, Aku
dan Widya sedang berada di dalam kamar melihat Nanda dan juga Reza yang sudah
tertidur dengan pulasnya.
“Mereka kebiasaan ya kalo udah selesai makan pasti tidur.” Kata Widya
Widya bangun dari duduknya dan melangkah menuju ke tembok yang bersampingan
dengan kasurku. Aku ikut bangun untuk menghampirinya dan sepertinya ia sedang
fokus ke sebuah objek di dinding itu.
Beavermoon
112
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku dan Widya sedang dalam perjalanan pulang menuju rumahku dan kali ini kami
menaiki angkutan umum karena mobil yang biasa aku gunakan sedang dalam
perbaikan. Tinggal beberapa meter lagi hingga kami tiba di perumahanku.
“Belom tau sih, tadi pagi baru masuk bengekel. Tadinya aku mau bawa motor
peninggalan kakek cuma takut kamu ngga biasa aja naik motor.” Kataku
Salah satu mereka menghampiri kami dan sepertinya Widya sangat ketakutan
terhadap lelaki itu.
“Hai neng cantik banget sih, mending sama kita aja daripada sama si culun itu. Kita
seneng-seneng aja minum-minum, kita bayar deh biar puas.” Katanya
“Eh jangan sok jagoan lu culun, mending pulang sana kerjain PR. Biarin cewe cantik ini
sama kita.” Katanya melawan
Kami mempercepat jalan kami, namun jalan kami di hadang oleh beberapa temannya.
Beavermoon
113
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku yang merasa suasana sudah tidak aman lagi mencoba untuk melindungi Widya
bagaimanapun caranya. Kontak fisik sudah tidak dapat dihindari, beberapa pukulan
dan tendangan sudah silih berganti hingga pada akhirnya sebuah kayu yang cukup
tebal melayang menuju pelipis kiriku dan membuatku tersungkur dengan tetesan
darah yang cukup banyak. Tindakan ini membuat orang-orang yang ada di sekitar
mengerumuni kami, sayangnya kumpulan anak sekolah bangsa* itu sudah lari terlebih
dahulu.
Widya sudah menangis melihat keadaanku yang sudah melemah, aku dan Widya
diantarkan oleh dua ojek setempat menuju rumahku. Setibanya di rumah tentu saja
hal ini membuat Ibu terkejut. Bagaimana tidak, anaknya yang berangkat sekolah
dengan rapih begitu pulang sudah berlumuran darah di pelipisnya yang juga menodai
seragam putihnya.
“Tadi dipukulin sama anak sekolah lain Bu di depan.” Kata salah satu tukang ojek
tersebut
Setelah Ibu memberikan uang kepada dua tukang ojek tersebut akhirnya aku dibawa
ke dalam menuju ruang tamu. Dengan sigap Ibu membersihkan luka ini sedangkan
Widya masih menangis melihat keadaanku.
“Udah nggapapa Wid, seenggaknya dia masih bisa sampe rumah.” Kata Ibu
Beavermoon
114
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Tadi ada anak sekolah lain mukulin dia gara-gara godain Widya.” Jelas Ibu
Aku tertawa melihat tingkah laku mereka dan aku juga melihat Widya sudah bisa
tertawa kembali karena kelakuan Ayah yang sedikit... Kemudian Nanda ikut duduk
bersama kami di ruang tamu.
“Abang bakalan jagain Nanda juga ngga kayak Abang jagain Ka Wid?” Tanyanya
“Pasti dong. Abang bakalan jagain kamu, Ibu sama Ka Wid dari orang jahat.” Kataku
“Kalo Ibu ngga usah kamu jagain. Ayah masih sanggup buat ngalahin penjahat yang
mau gangguin Ibu.” Kata Ayah sambil memamerkan ototnya
Dan lagi-lagi kami tertawa melihat kelakuan Ayah yang dapat menghibur kami.
Setelah kejadian berdarah itu, saat ini aku sedang berada di kamarku bersama dengan
Widya. Widya mengeluarkan pulpen yang ada di dalam tasnya.
Aku mendekat ke arahnya, kemudian dia seperti menuliskan sesuatu di plester yang
menutupi luka pelipisku. Setelah selesai ia menyuruhku untuk melihat ke arah cermin.
Aku membaca tulisan itu dengan seksama karena tulisannya terbalik ketika dilihat dari
cermin
Beavermoon
115
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sebuah plester yang sudah menghitam dan menempel di dinding ini, tulisannya masih
dapat dibaca dengan jelas. Aku sengaja menempelnya di dinding agar aku bisa ingat
setiap momen yang aku jalani bersama dengan Widya. Kami saling bertatapan satu
sama lain dan ia menyentuh pelipis kiriku.
Ia berjinjit dan kemudian mencium bibirku lagi namun sedikit lebih cepat. Kemudian ia
memelukku dan kubalas pelukannya. Bagaimana pun caranya, aku akan menjagamu
sampai kapan pun...
Beavermoon
116
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sore ini aku sudah bersiap-siap untuk pergi ke sebuah tempat. Kutata rambutku yang
sudah mulai panjang agar tidak terlalu berantakan, dan tentu saja hal ini membuat
Nanda dan juga Widya memperhatikanku tidak henti-hentinya.
“Kalian kenapa sih ngeliatinnya kayak gitu banget?” Tanyaku melihat dari cermin
“Beda banget. Terakhir aku liat pas kita wisuda SMA dulu.” Jawab Widya
Aku membalikkan badanku untuk menunjukkan semua yang telah aku persiapkan
pada hari ini. Jika aku pikir tentu saja aku hari ini sangat berbeda dengan hari-hari
biasanya. Tidak ada lagi celana jeans yang sudah robek-robek, kaos sedikit ketat dan
sendal hotel yang selalu aku kenakan. Kali ini satu set tuxedo dengan sepatu hitam
mengkilap menjadi pakaianku, dan lebih spesialnya lagi ketika rambutku dapat terlihat
lebih rapih dari biasanya.
“Kan kalo ngeliat Abang rapih jadinya gimana gitu...” Kata Nanda menghampiriku
“Ya ini kan cuma kalo ada acara doang, tiap hari kayak gini ngga betah Abang.”
Kataku
“Ya maksudnya tingkat kerapihanya Bang, bukan tiap hari harus make ginian.” Kata
Nanda
Widya tersenyum kepadaku dan kemudian mereka berdua mengantarkanku hin gga
menuju halaman depan rumah. Mobil tua ini sudah kupanaskan mesinnya dan aku
sudah siap untuk berangkat.
Beavermoon
117
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kamu mau jagain Nanda dulu kan? Mungkin besok pagi aku baru bisa pulang.”
Kataku
“Iya bisa kok, besok aku ngga terlalu sibuk jadi bisa anter sama jemput Nanda.” Kata
Widya
Ia memasukan setengah badannya ke dalam mobil lewat jendela mobilku dan kami
kembali berciuman dengan singkat di dalam sini, entah Nanda melihat atau tidak.
Kemudian aku melajukan mobil ini menuju sebuah tempat yang cukup jauh dari
rumahku dan mungkin akan memakan waktu hingga beberapa jam perjalanan.
Dan tibalah aku di sebuah tempat yang sangat mewah. Di pintu depan aku sudah
disambut oleh teman-temanku. Kami masuk secara bersama-sama ke dalam untuk
mengikuti acara demi acara yang akan berlangsung.
Dan inilah hari yang sudah aku dan beberapa temanku tunggu, sebuah perhelatan
yang cukup membuat kami cukup takjub. Bima beserta dengan keluarga besarnya
sudah berhadapan dengan Silvia dan juga keluarga besarnya. Sebuah pertemuan
untuk yang pertama kalinya antara kedua keluarga besar untuk membicarakan
tentang hal yang bukan mainan lagi, melainkan sesuatu yang memiliki keseriusan
tingkat tinggi.
Aku duduk sedikit lebih jauh dari kerumunan dua keluarga besar itu bersama dengan
teman-temanku, kami mengikuti acara ini hingga cukup menikmati acara demi
acaranya. Hingga di momen yang sudah kami tunggu-tunggu yaitu sebuah
pertukaran cincin antara Bima dan juga Silvia, mereka saling memasangkan cincin
Beavermoon
118
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
mereka dan membuat riuh para tamu undangan yang datang. Memang hanya sebuah
acara pertunangan pada hari ini, namun tidak memungkinkan untuk mereka
mengadakan pernikahan secepatnya.
“Bram, lu liat ngga cewe yang pake batik merah muda di pojokan sana?” Tanya Romi
“Tet*nya gede banget ya, sampe batiknya sesek itu.” Kata Romi
Aku hanya bisa menahan tawa sedangkan Zahra yang juga mendengar akan hal itu
melakukan protes kepada Romi. Sedari tadi kami berada di ruangan ini mema ng mata
Romi tidak bisa untuk terdiam beberapa saat, ia terus saja memandangi wanita -wanita
yang ada di dalam ruangan ini dan selalu terfokus pada tet*
Acara bersama keluarga telah selesai dan tersisalah kami di ruangan yang cukup besar
dan juga mewah ini. Seorang pelayan membawa troli berisikan beberapa minuman
yang cukup membuat kami sedikit kaget.
“Di acara tunangan lu aja udah ada ginian ya Bim, gimana ntar di resepsi?” Tanya
Romi
“Malahan nanti di resepsi ngga ada, kalo ada ntar yang mabok banyak ka n ribet juga.”
Jelasnya
Romi mulai menuangkan minuman itu ke dalam gelas kami dan cheers sudah kami
lakukan. Bincang-bincang ringan di ruangan yang sudah sangat sepi ini cukup
membuatku merasa sangat nyaman.
“Jadi kapan nih kalian nikah? Kan tunangannya udah.” Tanya Zahra
“Nanti kali ya kalo kita udah sama-sama selesai kuliah, lagian juga aku harus balik lagi
Beavermoon
119
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Wah bakalan jarak jauh lagi ternyata? Sayang banget.” Kata Romi
“Ya mau gimana lagi Mi, pas banget dia dapet beasiswa di sana.” Kata Bima
“Yaudah lah itu kan cuma jarak, selagi kalian percaya satu sama lain pasti dimudahin
jalannya.” Kataku
“Ini nih yang gue demen dari Bram, bukan orang tua tapi omongannya dalem
banget.” Kata Bima menyalami tanganku
“Kayaknya kamu pengalaman banget Bram soal jarak jauh gitu, pernah ngerasain?”
Tanya Zahra
“Ngga pernah, lagian dari dulu mana pernah gue pacaran.” Sanggahku
“Tenang aja Bram, nanti bakalan gue bantuin cari cewe yang lu mau. Lu mau yang
segini, segini, apa segini?” Tanya Romi dengan memperagakan tangannya seperti
setengah bulat yang semakin lama semakin besar
Dan tentu saja hal itu membuat kami semua tertawa. Perbincangan semakin larut dan
entah sudah berapa minuman yang kami minum hingga tidak menyisakan setetes
pun. Arlojiku sudah menunjuk tepat di angka satu dan tentu saja keadaan kami sudah
tidak sesempurna seperti saat kami pertama datang ke sini. Zahra sudah merangkulku,
Silvia sudah merangkul Bima dan Romi sedang berjalan menempel pada dinding
menuju kamar kami. Aku dan Bima masuk ke dalam kamar yang sudah kami pesan
dan menaruh Silvia dan juga Zahra di atas kasur. Setelah itu giliran Romi yang kami
arahkan menuju kamar yang lain.
Beavermoon
120
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Romi memilih untuk tidur di kasur tambahan sedangkan aku dan Bima tidur di atas.
Hal-hal yang jarang kami lakukan seperti saat ini, hanya dapat kami lakukan ketika
kami sedang mengadakan sebuah acara bahagia ataupun semacamnya. Hingga
mataku sudah tidak sanggup lagi untuk terbuka dan akhirnya aku tertidur.
------------------
Pagi ini aku cukup terkejut karena aku bangun bukan di kamarku dan aku kembali
mengingat semuanya. Aku melihat Romi dan juga Bima yang masih tertidur dengan
puasnya, dan aku memutuskan untuk pulang terlebih dahulu tanpa membangu nkan
mereka. Aku sedang mencari kunci mobilku, malah yang kudapatkan adalah sebuah
hp milik Zahra. Aku mengingat semalam ia menitipkan kepadaku ketika ia pergi
menuju kamar mandi bersama dengan Silvia.
Kubuka pintu kamarnya dan menemukan Zahra dan juga Silvia yang masih tertidur
juga. Aku berjalan pelan dan menaruh hp milik Zahra di atas meja. Tiba -tiba saja Zahra
sedikit mengangkat kepalanya dan membuatku terkejut. Aku berpikir bahwa ia sedang
berada di bawah alam sadarnya. Kudorong kepalanya secara pelan hingga ia kembali
tertidur, namun tangannya menarik tanganku dengan sedikit kencang hingga
membuat wajahku hampir saja bersentuhan dengan wajahnya.
Itu hanyalah salah satu kejutan yang aku dapatkan darinya, setelah itu dengan cepat
ia mengangkat kepalanya lagi dan ia menciumku singkat. Ia sudah kembali terlelap
dalam tidurnya dan aku masih saja berdiri di depannya. Aku masih beranggapan
bahwa itu hanya kegiatan alam bawah sadarnya saja, namun sepengetahu anku bahwa
alam bawah sadarlah yang paling jujur. Beberapa pertanyaan sudah hinggap di
kepalaku, namun aku tidak mau memikirkannya lagi.
Perjalanan pulang yang tidak bisa aku ceritakan bagaimana keadaannya, karena aku
tersadar bahwa aku sudah berada di depan perumahanku. Aku tidak bisa mengingat
Beavermoon
121
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
apa yang sedari tadi aku lewati dan itu sedikit membuatku kebingungan.
Ku parkirkan mobilku di halaman rumah dan aku tidak menemukan mobil milik Widya.
Aku masuk ke dalam dan tidak menemukan siapa-siapa, dan aku baru tersadar bahwa
Nanda hari ini bersekolah dan Widya mungkin mengantarkannya dan kembali pada
pekerjaannya. Dan aku cukup dipanikkan dengan jadwal pada hari ini, dua mata kuliah
sudah menungguku. Dengan cepat aku bergegas mandi dan memakai pakaian,
kembali pada Bramantyo yang biasanya.
Masuk kelas dengan terlambat bukanlah hal yang biasa untukku dan tentu saja aku
tidak dapat menemukan Zahra, Bima dan juga Romi karena mereka pasti masih
tertidur dengan indahnya. Dua jam pertama, aku tidak bisa mengerti a pa yang
diajarkan dosen ini. Berlanjut pada mata kuliah berikutnya dan lagi-lagi aku tidak
dapat mengerti apa yang dosen itu ajarkan. Mungkin pengaruh minuman semalam
dan waktu tidur yang sangat kurang.
Dengan gontai aku berjalan menuju kantin. Setelah memesan sebuah minuman “rasa-
rasa” aku duduk di tempat biasa sambil menyalakan sebatang rokok. Tidak lama
kemudian hpku berdering dan itu adalah panggilan video dari Zahra.
Beavermoon
122
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Panggilan itu terputus dengan sendirinya, mungkin koneksi internet sedang tidak
bersahabat siang ini. Beberapa jam sudah aku lewati hingga akhirnya aku
memutuskan untuk pulang menuju rumah. Hingga aku tiba kembali di rumah dan aku
sudah menemukan mobil Widya lagi di halaman depan. Aku membuka pintu rumah
dan tidak menemukan mereka, dengan cepat aku naik menuju kamarku. Nanda dan
Widya sedang berada di balkon kamarku, berbincang dengan santainya. Langkahku
terhenti mendengar apa yang sedang mereka perbincangkan.
“Boleh dong cantik, kamu mau nanya apa emangnya?” Tanya Widya balik
“Sebenernya hubungan Ka Wid sama Abang itu apa sih? Aku sampe sekarang masih
ngga ngerti.” Tanya Nanda lagi
Aku terkejut mendengar pertanyaan dari Nanda, dan ini mungkin akan membantuku
untuk mencari jawaban atas semuanya. Kudengarkan secara seksama apa yang akan
Widya jawab pada hari ini.
“Hubungan Ka Wid sama Abang kamu... kita dari dulu ngga pernah lebih dari temen
Nda. Jujur aja dulu waktu SMA tuh Abang kamu pernah nyatain perasaannya ke Ka
Wid, sayangnya dia ngga mau denger apa jawaban Ka Wid.” Katanya
“Dari itu Ka Wid coba buat belajar apa maksud dari semuanya dan udah dapet
disimpulin... Biarin semuanya berjalan aja, ngga perlu adanya sebuah ikatan.
Terkadang sebuah ikatan itu yang bikin kita ngga leluasa untuk bergerak. Dan satu
Beavermoon
123
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Ketika kita suka sama seseorang, belajarlah buat ikhlas sama semua hal. Jangan
karena kita suka sama seseorang kita malah ngebatesin atau dibatesin. Biarin aja
semuanya berlalu begitu aja karena dengan itu kita bisa tau arti sebuah keikhlasan
yang sesungguhnya. Soal perasaan Ka Wid ke Abang kamu itu...”
Dengan cepat aku melempar tasku ke kasur untuk membuat sedikit kegaduhan dan
tentu saja menghentikan pembicaraan mereka. Kemudian aku keluar dengan rokok
yang sudah menyala di tangan.
“Loh kamu udah pulang Bram? Kok kita ngga denger kamu dateng?” Tanya Widya
dengan cukup kaget
“Aku malah yang kaget kalian berdua ada di sini, biasanya main game.” Kataku
Nanda dan Widya hanya saling tatap karena mungkin mereka takut jika aku tau apa
yang mereka bicarakan, padahal sudah dengan jelas aku mengetahui apa yang dari
tadi mereka bicarakan.
Aku mendengar pintu gerbangku terbuka dan aku dapat melihat seekor Babon Kelabu
memasuki rumahku. Tidak lama kemudian ia sudah berada di kamarku dengan
gelagatnya yang sangat lemas dan mengherankan kami semua
“Nanda sama Widya balapan gih, Kamen Rider Eja lagi mau curhat sama Bang Bram...”
Katanya dengan nada datar
Nanda dan Widya hanya bisa mengikuti apa yang Reza katakan. Seketika itu aku
duduk di bangku melihat ke arah Reza yang sedang murung entah kenapa. Aku mulai
menebak-nebak apa yang terjadi pada dirinya.
Beavermoon
124
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Weh, dia diculik? Tau darimana lu?” Tanyaku dengan sangat kaget
“Bukan itu goblo*, maksud gue tuh dia udah berapa hari ini ngilang ngga ada kabar
ke gue.” Kata Reza
Ekspresiku berubah dengan sangat cepat karena mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi, yang awalnya sangat terkejut berubah menjadi pandangan malas ke arah Reza.
“Udah berapa lama dia ngilang dari Club, ngga ada kabarnya pula, gue chat ngga
pernah dibales, gue telpon ngga pernah diangkat.” Jelasnya
“Gue cukup prihatin sama lu Bon, ketika lu udah bener-bener suka sama orang pasti
ada aja masalahnya...”Kataku
Seketika aku mengingat apa yang baru saja aku dengar dari perbincangan Nanda dan
juga Widya. Aku mencoba untuk merepresentasikan ini kepada Reza.
“Biarin semuanya berjalan apa adanya, jangan bikin diri lu tersiksa sama keadaan.”
Kataku
Beavermoon
125
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia masuk ke dalam kamarku dan kembali lagi dengan membawa gitar tua milikku. Ia
menyerahkan gitar itu kepadaku dan aku menerimanya dengan cukup bingung.
Aku hanya bisa menahan tawa melihat Reza kali ini. Tidak ada salahnya jika kita
melakukan hal-hal seperti ini karena memang kita butuh waktu untuk bisa
menghadapi ini semua. Sebuah keikhlasan adalah pembelajaran yang sangat sulit
untuk dilakukan. Aku pernah mengalami hal seperti ini dan memang awalnya sangat
sulit, waktu yang membantuku untuk belajar arti dari sebuah keikhlasan hingga
akhirnya aku dapat mengerti semuanya
Beavermoon
126
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Malam sudah datang, aku sedang berada di balkon kamarku beserta dengan
kesunyian. Kembali sangat kontras dengan keadaan yang ada di dalam kamar dimana
suara bising sudah beradu, Nanda dan juga Reza saling memacu kecepatan motor
mereka untuk meraih piala pada seri terakhir balapan itu.
Aku kembali masuk ke dalam kamar dan membuka laci mejaku, kuambil kembali buku
harian itu. Entah kenapa aku keluar dari kamarku menuju lantai bawah dan berhenti di
pinggiran kolam berenang. Aku duduk dengan santainya dengan sebatang rokok
yang sudah menyala di tangan kananku.
“Bentar lagi udah mau abis nih cerita...” Kataku seorang diri
Aku melihat buku ini sekali lagi dan benar saja, antara jeda bacaan dengan akh ir buku
ini hanya tersisa beberapa lembar lagi dan sebentar lagi buku ini akan habis kubaca.
Aku kembali mengingat bagaimana saat-saat pertama aku menemukan buku
misterius ini, entah mengapa tiba-tiba saja bisa tiba di rumahku dengan misterinya
yang mengatas namakan dirku dengan benar.
Aku masih saja melihat buku ini lagi dan belum memulai untuk membacanya lagi.
Kupandangi langit nampak cerah dengan cahaya-cahaya bintang nan mengindahkan,
angin semilir datang dengan damainya. Dan mungkin ini akan menjadi cerita terakhir
yang ku baca dari buku ini.
Semuanya berlalu begitu saja, dengan perjuangan dan pengorbanan hingga akhirnya
aku dapat keluar dari kamar ini. Tempat yang menjadi persembunyianku dari
kesedihan yang sangat mendalam. Kehilangan seorang Ayah menjadi sebuah momen
Beavermoon
127
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
yang sangat menyedihkan untukku. Namun aku tidak bisa selamanya mengurung diri,
aku berusaha untuk tetap maju meskipun aku sudah kehilangan penunjuk arah.
Dan tibalah aku di sekolah pada pagi ini, mencoba untuk kembali pada rutinitasku
yang sempat terhambat. Aku harus bisa kembali lagi untuk meneruskan apa yang
sudah aku mulai dan aku akan menyelesaikannya dengan semangat lagi. Semua mata
yang ada di kelas tertuju padaku, dan dengan cepat Mita menghampiriku kemudian
memelukku dengan hangat.
“Udah siap kok Mit dan emang udah waktunya harus siap.” Kataku kemudian
tersenyum
Aku harus kembali menyesuaikan keadaan yang ada di kelas setelah beberapa hari ini
kutinggalkan. Pelajara pun dimulai, dengan serius aku mencoba untuk mengejar
ketinggalanku pada semua pelajaran hari ini dan seterusnya.
Aku sudah mulai sibuk mencatat materi demi materi yang tersaji pada papan tulis,
kemudian mengerjakan soal demi soal yang diberikan. Butuh waktu memang untuk
mengejar ketertinggalan pada materi sebelumnya, untungnya ada Mita yang selalu
membantuku dalam materi-materi yang tertinggal.
Tiba waktu istirahat dimana kali ini aku tidak lagi berdiam diri di dalam kelas,
melainkan aku dan Mita sedang duduk di bangku taman sekolah sambil menikmati
makanan yang sebelumnya kami beli di kantin sekolah. Pemandangan yang tersaji kali
ini adalah sebuah pertandingan basket seperti biasanya.
Basket... Entah sudah berapa lama aku tidak mengingat tentangnya, hingga kali ini aku
sedikit teringat tentang Herman. Aku kembali mengingat bagaimana ia datang
menuju rumahku pada malam hari dan menceritakan semuanya dengan jelas yang
mampu membuatku tersenyum.
Beavermoon
128
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Di kemudian hari senyumku terhapus begitu saja ketika Inggar datang dan
mencurahkan seluruh isi hatinya dengan jujur, bagaimana ia bisa menyukai Herman
sementara ia tidak tau apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku tidak pernah
menyalahkan Inggar tentang kesukaannya pada Herman, melainkan aku selalu saja
menyalahkan diriku sendiri. Kenapa aku tidak bisa jujur pada diriku sendiri bahwa
sebenarnya aku juga suka kepada Herman sebelum Inggar datang. Rasa sesal datang
menghantuiku pada malam itu, namun semuanya sudah terlanjur. Aku tidak bisa
membatasi Inggar untuk menyukai Herman, beda cerita jika saat itu aku bisa jujur
tentang perasaanku.
Kami kembali menyaksikan pertandingan yang semakin bertambah seru saja, suara
dukungan dari pinggir lapangan sudah bergemuruh semenjak awal pertandingan tadi
dan pertandingan ini diakhiri dengan bel masuk setelah jam istirahat.
Aku dan Mita kembali masuk ke dalam kelas, dan kali ini aku duduk bersama Mita di
barisan tengah bukan lagi di barisan depan. Baru aku sadari bahwa bangku yang
biasanya aku duduki kini kosong tak berpenghuni dan itu juga yang menyadarkanku
akan ketidakhadiran Herman pada hari ini di sekolah.
Aku mulai bertanya-tanya kemana dia? Mengapa ia mulai menghilang lagi? Apa
mungkin kali ini masih sama seperti dulu ketika ia sedang berurusan dengan
keluarganya hingga tidak bisa datang ke sekolah? Itu semua terbayang di benakku
saat aku melihat bangku kosong itu. Mita yang mungkin menyadari akan hal itu
menjawab semua apa yang sedang aku pertanyakan.
“Herman sakit, jadi dia hari ini ngga masuk Rin.” Jelasnya
Beavermoon
129
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dua hari yang lalu sih, ngga tau sekarang keadaannya gimana. Orang tuanya u dah
dikabarin tapi ngga bisa-bisa jadi kita ngga tau dia dirawat dimana.” Jelas Mita lagi
Aku kembali melihat ke arah bangku kosong itu lagi. Aku tidak bisa berbuat apa -apa
kecuali mendoakan agar Herman bisa kembali pulih dan masuk sekolah seperti
biasanya. Dan jujur saja, pertandingan basket tadi seperti kehilangan gairahnya karena
tidak adanya Herman.
Dan kali ini aku sudah kembali belajar di kelas, materi demi materi yang cukup
membingungkan datang. Dari teori menuju pada soal-soal yang saling berkaitan,
membuatku sedikit pusing. Bagaimanapun keadaannya aku harus bisa kembali
menjalani hidupku sebagai pelajar dan bertanggung jawab untuk menyelesaikan
semuanya.
Tidak terasa bel pulang sekolah sudah berbunyi, setelah selesai memasukan semua
buku ke dalam tas akhirnya aku dapat meninggalkan kelas ini untuk pulang. Aku
berjalan bersama dengan Mita menuju parkiran dimana supirnya sudah menunggu.
“Hari ini lo harus gue anterin pulang, sebagai tanda bahwa lo udah siap lagi menjalani
hidup lo sebagaimana mestinya.” Kata Mita
“Jangan berlebihan Mit. Tapi lo mau anterin gue dulu?” Tanyaku pada Mita
Beavermoon
130
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Pa, Airin pulang dulu ya. Besok aku pasti ke sini lagi kok.” Kataku
Aku sangat berterima kasih kepada Mita karena ia dengan rela mengantarkanku ke
pemakaman dan kembali lagi menuju rumahku. Dan setelah itu aku masuk ke dalam
rumah dan menemukan Mama yang duduk di teras rumah sambil membaca sebuah
majalah dengan santainya. Aku menghampiri Mama dengan senang dan Mama
menyambutku dengan hangatnya.
“Sedikit ketinggalan materi minggu lalu aja Ma, untung ada Mita yang bantuin.”
Jawabku
Aku sempat berbincang sebentar dengan Mama di teras ini. Aku merasakan
bagaimana rasanya ketika kali ini Mama harus menghadapi sore harinya di teras
sendirian. Tidak ada lagi godaan maut Papa seperti biasanya dan sepertinya sebuah
keikhlasan mampu menghapus segala duka yang ada di wajah cantik Mama.
Kemudian aku masuk ke dalam rumah dan segera naik ke kamar. Selesai
membersihkan diri, aku mulai mengerjakan segala tugas yang tadi di berikan. Entah
sudah berapa lama hingga tiba-tiba Mama masuk ke dalam kamarku membawakan
sepiring nasi beserta lauk pauknya.
Beavermoon
131
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
---------------------
Beberapa hari sudah aku lewati, aku sudah bisa kembali mengikuti pelajaran
sebagaimana mestinya. Kali ini aku sudah berada di bangku taman yang ada di
sekolah, kembali untuk menyaksikan pertandingan basket yang selalu ada tiap
harinya.
Mita sedang pergi menuju kantin karena ia sudah mengeluh kelaparan sejak tadi pagi
dengan alasan ia tidak sarapan seperti biasanya. Cuaca yang cukup panas tidak
menurunkan semangat para pemain basket itu untuk tetap melakukan
pertandingannya, dan kali ini masih sama tanpa kehadiran dari Herman.
Kata-kataku terhenti begitu saja melihat yang ada di sampingku bukanlah Mita.
Jantungku berdegup sedikit lebih kencang dari biasanya, aku mencoba untuk tenang
menghadapinya.
“Hai Rin...”
Beavermoon
132
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Hai Nggar...”
Kami hanya saling tatap satu sama lain, belum ada kata-kata yang dapat terucap dari
mulut kami. Hingga akhirnya Inggar mengeluarkan secarik kertas dari saku bajunya
dan memberikannya kepadaku. Sejuta tanya tentu sudah mengelilingi benakku karena
penasaran.
“Kamu boleh buka itu tiga hari lagi, janji harus tiga hari lagi.” Katanya
Aku sempat melihat ke arah kertas ini dan mencoba untuk menerawang apa isi dari
kertas ini.
“Kamu bisa janji buat buka kertas ini tiga hari lagi?” Tanya Inggar
Aku mengangguk pelan dan kemudian Inggar memelukku, ini semua membuatku
semakin heran dengan perilakunya. Kemudian ia meninggalkanku begitu saja entah
kemana. Aku melihat ke arah kertas ini lagi dan kumasukan ke dalam saku bajuku.
Tidak lama berselang datanglah Mita dengan membawa piring berisi gado-gado
beserta lontongnya.
Aku sengaja tidak menceritakan tentang secarik kertas yang Inggar berikan kepadaku.
Tiga hari lagi aku baru bisa membaca surat itu, bukanlah waktu yang lama untuk
menunggu. Tapi apa yang ada di dalam surat inilah yang membuatku selalu bertanya -
tanya. Mungkinkah ada sebuah titik terang di balik gelapnya jalan?
Beavermoon
133
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
----------------------
Menepati janji bukanlah hal yang sulit, tapi terkadang kita terlalu menggampangkan
janji itu hingga akhirnya kita terbiasa untuk mengingkarinya.
Tiga hari sudah berlalu dan aku sudah menepati janjiku pada Inggar.
Suara pintu pagar yang terbuka membuyarkan fokusku pada buku ini dan aku lihat itu
adalah Widya yang kembali datang. Kututup buku ini dan ia datang menuju tempatku
berada dengan senyumannya yang masih mematikan.
“Ngga tau tiba-tiba kaki aku melangkah ke sini aja, mungkin jenuh di atas.” Kataku
Perbincangan kami cukup sederhana, tidak ada hal yang terlalu serius untuk
dibagikan. Ketika kami sedang berbincang tiba-tiba saja hpku berdering, ada sebuah
panggilan masuk dari Zahra.
“Halo...” Kataku
Beavermoon
134
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dan kemudian panggilan itu terputus begitu saja. Aku sempat kebingungan dengan
apa yang sebenarnya terjadi dengan Zahra hingga ia menyudahi panggilan tersebut.
“Itu temen kampus aku si Zahra, aneh aja sih abis denger suara kamu malah dimatiin.”
Jelasku
“Mungkin dia ngga suka kali ya kalo ada yang deketin kamu...” Kata Widya
“Kamu bisa tau darimana Wid? Aku aja ngga ngerti sama sekali.” Kataku
“Aku tau karena aku cewe Bram. Dia ngga suka kalo ada yang deketin kamu selain
dia.” Jelas Widya lagi
Charles Darwin mengemukakan teori evolusi manusia yang berasal dari makhluk
purba menyerupai monyet, ternyata ada teori lain yang lebih tidak aku mengerti yaitu
jalan pemikiran dari wanita dengan segala kode etik yang mereka buat begitu saja.
Beavermoon
135
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Widya bangun dari duduknya yang menyebabkan aku juga ikut berdiri di sampingnya.
Ia maju beberapa langkah dan aku segera menahan langkahnya dengan memegang
tangannya.
“Aku mau pulang aja, kayaknya ada yang ngga suka kalo ada yang deket sama kamu.”
Katanya
Sebuah ungkapan dari lubuk hatiku yang paling dalam, dimana aku tidak mau
kehilangan Widya untuk yang kedua kalinya. Dan kemudian ia membalas pelukanku
dengan nyamannya. Bertahanlah hingga selamanya...
Beavermoon
136
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
minta ijin sama yang udah cover lagu buat ditampilin di sini
Pagi ini suasana sudah cukup ramai di dalam kamar, aku dan Reza terbangun karena
kegaduhan ini. Kulihat Widya dan juga Nanda sudah saling adu kecepatan lagi untuk
yang kesekian kalinya, dan jujur saja ini membuatku cukup kesal. Kulihat jam dinding
sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, kubuka hpku dan tidak menemukan sesuatu
yang penting di dalamnya.
Mereka tidak menjawab pertanyaanku dan itu membuatku cukup kesal lagi. Reza
sudah berdiri di atas kasur dan kemudian pergi menuju balkon entah dia sudah sadar
atau tidak. Aku menyusulnya sambil membawa bungkus rokok dan ikut duduk di
sampingnya. Aku dan Reza sama-sama menyalakan sebatang rokok dan
menghembuskannya hingga ke atas.
“Yakin lu mau ngikhlasin dia gitu aja? Belom seberapa kan.” Tanyaku
“Ya daripada gue kesiksa sendiri kan, mending gue coba buat ikhlas aja. Biarin aja
ngalir mau ada yang ngambang juga nggapapa.” Katanya
Beavermoon
137
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Ada deh gue dikasih tau sama temen gue. Tenang aja santai.” Katanya
Dan kemudian kami melanjutkan perbicangan kami hingga siang menjelang. Kami
berempat sudah berada di dalam mobil Reza menuju tempat makan yang
direkomendasikan oleh temannya Reza.
Sebuah tempat makan yang cukup besar dan keadaan sudah mulai ramai, kami
mendapatkan tempat di atas kolam ikan dengan koleksi ikan yang cukup banyak. Ada
banyak sekali ragam ikan, salah satu yang menarik mata adalah kumpulan ikan koi
dengan motifnya yang sangat cantik. Setelah memesan makanan kami sempat
bermain dengan ikan-ikan yang ada di sana dan secara kebetulan kami bisa memberi
makan ikan-ikan tersebut dari atas sini.
“Bisa kok, kan emang sengaja disediain buat dikasih makan.” Kataku
Reza dan Nanda sudah bermain-main dengan ikan-ikan yang ada di bawah mereka,
sedangkan aku dan Widya hanya bisa melihat mereka dari sudut yang lain. Senyuman
yang tidak aka pernah aku lupakan dan tidak akan pernah turun tahta dari predikat
mematikannya, Widya benar-benar sudah membuatku kembali mencintainya dengan
segala caranya. Aku semakin percaya bahwa kali ini aku tidak akan menyia -nyiakan
kesempatan yang sudah ada di depan mata.
Memang butuh sedikit waktu untuk mendapatkan hidangan yang sudah kami pesan,
setelah menunggu hampir setengah jam akhirnya kami berhasil mendapatkan
semuanya. Mata kami terbuka secara lebar melihat porsi yang disediakan oleh
restoran ini.
Beavermoon
138
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Gila, ini mah sama kayak gue makan Larry yang di Spongebob Bram.” Kata Reza
sambil mengangkat piring berisi lobster yang sangat besar
Hingga pada akhirnya kami berempat sudah menghabiskan seluruh menu yang kami
pesan, tersisa piring saji dengan saus yang ada di atasnya. Aku merasa cukup
kekenyangan dengan makan siang ini karena benar-benar porsinya yang luar biasa
besar. Kunyalakan kembali sebatang rokok bersama dengan Reza, sedangkan Nanda
dan Widya sedang beranjak ke kamar mandi.
“Kayaknya sampe besok siang ngga bakalan makan lagi gue.” Kata Reza
Setelah Widya dan Nanda kembali dari kamar mandi, kami memutuskan untuk pulang
ke rumah. Menuju ke parkiran mobil jalan Reza sangat pelan dan ia selalu memegangi
perutnya yang besar, dan aku yang melihat itu menjadi penasaran dengan
kelakuannya.
“Kayaknya mending tadi gue bera* dulu, mules perut gue.” Keluhnya
Kami sudah masuk ke dalam mobil dan sudah bersiap untuk meninggalkan restoran
ini hingga akhirnya Reza terdiam di balik kemudi yang membuat kami kebingungan.
Tiba-tiba saja dia melepas seat-beltnya dan keluar dari dalam mobil menuju depan
Beavermoon
139
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
mobil, ia seperti melihat sesuatu yang sangat jarang untuk dia lihat. Dan lagi-lagi dia
berhasil membuatku menjadi semakin penasaran. Aku turun dari mobil dan berdiri
tepat di sampingnya.
“Oh yang itu, liat kok.” Kataku sambil menunjuk mobil yang dimaksud oleh Reza
“Ngga usah ditunjuk juga goblo*. Itu kan mobilnya Milka, liat aja plat nomernya...”
Kata Reza
Aku melihat mobil itu dengan seksama dan membaca plat nomer yang tertera di
belakang mobil itu.
Aku dan Reza saling pandang dan kemudian kami tersenyum bersama-sama.
“MLK itu namanya dia lah, bukan yang gini...” Kata Reza sambil membentuk tangannya
seperti...
Aku tertawa melihat apa yang ia peragakan. Karena semakin penasaran akhirnya kami
mencoba nekat untuk menghampiri mobil itu entah apa yang akan kami temui di
dalamnya. Dengan beraninya Reza mengetuk kaca jendela mobil itu dan kami
dikejutkan dengan sesosok laki-laki yang ada di balik kemudi dan di sampingnya
duduk dengan cantik seorang Milka. Aku tidak tau apa yang akan Reza lakukan
setelah mengetahui akan hal ini.
Sebuah tindakan yang diluar dugaanku ketika Reza melakukan ini, dengan santainya
ia tersenyum kemudian meninggalkan mobil ini kembali ke mobilnya. Dengan cepat ia
Beavermoon
140
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Tadi mobil yang kita samperin itu isinya si Milka sama cowo, belom jelas sih siapa
cowonya.” Jelasku
“Nanti jangan ada yang bahas gituan dulu biar semuanya aman. Yaudah kalian turun,
ini mobil miring.” Kataku
Setelah memarkirkan mobil Reza dengan rapih akhirnya kami naik menuju kamarku
dan aku tidak menemukannya di sana. Aku berjalan menuju balkon dan tidak juga
menemukannya di sana. Pintu kamar mandi terbuka dari dalam dan keluarlah sosok
siluman Babon Kelabu dengan wajah cerianya.
“Iya lah abisan gue ngga boleh bera* di sana, udah tau mules banget.” Katanya
Dengan cepat aku menghampirinya dan kami sedikit melakukan cardio dengan
berlari-lari di dalam kamar dan diakhiri dengan tendanganku yang berhasil mengenai
pantatnya. Nanda dan Widya hanya bisa tertawa melihat kejadian ini, namun aku
sedikit bersyukur bahwa ia tidak kembali membahas tentang apa yang baru saja dia
lihat. Mungkin sudah saatnya dia belajar tentang ikhlas.
Malam sudah datang, aku dan Widya sedang berada di balkon kamarku sambil
Beavermoon
141
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
melihat bintang-bintang yang bersinar cukup indah. Reza sudah pulang semenjak tadi
sore karena malam ini ia akan bekerja sedangkan Nanda sedang berada di kamarnya
karena akan pergi bersama dengan teman-temannya
Gitar tua ini sudah ada di genggamanku, dan Widya sudah siap untuk mendengarkan
apa yang akan ku mainkan. Aku memikirkan lagu apa yang akan kupersembahkan
untuknya, dan aku teringat ketika saat itu aku menyampaikan seluruh isi hatiku tidak
secara langsung kepadanya.
Kami semua sedang berada di dalam kelas untuk membicarakan tentang beberapa
lomba yang diadakan pada hari ini. Hari kemerdekaan Indonesia tepatnya, setelah
selesai dengan upacara bendera dilanjutkan dengan sederetan lomba. Aku sebagai
ketua kelas bertugas untuk mengumumkan lomba apa saja yang tersedia dan kami
semua bermusyawarah untuk menentukan siapa saja yang akan mengikutinya.
“Jadi untuk yang cabang olahraga udah fix semua ya, tinggal cabang seni yang masih
banyak kosongnya. Ada yang punya usul siapa aja yang bakalan ngisi?” Tanyaku
“Kalo puisi mending yang cewe deh, kalo musik kan bisa dicampur aja.” Kata Ajeng
“Gimana kalo yang ngisi musik Trio ABG aja? Mereka kan udah populer tuh di
sekolahan.” Usul Widya
“Kalo puisi Widya aja, nilai bahasanya kan paling tinggi mulu tuh kalo ujian.” Usulku
Setelah melakukan musyawarah akhinya kami semua mufakat tentang siapa saja yang
akan mengikuti lomba. Kami semua sudah berkumpul di lapangan, cabang olahraga
menjadi pembuka acara yang diadakan. Sorak sorai pendukung dari tiap kelas sudah
bergemuruh dengan lantangnya.
Beavermoon
142
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dari mulai balap karung, balap bakiak, memasukan paku ke dalam botol secara tim,
hingga puncak acara cabang olahraga yaitu tarik tambang. Setelah mengumpulkan
poin demi poin, kelasku menjadi peringkat nomer dua dan mendapatkan beberapa
hadiah.
Istirahat siang telah selesai dan kemudian lomba dilanjutkan, cabang seni adalah
pertandingan berikutnya yaitu lomba membaca puisi dan lomba musik. Aku sudah
menunggu penampilan Widya yang sebentar lagi akan naik ke atas panggung. Raut
mukanya sudah menunjukkan bahwa ia sangat gugup. Aku mencoba untuk
membuatnya tenang dan meyakinkannya bahwa ia bisa melewati ini semua.
Namanya telah dipanggil, ia sudah berada di atas panggung dan mengeluakan secarik
kertas berisi tulisan-tulisan yang sudah banyak dimodifikasi hingga beberapa kali.
Kami semua hening menyaksikan penampilan Widya. Kata demi kata yang ia
sampaikan cukup membuatku berfikir tentang apa maksud dari penyampaiannya.
Hingga akhirnya penampilannya diakhiri oleh tepuk tangan penontong dengan sangat
meriah.
Dan lomba terakhir sebelum diumumkan juara umum yaitu lomba musik. Sudah
beberapa kelas tampil dengan bagusnya dan kelasku menjadi penampil terakhir.
Bercerita sedikit mengenai Trio ABG, sebuah nama yang diusung oleh guru olahraga
kami karena kami memiliki spesifikasi yang lebih dari yang lain. Pertama yaitu
Adriansyah Prima atau yang biasa dipanggil Ayi, dia adalah seseorang yang memiliki
nilai ketampanan paling tinggi di sekolah dan karena ketampanannya itu lah yang
membuatnya dengan sangat mudah berganti-ganti pacar hingga hari ini. Yang kedua
adalah aku, Bramantyo Satya Adjie. Loyalitasku terhadap sesama sudah tidak
diragukan lagi dan keahlianku terhadap banyak hal membuat namaku cukup berkibar
dengan gagah di sekolah ini hingga terbilang banyak yang menaruh hati padaku.
Namun mereka semua tersingkirkan oleh seorang Widyanti Pratiwi yang bisa
meluluhkan hatiku. Dan yang terakhir adalah Bimasatya Laksana Agung atau yang
biasa dipanggil Gede.Kenapa dipanggil Gede? Coba kalian bayangkan arti dari nama
lengkapnya. Dia adalah seorang atlet basket andalan sekolahku, sudah banyak piala
Beavermoon
143
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
yang ia sumbangkan dan berkat itu dia dengan mudah berganti-ganti pacar selama di
sekolah sama seperti Ayi.
Ayi, Bram, Gede. Kami semua memiliki selera musik yang sama dan itulah yang
membuat kami cukup terkenal. Jika sudah menyebutkan nama Trio ABG, maka akan
banyak pasang mata yang melihat ke arah kami. Dan hari ini kami sudah naik ke atas
panggung, sorak-sorai sudah terdengar dengan nyaring karena lebih banyak wanita
yang bersorak untuk kami. Ayi sudah bersiap dengan gitarnya, Gede dengan Cajonnya
sedangkan aku sudah siap dengan Bass dan juga mic yang ada di depanku.
“Oke kita sudah bersama dengan Trio ABG...” Kata MC tersebut yang juga adalah
Wakasek Kesiswaan di sekolah kami
“Jadi lagu apa yang akan kalian bawakan untuk lomba kali ini?” Tanya MC itu
“Lagu yang akan kita bawain ini sebenernya lagu cinta-cintaan ya, buat seseorang
spesial yang ada entah dimana dan mungkin dengan lagu ini kita bisa
mengungkapkan semuanya.” Jelasku
Selama bernyanyi mataku tak lepas pada Widya yang fokus melihat penampilan kami.
Bait demi bait aku nyanyikan dengan peghayatan yang tinggi, karena dengan lagu ini
secara tidak langsung aku mengutarakan isi hatiku padanya dan semoga ia bisa
mengerti melalui lagu ini.
Beavermoon
144
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Bait terakhir sudah aku nyanyikan dengan sesempurna mungkin. Widya masih
memandangiku dan aku hanya bisa tersenyum melihat ke arahnya. Kutaruh gitar tua
ini di sampingku bersandar pada dinding, dan kemudian dengan spontan aku
memegang tangan Widya.
“Kalo kamu mungkin tau waktu itu apa maksud lagu yang aku bawain...” Kataku
“Dan seandainya kamu tau sesuatu yang tersirat dari puisi yang aku bacain...” Katanya
Dengan cepat otakku mengingat kembali apa puisi yang dibacakan oleh Widya
semasa itu, namun aku tidak dapat mengingatnya dengan jelas. Hanya ada beberapa
kata yang jika dibaca hanya membuat kalimat gantung.
Kami dikejutkan dengan Nanda yang sudah selesai dengan dandannya, ia berkata
bahwa akan pergi menuju pesta ulang tahun teman sekelasnya dan akan dijemput
oleh temannya. Ia sudah turun ke bawah sedangkan aku dan Widya hanya melihatnya
dari balkon ini.
Kunyalakan sebatang rokok yang lain hingga aku menyadari sudah ada mobil yang
berhenti di depan rumahku dan akupun menyadari siapa yang keluar untuk
menjemput Nanda, dan itu adalah si Iyo bangsa* yang sudah membuat Nanda hampit
tidak sadar beberapa hari yang lalu.
Dengan cepat kulempar rokok yang baru saja kubakar ke arah asbak dan aku akan
menyusulnya menuju bawah. Tangan Widya menarikku dengan cukup kencang
hingga bisa menghentikan langkahku.
Widya tidak melepaskan genggamannya yang sangat erat hingga beberapa kali.
Beavermoon
145
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dia udah milih sesuatu yang nyelakain dia, kamu mau biarin aja?” Tanyaku
“Bram! Dia udah milih... Hargai apa yang udah dia pilih...” Kata Widya
“Oh kayak kamu yang udah milih pergi ninggalin aku gitu aja? Terus sekarang kamu
bisa balik lagi sesuka hati kamu? Itu maksud kamu?” Tanyaku
Genggaman tangannya mulai melemah, wajahnya tertunduk dan aku sempat melihat
matanya yang sudah berkaca-kaca. Apa yang baru saja aku ucapkan hingga membuat
seorang wanita seperti Widya menangis adalah sesuatu yang salah menurutku. Hal-
hal yang sudah tidak sepatutnya dibahas malah aku ungkit kembali dan membuka
luka lama. Badannya mulai bergetar karena mencoba untuk menahan tangisannya. Ia
mengangkat wajahnya yang sudah meneteskan beberapa air mata dan menghadapku
dengan pasti
“Kalo kamu mau tau, aku pergi begitu aja ninggalin kamu karena aku...”
Aku memeluknya, sangat erat. Sudah cukup air matanya menjelaskan semuanya, tidak
ada lagi yang harus dijelaskan. Keegoisanku masih belum terkalahkan, ambisiku masih
belum tertahankan, obsesiku masih melambung dengan tingginya tanpa batas. Ia
mulai membalas pelukanku dan beberapa kali aku mengusap kepalanya agar ia
kembali tenang.
Bukan lah hal yang sepatutnya jika seorang lelaki membuat seorang wanita
meneteskan air matanya hanya karena kesalahan pada masa lalu. Mengikhlaskan
Beavermoon
146
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
sesuatu yang telah terjadi lebih baik, karena terkadang kita tidak perlu mengetahui
alasan seseorang untuk melakukan sesuatu hal. Yang kita bisa hanyalah
mendukungnya dengan penuh harapan agar apa yang ia lakukan menjadi pilihan
terbaik untuknya.
Beavermoon
147
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Air mata menjadi sebuah tanda bahwa apa yang kita rasakan sudah tidak dapat
tertampung lagi. Ada air mata yang menunjukan bahwa kebahagiaan yang kita
sembunyikan di dalam hati sudah tidak dapat tertampung lagi, dan ada juga air mata
yang menunjukan bahwa kesedihan yang kita rasakan sudah tidak tertampung lagi
dan tidak dapat disembunyikan. Berwujud sama namun dengan maksud yang
berbeda, sama hal nya seperti secangkir kopi manis yang dibuat Reza dan secangkir
kopi pahit yang kubuat. Dan sama seperti Widya pada masa lalu dengan Widya saat
ini, mungkin tersirat bahwa ia kembali dengan tujuan yang berbeda.
Kejadian semalam membuatku sulit untuk terlelap dalam tidur. Rasa bersalah masih
menghantuiku hingga menjelang fajar pada hari ini. Aku masih duduk di balkon
dengan sebatang rokok yang entah kesekian kalinya kunyalakan, aku masih
memandangi Widya yang masih terlelap dalam tidurnya di samping Nanda. Argumen
yang tidak dapat diselesaikan dengan perkataan, dan tidak mampu juga hanya
dipendam dalam hati saja. Ketika aku ingin melindungi Nanda dari orang yang salah,
justru Widya mencoba untuk memberinya sedikit ruang untuk memilih.
Lagi-lagi soal pilihan, entah siapa yang berhak menentukan bahwa pilihan itu benar
dan pilihan itu salah. Aku yang sudah mengalami banyak sekali pilihan dalam hidup
mencoba untuk merenunginya. Terkadang aku berpikir bahwa apa yang telah aku
pilih itu benar, namun orang-orang yang ada di sekitarku menyarankan untuk memilih
yang lain karena menurut mereka itu salah. Begitu juga sebaliknya ketika aku
menyimpulkan bahwa apa yang akan aku pilih itu salah, orang-orang yang ada di
sekitarku dengan setia memberi saran agar aku menyempatkan hati dan pikiranku
untuk saling bersinergi satu sama lain atau memberikan ruang kepada mereka.
Bukanlah hal yang mudah dalam menentukan pilihan, terkadang karena kita terlalu
egois maka kita akan terjebak dalam pilihan yang kita buat. Tidak menutup
kemungkinan bahwa apa yang kita dengarkan dari orang-orang malah menyesatkan
karena kita tidak percaya pada hati dan pemikiran yang kita punya. Sebuah argumen
Beavermoon
148
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
yang belum bisa aku selesaikan dengan baik disamping teori Charles Darwin, lebih-
lebih kode etik wanita yang sama sekali aku tidak mengerti.
Aku sempat menarik kesimpulan bahwa semua ini tergantung keikhlasan dari dalam
diri kita untuk menghadapi pilihan-pilihan itu. Soal Nanda, mungkin saja dia sudah
bisa menerima atau mengikhlaskan kesalahan yang Iyo lakukan kepadanya dan Nanda
telah berhasil memberi ruang untuk hati dan pikirannya terhadap kejadian yang telah
mencelakakan dirinya. Sebenarnya aku cukup bangga dengan apa yang telah Nanda
lakukan, namun entah kenapa keegoisanku masih saja membayangi tanpa perlu aku
suruh dan sudah pasti aku harus belajar lebih banyak mengenai sebuah keikhlasan.
Entah bagaimana caranya aku bisa tertidur di bangku ini, mungkin semalaman aku
tidak bisa tertidur karena memikirkan satu dan banyak hal hingga alam sadarku
mengirimkan pesan secara tidak langsung pada tubuhku untuk beristirahat sejenak.
Kubuka mataku dan aku melihat Nanda yang masih tertidur dengan pulasnya di atas
kasur, aku tidak menemukan Widya di sampingnya. Mungkin saja Widya sudah
bangun ketika aku tertidur di sini dan ia pulang terlebih dahulu.
Ternyata Widya ada di sampingku dan entah bagaimana caranya aku sudah bersandar
pada pundaknya. Aku mencoba untuk menegakkan posisi dudukku, aku dapat melihat
wajahnya dengan sangat jelas dan lagi-lagi sebuah senyuman itu.
“Semaleman aku ngga bisa tidur dan ngga tau gimana caranya aku malah tidur di
sini.” Jawabku
“Keliatan sih dari berapa banyak puntung rokok yang ada di asbak.” Katanya
Aku melihat ke arah asbak yang ada di meja, sudah berapa puntung rokok yang ada
Beavermoon
149
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
di sana hingga hampir menumpahkan isinya. Aku kembali menatap wajahnya yang
juga menatap wajahku. Kuraih lagi tangannya dan kugenggam cukup erat, ia
tersenyum melihat apa yang aku lakukan pada pagi ini.
“Maafin aku Wid soal semalem. Aku masih ngga bisa ngatasin keegoisan yang aku
punya dan itu semua yang bikin kamu nangis semalem.” Kataku
“Aku yang harusnya minta maaf karena udah ninggalin kamu begitu aja waktu itu, di
saat kamu udah bisa mengungkapkan isi hati kamu secara jujur. Maafin aku.” Katanya
Kami berdua hanya saling membalas senyum satu sama lain. Maaf adalah sebuah kata
yang sangat sakral, bukan perkataannya tapi maksud dari kata itu sendiri. Sebuah
maaf dapat diartikan sebagai sebuah permohonan atas kesalahan yang telah terjadi
dan akan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Dan ada yang lebih sulit dari
memaafkan, yaitu mengikhlaskan. Lagi dan lagi ini semua tentang keikhlasan, ketika
seseorang meminta maaf atas kesalahan yang dia perbuat maka kemungkinan besar
kita akan memaafkannya. Namun apakah dengan memaafkannya itu kita bisa
mengikhlaskan kesalahan itu dan tidak pernah sekalipun mengingatnya bahkan
mengungkitnya lagi, itu semua kembali pada diri kita sendiri. Lagi, lagi dan lagi, bukan
hal yang mudah untuk belajar mengenai sebuah keikhlasan dan butuh waktu untuk
mengerti.
Terlepas dari maaf-memaafkan dan keikhlasan, pagi ini aku dan Widya sedang berada
di sebuah warung tenda yang menjual bubur di pinggir jalan. Kami akan memesan
untuk dibawa pulang karena Nanda masih tertidur di rumah dan tidak mungkin kami
meninggalkannya.
Aku tersenyum kepadanya. Sebuah permulaan yang membuat kami semakin dekat
Beavermoon
150
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dan membuatku semakin percaya bahwa ia adalah pilihan yang tepat untukku.
Pagi ini aku akan segera berangkat menuju sekolah, aku sedang mempersiapkan apa
saja yang akan aku bawa menuju sekolah agar tidak ada yang tertinggal. Setelah
selesai aku turun ke bawah dan menemukan Ayah dan juga Ibu sedang berada di
meja makan, dan tidak lama kemudian Nanda menyusul di belakangku. Sarapan
seperti biasa, roti dengan selai stroberi adalah menu favoritku ketika masuk sekolah.
Waktu memang masih menunjukkan pukul enam pagi, namun aku lebih suka
berangkat lebih pagi karena macet bukanlah sebuah kompromi. Hari ini aku
memutuskan untuk mengistirahatkan Si Sexy dan aku akan menggunakan motor tua
peninggalan Kakek, sebuah Vespa biru tua tahun 64.
“Akhir-akhir ini kamu kok sering bawa makanan? Kamu lagi nabung?” Tanya Ibu
Aku hanya memandang malas kepada Ayah. Beberapa hari belakangan aku selalu
membawa makanan dari rumah karena aku selalu berbagi dengan Widya. Sebuah
kebiasaan yang cukup aneh awalnya, namun lambat laun kami menjadi suka saling
membawa makanan satu sama lain.
Selesai dengan urusan sarapan aku menuju garasi dan mengeluarkan motor
bersejarah ini. Butuh beberapa kali percobaan hingga akhirnya mesin motor ini mau
menyala. Mengenakan helm rasanya sudah cukup tanpa memakai jaket dan akhirnya
aku berangkat menuju sekolah. Pagi hari, kendaraan yang lewat masih sangat sepi,
udara sejuk bersemilir menambah semangatku pada pagi ini. Aku masuk ke dalam
sekolah melewati gerbang yang dijaga oleh satpam yang sudah aku kenal. Aku
membunyikan klakson motor ini yang masih mau menyala. Tentu saja apa yang aku
Beavermoon
151
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Lu bawa motor siapa? Masih cakep lagi mulus gini.” Kata satpam itu
“Motor dari Kakek gue, udah lama ngga dibawa jalan jadi sekalian aja.” Kataku
“Ngga, cuma gue suruh tidur aja di garasi. Oh iya nih buat ngopi.” Kataku memberikan
beberapa jumlah uang kepada satpam itu
“Ini nih yang gue demen sama lu Bram, kelewatan baiknya. Pantes banyak yang
demen sama lu.” Kata satpam itu
Aku berjalan masuk ke dalam sekolah melewati lapangan basket yang sekaligus
menjadi lapangan upacara ketika hari senin. Keadaan masih sangat hening, aku duduk
di bangku taman yang disediakan oleh sekolah. Tempat yang biasa kugunakan untuk
menunggu kedatangan Widya. Aku masih menunggu hingga beberapa teman yang
kukenal berdatangan.
“Mana nih si bawel?” Tanyaku sambil melihat ke arah arloji yang kukenakan
Aku masih menunggu hingga tidak terasa bel masuk sudah berbunyi, bersamaan
dengan sebuah pesan masuk yang berasal dari Widya. Dia memberi kabar bahwa hari
ini dia tidak bisa masuk karena sedang sakit dan tidak lupa ia menitip bubur ayam
selesai dari sekolah kepadaku.
Ini adalah hari yang membisukan untukku karena orang yang biasa beradu argumen
denganku sedang sakit dan ia merepotkanku dengan menitipkan sesuatu. Kubuka
kotak makanan yang kubawa dan memakan semua roti isi selai stroberi yang sudah
kupersiapkan dari rumah.
Beavermoon
152
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Waktu berjalan sangat lama ketika tidak ada yang bisa menghibur seperti biasanya.
Aku merasa sangat jenuh ketika harus duduk sendiri di depan tanpa ada teman
berbincang selama pelajaran berlangsung. Dan setelah menunggu cukup lama
akhirnya bel pulang sekolah sudah berbunyi, dengan cepat aku meninggalkan sekolah
ini dan bergegas untuk ke rumah Widya. Sebelum itu aku menyempatkan untuk
mampir ke sebuah warung bubur di pinggir jalan. Gerimis siang ini menambah
rintangan untukku, dengan berat hati aku menerobos gerimis ini hingga akhirnya aku
tiba di rumah Widya.
Aku masuk ke dalam dan langsung menuju kamarnya, dan benar saja aku menemukan
dirinya sedang berbaring di atas kasur dengan raut wajah datar dan sedikit pucat.
“Ngga tau, tadi pas bangun udah kayak gini. Demam sih kayaknya.” Katanya
“Tadi pagi udah, siang belom. Lo kenapa basah gini?” Tanyanya balik kepadaku
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Aku memberikan apa yang sempat ia titipkan
tadi, ia membuka tempat makan itu dan menolak untuk memakannya.
“Loh kenapa ngga mau? Tadi kan lu nitip sama gue.” Kataku keheranan
Beavermoon
153
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Yaudah kan bisa dipinggirin kacangnya nih kayak gini.” Kataku meraih tempat makan
itu dan memisahkan kacang dari buburnya
“Tetep ngga mau, nanti masih ada aroma kacangnya.” Katanya lagi
“Kok lu ngeselin gini? Gimana mau sembuh kalo makan aja ngga mau.” Kataku mulai
kesal
“Kalo gue bilang ngga mau ya ngga mau!” Katanya dengan nada yang cukup tinggi
Aku melempar tempat makan berisi bubur ini ke atas meja dengan pelan. Aku melihat
matanya untuk beberapa saat dan kemudian aku memutuskan untuk pergi
meninggalkannya. Memang aku mendengar dengan jelas ketika Widya memanggilku,
namun aku tetap memilih untuk meninggalkannya.
Hujan semakin deras membasahi Bumi siang ini, aku tetap meneruskan perjalananku.
Aku merasakan ada beberapa panggilan masuk di hpku dan aku menebak pasti itu
adalah Widya. Namun aku tetap melanjutkan perjalananku menembus hujan yang
deras.
Kuparkirkan motor tua ini dan kemudian masuk ke dalam dengan keadaan seragam
yang semakin basah saja. Aku masuk ke dalam kamar dan memberikan bungkusan
bubur ayam yang baru untuk Widya. Ia cukup terkejut mengetahui aku kembali sedari
membeli bubur ayam untuk yang kedua kalinya, yang ini tanpa kacang.
Setelah mengeringkan badanku, aku kembali dari kamar mandi menuju kamar Widya.
Ia masih belum memakan bubur yang baru dan itu membuatku makin kebingungan.
Beavermoon
154
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Kok ngga dimakan lagi? Kan udah ngga ada kacangnya.” Kataku
Aku memandang malas ke arahnya dan lagi-lagi dengan terpaksa aku harus menuruti
apa kemauannya. Aku sedang mempersiapkan semuanya, namun tiba-tiba saja dia
memelukku dan membuatku sedikit kaget.
Aku hanya bisa tersenyum melihatnya dan ini bisa menambah keyakinanku atas
pilihan yang telah kutentukan.
Aku, Nanda dan Juga Widya sudah menyelesaikan sarapan kami dan saat ini kami
hanya menonton acara yang ada di tv. Tidak banyak yang kami lakukan pada siang ini
hingga akhirnya aku mendengar ada suara dari pintu gerbang. Dengan cepat Nanda
turun ke bawah, aku dan Widya melihat dari balkon bahwa teman-teman Nanda
datang ke rumah entah dengan tujuan apa.
Mereka semua masuk ke dalam kamar Nanda dan aku tidak mau mengganggu
mereka. Aku dan Widya turun ke bawah menuju dapur, beberapa barang nampak
kosong dan sepertinya harus diisi kembali.
Setelah mencatat apa saja yang harus dibeli, akhirnya aku dan Widya pergi menuju ke
sebuah pusat perbelanjaan. Kami sudah mulai memilih-milih barang apa saja yang
harus kami beli dan menaruhnya di troli yang sedari tadi aku dorong. Widya sedang
Beavermoon
155
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
memilih beberapa barang yang akan dia pertimbangkan, karena aku cukup bosan
akhirnya aku bermain dengan troli ini. Aku lari dari ujung, ketika kecepatannya sudah
cukup kakiku naik ke atas penyangga troli ini dan membuatku seolah -olah sedang
menaiki kereta luncur. Tentu saja Widya yang melihat hal ini hanya bisa
menggelengkan kepalanya.
Selesai berbelanja akhirnya kami pulang menuju rumah, aku masih menemukan mobil
teman-teman Widya yang masih terparkir di halaman. Kuletakkan barang-barang
sesuai tempatnya di dapur dan setelah itu aku dan Widya naik menuju kamar.
“Aku ada rekomendasi restoran gitu dari temen, jepang-jepang gitu dan baru buka.
Katanya enak tempatnya. Mau ke sana?” Katanya
“Boleh aja, lagian juga ngga ada kerjaan ini.” Kataku menyetujuinya
Melewati siang ini tanpa melakukan apa-apa, hanya berbaring di atas kasur sambil
menonton acara di tv hingga sore datang. Aku sudah bersiap-siap untuk pergi
bersama dengan Widya, aku menyempatkan diri untuk masuk ke dalam kamar Nanda
untuk melihat keadaan dan nampaknya mereka masih sibuk dengan pekerjaan
mereka.
“Nda, Abang mau pergi dulu sama Ka Wid. Kamu ngerjain tugas yang bener.” Kataku
Aku berjalan menuju halaman rumah bersama dengan Widya dan kemudian kami naik
ke dalam mobil menuju tempat yang direkomendasikan oleh temannya Widya.
Jalanan cukup macet sore menjelang malam ini dan membuat perjalanan kami sedikit
Beavermoon
156
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
lama, hingga akhirnya kami tiba di sebuah tempat yang tidak terlalu besar namun
tampak mewah dari luar.
Aku dan Widya masuk ke dalamnya dan cukup kagum dengan interior yang ada di
dalamnya. Kami memutuskan untuk duduk di area terbuka, setelah memesan
beberapa hidangan akhirnya kami dapat berbincang dengan santainya.
Aku mengangguk dan menerima tas yang ia berikan. Tas itu sudah terbuka semenjak
Widya memberikannya kepadaku dan ada sebuah bentukan kertas yang membuatku
penasaran. Aku membacanya dengan teliti, tertera nama Widya di sana, tertera
sebuah logo penerbangan, dan tertera tujuan keberangkatan. Tiket pesawat menuju
Paris minggu depan...
Kuletakkan tas itu di atas meja dan aku terdiam untuk sesaat. Entah apa yang aku
lakukan setelah mengetahui bahwa Widya akan kembali pergi. Kota yang sangat jauh
dari sini, dan ia kembali merahasiakannya dariku.
Ia sudah kembali dari kamar mandi, bersamaan dengan datangnya hidangan yang
sudah kami pesan. Kami mulai menikmati hidangan ini hingga tak tersisa di atas piring
sajinya. Aku terdiam sejenak sambil menghisap sebatang rokok ini, pikiranku mulai
melayang-layang dan selalu memikirkan tentang tiket pesawat itu.
Setelah itu kami memutuskan untuk pulang menuju rumah. Jam sembilan malam kami
tiba di rumah, dan betapa mengejutkan bahwa aku melihat seseorang yang sedang
duduk di pinggiran kolam berenang. Ternyata Reza sudah sedari tadi berada di
rumahku.
Beavermoon
157
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Lu berdua darimana aja? Gue udah daritadi di sini kan.” Protesnya
Widya tertawa mendengar apa yang baru saja aku katakan. Setelah membuka kunci,
kami bertiga masuk menuju kamarku. Entah sudah berapa lama kami ada di sini
hingga aku tersadar bahwa Widya sudah tertidur di kasurku. Kunyalakan lagi sebatang
rokok dan kuhembuskan asapnya melambung ke atas.
“Terus?” Tanyaku
“Ya kayaknya kali ini gue beneran yakin sama pilihan gue.” Kata Reza lagi
“Semoga kali ini ngga kayak yang dulu-dulu deh ya.” Kata Reza
“Lu udah kayak tukang parkir di depan ngomong terus-terus mulu.” Kata Reza sambil
memukul tanganku pelan
“Bercanda elah. Yaudah berarti sekarang lu udah tau kan apa yang harus lu pilih terus
udah tau juga resikonya apa.” Kataku
Beavermoon
158
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia mengangguk dan menghisap rokoknya lagi. Aku melihat ada cahaya lampu dari
jalanan dan tepat berhenti di depan rumahku. Kulihat dengan seksama bahwa itu
adalah Nanda yang turun dari mobil diikuti oleh Iyo.
“Bukan Nanda, lu liat yang lagi sama dia itu siapa.” Kataku
Aku berjalan dengan cepat menuju halaman yang diikuti oleh Reza dibelakangku.
Dengan cepat aku membuka pintu gerbang dan tentu saja mereka sangat terkejut
melihat keberadaanku di hadapan mereka berdua.
Mereka menuruti apa yang aku katakan, kami berempat sudah duduk di teras depan
rumah. Aku melihat dengan pandangan yang sangat tajam ke arah Iyo sedangkan
Reza berdiri di sampingku layaknya Algojo yang sudah siap mengeksekusi korbannya.
Nanda terlihat cukup ketakutan dengan apa yang akan aku lakukan terhadap Iyo
mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.
“Jujur Bang waktu malem itu emang gue ngga sengaja nyuruh Nanda minum. Dia
nyanggupin dan gue kebawa suasana, karena ngeliat Nanda udah m abok gue jadi
takut Bang. Sebelom hari ini emang udah niat buat minta maaf, eh malah ketemu
Beavermoon
159
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Terus kamu Nda, kenapa masih mau lagi sama dia? Udah jelas kan dia udah bikin
kamu celaka.” Kataku kepada Nanda
Nanda tidak menjawab, wajahnya hanya tertunduk tanpa ada sepatah katapun keluar
dari mulutnya. Hingga akhirnya aku merasa cukup kesal dengan keadaan ini. Aku
sempat memukul meja dan cukup membuat mereka kaget.
Aku dan Reza cukup terkejut dengan apa yang Nanda lakukan.
“Emang Iyo ngga boleh dapet kesempatan kedua kayak yang Bang Bram lakuin buat
Ka Wid?” Tanyanya
Air matanya mulai menetes hingga ke pipinya. Lagi-lagi air mata keluar dari mata
seorang wanita yang membuat hatiku terguncang. Aku terdiam beberapa saat hingga
akhirnya aku memilih untuk bangun dari dudukku dan masuk ke dalam rumah.
“Biarin dia dapet kesempatan kedua, semua orang berhak buat itu. Semua orang
punya kesempatan buat berubah jadi lebih baik, tapi jangan sampe nyalahin
Beavermoon
160
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Tidak ada salahnya ketika kita memberikan sebuah kesempatan pada seseorang yang
memang berniat untuk berubah jadi lebih baik, namun jangan salahkan kepercayaan
itu untuk mengulanginya lagi. Kepercayaan sangat sulit untuk diraih kembali. Dan
kehangatan itu kembali muncul dengan sendirinya. Sebuah pelukan yang sedikit
membuatku terkejut yang berubah menjadi sebuah kenyamanan.
Beavermoon
161
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Semuanya sudah hampir jelas saat ini, dimana sebuah pilihan dan keikhlasan bisa
diibaratkan sebagai satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Ketika kita sudah memilih
sesuatu dan itu tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan maka sebuah keikhlasan
dapat menuntun kita untuk bertanggung jawab dengan apa yang telah kita pilih.
Beberapa hari ini aku mendapatkan beberapa pelajaran mengenai sebuah arti dari
keikhlasan dan jujur saja itu sangat berat untuk dilakukan. Menerima kembali orang
yang telah menyakiti hati kita pada masa lalu adalah sebuah bentuk dari keikhlasan,
kita mengikhlaskannya untuk kembali datang ke kehidupan kita dan
mengikhlaskannya untuk memperbaiki kesalahan yang telah ia perbuat.
Di balkon ini aku kembali merenungi apa yang telah aku alami beberapa hari
belakangan, terlalu egois ketika kita hanya mementingkan kepentingan kita masing-
masing hingga menghiraukan perasaan orang lain. Ego dan obsesi yang masih
menggebu-gebu dalam hatiku masih sulit untuk kubendung hingga saat ini, aku
masih dalam tahap belajar untuk mengetahui apa arti dari sebuah keikhlasan yang
sebenarnya.
Aku kembali mengingat ketika saat itu tiba, dimana aku dan Widya berpisah tanpa
adanya sebuah kejelasan . Dan mungkin saja jika aku tidak menitik beratkan egoku
maka aku tidak akan mencapai titik seperti saat ini.
Aku sedang berada di dalam mobil dan terburu-buru, entah apa yang ada di pikiranku
saat ini hingga pikiranku sudah tidak mampu lagi untuk jernih dan sabar sudah tidak
ada dalam pikiranku. Kulajukan mobil ini lebih cepat dari biasanya tanpa
memperdulikan apa yang ada di sekitarku, termasuk Reza yang duduk di sampingku.
Wajahnya sudah cukup ketakutan melihat gaya berkendaraku yang tidak seperti
biasanya. Jarum speedometer sudah jelas menunjuk ke arah 180 lebih sedikit. Aku
Beavermoon
162
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
tidak perduli, secepat mungkin aku harus bisa melajukan mobil ini bahkan jika perlu
lebih cepat dari saat ini.
Jalanan tidak terlalu ramai hingga aku dapat mengendalikan mobil ini dengan
mudahnya, hari yang sudah menjelang siang ini malah terasa sangat dingin bagiku.
Aku harus menemuinya sebelum ia benar-benar pergi meninggalkanku, jangan
sampai ia pergi dengan meninggalkan sejuta tanya yang ada di benakku.
“Bram, lu ngga mau ngelepas pedal gasnya dikit?” Tanya Reza di sampingku
Aku hanya menggelengkan kepala dan terus memacu mobil ini hingga kekuatan
maksimalnya. Entah sudah berapa lama aku di perjalanan hingga akhirnya aku tiba di
sebuah bandara internasional yang ada di Cengkareng. Kuparkirkan mobil Reza
dengan cepat dan setelah itu aku berlari menuju ke sebuah tempat yang seharusnya
aku bisa menemuinya saat ini. Aku cari di antara kerumunan orang-orang, aku cari di
antara restoran yang sedang melayani pelangganya, hingga aku telusuri dimana ada
kerumunan orang-orang banyak. Seorang wanita aku temui di tempat duduk sambil
memainkan hpnya, dengan cepat aku menghampiri wanita itu dan kemudian aku
duduk di sampingnya.
Ajeng hanya bisa menggelengkan kepalanya dan ternyata aku sudah terlambat.
Mungkin hanya beberapa menit yang lalu ia masih ada di sini, namun tetap saja aku
terlambat untuk menemuinya. Kututup mukaku dengan telapak tanganku dan
kemudian aku menghela nafas cukup dalam. Aku melihat Reza berhasil menyusulku
untuk duduk di sampingku dengan nafasnya yang sedikit terengah-engah.
Aku hanya diam, dan mungkin Reza mengerti apa jawaban dariku. Kemudian Ajeng
bangun dari duduknya dan berdiri di hadapanku. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam
Beavermoon
163
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
saku jaketnya dan memberikan benda itu kepadaku. Aku menerimanya dan cukup
bingung dengan benda ini.
Aku memasukan benda itu ke dalam saku celanaku dan kemudian aku meninggalkan
tempat ini dengan sejuta tanya yang masih melayang-layang di kepalaku.
“Lu ikut kita aja, ntar gue anterin.” Kata Reza kepada Ajeng
Reza memperkenalkan dirinya juga dan sebuah perkenalan singkat terjadi di bandara
ini. Aku menyuruh Reza untuk membawa mobilnya dan membiarkan Ajeng untuk
duduk di depan. Selama di perjalanan aku hanya bisa terdiam, pikiranku sepertinya
terbawa pergi oleh Widya yang entah kemana aku tidak tau. Cara konyol Reza tidak
mampu membuatku tersenyum sedikitpun hingga kami tiba di rumahku, dengan
cepat aku keluar dari mobil meninggalkan mereka di belakangku.
Aku masuk ke dalam kamar dan berbaring untuk sekedar menenangkan diriku. Aku
mengambil benda misterius yang ada di saku celanaku dan melihatnya lagi. Aku
bangun dari tidurku dan membuka sebuah amplop hitam, bukan sebuah amplop ya ng
biasa karena warnanya yang sangat tidak wajar.
Secarik kertas dan juga sebuah kepingan CD yang ada di dalam amplop ini,
kuletakkan CD itu di sampingku dan aku memilih untuk membaca surat itu terlebih
dahulu. Kubuka surat itu secara perlahan dan kubaca secara teliti tiap kata yang ditulis
menggunakan pulpen berwarna biru, ciri khas milik Widya yang sudah aku kenali
dengan sangat baik.
Beavermoon
164
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Hai Bram, semoga kamu bisa baca tulisan ini dengan baik dan kamu bisa mengerti
semuanya
“Kamu pernah bilang kalo semuanya pasti berasalan, dari mulai kita makan karena
lapar, tidur karena mengantuk, dan kentut agar kita sehat.
“Aku pergi juga memiliki beberapa alasan yang mungkin ngga semua orang berhak
untuk tau, termasuk juga kamu
“Aku tau pasti kamu bakalan nyusul aku ke bandara, sayangnya pertemuan kita
beberapa minggu yang lalu udah aku jadiin pertemuan yang terakhir buat kita
“Mungkin ngga bisa lewat surat ini. Kamu ngungkapin secara langsung maka aku akan
jawab secara langsung juga
“Kapan?
“Ada pertemuan pasti ada perpisahan, namun kenapa orang-orang tidak pernah
Beavermoon
165
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
berpikiran untuk kembali bertemu lagi? Apa yang salah dengan itu?
“Isi surat ini sengaja aku buat dengan ngga jelas, biarkan waktu yang akan
menjelaskannya
Aku menutup surat itu dengan sebuah senyuman, alam sadarku sepertinya
mengirimkan pesan bahwa surat yang aku baca ini bukanlah sebuah berita duka
melainkan sebuah kabar gembira. Dan kemudian aku lipat kembali surat ini dan
kumasukan kembali ke dalam amplopnya. Dan berikutnya aku melihat kepingan CD
ini, polos tanpa ada embel-embel yang menjelaskan isi dari CD ini.
Aku menutup pintu balkon dan merapatkan gorden jendela, dan saat ini kamarku
sudah menjadi gelap. Kunyalakan laptop yang kumiliki dan kupasangkan sebuah
proyektor milikku. Setelah selesai, ku masukan CD itu ke dalam laptopku. Reza masuk
ke dalam kamarku dan sangat kebingungan dengan apa yang akan aku lakukan saat
ini.
“Nah gini dong kalo nonton boke* pake proyektor, biar puas.” Katanya
Aku memutar sebuah film berdurasi pendek yang berasal dari CD itu. Film sudah
dimulai dan dengan fokus aku melihatnya dengan seksama. Sebuah lagu sudah
menjadi backsound, beberapa foto sudah terpampang dengan jelas secara bergiliran,
tambahan kata-kata yang dibuat menambah kejelasan dari semuanya. Lima menit
berlalu hingga akhirnya film ini habis, aku melihat ke arah Reza yang ternyata ia malah
meneteskan air mata.
Beavermoon
166
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Gue ngga nyangka ternyata kisah cinta lu begini banget, emang sahabat gue paling
bisa dah...” Katanya menghapus air matanya
Kubuka kembali gorden dan juga pintu balkon agar cahaya dapat masuk kembali ke
kamarku. Sebuah senyuman terpampang di wajahku, bersamaan dengan air mata
yang menetes. Dua perasaan yang saling beradu, dan sudah tidak dapat
disembunyikan lagi di hatiku. Aku belajar akan satu hal, bahwa semuanya akan
menemukan kejelasannya pada waktunya. Indah pada waktunya... Jika tak kunjung
indah berarti itu belum waktunya.
Aku membalikan badanku dengan cepat ketika mendengar suara itu dari belakangku,
Reza sudah mulai dengan kelakuannya yang tidak beres.
“Lain kali begini dong Bram, kan enak gue nonton sambil tiduran.” Katanya
Kuambil miniatur mobil yang ada di dekatku, kulempar dengan sekuat tenaga dan
berhasil mengenai perut Reza. Kegaduhan sudah terjadi di kamarku, namun inilah
sebuah wujud dari keberuntungan dimana aku memiliki sahabat seperti Reza yang
kelakuannya di bawah normal.
Beavermoon
167
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Hari baru dengan semangat yang baru lagi, meskipun kita sudah tau apa yang akan
kita alami ke depannya. Aku bangun dari tidurku kemudian mencuci muka di kamar
mandi. Kemudian aku menarik bangku dari dalam meja dan aku duduk di samping
Widya yang masih tertidur dengan pulasnya di atas kasur bersama dengan Nanda.
Kuusap pipinya secara pelan dan aku kembali memikirkan tentang tiket pesawat yang
aku temui di dalam tas milik Widya semalam. Tiket itu seperti menjadi momok yang
menakutkan untukku karena tidak lama lagi ia akan kembali pergi entah dengan
tujuan apa, dan mungkin ia akan kembali merahasiakannya dariku. Kudekatkan
wajahku dan kemudian kucium keningnya yang ternyata kembali membuatnya
terbangun.
Aku tersenyum melihatnya dan kemudian ia duduk di atas kasur dan ikut tersenyum
kepadaku. Momen ini akan segera berakhir beberapa hari lagi, dan sepertinya aku
belum bisa untuk kehilangannya lagi.
Aku hanya bisa menuruti kata-katanya, ia sudah naik ke atas punggungku dan hanya
sekitar enam langkah kemudian ia sudah turun lagi. Ia mendekatkan wajahnya
kepadaku dan aku menjauhkan wajahku darinya.
Beavermoon
168
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia hanya tersenyum dan kemudian kami melakukannya lagi, sama seperti beberapa
malam yang lalu dan sama seperti beberapa tahun yang lalu. Ia sudah berada di
kamar mandi dan entah kenapa aku malah menunggunya di luar sini sambil bersandar
pada tembok, ia keluar dari kamar mandi dan terkejut melihat aku masih berada di
sini. Hingga akhirnya kami melakukannya lagi, dan mataku terbuka dengan sangat
lebar mengetahui bahwa Reza melihat apa yang aku dan Widya lakukan. Ia
mengacungkan jempolnya kepadaku dan setelah kami melakukan itu ia berpura-pura
untuk tidur lagi.
“Yaudah kamu bangunin Nanda, aku mau bangunin Babon siluman itu.” Kataku
“Hebat juga lu pagi-pagi dapet gituan, ajarin gue dong kan gue juga mau.” Katanya
“Dari lu gendong-gendongan juga gue udah liat kali.” Kata Reza memukul pelan
tanganku
Dan kemudian kami semua sudah bersiap untuk mencari sarapan di luar seperti
biasanya, hingga terpilihlah sebuah warung tenda yang menjual soto ayam untuk
kami singgahi. Tidak banyak yang kami perbincangkan selama sarapan kami hingga
saat ini kami sudah kembali berada di rumah dengan kesibukan kami masing-masing.
Aku dan Widya sedang berkutat dengan laptop kami masing-masing sedangkan
Nanda dan Widya sudah menarik handle gas motor mereka untuk menjuarai seri
pertengahan MotoGp.
Beavermoon
169
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Bram nanti mau nemenin aku ngga? Ada beberapa barang yang mau aku beli.” Kata
Widya
Beberapa barang yang akan ia beli, mungkin yang akan ia bawa menuju Paris
beberapa hari lagi. Namun aku mencoba untuk tetap tenang dan berlaku seperti
biasanya kepadanya. Reza dan Nanda berpamitan untuk pergi membeli barang-
barang untuk keperluan sekolah dan meninggalkan aku dan Widya di rumah.
Kumatikan laptop milikku bersamaan dengan Widya yang juga mematikan laptopnya.
Aku bangun dari dudukku dan menyalakan sebatang rokok menuju balkon kamarku.
Widya menyusul di belakangku sambil membawa segelas air dan ikut duduk
denganku.
Kami melihat Reza dan juga Nanda masuk ke dalam halaman rumah dengan
membawa barang yang cukup banyak. Aku cukup kebingungan dengan apa saja yang
mereka beli hingga membutuhkan hingga empat plastik besar seperti itu. Nanda
masuk ke dalam kamar diikuti dengan Reza.
“Kamu beli apaan aja itu sampe banyak banget?” Tanyaku heran
“Itu barang-barangnya Bang Eja, aku ngga tau itu apaan.” Kata Nanda
“Bram gimana kalo sekarang aja? Biar ngga kemaleman.” Kata Widya
Beavermoon
170
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Beberapa menit aku habiskan untuk mandi dan bersiap-siap, hingga akhirnya aku dan
Widya sudah berada di dalam mobil untuk menuju sebuah pusat berbelanjaan yang
sama seperti hari kemarin. Widya membeli beberapa keperluan yang entah untuk apa,
dan pikiranku kembali pada kepergiannya yang tinggal beberapa hari lagi. Dalam hati
aku selalu ingin bertanya kepadanya, namun ada rasa yang mengganjal untuk
menanyakan tentang hal itu.
Beberapa barang belanjaan sudah aku pegang, dan kemudian kami melewati sebuah
toko olahraga yang cukup besar. Widya berhenti di toko itu, matanya terpaku pada
sebuah objek dan aku mencoba untuk mengetahui apa yang membuatnya terdiam
hingga beberapa saat.
Aku menarik tangannya dan menuntunnya untuk masuk ke dalam hingga ia bisa
dengan jelas melihat apa yang membuatnya terdiam. Sebuah seragam balet dengan
warna krem sudah menarik hatinya, dan mungkin ia merindukan masa -masa itu.
Kemudian aku meminta pegawai toko ini untuk mencarikan ukuran yang pas buat
Widya. Dan setelah itu kami meninggalkan toko olahraga ini, tangan Widya tidak
pernah lepas dari genggamanku karena mungkin ini akan menjadi momen terakhirku
bersamanya.
“Itu jadi diri kamu dan ngga akan pernah berubah di mataku.” Jawabku
Ia tersenyum dan kemudian kami kembali pulang menuju rumah pada hari yang
sudah menjelang malam ini. Setibanya di rumah aku menemukan Nanda dan juga
Reza yang sedang berdiri di depan pintu yang mengenakan kemeja putih dengan
apron hitam yang mengikat kemeja mereka.
Beavermoon
171
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku turun dengan bingungnya sama halnya seperti Widya yang juga kebingungan.
Aku melihat mereka dengan heran dan mereka menahan tawa untuk tetap mencoba
serius.
“Apakah benar Bapak Bramantyo dan juga Ibu Widyanti?” Kata Reza dengan
formalnya
Aku dan Widya saling tatap dan kemudian kami mengangguk secara bersamaan. Kami
dipaksa untuk mengenakan penutup mata yang terbuat dari kain, setelah itu aku
merasakan bahwa aku diarahkan menuju kamarku karena aku sedang dituntun Reza
menaiki tangga. Mungkin saat ini aku sudah berada di dalam kamar, kemudian Reza
memberikan sesuatu kepadaku, seperti sebuah celana panjang dengan kemejanya
juga.
Aku mengikuti apa yang Reza suruh dan setelah selesai aku kembali turun menuju
lantai bawah, mungkin saat ini aku sudah berada di dapur atau ruang makan. Mataku
masih ditutup dengan kain itu, suara benturan ringan antara sendok dan juga piring
cukup terdengar dan membuatku semakin kebingungan. Tidak lama kemudian
penutup mata yang aku kenakan dilepas, aku melihat di depanku ada beberapa piring
dan juga sendok garpunya. Sebuah lilin sudah menyala ditengah-tengah meja makan,
bersamaan dengan itu aku melihat Nanda yang membawa Widya turun dari tangga.
Aku cukup terkesima dengan apa yang dikenakan oleh Widya kali ini, sebuah dress
warna merah dengan make up yang sederhana tetap membuatnya mempesona. Ia
duduk di depanku dengan keadaan yang sama herannya.
Beavermoon
172
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kemudian Nanda dan Reza datang membawa beberapa piring yang berisi makanan -
makanan yang entah sampai saat ini aku masih tidak mengerti. Kamipun menyantap
hidangan yang sudah disediakan dengan masih kebingungan. Dari mulai makanan
pembuka, makanan utama, hingga makanan penutup sudah disajikan. Setelah itu aku
dan Widya dibawa menuju ruang tamu yang kali ini sedikit lebih lega karena sofa-sofa
yang biasa tertata sudah disingkirkan menuju dinding. Nanda menyalakan DVD untuk
memutar lagu yang tidak aku sangka dapat membuatku terdiam, begitu juga dengan
Widya. Lampu sorot yang sudah mereka persiapkan semakin membuatku kagum
dengan apa yang mereka persiapkan. Nada demi nada sudah melantun dengan
indahnya hingga membuatku dan juga Widya secara spontan berdansa.
Aku dan teman seangkatanku sedang berada di sebuah ruangan yang sangat besar,
setelah acara wisuda tadi pagi acara berlanjut pada malam ini. Yang membedakan
hanya ada murid-murid di sini tanpa ada guru-guru dan juga orang tua murid.
Kuminum lagi soda yang sudah dituangkan dalam sebuah gelas untuk yang kesekian
kalinya, hingga Widya kembali datang kepadaku setelah berbincang dengan teman -
temannya. Gaun merah yang ia kenakan serta make up tipis yang ada di wajahnya
menjadikannya beda pada malam ini.
Beberapa penampilan band-band temanku sudah tampil, dan saat ini sedang
dipersiapkan untuk acara pesta dansa. Entah sebenarnya apa yang dipikirkan oleh
teman-temanku hingga membuat acara seperti ini, aku hanya bisa mendukung acara
yang mereka adakan. Ajeng yang sebagai MC pada acara ini sudah kembali naik ke
Beavermoon
173
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Baiklah kita akan jeda sebentar untuk penampilan band, karena saat ini kita akan
melakukan dansa. Buat para temen-temen yang punya pasangan mungkin bisa
bergabung di tengah-tengah dan yang belum punya pasangan bisa aja dapet
pasangannya sekarang.” Kata Ajeng
Ia mengangguk dan kembali tersenyum seperti biasanya. Alunan lagu yang cukup
romantis sudah terdengar, beberapa pasangan sudah berdansa dengan santainya
disusul denganku dan juga Widya yang ikut bersama para pasangan-pasangan itu.
Widya mungkin adalah seorang balerina yang sangat profesional, namun tidak untuk
dansa pada malam ini. Sudah beberapa kali kakiku terinjak olehnya hingga hampir
membuatnya terjatuh. Namun kami tetap melakukan dansa ini hingga beberapa lagu
telah berganti, dan semakin lama kami semakin menjauh dari kerumunan orang-
orang dan tibalah kami di area makanan dan minuman. Posisi kami masih seperti
orang yang sedang berdansa namun kami hanya saling tatap satu sama lain hingga
akhirnya kami melakukannya lagi. Entah apakah teman-teman kami melihat atau tidak
rasanya aku sudah tidak perduli lagi, yang dapat aku rasakan pada malam ini hanyalah
aku cinta padanya
Aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman. Kami sedang berdansa di ruang
tamu yang sudah dimiripkan seperti lantai dansa pada umumnya, dan aku cukup salut
dengan pekerjaan Nanda dan juga Reza yang entah ada angin apa mereka melakukan
Beavermoon
174
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
hal ini dengan sangat niatnya. Aku dapat melihat ke arah mereka yang sedang melihat
juga ke arah kami dari dalam dapur. Memori yang kembali naik ke atas kepala
menjadikan malam ini cukup indah. Sudah beberapa lagu kami dengarkan sambil
berdansa hingga kami memutuskan untuk menyudahi semuanya.
Tidak terasa malam ini berjalan lebih cepat dari biasanya hingga aku tersadar saat ini
sudah masuk pukul dua belas tepat. Aku dan juga Widya sedang berada di balkon
kamar sambil memandangi Nanda dan juga Reza yang sudah tertidur di tempat
mereka masing-masing.
“Aku ngga nyangka mereka yang bikinin ini buat kita semua.” Kata Widya
“Aku malah sampe sekarang ngga ngerti maksud mereka apa.” Kataku
Widya memelukku dan juga bersandar di dadaku, sebuah kenyamanan kali ini terasa
berbeda. Setelah aku mengetahui tentang kepergian Widya yang tinggal menghitung
hari lagi, semua kenyamanan benar-benar terasa berbeda. Saatnya aku harus mulai
bisa mengikhlaskan apa yang sudah ada di depan mata. Widya melepaskan
pelukannya dan kemudian menciumku cukup lama yang membuatku sedikit terkejut.
“Oh iya, mungkin besok aku ngga bisa kesini dulu ya Bram. Ada urusan sama kerjaan
di rumah.” Katanya
Entah apa yang aku pikirkan, dengan cepat aku menyimpulkan bahwa Widya sengaja
tidak bertemu denganku untuk mempersiapkan keberangkatannya. Dan aku hanya
bisa mengangguk menjawabnya tanpa ada sepatah katapun keluar dari mulutku.
Mungkin ini akan menjadi malam terakhir untukkku dan juga untuknya. Apakah aku
Beavermoon
175
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
akan menyia-nyiakan kesempatan untuk yang kedua kalianya? Apa aku harus
mengungkapkan isi hatiku lagi padanya?
Beavermoon
176
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ketika kita sudah mengetahui sesuatu yang akan membuat kita kembali sedih, apakah
kita akan mencegah hal itu terjadi atau malah kita membiarkan hal itu tetap terjadi?
Garis tangan seseorang sudah ada yang mengatur, dan mungkin ketika kita
mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depan maka disitulah kita akan merasa
bahwa kehidupan yang sudah kita jalani selama ini tidak ada gunanya lagi.
Aku yang sudah mengetahui tentang kepergian Widya lagi tidak akan menahann ya
untuk tetap bersamaku di sini, aku akan mencoba dengan sekuat tenaga untuk
mengikhlaskannya agar ia bisa mendapatkan kehidupan yang mungkin lebih layak di
luar sana.
Pagi ini aku sudah duduk di teras rumah dengan sebatang rokok yang sudah menyala
sedari tadi, kemudian pintu terbuka dan datanglah Reza sambil membawa dua cangkir
kopi hitam dengan rasa yang sudah pasti berbeda. Ia duduk di sampingku sambil
menyalakan sebatang rokok juga.
“Udah pulang tadi pas lu masih tidur, mau gue anterin malah naik taksi.” Jawabku
“Kayaknya lu murung banget pagi ini, ngga kayak sosok Bram di pagi hari seperti
biasanya.” Kata Reza
Aku hanya memandang malas ke arahnya. Reza menyuruhku untuk mencicipi kopi
yang telah ia buat dan kami meminumnya secara bersamaan.
“Anjin*!!!”
“Bangsa*!!!”
Beavermoon
177
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Seperti itulah kata-kata yang kurang mendidik keluar dari mulut kami setelah
meminum kopi kami masing-masing. Aku menatap dalam-dalam ke arah kopi yang
sudah kupegang dan kemudian aku melihat ke arah Reza yang juga melihat ke arah
kopi yang sedang ia pegang.
“Bukan gue tuker, emang sengaja gue bikinnya kebalik. Punya lu yang manis punya
gue yang pahit.” Kata Reza
“Lu kenapa deh? Kok jadi makin gila jadinya.” Tanyaku lagi
“Ngga selamanya kita bakalan tetep sama kan? Pasti banyak hal baru yang bakalan
dateng di kehidupan kita. Kita harus terbiasa sama hal-hal baru itu, berawal dari kopi
yang kita minum ini contohnya.” Kata Reza menjelaskan
Aku menyentuh pundak Reza secara pelan dan tentu saja ia melihatku dengan heran.
“Entah kenapa rasanya otak lu udah mulai berfungsi dengan baik lagi...” Kataku
Dan kemudian kami mulai meminum kopi yang sudah ada di tangan kami lagi, entah
sudah berada kali kami mengatakan anjin* dan juga bangsa* setelah meminum kopi
ini. Aku sangat setuju dengan apa yang Reza katakan. Tidak selamanya kita akan tetap
sama seperti dahulu, pasti akan sangat banyak hal-hal baru yang datang pada
Beavermoon
178
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
kehidupan kita dan sudah pasti kita harus terbiasa dengan itu semua meski pun
sangat tidak sesuai dengan apa yang selama ini kita harapkan.
Itu semua merubah cara pikirku, dan aku dapat semakin mengerti apa yang dimaksud
dengan sebuah keikhalasan. Dimana kita dapat menerima sebuah keadaan yang tidak
sama sekali seperti yang kita dambakan selama ini, dan kita harus tetap menerimanya
apapun yang terjadi. Pagi ini sebuah pembelajaran dari sahabatku yang akhirnya bisa
berfikir dengan jernih lagi.
“Anjin*!!!”
“Bangsa*!!!”
--------------------------
Tidak terasa pagi sudah berubah menjadi siang, aku sedang berada di kamarku
sendiri. Reza sudah pulang menuju rumahnya sedangkan Nanda sedang berada di
sekolahnya. Dinding berwarna merah ini sudah kutatap untuk beberapa saat dan
kembali aku melihat sebuah plester lama yang sudah mengusang, kusentuh sebentar
dan kemudian aku tersenyum entah karena apa. Kunyalakan laptopku untuk sedekar
mencari informasi tentang tugas-tugas perkuliahan, namun niatanku berubah begitu
saja melihat background desktopku yang menampilkan fotoku bersama dengan disaat
kami sedang berada di kafe langgananku waktu itu. Aku hanya bisa tersenyum
melihatnya dan kemudian aku mencari-cari folder yang sudah menumpuk, dan
akhirnya aku menemukan sebuah folder dengan judul “Old But Gold”. Aku mulai
membukanya dan di dalamnya banyak sekali foto-fotoku sedari SMA bersama dengan
teman-temanku dalam beberapa acara, dan ada satu fotoku bersama dengan Widya
di depan kelas yang membuatku kembali mengingat tentang hal itu.
Beavermoon
179
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Hari ini aku berada di sekolah namun sepertinya hari ini tidak ada kegiatan belajar
mengajar karena dari awal bel masuk bunyi tidak ada guru yang masuk ke dalam kelas
kami, begitu juga dengan kelas-kelas yang lain hingga beberapa siswa memilih untuk
bermain basket di lapangan dengan dukungan suporter yang cukup meriah.
Dari atas sini aku dapat melihat ke arah Widya yang sedang berada di kantin sambil
membawa sebotol minuman dingin, ia melihatku dan menawarkan minuman itu
padaku. Tidak lama setelah itu ia datang dengan membawa minuman yang sama.
“Bram...” Panggilnya
“Aku juga ngga tau Bram, pokoknya hari ini ngebosenin banget.”Katanya lagi
“Iya, loh kok kamu tau sih? Emang pernah aku bilangin?” Katanya
Beavermoon
180
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Gini deh, sabtu besok kita jalan-jalan ke pantai gimana? Ada dermaga bagus buat liat
lautan.” Ajakku
Aku hanya mengangguk dan kemudian kami berdua secara bersamaan meminum
minuman dingin ini. Keadaan kelasku sudah cukup ricuh karena ada salah satu teman
kami yang berdandan seperti orang yang kurang waras, dan hal itu membuatku ingin
tertawa hingga menyemburkan minuman ini keluar dari mulutku. Widya yang juga
melihat itu berhasil menahan tawanya, kemudian ia mengeluarkan tisu dari dalam
saku bajunya. Ia mulai membersihkan sisa minuman yang ada pada mulutku.
“Pelan mah udah, cuma kamu liat sendiri kan tadi kelakuannya si Matius gimana...”
Kataku
Ia mengambil gambar kami menggunakan kamera barunya dengan gaya kami yang
seadanya. Widya yang sudah melihat hasilnya protes kepada Ajeng untuk mengulang
kembali fotonya bersamaku. Dan akhirnya kami mendapatkan foto kami dengan pose
yang terbilang sempurna.
Lagi-lagi momen itu kembali teringat di otakku dan aku tidak bisa menolaknya.
Beavermoon
181
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sesuai janjiku pada Widya akhirnya pagi ini kami berdua pergi menuju tempat yang
sudah pernah aku ceritakan padanya. Di dalam mobil tua ini sudah terdengar lantunan
lagu yang berasal dari radio mobil dan nampaknya Widya menikmati perjalanannya.
Beberapa jam sudah kami tempuh hingga akhirnya kami tiba di sebuah pantai di hari
yang sudah menjelang siang ini.
Kemudian karena siang ini cukup terik akhirnya kami berdua memutuskan untuk
makan terlebih dahulu di sebuah restoran yang menyajikan makanan lautnya. Sebuah
cumi yang cukup besar sudah kami pesan, dan kami menikmati makan siang kami
hingga tak terasa siang yang terik sudah berubah menjadi sore yang cukup sejuk.
Aku dan Widya sedang berjalan menelusuri pantai hingga kami dapat melihat sebuah
dermaga kecil yang pernah aku ceritakan pada Widya. Ia berhenti pada sebuah
warung yang menjual minuman sedangkan aku berjalan terlebih dahulu menuju
dermaga itu.
Deburan ombak yang cukup besar, suara kicauan burung-burung yang berterbangan
di atas kepalaku dan juga matahari yang sedang bersiap-siap untuk terbenam
menambah keindahan pantai ini. Aku merasakan cukup damai di sini, hingga akhirnya
Widya datang dengan membawa dua botol minuman yang sama.
Aku mengambil minuman itu dan kuminum sedikit, Widya sedang melihat ke arah
lautan yang sangat luas nan indah pada sore ini. Namun ada suatu hal yang
membuatku cukup bingung, tidak ada seraut wajahnya yang menampilkan sebuah
kebahagiaan melihat pemandangan bagus ini. Ia membalikan badanya dan menatap
wajahku
“Bram, kamu tau ngga apa yang lebih nyakitin dari patah hati?” Tanyanya kepadaku
Beavermoon
182
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Yang lebih nyakitin dari patah hati itu ketika dua orang yang sama-sama mencintai
ngga saling tau kalo mereka saling mencintai...” Katanya
Aku hanya bisa terdiam mendengar apa yang baru saja dikatakan Widya, suara
deburan ombak kembali datang diikuti hembusan angin yang cukup kuat hingga
membuat rambut Widya mengangkat dan melayang-layang.
“Kamu tau apa yang lebih nyakitin dari itu?” Tanyaku kepadanya
“Ketika dua orang yang saling mencintai itu tau bahwa mereka saling mencintai,
namun tidak ada satupun dari mereka yang berani menunjukan cinta mereka.” Kataku
Hari yang sudah menjelang sore ini, kututup laptop milikku dan kemudian kuseka air
mata yang sedikit menetes di pipiku. Aku kembali mengingat itu semua, di saat
setelah itu aku baru sadar bahwa seharusnya aku bisa menunjukkan cintaku lagi pada
Widya.
Dan seharusnya beberapa hari terakhir ini aku bisa menunjukkan cintaku lagi pada
Widya setelah ia kembali. Namun kembali lagi terasa antara ego dan juga obsesi yang
menggebu-gebu hingga membuatku menahan semuanya.
Aku mendengar suara pintu pagar terbuka, dan aku berlalu menuju lantai bawah
untuk melihat siapa yang datang. Itu adalah Nanda yang sudah pulang dari sekolah
bersama dengan temannya yang mengantarkan hingga ke rumah.
Beavermoon
183
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Lah itu yang pake sedan merah di luar siapa?” Tanyaku lagi
“Itu bukan temen aku kali Bang, itu pacar Abang. Katanya mau pergi sama Abang
berdua aja.” Jelas Nanda
Aku keluar dan melihat itu adalah Widya. Mungkin jika digambarkan perasaanku kali
ini sama seperti beberapa hari yang lalu ketika Widya kembali datang ke rumahku
setelah menghilang entah kemana. Nanda sudah masuk ke dalam rumah dan Widya
menghampiriku seraya tersenyum seperti biasanya.
Beavermoon
184
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Urusannya udah selesai tadi siang. Motor kamu masih bisa nyala kan?” Katanya
Aku mengeluarkan motor tua yang sudah berada di garasi sejak lama, setelah
beberapa menit akhirnya motor ini mau menyala kembali. Widya sudah duduk di
belakangku kemudian kami pergi ke sebuah tempat yang dirahasiakan olehnya.
Selama di perjalanan kami saling berbicang hingga tidak terasa kami tiba di sebuah
tempat yang cukup ramai oleh orang-orang pada sore hari.
Setelah kuparkirkan motorku, akhirnya kami duduk di sebuah bangku taman yang
terbuat dari semen. Belum lama kami duduk Widya mengajakku menuju tempat
dimana banyak sekali jajanan yang ada di pinggir jalan, hingga kami berhenti pada
sebuah gerobak yang menjual bakso.
Sepulang sekolah, aku sedang menaiki sepeda motor tua ini bersama dengan Widya
menuju ke arah rumahku. Setibanya di rumah kami bertemu dengan Ayah dan juga
Ibu yang sedang berbincang di pinggir kolam untuk menemani Nanda yang sedang
Beavermoon
185
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
berenang.
“Emang ada makanan yang ngga bikin pusing Bram?” Tanya Widya
“Aku ngga diajak Bang?” Tanya Nanda muncul dari dalam air
“Motornya cuma muat berdua Nda, kamu kan gendut ngga cukup jadinya.” Godaku
Nanda menyiramku dengan air dari kolam berenang dan membuat seragamku sedikit
basah. Setelah menghindar dari Nanda akhirnya aku dan juga Widya pergi menuju
sebuah tempat yang sering kami lewati setelah pulang sekolah. Dan tibalah kami di
sebuah taman yang cukup ramai jika sore hari, banyak sekali pedagang yang
menjajakan dagangannya dan juga orang-orang yang berkumpul. Aku membawa
Widya pada sebuah gerobak yang menjual bakso. Setelah kami memesan untuk kami
berdua akhirnya kami duduk di sebuah bangku yang terbuat dari besi-besi.
“Bram kamu yakin ini bisa ngilangin pusing?” Tanya Widya ragu
“Bisa kok udah terbukti sama keluarga aku, ngga mesti bakso sih yang penting ininya.”
Kataku
Aku mengambil wadah yang berisi sambel dan menuangkannya sangat banyak di
Beavermoon
186
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dalam mangkokku hingga membuat warnanya menjadi sangat merah. Dengan ragu
Widya menuangkan sambel pada mangkoknya hingga warnanya sudah sangat mirip
dengan punyaku.
Kami mulai memakannya pada sore ini dan tidak terasa kami sudah berkeringat
dengan parahnya hingga membuat wajah kami penuh dengan kucuran keringat.
Cukup lama untuk kami menghabiskan semangkok bakso yang sangat pedas ini
hingga tidak ada yang tersisa di dalamnya.
Setelah meredakan rasa pedas yang menggila akhirnya kami bisa menikmati sore ini
dengan santainya. Hembusan angin dapat menyejukan kami dan rasanya aku sudah
mulai mengantuk, tiba-tiba saja Widya bangun dari duduknya dan berlari
menghampiri sebuah pedagang yang menjual mainan gelembung. Ia kembali sambil
berlari kegirangan seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru.
“Kamu ngapain sih main kayak gitu udah kayak anak kecil...” Kataku
Ia mulai meniupkan gelembung itu hingga menjadi bentuk bola-bola sabun yang
melayang-layang di udara dan setelah itu Widya mengejar gelembung-gelembung itu
untuk dipecahkan. Aku hanya bisa tersenyum melihat apa yang sedang ia lakukan.
Entah sudah berapa cc keringat yang keluar dari pori-pori kulit kami hingga membuat
Beavermoon
187
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
baju kami sedikit basah karena pedasnya sambel bakso ini. Dan akhirnya aku beserta
Widya berhasil menghabiskan bakso kuah sambel itu. Dilanjukan pada sore ini, kami
sedang menikmati orang-orang yang dengan senangnya bermain dan berkumpul di
sini. Tiba-tiba Widya bangun dari duduknya dan pergi menuju sebuah pedagang yang
menjual mainan gelembung sabun. Ia kembali dengan berlari-lari kecil dan
nampaknya ia sangat senang dengan mainan barunya
Hari sudah semakin sore dan sebentar lagi matahari akan membenamkan wajahnya di
ufuk barat, aku dan juga Widya memutuskan untuk pulang ke rumah. Selama di
perjalanan Widya masih bermain dengan gelembung yang tersisa, aku hanya bisa
melihat keseruannya dari balik kaca spion motor tua ini. Widya memintaku untuk
menepi sebentar dan ia menuju sebuah tempat sampah besar dan membuang mainan
gelembung tersebut.
“Udah cukup mainnya, sekarang waktunya meluk kamu dari belakang...” Jawabnya
Ia memelukku dari belakang dan kemudian kami melanjutkan perjalanan kami menuju
rumah. Setibanya di rumah aku langsung memasukkan motor ini kembali pada
sarangnya dan kembali menuju Widya yang sedang menunggu di luar.
Beavermoon
188
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kemudian ia memelukku untuk waktu yang cukup lama dan aku tau apa yang sedang
ia lakukan. Sebuah salam perpisahan yang tidak secara langsung disampaikan
olehnya, ia tidak mau mengulang seperti beberapa tahun yang lalu ketika ia pergi
tanpa adanya perpisahan.
“Semuanya...”
Kemudian ia menciumku lagi dan lebih lama dari biasanya, aku dapat melihat
wajahnya lebih dekat kali ini karena mataku tidak mau untuk terpejam. Terakhir
kalinya aku akan melihat wajah ini lagi dan mungkin ia tidak akan pernah kembali lagi.
Dengan cepat ia masuk ke dalam mobilnya, aku dapat melihat dari kaca mobilnya
bahwa ia sedang menyeka air matanya. Tidak lama kemudian mobil itu pergi
meninggalkan rumahku semakin jauh dan akhirya tidak terlihat lagi.
Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang sebenarnya tidak bisa dijelaskan
lagi. Jalanku melamban dari biasanya hingga bisa masuk ke dalam kamar yang
ternyata sudah ada Reza dan Nanda di dalamnya.
Aku berjalan menuju balkon dan kunyalakan sebatang rokok, kuhembuskan asapnya
Beavermoon
189
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
dan menghilang begitu saja diterpa oleh angin sore ini. Seperti halnya perasaanku
yang terbawa kembali oleh Widya yang pergi lagi dan lagi untuk meninggalkanku.
Ketika aku sudah kembali percaya akan datangnya cinta yang telah lama menghilang,
justru cinta itu kembali dipertanyakan dan membuat pendirianku goyah.
Tak terasa malam sudah menjelang dan aku masih berdiri di balkon ini menatapi
langit yang cerah bertahtakan banyak bintang di atas sana.
Aku mendengar ada suara ketukan dari luar pagar, dengan cepat aku turun ke bawah
dan membuka pintu gerbang itu.
“Baik kok baik. Gue ke sini ngga lama kok cuma mau ngasih ini.” Kata Ajeng
Lagi dan lagi aku melihat sebuah amplop hitam, sebuah benda yang pernah
membuatku merasa cukup sedih karena harus berpisah dengan cinta yang sudah
kupercaya. Namun kali ini aku tersenyum menerima benda itu dan nampaknya Ajeng
sudah menyadari semuanya.
Beavermoon
190
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia mendekatkan wajahnya padaku dan tak kusangka Ajeng akan menciumku untuk
waktu yang sangat lama.
“Tapi itu bukan dari dia, dari gue sendiri. Gue salut sama lo Bram...” Kata Ajeng
Kemudian Ajeng pergi meninggalkan ku. Di depan gerbang ini aku hanya dapat
melihat sebuah amplop hitam ini lagi yang mungkin isinya sama atau bahkan bisa
sangat berbeda dari yang sebelumnya.
“Ngga. Eh masang bel berapaan ya? Gue suka ngga denger kalo ada orang dateng.”
Kataku mengalihkan perhatian
“Ngga tau sekarang berapa, besok gue panggilin tukang deh santai aja.” Kata Reza
Kemudian kami berdua masuk ke dalam rumah menuju balkon kamarku. Di sana ada
aku dan juga Reza yang saling beradu asap rokok pada malam ini.
“Terkadang apa yang kita cintai itu ngga selamanya ada di samping kita, mungkin dia
bakalan lebih baik jauh dari kita.” Kataku
“Gue udah ngga ngerti lagi jalan cerita cinta lu sama Widya.” Kata Reza
Beavermoon
191
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku dan Reza masuk ke dalam dan kunyalakan laptop beserta proyektornya. Aku
mulai memutarkan film yang ada di dalam laptopku, dan kembali mengingatkan
memoriku tentangnya lagi
Hari libur bukanlah menjadi hari yang tenang saat ini, menjelang ujian aku mencoba
untuk lebih sering belajar daripada bersantai. Widya sudah berada di rumahku sejak
pagi hari hingga tak terasa sore sudah datang dan penat di pikiran kami tak bisa
dihindarkan lagi.
Ia menyalakan laptop milikku dan membuka folder-folder film yang ada di sana, dan
untungnya aku sudah mengerti cara menyembunyikan folder yang berisi...
Beavermoon
192
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
lelaki merelakan wanita yang ia cintai menikah dengan sahabatnya sendiri, dan setelah
mereka menikah si lelaki jujur pada sang wanita tentang perasaanya yang sudah ia
pendam sejak lama. Dan itulah yang mengajarkan bagaimana sebuah keikhlasan
dapat membawa kita pada suatu keputusan yang benar. Hingga tak terasa film yang
kami tonton pun habis.
“Tapi sedih banget Bram, kamu bisa bayangin kan kalo jadi salah satu dari mereka.”
Kata Widya
Tak terasa film yang sudah kami tontonpun habis, aku mendengar suara isakan yang
ternyata berasal dari Reza. Ia meneteskan air mata setelah menonton film ini.
Apa yang seharusnya bisa aku milikki mungkin pada akhirnya akan pergi
meninggalkanku, karena terkadang apa yang kita cintai bisa lebih baik jika itu jauh
dari kita. Sebuah keikhlasan kembali dipertanyakan dan ego mulai menggebu -gebu,
tergantung bagaimana kita menyikapinya dan memilih antara sebuah keikhlasan yang
sederhana atau sebuah ego yang bisa mendapatkan segalanya.
Beavermoon
193
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Episode 15...
Ternyata ini update terakhir di cerita ini...
Terima kasih buat para pembaca yang nyata maupun "tidak" atas partisipasinya
selama cerita ini berlangsung, dan mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang
berkenan.
Biasanya sih kalo akhir cerita ada tag "TAMAT", berarti kalo ngga ada.................
Kemarau setahun terganti hanya dengan hujan sehari, badai sehari terganti hanya
dengan pelangi yang beberapa saat, beberapa kesalahan dapat tergantikan hanya
dengan sebuah kata maaf yang tulus. Beberapa penggambaran yang dapat aku
simpulkan selama beberapa hari belakangan ini, dimana aku kembali bertemu dengan
orang yang pernah aku cinta dan masih aku cinta. Masalah demi masalah yang pernah
kami alami dulu dapat terlupakan dan berganti menjadi sebuah kenangan yang lebih
indah.
Dan pagi ini aku menyadari bahwa cinta mungkin tak harus memiliki, cinta yang tulus
dapat membiarkannya pergi entah kemana dan tidak tau kapan untuk kembali.
Namun sebuah kepercayaan dan kesetiaan akan selalu membimbing cinta yang tulus
pada jalan yang benar dan waktu yang tepat.
Bukan sebuah alasan ketika aku hanya berdiam diri di kamar ini, bukan sebuah alasan
ketika aku tau dia akan kembali pergi dan tidak mencegahnya kembali. Karena aku
percaya pada suatu keyakinan dimana suatu saat jika waktu sudah menunjukkan
waktunya dia akan kembali dan mungkin akan membawa cerita cinta yang lebih indah
dan mungkin akan menyentuh kata sempurna, namun kesempurnaan yang ku tau
hanya milik Tuhan semata.
Kulihat dua amplop yang sedang kupegang ini, aku sudah mengetahui amplop yang
sudah terbuka. Sebuah surat dan juga sebuah CD yang menjadi saksi bisu pada cerita
cintaku, dan satu lagi yang masih menyisakan misteri yang belum terpecahkan hingga
Beavermoon
194
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
saat ini. Sudah beberapa kali aku mencoba untuk membukanya namun hatiku masih
ragu entah kenapa.
Aku duduk di pinggir kolam dan kumasukan kedua kakiku ke dalamnya, kubuka
kembali buku misterius ini yang seharusnya sudah kuselesaikan sejak beberapa hari
yang lalu namun waktu itu kedatangan Widya pada malam hari membuatku berhenti
untuk membacanya. Dan saat ini aku dapat menyelesaikannya dengan santai karena
Widya sudah tidak akan kembali ke rumah ini lagi dengan senyumannya yang
berpredikat mematikan.
Perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, selalu ada awal yang baru untuk hidup kita
yang lebuh baik dan itu semua sudah direncanakan oleh Tuhan dengan sebaik
mungkin. Kita selalu mengeluh dengan apa yang datang pada hidup kita, padahal
sudah jelas bahwa Tuhan yang merencanakan itu dan semuanya pasti memiliki tujuan
untuk pembelajaran hidup kita. Aku percaya akan datangnya sebuah awal yang baru,
dengan orang yang berbeda, dengan konteks yang berbeda, dan dengan akhir yang
berbeda pula.
Aku turun dari mobil ini bersama dengan Mita dan kemudian kami berjalan bersama
menuju tempat yang sudah diberitau oleh teman-teman kami, berjarak sekitar hampir
lima puluh meter dari jalan raya akhirnya aku dan Mita tiba di tempat ini. Meskipun
pada siang hari namun tempat ini sangatlah sejuk dengan pepohonan yang sangat
rindang.
Beavermoon
195
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Apa harus ada lagi yang kamu sembunyiin dari aku?” Tanyaku kepadanya
Inggar hanya menggelengkan kepalanya kepadaku. Aku melihat ke arah surat yang
sedang kupegang, surat yang sebelumnya telah Inggar berikan padaku beberapa hari
yang lalu dan tepat di hari ini aku baru bisa membacanya.
Kubuka secara perlahan dan kemudian kubaca dengan seksama, tulisan yang sangat
aku kenal dengan baik. Tulisan yang tidak terlalu rapih namun masih dapat dibaca
adalah ciri khasnya, air mata ini sudah menetes tanpa perlu aku suruh lagi. Semuanya
sudah sangat jelas dan semakin jelas dengan apa yang kulihat di depan mataku ini.
“Maafin Inggar Rin, Inggar ngga bermaksud buat nyembunyiin semuanya...” Kata
Inggar
Aku masih terus membaca surat ini hingga selesai, dan kemudian kertas yang kubaca
terlepas begitu saja karena aku semakin melemah. Aku baru sadar bahwa ternyata
selama ini ada kejujuran yang tidak pernah aku ketahui dan tidak pernah aku
tanyakan. Inggar mendekat kepadaku dan kemudian memelukku dengan tangisannya
yang semakin menjadi-jadi, aku hanya bisa menatapnya dan membalas pelukannya.
Beavermoon
196
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Pandanganku beralih pada sebuah gundukan tanah yang sudah ditaburi oleh bunga -
bunga dan sebuah papan yang menancap pada gundukan tanah itu. Sebuah nama
sudah tertulis dengan jelasnya dan aku sangat mengenal orang itu. Aku mengajak
Inggar untuk mendekat ke arah gundukan tanah itu dan disana aku merasakan betapa
sedihnya aku harus ditinggalkan orang yang berarti dalam kehidupanku.
Aku sudah tidak perduli dengan keadaan tanah yang masih lembab, aku sudah tidak
perduli dengan kotornya baju dan celanaku, aku memilih untuk berlutut di depan
makam ini. Sudah terbaring di dalamnya seseorang yang sudah lama aku kenal, sudah
terbaring di dalamnya seseorang yang kucinta.
Kupegang papan yang menuliskan nama dari seseorang yang kukenal dan air mataku
kembali menetes tanpa perlu kupaksa lagi. Ini bukan kali pertama aku kehilangan
seseorang yang berarti dalam hidupku. Papa sudah mengajarkan bagaimana aku
harus bisa maju untuk terus melanjutkan kehidupanku hingga semua cita-citaku
tercapai. Maka tidak perlu lagi kesedihan yang cukup mendalam ketika aku
mengetahui bahwa ia telah pergi meninggalkanku untuk selamanya.
Semua orang sudah mulai pergi dari pemakaman ini, tersisa aku, Inggar dan juga Mita
yang masih bersamaku pada siang ini. Aku bangun dan menyeka air mata yang sudah
membasahi pipiku ini dan kemudian aku tersenyum.
“Ternyata kamu pinter bersandiwara ya, kenapa ngga ikut ekskul teater di sekolah
malah milih basket?” Tanyaku pada gundukan tanah ini
Mita mendekapku dari belakang, ia mencoba untuk menenangkanku dan aku sangat
menghargai apa yang telah ia lakukan. Aku kembali tersenyum melihat sebuah
makam yang sudah terisi oleh jasad tak bernyawa, dan kali ini aku akan berusaha
untuk lebih tegar menghadapi sebuah perpisahan yang entah kapan datangnya.
Siang ini menjadi sebuah perpisahan antara aku dan cinta pertamaku yang belum
sempat aku perjuangkan dan aku nyatakan. Bukan sebuah alasan ketika aku tidak
Beavermoon
197
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sebuah keikhlasan mengajarkanku tentang itu, dan juga untuk beberapa hal yang
akan datang pada hidupku. Aku harus bisa beradaptasi dengan semua yang baru,
meninggalkan yang lama terdengar sangat egois namun itulah cara agar kita bisa
melangkah maju untuk meraih apa yang kita cita-citakan.
Aku beserta Mita dan juga Inggar memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah baru
milik Herman, ia sudah nyaman dengan suasana yang baru begitu juga aku yang
harus terbiasa dengan suasana yang baru lagi.
Aku hanya menggelengkan kepala dan kemudian kami meninggalkan pemakaman ini,
bersama dengan kenangan yang pernah menghiasi hidupku.
“Hai Rin, apa kabar? Udah lama ya kita ngga ketemu. Bukannya aku mau sombong
tapi ada beberapa hal yang harus kamu tau.”
“Yang pertama kamu harus tau dulu Inggar itu siapa, dia bukan orang baru dalam
kehidupan aku. Dia adalah saudara dari keluarga Ibuku dan kebetulan dia dipindahkan
ke sini buat nemenin aku selama orang tua kita pergi kerja.”
“Yang selama ini kamu lihat mungkin dia anak baru yang pindah dan semakin deket
sama aku, trust me it’s wrong!”
Beavermoon
198
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dan kamu masih inget pada malam dimana dia dateng ke rumah kamu? Dan dia
bilang kalo dia suka sama aku? Itu cuma sandiwara yang aku buat. Aku sengaja
nyuruh Inggar dateng ke rumah kamu supaya kamu ngga bisa mencintai aku lagi,
sejujurnya aku tau apa yang kamu rasain selama ini.”
“Sandiwara yang aku buat untuk menutupi hal kedua yang harus kamu tau Rin, soal
penyakit yang udah beberapa tahun ada di dalam tubuh aku. Aku ngga perlu kasih
tau itu penyakit apa, yang jelas penyakit ini bikin aku jadi orang yang bener-bener
lemah dan mungkin anak TK bisa lebih kuat dari aku.”
“Penyakit yang aku derita ini udah bikin fisik aku lemah ditambah lagi aku harus
mengalami kerontokan pada rambut aku. Ini emang ngga lucu tapi aku ngga mau
ketemu kamu ketika kepalaku mirip lampu taman yang ada di sekolah, bulet, licin dan
mengkilap.”
“Aku turut berdua atas kepergian Papa kamu waktu itu, aku ngga bisa dateng karena
aku udah ada di rumah sakit ngejalanin terapi yang harus aku jalanin, dan terapi itu
bikin aku tambah sakit. Seluruh badan aku rasanya tersiksa, apalagi kepalaku yang
semakin hari semakin pusing ngga karuan.”
“Dan mungkin ini adalah hal terakhir yang bisa aku sampaiin buat kamu, sejujurnya
sedari kita pertama kenal aku udah ada rasa sama kamu. Aku baru bisa bilang
sekarang kalo aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu.”
“Aku ngga punya cukup keberanian untuk bilang ini semua, karena aku masih ragu
sama apa yang kamu rasain dan ternyata aku salah. Inggar tau kalo kamu suka sama
aku, dia cerita semuanya ke aku. Namun semuanya udah terlambat, aku udah ngga
bisa dateng ke rumah kamu buat nyatain semuanya. Selang yang ada di mulutku,
beberapa kabel yang menempel pada badanku ngga ngizinin aku buat ngungkapin
semuanya ke kamu. Maafin aku rin...”
Beavermoon
199
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Seandainya waktu bisa diputar balik mungkin dengan cepat aku akan bilang bahwa
aku suka sama kamu, but show must go on. Peranku di dunia ini udah abis, masih ada
kamu yang harus nyelesaiin film karya Tuhan ini dan semoga setelah peran kamu
selesai kamu bisa dapet penghargaan yang layak.”
“Ikhlaskan sebuah raga yang pergi, ikhlaskan sebuah nyawa yang telah melayang, dan
ikhlaskan sebuah cinta yang membekas di hati.”
Lagi dan lagi, sebuah kisah dengan akhir yang hampir sama dengan apa yang kujalani
dalam hidupku. Sebuah perpisahan yang mengharukan menjadi penutup pada buku
misterius ini. Keikhlasan dalam menjalani sebuah hubungan sebenarnya dapat saling
menguatkan satu sama lain, meski akhirnya tidak bisa kita tebak dan tidak bisa kita
pilih. Tuhan telah merencakan ini semua dan memang benar, kita hanya bisa
mengikuti Tuhan yang berlakon sebagai sutradara, penulis, editor, dan juga produser.
Peran yang kita mainkan sudah ia rencanakan dan ketika peran kita sudah habis pasti
akan ada sebuah peran yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebuah masa
dimana kita kembali dikumpulkan pada orang-orang yang kita cintai di kehidupan
berikutnya.
Kututup buku misterius ini dan aku sangat berterima kasih kepada siapapun orang
yang telah membuat cerita ini hingga aku bisa semakin belajar mengenai sebuah
keikhlasan dalam menjalani kehidupan kita hingga nanti aku akan bisa mengerti apa
itu keikhlasan yang sesungguhnya.
Tidak lama kemudian datanglah Reza dengan mobilnya yang sangat mewah masuk ke
halaman rumahku, ia datang bersama dengan Nanda yang pulang lebih awal pada
hari ini entah karena apa. Nanda melambaikan tangannya padaku kemudian masuk ke
Beavermoon
200
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Aku menggelengkan kepalaku dan mungkin ini saatnya aku membuka amplop hitam
ini untuk yang kedua kalinya. Beberapa tebakan sudah ada dalam benakku, namun
aku tidak terlalu berharap dengan apa yang kutebak. Kubuka amplop ini dan lagi-lagi
aku menemukan sebuah surat yang dituliskan menggunakan pulpen bertinta biru
khas Widya. Kubaca kata demi kata dengan seksama agar aku tidak kehilangan
momen yang berharga dari Widya.
“Awalnya aku ragu untuk kembali, dan aku juga takut dengan keadaan yang pasti
akan berbeda ketika dulu aku meninggalkan kamu tanpa adanya sebuah kejelasan.
Hingga akhirnya keraguanku hilang ketika aku kembali melihatmu untuk yang
pertama kalinya setelah aku menghilang.”
“Hai Bram, apa kabar? Kamu lagi baca surat ini sendiri atau sama siapa ? Ngga penting
sih lagi sama siapanya yang jelas kamu udah baca surat dari aku lagi.”
“Kata maaf mungkin bisa menghilangkan suatu permasalahan, tapi kata maaf
mungkin ngga bisa untuk menutupi luka hati yang kembali terbuka.”
“Ternyata aku masih ngga bisa buat jujur ke kamu tentang semuanya. Dari mulai apa
yang aku lakukan selama aku pergi, kenapa tiba-tiba aku kembali, dan bagaimana
perasaan aku yang sebenarnya ke kamu. Aku ngga pernah ragu atas perasaan yang
udah kamu tunjukkan saat itu, dan hingga aku kembali lagi aku percaya bahwa
perasaan itu masih ada.”
“Maafin aku yang harus kembali menghilang dengan tiba-tiba dari kehidupanmu,
maafin aku yang hanya bisa mengungkapkan semuanya lewat surat ini, dan maafin
Beavermoon
201
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
aku yang harus menggantungkan semua perasaan yang udah kami beri padaku.”
“Kalo boleh aku jujur, sebenarnya aku sangat menaruh hati sama kamu. Aku suka
sama kamu, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Tapi aku ngga cukup nyali
buat bilang itu semua ke kamu sebelum aku memutuskan untuk pergi lagi. Rasa sesal
selalu ada, namun aku percaya akan satu hal. Bahwa sebuah perasaan dengan
keikhlasan yang tulus dapat membimbing kita kejalan yang benar hingga waktu
memberikan kita ruang untuk saling bertemu lagi. Dan aku akan membuktikan ini
semua untuk yang kedua kalinya.”
“Aku pergi ke sebuah tempat dimana semua cita-citaku ada di sana, dan aku percaya
bahwa karirku akan meninggi di sana. Lagi-lagi sebuah keegoisan diriku yang belum
bisa tertahankan dan juga obsesiku yang masih melambung dengan tingginya , hingga
aku mengorbankan perasaanku sendiri, aku mengorbankan kamu untuk cita -citaku.”
“Maaf Bram, ini yang udah aku pilih. Sebuah keraguan muncul ketika kamu ngga sama
sekali berubah seperti waktu dulu dan jujur aku hampir aja ngebatalin kepergianku
untuk menetap sama kamu di sini, tapi lagi dan lagi berbicara tentang ego dan
obsesikku yang belum bisa tertahankan. Maaf Bram, sekali lagi maaf.”
“Dan mungkin jika kamu ada waktu, kamu bisa lihat bagaimana aku di tempatku dan
cita-citaku. Ada di dalam amplop semuanya dan aku harap kamu bisa dateng dan lihat
bagaimana aku menari-nari dengan indahnya seperti dulu.”
“Aku harap ini semua ngga merubah perasaanmu. Tapi aku ngga bisa maksain ini
semua, kamu berhak untuk mencintai wanita lain. Satu yang aku percaya, bahwa aku
akan selalu ada di hatimu. Begitu juga kamu yang akan selalu ada di hatiku.
“Je t’aime...”
“Widyanti Pratiwi, Your Ballerina.”
Beavermoon
202
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Kuambil sesuatu yang ada di dalam amplop hitam ini lagi, dan aku menemukan dua
kertas dengan gambarnya yang sangat jelas. Yang pertama terlihat seperti sebuah
tiket pesawat menuju paris dengan namaku disana dan tanggal keberangkatannya,
yang kedua terlihat seperti tiket pagelaran yang diadakan di Pantai Azur, Cannes.
“Dan kayaknya gue bakalan berhenti ngejar Milka lagi...” Kata Reza
“Belajar dari apa yang udah lu alamin dan itu semua menjadi pelajaran buat gue. Gue
yakin kalo emang kita dikasih waktu buat ketemu lagi, maka di saat itulah gue akan
menyatakan semuanya.” Reza menjelaskan
Aku hanya bisa tersenyum mendengar apa perkataan dari Reza dan aku akan
mendukung apa yang telah ia pilih. Kupandangi langit yang sudah menjelang siang ini
dan dengan cepat aku mendorong Reza masuk ke dalam kolam, aku ikut
menyusulnya untuk masuk ke dalam kolam berenang.
Nanda yang melihat itu ikut masuk ke dalam kolam berenang dan membuat kami
Beavermoon
203
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
bertiga tertawa dengan lepasnya. Sesuatu yang baru dapat menjadi pembuka pada
kehidupan yang baru pula. Kebahagiaan dapat muncul dari mana saja dan kapan saja,
setidaknya masih ada orang yang setia di samping kita untuk mendukung apa yang
kita kerjakan baik itu keluarga, sahabat atau siapapun.
Dan sore yang sudah bersiap menuju malam ini aku dan Reza sudah bersiap-siap
untuk pergi ke sebuah tempat yang tidak asing lagi bagi kita. Kulajukan mobil tuaku
menuju kafe langganan kami. Suasana yang masih sepi membuat Barista kafe ini
cukup dikejutkan dengan kedatanganku bersama dengan Reza yang lebih awal.
Setelah memesan minuman dan beberapa cemilan, kami berbincang bersama di meja
yang menghadap langsung menuju Barista tersebut. Hingga akhirnya pintu kafe ini
terbuka, mataku dan juga Reza tertuju pada sekumpulan wanita yang masuk ke dalam
kafe ini dan duduk tidak jauh dari tempat kami.
“Lu mau yang mana? Gue yang baju pink dikuncir kuda deh...” Kata Reza
Dan inilah akhirnya dimana dua orang sahabat yang saling menghibur satu sama lain
mengakhiri kisah cinta mereka dengan hampir sempurna. Reza mencoba untuk
berkenalan dengan salah satu dari kumpulan wanita-wanita itu dengan caranya yang
tentu saja membuatku tertawa. Entah dia berhasil atau gagal aku tidak perduli,
usahanya patut diacungi jempol.
Kulihat sekeliling kafe ini, dimana aku pernah bersama dengan Widya beberapa tahun
lalu, dimana aku masih sempat bersamanya beberapa hari yang lalu, hingga saat ini ia
sudah tidak bersamaku lagi untuk mengejar cita-citanya. Widya, bawalah pergi cintaku
dan ajaklah cintaku untuk menari-nari bersamamu di sana.
.
Beavermoon
204
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
.
.
Malam ini aku sudah bersiap-siap menuju kafe seperti biasanya, rumah sudah dalam
keadaan sepi. Ayah dan juga Ibu sudah pergi, diikuti pula dengan Nanda yang sudah
pergi dengan pacar barunya. Kunyalakan mobil tuaku dan melaju dengan kecepatan
sedang. Kuparkirkan mobilku dan kemudian masuk ke dalam dengan keadaan yang
sudah cukup ramai seperti malam minggu biasanya. Aku duduk di tempat seperti
biasanyan dan memesan kopi hitam dengan takaran gula yang selalu sama, hanya
seujung sendok saja. Aku mulai berbincang dengan Barista kafe ini dengan santainya,
hingga kedatangan tamu wanita yang membuat Barista kafe ini sedikit sibuk.
Aku cukup terkejut melihat wanita itu, dan aku menyadari bahwa aku pernah bertemu
dengannya di kampus bukan untuk yang pertama kalinya.
“Yang tadi ngelempar kaleng ke tong sampah kan?” Tanyanya balik kepadaku
Sebuah awal yang baru dengan orang-orang yang baru, mungkin ini akan menjadi
sebuah awal dimana kehidupanku akan kembali berlanjut. Indah atau tidaknya
tergantung kita menyikapinya, karena kita hanya pemeran yang sudah diarahkan oleh
penulis, sutradara, editor dan juga produser yang berkualitas yaitu Tuhan.
Beavermoon
205
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Sore ini semuanya sudah berkumpl dan beberapa menit lagi pertunjukkan akan
segera dimulai. Rasa deg-degan tidak pernah lepas dari perasaanku setiap aku mau
tampil meskipun ini bukan penampilan pertamaku. Semuanya sudah berdiri dan
bersiap-siap termasuk juga aku.
Kami berdiri di antara banyak pasang mata yang sudah siap dimanjakan oleh
penampilan kami. Nada demi nada sudah mulai terdengar, aku mulai menggerakkan
tangan dan juga kakiku sehalus mungkin mengikuti ritme.
Nada semakin meninggi dan gerakan semakin menyulitkan, namun semuanya tidak
semenyulitan saat latihan. Hingga akhirnya semuanya yang menatap kami sedari tadi
memberikan tepuk tangannya dengan sangat meriah. Aku bersama dengan rekan-
rekanku sangat senang dengan apresiasi penonton di hari terakhir festival ini.
Aku dan juga rekan-rekanku sudah berganti pakaian menjadi baju biasa dan sedang
berbincang setelah pertunjukkan usai, beberapa dari kami sedang membereskan
perlengkapannya dan ada juga yang sudah pulang.
“Terima kasih pada penampilan terakhir hari ini, aku cukup senang dengan reaksi
penonton yang sangat meriah.” Kata Ketua Tim
“Semua orang lebih fokus ke Widya, kau cukup bisa menarik perhatian orang banyak.”
Kata Felipe sambil menepuk pundakku pelan
Beavermoon
206
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Aku bukan apa-apa tanpa kalian dan semua kru yang telah bekerja keras selama
festival ini berlangsung. Terima kasih semuanya.” KAtaku
“Apa yang akan kau lakukan setelah ini?” tanya Ketua Tim
“Ada seseorang yang masih setia menungguku di sana dan lagipula aku sudah berjanji
padanya untuk pulang.” Kataku
“Siapa orang yang beruntung itu? Apa dia pacarmu?” Tanya Felipe
“Kau tidak pernah cerita kalau kau sudah memiliki tunangan.” Kata Ketua Tim
“Aku memang tidak pernah bercerita pada kalian karena dia tidak pernah mau
mempublikasikan hubungannya ke orang banyak. Dan lagipula dia sosok yang pemalu
sejak aku mengenalnya semasa sekolah dulu.” Jawabku
“Dia lelaki yang sangat beruntung bisa mendapatkan hatimu, kembalilah untuk
menemuinya dan segerakan hubunganmu dengannya. Menikahlah agar kalian berdua
berbahagia memiliki keluarga.” Kata Anna
Aku tersenyum mendengar perkataan itu dan tak lama kemudian kami berpisah untuk
menuju rumah kami masing-masing. Kunaiki mobil kecil merah ini melalui beberapa
persimpangan hingga kuhentikan laju mobil ini di sebuah toko yang menjual kue-kue
dengan motif-motif yang menggemaskan. Aku masuk ke dalam toko itu dan melihat
sekeliling hingga mataku tertuju pada sebuah kue berukuran sekelapan tangan
dengan dekorasi piano hitam lengkap dengan tutsnya.
Beavermoon
207
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Ada yang bisa kubantu Nona Manis?” Tanya seorang Ibu dari balik etalase kue
“Aku akan membeli kue piano itu...” Jawabku sambil menunjuk kue tersebut
“Pilihan yang baik, kau suka rasa dark chocolate dengan potongan wafer?” Kata Ibu
tersebut
“Aku hanya menyukai pianonya saja tidak yang lain...” Jawabku lagi
“Teringat akan seseorang?” Tanya Ibu tersebut lalu memberikan kuenya padaku
“Tunanganku sedang menunggu di Benua jauh sana dan aku akan segera
menemuinya...”
Aku tersenyum untuk yang kesekian kalinya ketika seseorang menyuruhku untuk
segera menikah. Setelah kubayar kue tersebut aku kembali melanjutkan perjalananku
menuju apartemen dimana selama beberapa tahun belakangan aku tinggal seorang
diri. Setibanya di apartemen langsung kubuka bungkusan kue tersebut, lalu aku
mencoba untuk mengambil foto dari kue itu.
Sore ini langit cukup cerah dan dapat kulihat dengan jelas dari balik jendela kamarku,
sebuah kue dekorasi piano ditemani secangkir coklat hangat sudah cukup untuk hari
ini. Kulihat sebuah foto yang menempel di pintu kulkas dengan seksama, sebuah foto
beberapa tahun lalu dimana aku merasa bahwa aku mencintainya.
Kuambil foto tersebut untuk kulihat lebih jelas, ada aku dan ada seseorang yang
sudah berhasil membuatku percaya bahwa cinta itu bukan hanya sekedar obsesi
melainkan ada cinta yang benar-benar tulus datang dari hati. Kuambil selembar kertas
dari dalam tasku dan kusejajarkan dengan foto yang sudah kupegang.
Beavermoon
208
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Setelah melewati bagian imigrasi dan pengambilan koper, aku menunggu seseorang
yang udah berjanji akan menjemputku. Tak membutuhkan waktu lama hingga ia
datang menghampiriku. Sebuah pelukan hangat sebagai pembuka pertemuan kami
kembali setelah beberapa tahun berpisah.
“Gimana pantai di sana? Apa lebih baik dari pantai sini?” Tanya Ajeng
“Ngga selalu lebih baik sih, kadang ombaknya ngga kalah sama pantai sini...” Jawabku
Beberapa jam melewati kemacetan pada siang menjelang sore ini hingga kami masuk
ke dalam sebuah perumahan yang tidak asing bagiku. Beberapa rumah sudah kami
lewati menuju sebuah pertigaan dan tepat diujung sana aku mengenal rumah besar
Beavermoon
209
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
itu. Ajeng menghentikan mobilnya di pinggir jalan tepat di depan rumah itu.
Aku pun ikut tersenyum mendengarnya. Setelah berpamitan dengan Ajeng, aku turun
membawa koper milikku dan masuk ke dalam rumah tersebut. Tidak ada yang
berbeda sejauh mataku memandang, kemudian aku mengentuk pintu yang ada di
depanku beberapa kali. Pintu itu terbuka dan aku melihat seseorang yang cukup
terkejut melihatku ada di sana.
Ia memelukku dengan erat untuk waktu yang cukup lama, kemudian ia melepaskan
pelukannya dan kembali melihat ke arahku untuk yang kesekian kalinya.
“Ka Wid kemana aja? Udah berapa lama ngga ke sini?” Tanya Nanda
“Beberapa tahun aku ngejar impian aku Nda, dan sekarang aku kembali buat Abang
kamu lagi. Mungkin Ka Wid minta dia buat ngelamar secepetnya.” Kataku
“Ka Wid serius? Mungkin Ka Wid ngobrol aja langsung sama Abang di atas...”
Aku menyetujui perkataan Nanda. Kami masuk ke dalam rumah dan menaiki anak
tangga menuju sebuah kamar yang tidak akan pernah asing bagiku. Nanda membuka
pintu tersebut dan aku mengikutinya dari belakang. Suasana yang tidak sedikitpun
berubah, semuanya masih tertata rapih dengan tempat yang masih sama pula.
Miniatur-miniatur mobil tua masih lengkap, sebuah plester yang masih menempel di
dinding, dan di sampingnya terletak sebuah gitar akustik yang masih kukenal.
Beavermoon
210
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Di balkon itu aku kembali melihat sesosok lelaki yang sedang memandangi indahnya
langit sore ini, kepulan asap tidak akan pernah hilang darinya. Aku percaya bahwa ia
masih menungguku hingga saat ini. Aku melangkah dengan sangat pasti menuju ke
arahnya, jantungku berdegup lebih cepat dibandingkan saat aku harus tampil di
hadapan banyak orang.
“Kamu ngga pernah berubah ya, masih suka di balkon ini sambil minum kopi yang
ngga pernah manis dan rokok yang ngga ada habisnya.” Kataku
Ia tidak menjawab pertanyaanku, ia masih terdiam begitu saja. Aku berpikiran bahwa
ia marah keapdaku karena ini bukan kali pertama aku meninggalkannya lalu aku
kembali begitu saja ke dalam kehidupannya yang sebenarnya aku tidak tau apa yang
terjadi.
“Maafin aku Bram, waktu itu aku harus kembali menghilang demi cita-citaku. Aku tau
itu egois dan ngga mikirin perasaan kamu, dan aku masih sadar akan satu hal. Kamu
ngga pernah tau perasaan aku yang sebenarnya. Kalo aku boleh jujur, dari dulu aku...”
Aku melihat ke arah Nanda, ia memberi isyarat kepadaku untuk langsung berbicara di
hadapan Bram. Aku mengangguk menyetujuinya lalu aku melangkah ke hadapannya.
“Bram...”
Ia melihat ke arahku dan seketika aku lemah tak berdaya, semua tulang yang ada di
dalam tubuhku serasa mencair dna tak kuat lagi menahan badanku. Aku terduduk
lemas melihatnya hari ini, bukan rasa senang yang aku dapatkan melainkan rasa tak
percata ketika aku melihatnya.
Beavermoon
211
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Ia melihat ke arahku seraya tersenyum. Mataku sudah tak sanggup lagi menahan air
mata, semuanya menetes dengan sangat cepat dan mengalir melewati pipiku.
Semuanya berubah dalam sekejap dan semuanya terasa sangat berbeda sekarang.
Nanda menghampiriku dan membawaku untuk duduk di hadapan Bram. Beberapa
kali Nanda mencoba untuk menenangkanku dan aku berusaha sekuat mungkin untuk
menghentikan air mata ini.
Dengan cepat aku menghampirinya lalu memeluknya, air mata ini masih tidak bisa
dihentikan. Semuanya terurai begitu saja setelah menahan sejak lama, ia me nyentuh
pundakku dan mengusapnya secara perlahan.
“Kamu mau tau jawaban atas perasaan waktu itu?” Tanyaku lirih
“Aku suka sama kamu Bram, dan aku akan selalu cinta sama kamu...”
Denganmu, aku merasa nyaman hingga aku melupakan perasaanmu demi egoku.
Darimu, aku merasa sebuah ketulusan cinta yang datang dari lubuk hati yang paling
dalam. Bersamamu, aku akan terus berjuang demi cinta yang telah engkau berikan
tanpa mengharapkan sebuah balasan.
Beavermoon
212
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
.
.
.
.
.
.
Sebuah pesan singkat dari Widyanti Pratiwi atau yang lebih kita kenal dengan Widya
TAMAT
©BeaverMoon Land, 2016
Beavermoon
213
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
18 Juni 2016
“Iya nih, padahal episodenya cuma dikit tapi updatenya lama banget.” Jawab gue
“Kenapa deh lo updatenya lama banget? Padahal kan lima belas episode itu bisa lo
abisin dalam waktu ya lima belas hari kalo misalkan sehari sekali update.”
“Bukan maksud apa-apa sih, soalnya episodenya udah dikit masa iya cepet banget
buat beralih ke sekuel terakhir.” Jelas gue menatap layar laptop yang masih menyala
.
Pertanyaan yang bakalan selalu gue liat ketika gue buka thread ini, mulai dari orang -
orang yang gue kenal sampe orang yang selalu setia komen di thread ini. Kalo boleh
bicara jujur, sebenernya sekuel terakhir dari Aku, Kamu dan Lemon sudah bisa dibaca
mulai dari awal bulan September.
“Ini udah masuk akhir September loh, lo udah ngaret lama banget. Kasian dong
orang yang udah nungguin sekuel terakhir dari cerita ini...”
Nah, di sini gue mencoba buat ngejelasin kenapa gue bisa ngaret selama ini. Bukan
untuk nyari alesan dan lain-lain tapi emang begini kenyataannya. Pertama, gue
sebagai penulis cerita merasa ada kewajiban yang harus gue penuhi duluan. Kedua,
ada sebuah perintah yang dateng langsung dari salah satu narasumber di dalam cerita
Beavermoon
214
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Oke gue bisa nerima alesan itu, tapi ada beberapa pertanyaan yang langsung
muncul di benak gue sekarang. Pertama, jadi ini sebenernya cerita asli apa
bukan kok sampe ada narasumbernya? Dan kedua, siapa narasumber yang
berhentiin cerita ini?”
Bicara mengenai cerita ini, sebenernya ini adalah kisah nyata yang gue c oba
representasiin ke kalian seperti yang gue bilang di seri pertama cerita ini. Gue sengaja
nulis bahwa cerita ini adalah gabungan dari kisah nyata dan beberapa unsur fiksi
supaya kalian ngga terlalu menerka-nerka siapa orang-orang yang sudah terlibat
dalam cerita ini. Buat pertanyaan kedua, awalnya hanya satu orang yang bilang seperti
itu namun semakin ke sini malah ada beberapa orang yang menyarankan sebaiknya
cerita ini dihentikan buat sementara. Jadi ya gue cuma bisa nurut aja sama mereka.
“Ada berita apa sih sampe cerita ini harus dihentiin dulu?”
Kalo ditanya soal itu sebenernya agak berat buat gue nyeritain apa yang sebenernya
terjadi. Cuma kalo kalian mau tau apa yang terjadi ya gue bakalan ceritain semampu
gue. Gue masih ngga mau ngebongkar sekuel terakhir dari Aku, Kamu, dan Lemon.
Oke, jadi gini ceritanya...
.
.
BAD NEWS LEMON
Pagi ini semuanya terasa seperti biasa aja. Ngga ada yang berubah dari hidup gue
karena sekuel kedua dari cerita ini udah selesai gue post di Kaskus. Tapi gue masih
punya satu sekuel yang bakalan menutup trilogi ini dan rencananya siang ini gue mau
ketemu sama salah satu narasumber buat ngelanjutin ceritanya.
Beavermoon
215
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Belom sempet gue sarapan untuk memulai hari ini gue udah denger dering dari
ponsel yang sengaja gue tinggal di kamar karena lagi gue cas.
“Biarin aja Ma, palingan itu temen minta ditemenin ke warkop buat ngopi.” Kata gue
“Tapi kok itu sampe berkali-kali? Coba diangkat kali aja emang penting.” Suruh
nyokap gue
Dengan berat hati gue kembali ke dalam kamar dan mengambil ponsel yang lagi
dicas.
“Loh Mba Nisa yang nelpon? Ada apaan nih sampe berkali-kali...” Tanya gue seorang
diri
Seketika ponsel gue kembali berdering untuk yang ke sekian kalinya dan kali ini gue
jawab dengan cepat.
“Halo Mba Nisa, ada apaan? Aku mau sarapan dulu, lagipula kan janji ketemuannya
nanti jam 9.”
“...”
“...”
Jujur aja gue cukup kebingungan dengan apa yang terjadi sama Mba Nisa, yang bikin
gue kaget itu sesekali gue denger ada suara isakan tangis seorang perempuan. Dan
jujur aja semuanya bikin gue tambah bingung.
Beavermoon
216
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Bisa kok Mba, emang ada apaan ya?” Tanya gue lagi
.
.
“Bentar deh, Mba Nisa itu siapa?”
.
Dengan terburu-buru gue menuju garasi dan mengeluarkan motor yang biasa gue
pake sehari-hari tanpa sarapan, dan tentu saja Nyokap gue bingung dengan tingkah
laku gue.
“Ada urusan mendadak Ma sama Mba Nisa. Yaudah aku pamit ya...” Kata gue sambil
mengenakan helm
Gue meninggalkan rumah gue pagi hari ini dengan melajukan motor lebih cepat dari
biasanya. Sekitar tiga puluh menit berlalu akhirnya gue tiba di tempat yang
sebelumnya udah dikasih tau sama Mba Nisa. Cukup banyak orang-orang yang
Beavermoon
217
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Mba Nisa cuma senyum ngeliat ke arah gue dan di sampingnya udah ada wanita yang
lagi bersandar di pundaknya sambil menangis. Gue coba buat mendekat ke arah
kerumunan orang-orang hingga akhirnya gue bisa ngeliat apa yang sebenernya
terjadi. Dari belakang ada tangan yang menepuk pundak gue secara perlahan dan
tentu saja membuat gue menoleh dengan sangat cepat.
“Ngga ada yang nyangka kalo semuanya bakalan terjadi secepet ini, aku pun ngga
percaya sampe detik ini. Semuanya kayak mimpi...” Katanya
Gue hanya bisa menghela nafas panjang dan kembali melihat timbunan tanah yang
muncul ke permukaan dan semakin meninggi. Setelah itu taburan bunga-bunga mulai
menghiasi timbunan tanah itu. Setelah itu gue dan Mba Ajeng kembali ke tempat
Mba Nisa berada, di sana gue masih melihat seorang wanita yang masih menangis.
Gue masih belum mengetahui siapa wanita itu karena wajahnya tertutup oleh kain
dan juga kacamata, hingga Mba Ajeng menghampiri wanita itu dan membuka kain
dan kacamatanya.
“Aku boleh minta tolong sama kamu ngga?” Tanya Mba Ajeng
“Buat sementara cerita yang udah kamu bikin dihentiin dulu aja, keadaannya ngga
Beavermoon
218
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Gue cuma bisa ngangguk dan mencoba untuk menghargai keadaan yang baru aja
terjadi.
.
.
“Jadi, kapan ceritanya bakalan lanjut lagi?”
Kalo ditanya soal itu ya gue ngga tau bisa kapan buat lanjut lagi. Alternatif yang bisa
gue kasih sih bakalan ada cerita lain yang gantiin sekuel Aku, Kamu dan Lemon. Kalo
waktunya udah tepat bakalan rilis sekuel terakhirnya. Semoga orang-orang yang
nungguin bisa ngertiin sama keadaan ini.
“Pertanyaan terakhir yang bakalan gue tanya... Sebenernya lo ini siapa sih?”
"Gue ini..."
----------------------------
Beavermoon
219
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Halo semuanya, perkenalkan gue adalah orang yang bertanggung jawab atas semua
cerita mengenai Aku, Kamu dan Lemon begitu juga dengan prekuelnya Buku Harian
Airin. Jadi udah jelas kalo gue ini bukan Bramantyo Satya Adjie seperti tokoh utama
yang ada di dalam cerita. Gue juga bukan seorang Abang dari Nanda Satya Adjie,
bukan sahabat setia dari Reza Baskoro dan juga bukan seseorang yang berhasil
memenangkan hati Dinda Rahma dan juga Widyanti Pratiwi. Lantas siapa gue? Gue
hanya seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta yang hingga saat ini belum
bisa mengenakan toga alias yang ngga kunjung lulus juga.
Gimana caranya gue bisa sangat mengetahui keluarga dari Satya Adjie? Apakah gue
adalah seseorang yang sangat dekat dengan keluarga tersebut? Tentu saja tida k, gue
sama sekali tidak mengenal keluarga Satya Adjie pada awalnya hingga akhirnya gue
sangat mengenal sekali bagaimana keadaan keluarga Satya Adjie. Jika boleh bertele -
tele gue akan menceritakan awal mula gue membuat cerita ini dengan embel-embel
kisah nyata.
Sekitar bulan Juli 2015 gue kembali menyelesaikan sebuah cerita legendaris yang ada
di Kaskus yaitu Sepasang Kaos Kaki Hitam atau yang lebih dikenal dengan SK2H.
Cerita yang bisa membuat gue secara tidak langsung ngelindur ketika tidur dimana
saat itu gue menyebut nama Meva berkali-kali hingga membuat keluarga gue
kebingungan dengan nama itu.
Awal mengetahui SK2H ya tidak lain tidak bukan dari teman gue yang sudah mulai
bermain di Kaskus dari tahun 2009. Ketika itu ia datang menuju tempat biasa kami
berkumpul.
Katanya sambil menunjukan cerita SK2H pada gue. First impression gue sudah pasti,
tidak tertarik! Kenapa? Sudah cukup lama gue tidak membaca sebuah cerita baik dari
Beavermoon
220
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
buku maupun secara elektronik. Namun ia tetap memaksa gue untuk membaca cerita
tersebut.
“Udah mending lu baca aja dulu, kalo seru langsung bikin ID kaskus.” Jawabnya
Beberapa kali gue geser layar hpnya kebawah dan gue cukup terkejut dengan bagian
awal dari cerita SK2H karena ada pertemuan dengan sesosok wanita misterius yang
membuat gue cukup parno.
“Ini mah cerita horor anjir, ngga deh. Gue males bacanya.” Kata gue sambil
menyerahkan kembali hpnya
“Jangan suka underestimate dulu jadi orang, baru baca bagian awalnya aja udah bisa
narik kesimpulan. Baca dulu sampe abis.” Katanya sambil menyerahkan kembali
hpnya
Mau tidak mau gue kembali menerima hpnya dan kembali membaca cerita tersebut.
Dan memang benar, gue terlalu underestimate hingga tak sadar sudah beberapa jam
gue membaca cerita itu. Hingga gue memutuskan untuk membuat ID Kaskus bernama
beavermoon.
Hari terus berganti hingga tak terasa gue sudah menyelesaikan membaca cerita SK2H.
Perasaan campur aduk sudah terasa ketika mengetahui bagaimana akhirnya Bang Ari
dan Mba Meva harus terpisah begitu saja dan kembali dipertemukan dengan keluarga
mereka masing-masing. Semenjak hari itu gue memutuskan untuk membuat cerita di
Kaskus.
“Gue kayaknya mau bikin cerita juga nih...” Kata gue kepada salah satu temen gue
“Lu mau ngikutin kayak SK2H? Ya ngga bakalan bisa lah, kisah itu udah melegenda
Beavermoon
221
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
banget.” Jawabnya
“Kan gue ngga ada niatan buat ngalahin pamornya SK2H. Gue cuma mau cari
pengalaman aja, mumpung ada kaskus yang jadi wadahnya jadi kenapa ngga.” Jelas
gue
Gue mencoba membuka laptop yang umurnya udah ngga muda lagi dan masuk ke
dalam microsoft word untuk bersiap-siap menuliskan cerita yang akan gue buat. Lima
menit kemudian menjadi sepuluh menit hingga lima belas menit.
“Lu belom nulis apa-apaan juga daritadi?” Tanya temen gue sambil melihat ke layar
laptop
“Gini aja, kita bikin cerita yang udah pernah kita alamin aja. Semisal lu yang pernah
suka sama cewe tapi cewe itu udah punya cowo dan lu tetep ngejar cewe itu. Hingga
akhirnya mereka putus tapi lu ngga dapetin cewe itu juga.” Jelasnya
“Kalo gue ngetik itu jadinya ngga bakalan panjang, cuma jadi beberapa halaman aja.”
Kata gue
“Ya kan lu bisa kembangin lagi gimana awalnya lu kenal sama cewe itu, gimana
rasanya ngedeketin cewe itu, dan gimana rasanya lu bikin hubungan orang ancur gitu
aja dan lu ngga dapet apa-apa. Itu semua kan bisa dikembangin, tinggal imajinasi lu
aja yang perlu di asah terus.” Katanya lagi
Dan mulai saat itu, gue dan juga temen gue saling beradu imajinasi dari mulai alur
cerita, nama tokoh-tokoh yang akan tampil dan juga setting tempat yang sekiranya
cocok untuk ada di dalam sebuah cerita. Rasanya semakin lama semuanya jadi
semakin mudah karena imajinasi yang sudah semakin terasah dan dengan mudah
untuk menentukan kemanakah cerita ini akan berjalan.
Beavermoon
222
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Beberapa minggu udah gue lewatin sambil terus mengetik kata demi kata, hingga
akhirnya tiba di suatu hari dimana gue mendapatkan sebuah panggilan dari saudara
gue.
“Iya Mba jadi, ini lagi siap-siap abis itu jalan ke sana.” Jawab gue
“Tapi nanti temenin Mba ya mau ketemu sama temen Mba.” Katanya
“Iya atur aja asal ada uang bensin sama uang makan mah.” Kata gue
Lanjut ke rumah saudara gue yang bisa dibilang cukup jauh tapi ngga terlalu jauh.
Setibanya di sana gue langsung masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Orang
Tua dari Mba Nisa dan juga adiknya. Cukup lama kami berbincang-bincang hingga
akhirnya Mba Nisa ngajak gue untuk pergi.
Setelah berpamitan dengan Orang Tuanya Mba Nisa, gue dan Mba Nisa pergi.
Beavermoon
223
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Ada satu tempat yang pengen Mba datengin, soalnya di sana ada temen Mba.”
Jawabnya
Gue cuma ngangguk karena menurut gue Mba Nisa akan reuni dengan temen -temen
lamanya. Hampir satu jam berlalu dari mulai jalan raya besar hingga masuk ke dalam
sebuah kawasan yang baru pertama kalinya gue ke sana.
“Ini kita mau kemana sih Mba? Kok rumah temennya Mba Nisa susah banget?” Tanya
gue penasaran
Tanpa ada sebuah kata yang keluar dari mulutnya, ia menun juk sebuah rumah yang
berada di tikungan. Cukup lama gue melihat rumah yang ditunjuk oleh Mba Nisa
karena rumahnya yang sangat luas, ada beberapa mobil yang sudah terparkir dengan
rapih.
“Kamu tunggu di sini aja ya Dek, Mba mau masuk dulu nyapa temen Mba.” Kata Mba
Nisa
Gue hanya mengangguk karena ada sebatang rokok yang sudah menyala di mulut
gue. Ada sebuah bangku putih di halaman depan mengitari sebuah pohon besar dan
gue memutuskan untuk duduk di sana sambil melihat ke arah sekitaran rumah ini.
“Rumahnya gede, banyak mobil mewah tapi kok kayak ngga keurus gini ya.” Kata gue
seorang diri
Sebatang rokok udah gue abisin dan gue matiin pake sol sepatu, sedangkan
puntungannya gue lempar ke arah tempat sampah dan berhasil masuk. Mungkin
sekitar sepuluh menit gue nunggu hingga akhirnya gue merasa bosan, gue berniat
untuk berjalan-jalan mengitari rumah besar ini. Baru saja beberapa langkah terdengar
suara dari hp gue, ada sebuah chat masuk. Belum sempat gue membaca seluruh isi
chat tersebut hingga akhirnya
Beavermoon
224
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
*Dug*
Gue melihat seorang wanita dengan matanya yang cukup basah, begitu pula dengan
pipinya. Ia mencoba tersenyum kepada gue. Gue melihat sebuah buku yang terjatuh
kemudian gue ambil buku tersebut lalu memberikannya kepada wanita yang ada di
hadapan gue.
“Menurut kamu gimana kalo ada seorang cewe yang matanya sembab abis nangis?”
Tanyanya
Jujur aja gue mati kutu karena mungkin ngga seharusnya gue na nya kayak gini ke dia,
beberapa saat gue diam hingga gue memberanikan diri untuk kembali berkata.
Ia bertanya seraya berjalan menuju bangku yang semula gue duduki. Mau ngga m au
gue ngikutin kemana dia jalan dan ikut duduk di sampingnya. Ia diam beberapa saat,
gue kembali melihat buku yang seharusnya sudah wanita ini ambil.
“Kamu belum jawab pertanyaan saya...” Kata wanita itu mengagetkan gue
Kali ini gue cuma bisa diam karena gue ngga ngerti sama arah pertanyaan dari wanita
Beavermoon
225
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
ini.
“Ketika kamu jatuh cinta sama seseorang namun egomu terlalu tinggi hingga kamu
meninggalkan cintamu gitu aja tanpa ada sebuah kepastian. Kamu terlalu percaya
bahwa cinta kamu terlalu kuat untuk dikalahkan. Tapi ketika kamu kembali, semuanya
hanya angan-angan belaka...” Katanya kemudian terhenti
Ia kembali meneteskan air mata dan gue cuma bisa diam. Beberapa saat hingga
akhirnya ia mengambil buku yang ada di genggaman gue sebelumnya.
“Buku ini jadi saksi bahwa pernah ada seseorang yang pernah berjuang untuk cintanya
yang pergi meninggalkannya demi cita-cita egoisnya semata.” Katanya pelan
“Penari...”
Gue mengangguk pelan, lalu kami berdua diam untuk beberapa saat. Angin
berhembus cukup kencang hingga menggugurkan beberapa daun dari pohon yang
ada di belakang kami.
“Semuanya akan gugur jika sudah mencapai waktunya...” Katanya sambil melihat daun
yang perlahan jatuh
“Kalo boleh saya minta izin untuk ceritain pengalaman Mba...” Kata gue
memberanikan diri
Beavermoon
226
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Saya Widya...”
Beavermoon
227
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dan semenjak saat itu semuanya berubah. Yang awalnya gue males-malesan untuk
ngetik jadi berbanding terbalik menjadi gue yang cukup rajin buat ngetik cerita yang
menurut gue cukup layak untuk dibagikan ke hal layak banyak. Dan tentu saja semua
cerita yang udah gue buat dari awal harus dirombak ulang.
Beberapa kali gue menemui Mba Widya untuk bertanya mengenai bagaimana
kelanjutan cerita yang ia alami, namun hingga beberapa kali kami bertemu gue ngga
tau sama sekali isi dari buku itu dan bagaimana keadaan lelaki yang sempat berjuang
untuknya. Hingga untuk pertemuan yang ke sekian kalinya gue mencoba untuk
memberanikan diri untuk bertanya mengenai isi buku itu dan juga sang lelaki
tersebut.
Ia melihat ke arah gue, bukan cuma dia tapi Mba Nisa juga ikut melihat ke arah gue
“Isi dari buku itu sebenernya apa sih? Kenapa bisa sampe usang begitu
penampilannya?” Tanya gue memberanikan diri
Mba Nisa dan Mba Widya saling tatap untuk beberapa saat, hingga akhirnya Mba
Widya mengeluarkan buku itu dari dalam tasnya. Ia memberikan buku itu kepada gue,
sebenernya dengan ragu gue menerima buku itu.
“Kamu bisa baca buku itu, tapi pasti semuanya bakalan berubah. Pandangan kamu
terhadap Mas Bram pasti berubah total.” Kata Mba Widya
“Mending kamu baca buku itu menjelang cerita ini selesai.” Kata Mba Nisa
Gue pun menyetujui untuk membaca isi buku itu belakangan dan kembali
melanjutkan sesi tanya jawab dengan Mba Widya.
Beavermoon
228
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
.
.
.
Sudah beberapa bulan berlalu dan tak terasa cerita Aku, Kamu dan Lemon akan
segera berakhir. Entah sudah beberapa kali gue bertemu dengan Mba Widya hingga
bertambah satu lagi kenalan yang ikut andil dalam cerita ini, yaitu Mba Ajeng. Mba
Ajeng adalah sahabat semasa SMA Mba Widya dan dia bisa dibilang sebagai saksi
bagaimana kedekatan antara Mba Widya dan juga Mas Bram.
“Oh iya cerita ini udah mau selesai kan?” Tanya Mba Widya
Gue cuma mengangguk karena mulut gue sedang terisi sebatang rokok yang sedang
menyala
“Kamu boleh baca isi buku itu...” Kata Mba Widya lagi
Gue terdiam untuk beberapa saat sambil melihat kearah Mba Widya, Mba Ajeng dan
juga Mba Nisa. Sesuatu yang semula udah gue lupain gitu aja kembali ke permukaan
dan membuat gue kembali penasaran dengan apa isi dari buku itu
“Ngga juga sih, kamu juga bisa baca itu di rumah.” Kata Mba Widya
Gue mengangguk berulang kali dan melihat sampul buku itu untuk ke sekian kalinya.
Apa yang ada di benak kalian jika kalian melihat sebuah benda yang ada di
genggaman kalian? Apa yang akan kalian lakukan? Langsung membukanya dan
membaca keseluruhan isi dari buku itu? Awalnya gue berpikiran demikian, tapi
semuanya gue tahan. Kenapa? Gue ngga mau bayangan gue tentang Bram dan juga
keluarganya berubah setelah gue membaca isi buku itu, terlebih lagi cerita yang gue
buat belum selesai.
Beavermoon
229
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Beberapa bulan udah berlalu, gue berinisiatif untuk menghubungi Mba Widya lewat
hp gue. Dia ngajak gue dan juga Mba Nisa untuk kembali bertemu di sebuah rumah
tempat gue dan juga Mba Widya pertama bertemu.
Setelah gue jemput Mba Nisa, kita langsung berangkat ke tempat waktu itu. Dari
kejauhan gue udah liat mobil sedan warna silver punya Mba Widya dan juga gue liat
dia lagi duduk di bangku taman waktu itu.
“Hai Nis, hai juga kamu si penulis...”Katanya sambil melihat ke arah kita
“Iya, ini buat dia. Oh ya kamu udah baca isi buku itu?”
Gue cuma bisa menggelengkan kepala karena emang sampe saat ini gue belum baca
isi buku itu.
“Kamu baca buku itu aja dulu sambil nunggu temen Mba...” Kata Mba Widya
Gue ambil buku dari dalem tas yang gue bawa. Beberapa saat gue menatap Mba
Widya dan juga Mba Nisa, dalam hati gue semakin ragu untuk mengetahui apa yang
sebenernya terjadi tentang Mas Bram dan masa lalunya. Semuanya udah kejadian, gue
udah nulis cerita tentang kehidupan Mas Bram, mau ngga mau gue juga harus tau
latar belakang yang buat Mas Bram berada di titik ini. Titik yang bukan lagi terberat
dalam hidup seseorang melainkan melibatkan beberapa orang yang juga ikut masuk
ke dalam fase ini.
Beavermoon
230
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Dan di sinilah gue, bersama dengan salah satu orang yang juga masuk ke dalam titik
terberat seseorang. Gue mulai buka buku usang ini secara perlahan dan melihat
halaman pertama dari buku ini. Ada beberapa tulisan yang sudah tertumpuk dengan
tulisan lain mengenakan warna tinta yang berbeda-beda. Ada pula beberapa gambar
yang menurut gue udah samar, kalo bisa ditebak ada gambar pinggiran pantai
dengan tinta biru lalu ada orang yang sedang berdiri di pinggiran pantai itu dengan
tinta hitam. Ada pula goresan-goresan kuat yang entah mengarah kemana, bukan
hanya satu melainkan cukup banyak.
Berlanjut ke halaman berikutnya, ada sebuah tulisan tangan yang berupa penggalan
kalimat. Halaman ini jauh lebih bersih dibandingkan dengan halaman pertama yang
gue liat karena cuma ada kalimat-kalimat ini aja.
“Apa yang lebih buruk dari patah hati?” Tanya gue kemudian melihat ke arah Mba
Widya
Mba Widya hanya membalas dengan senyuman, lalu gue terusin baca halaman ini
“Apa yang lebih buruk dari patah hati? Yaitu ketika dua orang yang sama -sama
mencintai tidak saling tau jika mereka saling mencintai. Namun apakah ada yang lebih
buruk dari itu? Ketika dua orang yang saling mencintai tau bahwa mereka saling
mencintai, namun tidak ada satupun dari mereka yang berani menunjukkan cintanya.”
Tertulis sebuah nama yang tidak lain adalah tulisan tangan dari Mas Bram. Di
bawahnya ada sebuah tulisan lagi.
“Anyer jadi salah satu tempat cukup bersejarah buat aku sama Bram...”
Beavermoon
231
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“... waktu itu masih SMA. Ngga nyangka aja dia bakalan nulis kata-kata itu lagi di
buku. Ingatannya dia masih bagus juga.” Kata Mba Widya
Gue mengangguk pelan setelah mendengar penjelasan dari Mba Widya lalu gue mulai
buka halaman berikutnya. Bukan tulisan tangan dan juga bukan gambar-gambar yang
tidak jelas seperti halaman pertama, melainkan ada sebuah tiket yang sudah dijepit
dengan penjepit kertas.
Mba Widya lagi-lagi cuma senyum, dan kalo gue boleh jujur senyumannya bisa bikin
siapapun jadi ge-er termasuk gue...
“Tiket itu aku kasih ke Bram kalo dia mau nyusul dan liat pertunjukan aku di sana.
Pasti bakalan seneng banget kalo liat orang yang kamu sayang dateng ngeliat
pertunjukan kamu dan kalo bisa kalian saling tatap-tatapan secara ngga sengaja.
Setelah pertunjukan selesai kalian ketemu di belakang panggung dan cerita banyak
hal karena udah lama ngga ketemu...”
Gue liatin Mba Widya sesekali ngisep rokok yang udah nyala
“Tapi sayang... dia lebih milih ngga nyusul aku ke sana. Semuanya cuma jadi angan-
angan aja.” Kata Mba Widya
Gue kembali liat tiket itu. Entah siapa yang bisa dibilang melakukan pengorbanan
lebih besar namun menurut gue mereka berdua sudah cukup mengorbankan
perasaan mereka masing-masing.
Halaman berikutnya gue menemukan selembar kertas, dan disebelahnya ada sebuah
amplop berwarna hitam. Jujur aja baru pertama kali gue ngeliat amplop dengan
warna yang seperti ini.
Beavermoon
232
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Gue menghela nafas untuk beberapa saat lalu gue menuju halaman berikutnya. Dan
lagi-lagi gue nemuin selembar kertas dan juga amplop hitam. Gue cukup heran
dimana Mba Widya bisa nemuin amplop dengan warna hitam pekat kayak gini. Ngga
perlu pikir panjang akhirnya gue kembali baca isi lembar kertas ini.
Beavermoon
233
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Awalnya aku ragu untuk kembali, dan aku juga takut dengan keadaan yang pasti
akan berbeda ketika dulu aku meninggalkan kamu tanpa adanya sebuah kejelasan.
Hingga akhirnya keraguanku hilang ketika aku kembali melihatmu untuk yang
pertama kalinya setelah aku menghilang.”
“Hai Bram, apa kabar? Kamu lagi baca surat ini sendiri atau sama siapa? Ngga penting
sih lagi sama siapanya yang jelas kamu udah baca surat dari aku lagi.”
“Kata maaf mungkin bisa menghilangkan suatu permasalahan, tapi kata maaf
mungkin ngga bisa untuk menutupi luka hati yang kembali terbuka.”
“Ternyata aku masih ngga bisa buat jujur ke kamu tentang semuanya. Dari mulai apa
yang aku lakukan selama aku pergi, kenapa tiba-tiba aku kembali, dan bagaimana
perasaan aku yang sebenarnya ke kamu. Aku ngga pernah ragu atas perasaan yang
udah kamu tunjukkan saat itu, dan hingga aku kembali lagi aku percaya bahwa
perasaan itu masih ada.”
“Maafin aku yang harus kembali menghilang dengan tiba-tiba dari kehidupanmu,
maafin aku yang hanya bisa mengungkapkan semuanya lewat surat ini, dan maafin
aku yang harus menggantungkan semua perasaan yang udah kami beri padaku.”
“Kalo boleh aku jujur, sebenarnya aku sangat menaruh hati sama kamu. Aku suka
sama kamu, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu. Tapi aku ngga cukup nyali
buat bilang itu semua ke kamu sebelum aku memutuskan untuk pergi lagi. Rasa sesal
selalu ada, namun aku percaya akan satu hal. Bahwa sebuah perasaan dengan
keikhlasan yang tulus dapat membimbing kita kejalan yang benar hingga waktu
memberikan kita ruang untuk saling bertemu lagi. Dan aku akan membuktikan ini
semua untuk yang kedua kalinya.”
“Aku pergi ke sebuah tempat dimana semua cita-citaku ada di sana, dan aku percaya
bahwa karirku akan meninggi di sana. Lagi-lagi sebuah keegoisan diriku yang belum
bisa tertahankan dan juga obsesiku yang masih melambung dengan tingginya, hingga
aku mengorbankan perasaanku sendiri, aku mengorbankan kamu untuk cita -citaku.”
“Maaf Bram, ini yang udah aku pilih. Sebuah keraguan muncul ketika kamu ngga sama
sekali berubah seperti waktu dulu dan jujur aku hampir aja ngebatalin kepergianku
untuk menetap sama kamu di sini, tapi lagi dan lagi berbicara tentang ego dan
obsesikku yang belum bisa tertahankan. Maaf Bram, sekali lagi maaf.”
Beavermoon
234
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
“Dan mungkin jika kamu ada waktu, kamu bisa lihat bagaimana aku di tempatku dan
cita-citaku. Ada di dalam amplop semuanya dan aku harap kamu bisa dateng dan lihat
bagaimana aku menari-nari dengan indahnya seperti dulu.”
“Aku harap ini semua ngga merubah perasaanmu. Tapi aku ngga bisa maksain ini
semua, kamu berhak untuk mencintai wanita lain. Satu yang aku percaya, bahwa aku
akan selalu ada di hatimu. Begitu juga kamu yang akan selalu ada di hatiku.
“Tidak akan pernah terganti...”
“Je t’aime...”
“Widyanti Pratiwi, Your Ballerina.”
“Meskipun udah beberapa tahun yang lalu tapi Mba masih inget sama semua isi
surat-surat ini?” Kata gue
Mba Widya kembali tersenyum, tapi kali ini senyumannya bersamaan dengan air mata
yang mengalir melewati pipinya. Mba Nisa yang menyadari akan hal tersebut
langsung menyeka air matanya menggunakan tisu.
“Keegoisan ini harus memakan korban, ngga seharusnya ini terjadi.” Kata Mba Widya
“Bukan seharusnya Mba Widya ngga merasa bersalah karena Mas Bram juga yang
ngga pernah ngutarain isi hatinya?” Tanya gue
“Tapi kita sama-sama tau kalo kita saling suka dari lama, dan inilah yang lebih buruk.
Kata-kata yang masih aku inget banget dari Bram, dia masih ingat persis seperti di
halaman kedua buku itu.” Jelas Mba Widya dengan tenang
Beavermoon
235
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Setelah denger penjelasan dari Mba Widya, akhirnya gue buka halaman berikutnya
dari buku ini. Banyak sekali kata-kata yang sudah terangkai, tidak ketinggalan dengan
beberapa dialog yang ditulis dengan rapih.
Percaya apa ngga tapi emang beneran kalo isi cerita dari Aku, Kamu, dan Lemon
adalah based on true story atau berdasarkan kisah nyata, tapi sayangnya ngga
semuanya itu nyata. Ada beberapa storyline yang emang sengaja gue tambah karena
kalo kalian baca langsung tulisan tangan dari Bram itu semua ngga
berkesinambungan.
Gue cuma bisa ngangguk pelan sambil memberikan buku itu lagi ke Mba Widya. Kita
bangun dari duduk dan berjalan santai ke dalam. Bangunan dengan gaya kolonial ini
seluruh dindingnya berwarna putih, jadi sangat jelas ketika ada yang terkena noda.
Begitu kita masuk ke dalam ada sebuah lapangan yang cukup besar dan cukup
banyak orang yang berada di lapangan itu, ada juga orang-orang yang duduk di
bangku, lesehan di koridor.
“Kita ke ruangan sana ya...” Kata Mba Widya sambil menunjuk ke sebuah sudut
Gue mengangguk sambil tetap berjalan pelan dan melihat ke arah lapangan. Langkah
demi langkah terasa pasti hingga akhirnya kita tiba di sebuah kamar dengan pintu
yang sudah dipenuhi oleh coretan-coretan menggunakan spidol. Tak lama kemudian
Beavermoon
236
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Wanita itu tersenyum kepada kami, ia mengambil sebuah barang dari dalam saku
celananya yang ternyata adalah sebuah kunci untuk membuka pintu ini. Setelah pintu
terbuka gue cukup terkejut dengan keadaan kamar ini. Sangat rapih, ya sangat rapih
dan kalo gue bandingin dengan kamar gue ya jelas kalah jauh rapihnya. Semua tertata
dengan rapih dari mulai buku-buku yang ada di atas meja, beberapa aksesoris yang
menempel di dinding dan sebagainya. Hingga akhirnya gue melihat ada seseorang
yang sedang duduk di atas kasur menghadap ke dinding.
Kedatangan kami seperti dihiraukan, ia terus saja menatap dinding berwarna putih.
Rambutnya yang sudah sangat tidak karuan, panjang dan juga kusut.
Gue cukup kaget, bukan cukup lagi tapi bener-bener kaget. Laki-laki yang udah gue
bilang penampilannya bener-bener berantakan dan sekarang berada di depan gue ini
adalah orang yang udah nulis buku yang disimpen oleh Mba Widya.
Mba Widya melangkahkan kakinya hingga mendekati Mas Bram, seketika Mas Bram
membalikan badannya lalu menghadap ke arah Mba Widya. Mba Widya sama sekali
ngga berhenti dan dia terus melangkah pasti hingga akhirnya ia duduk di samping
Mas Bram.
Mas Bram hanya terdiam memandangi Mba Widya, kemudian tangannya perlahan
naik dan menyentuh wajah Mba Widya secara lembut. Senyum Mba Widya semakin
Beavermoon
237
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
menjadi-jadi, ia juga mengikuti apa yang dilakukan oleh Mas Bram dan tentu saja Mas
Bram juga ikut tersenyum.
Hanya beberapa anggukan kepala yang mewakili jawaban atas pertanyaan tersebut.
Dan kalau boleh jujur, di sini pandangan gue udah mulai blur. Beberapa kali gue
mengatur nafas malah semakin kabur pandangan gue. Akhirnya gue mengalah, gue
usap mata ini beberapa kali hingga pandangan gue kembali namun sedikit basah.
Beberapa percakapan yang mereka lakukan, Mba Widya selalu aktif bertanya
sedangkan Mas Bram hanya mengangguk atau menggelengkan kepalanya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan Mba Widya.
“Mereka udah saling bilang kalo mereka saling suka?” Tanya Mba Nisa kepada gue
Gue kembali melihat ke arah Mba Widya dan juga Mas Bram, otak dan logika gue
dipaksa untuk nyatu dan berspekulasi secara berlebihan untuk jawab pertanyaan Mba
Nisa. Di satu sisi gue percaya kalo mereka udah saling nyatain perasaan mereka
hingga dalam keadaan apapun Mba Widya tetep sabar bersama Mas Bram. Namun
ada satu sisi lain yang bilang kalo sampe detik ini mereka cuma saling tau kalo mereka
saling suka, tapi ngga ada satupun statement yang menguatkan hubungan mereka ke
arah yang lebih serius.
“Yang aku tau, mereka udah punya tempat masing-masing di hati mereka Mba.”
Jawab gue seadanya
.
.
Beavermoon
238
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
.
Itu sekilas gimana akhirnya bisa ada Aku, Kamu dan Lemon dan juga Buku Harian
Airin. Kenapa bisa ada Airin? Itu cuma penguat karakter karena ada sebuah buku yang
biasa dibaca oleh Mas Bram, sayangnya ngga ada yang tau kemana buku itu. Sebagai
klise akhirnya gue bikin sebuah buku misterius bertajuk “Buku Harian Airin”.
Mba Widya memutuskan untuk berangkat ke California karena ada sebuah pagelaran
yang harus ia datangi sedangkan gue terus membuat kelanjutan kisah ini hingga
akhirnya benar-benar selesai.
.
.
18 Juni 2016
Kalian semua sudah tau kalau ada sebuah “bad news” yang udah gue post juga di
Buku Harian Airin. Ya bener kalo Mas Bram meninggal. Gimana bisa meninggal?
Mungkin itu bukan pertanyaan utama yang harus gue jawab melainkan kenapa Mas
Bram bisa masuk ke tempat rehabilitasi.
Kalian tau ending dari Buku Harian Airin yaitu Mas Bram ketemu sama Mba Dinda
yang sebenernya itu adalah bagian dari buku yang ditulis oleh Mas Bram dan diangkat
jadi cerita ini. Setelah Mba Widya pergi untuk mengejar cita-citanya lagi, Mas Bram
hancur. Dia ngga sesemangat di cerita Aku, Kamu dan Lemon tapi dia hancur.
Hidupnya udah ngga karuan, pola makannya udah berantakan, dia jadi lebih sering
untuk minum-minum dan kabar yang pernah gue denger sih kalo dia juga sempet jadi
pemake narkoba. Dia udah semakin akut sama obat-obatan dan akhirnya keluarga
mutusin buat masukin dia ke panti rehabilitasi.
Beberapa bulan pertama menjadi ujian berat buat Mas Bram karena harus lepas dari
pengaruh obat-obatan. Semua isi di kamar yang dia tempatin hancur berantakan,
bahkan sampe beberapa kali dia harus diiket di ranjang terus disuntik obat penenang.
Ini terdengar gombal, tapi sekembalinya Mba Widya ke sini sangat berpengaruh buat
Mas Bram. Mas Bram jadi nampak tenang, ngga kayak dulu yang berantakan.
Beavermoon
239
AKU, KAMU, DAN LEMON : BUKU HARIAN AIRIN
Tapi semua ngga sesuai sama yang diharapkan oleh Mba Widya, ternyata Mas Bram
milih buat bunuh diri dengan cara gantung diri di kamar rehabilitasi. Ngga ada yang
tau darimana dia bisa dapet tali tambang yang cukup kuat.
Di pemakaman, Mba Ajeng bilang ke gue kalo mendingan cerita yang lagi gue buat
diberhentiin dulu buat sementara. Gue cuma bisa menghormati apa yang udah Mba
Ajeng sampaikan dan pada akhirnya gue mutusin cuma buat dua cerita yang awalnya
pengakuan ini mau dibuat jadi cerita ke tiga.
Dan bisa gue bilang ini adalah akhir dari Aku, Kamu, dan Lemon. Ada cerita yang
sebenernya pengen gue masukin ke Aku, Kamu dan Lemon tapi karena udah ngga
ada sangkut pautnya dengan mendiang Mas Bram, Mba Widya dan tokoh -tokoh
lainnya jadi gue memutuskan untuk membuat alur yang baru untuk cerita berikutnya.
Sekedar kabar kalo Mba Widya sekarang masih sibuk dengan dunia baletnya, Nanda
yang sekarang udah mulai masuk kerja dan Zahra yang sudah punya keluarga kecil
dan bahagia.
Terima kasih untuk kalian semua yang udah berpartisipasi untuk keluarga Aku, Kamu
dan Lemon baik yang ngasih kritik dan saran, yang nanya kabar Nanda gima na, atau
yang sekedar jadi silent reader. Gue mewakili keluarga Aku, Kamu dan Lemon sekali
lagi bilang terima kasih dari lubuk hati gue yang paling dalam.
Sampai bertemu di lain cerita yang akan gue buat dalam waktu dekat.
.
.
“When life gives you lemons, make orange juice. Leave the world wondering how you
did it.”
©BeaverMoon Land. Aku, Kamu, dan Lemon : Buku Harian Airin. 2017
Beavermoon
240