Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BAHASA INDONESIA

CERPEN

CINTAKU HILANG
Disusun oleh :
Nama : Rosi Retnowati
Kelas : XI – IA1
Nomor Absen : 33

SMA NEGERI 3 PURWOKERTO


CINTAKU HILANG

“Ardy...tungguin donk!” teriak Citra padaku.


“Cepetan sini, ayo kejar aku!”
“Tapi aku capek Ardy, kita udah lari terlalu jauh.”
“Yah, baru sedikit aja kamu udah kecapean. Kita kan mau ke taman belakang
sekolah, ayo donk semangat. 10 menit lagi nyampe ko!” bujuk aku kepada Citra.
“Aduh Ardy, kamu ini!”
“Aku tinggal ya, satu , dua, tiga.”
“Ardy tunggu!”
Aku dan Citra, kami bersahabat sudah lama, dari kita mulai bisa mengingat. Teman
main, teman sekolah, kami seperti dua anak kembar yang selalu bersama kemanapun
kita pergi. Sekarang kami kelas 3 SMA, dan kami masih akrab karena memang kami
sekolah di tempat yang sama.
Sore itu, kami sengaja pergi ke taman belakang sekolah, sekolah yang mengajarkan
kami kebersamaan, ketulusan dan kasih sayang. Itu tempat dimana kami masih SD.
Berseragam merah putih layaknya bendera kebangsaan kita.
SD kami memang sangat dekat dengan rumah, jadi kami kesana dengan jalam kaki.
“Fiuh, akhirnya nyampe juga.” Kata Citra.
“Kamu kalah Tra sama aku, aku duluan kan yang nyampe tadi.”
“Yah, kamu juga curang. Masa tadi aku di tinggal si, jahat banget!”
“Salah sendiri ga bisa kejar aku.”
“.........” Citra hanya diam.
“Kok diem si kamu? Wah, ngambek ni critanya!” goda aku pada Citra.
“Apalah kamu!” ketus Citra.
“Wah, kayanya ada yang beneran marah nih, kalo orang ngambek itu obatnya apa
ya?”
“Bodo!” kata Citra sambil ngeloyor pergi.
“Eh Citra, tunggu aku donk, kamu mau kemana?”
Suasana taman belakang SD kami saat ini sudah banyak banget perubahan. Sekarang
sudah ada kolam ikan, air mancur, sama ayunan. Suasananya bener-bener nyenengin.
Jadi ke inget waktu SD dulu. Citra duduk di bangku panjang di dekat kolam. Aku
menghampirinya dan berusaha duduk si sebelahnya.
“Citra jangan ngambek napa!” kataku.
“.....” Citra hanya diam.
“Aduh, oke, oke aku salah, aku udah ninggalin kamu pas lari ketaman ini, tapi please
jangan ngambek donk, aku kaya patung ni, jadi ngomong sendirian. Tra, Citra.....”
“Ssst” bisik Citra sambil menempelkan jarinya telunjuknya di bibirku.
“Kamu inget ga, waktu dulu kita main petak umpet? Aku selalu kalah dan kamu
selalu menang.” Kata Citra bercerita.
“Iya, aku inget Tra, kamu selalu mengeluh karena kamu selalu kalah.” Balasku.
“Dan kamu inget ga, waktu dulu kamu ngajarin aku naik sepeda, berulang kali aku
coba dan aku selalu jatuh, dan kamu ga pernah berhenti sampai situ, kamu tetap
mengajariku sampai aku bisa.”
“Dulu kamu sering nangis karena lutut kamu yang sering berdarah waktu naik sepeda
dan selalu jatuh, apa kamu inget itu?” tanyaku.
“Iya Ardy, aku inget semua itu, kenangan masa kecil kita yang masih ku inget
sampai sekarang.” Kata Citra.
“Iya Citra, aku juga masih inget, saat aku gendong kamu pulang kerumah, karena
kamu kesakitan saat kamu jatuh saat mengejariku.”
“Kenangan masa lalu.” Gumam Citra.
“Kenangan waktu kecil, dan kenangan yang membuat kita tetep deket sampai
sekarang. Kamu yang cengeng dan aku yang sok pemberani.”
“Dan kamu sok pahlawan, menolong aku dari temen-temen yang lain yang jail yang
selalu jail kepadaku.” Tambah Citra.

Di belakang sekolah kami dulu itu, kami megingat semua kejadian yang kita alami
bareng-bareng, tawa canda serasa hidup kembali saat mengingat semua kenangan itu.
Kenangan bersama sahabat kecilku tersayang, Citra.
Ya, aku akui dari dulu aku sangat sayang sama Citra, dan aku ga akan rela kalu ada
seseorang, siapapun itu, yang berusaha nyakitin Citra.

“Ga kerasa yah, kita udah lebih dari 11 tahun bersahabat.” Potong Citra tib-tiba.
“Iya Tra, kamu sahabat terbaik buatku, ga ada orang yang bisa ngertiin aku selain
kamu.” Sambungku.
“Ardy, apa seusai kita lulus nanti, kita bakal tetep bersahabat.”tanya Citra padaku.
“Pasti Citra, aku ga bakal mutusin persahabatan kita ini.”
“Kita udah kelas 3 SMA, kalau lulu nanti kamu mau kuliah dimana?”
“Aku masih bingung Tra ayahku menyuruhku kuliah di UI tapi aku penginnya kuliah
di UGM.”
“Kamu sendiri kemana, kuliahnya nanti? Aku mau ke Semarang, tempat mbahku
disana aku akan kuliah disana nanti.” Kata Citra sambil menunuduk.
“Berarti kita ga sama-sama lagi donk?”
“Ga Ardy, kita tetep sahabatan, kamu dan aku.”
“Tapi itu jauh Tra, kita bakal jarang ketemu.”
“Tiap bulan aku usahain akan pulang ke Jogja, biar ketemu sama kamu Ardy.” Kata
Citra menghiburku.
“Pasti aku bakal kangen banget sama kamu.” kataku mengeluh.
“Udahlah Ardy, ga usah mikir kaya gitu. Sekarang aku masih sama kamu kan,
didekat kamu?” kata Citra.
“Tapi besok kamu bakal jauh sama aku.”
“Udah, ga apa-apa, udah jangan sedih lah. Masa kita disini mau sedih-sedihan.”
“Iya-iya, aku ga bakal sedih lagi ko.”
“Ugh, gemes aku.” Kata Citra sambil mencubit pipiku.
“Aduh-aduh, sakit Tra, tar wajahku yang ganteng ini jadi tembem gara-gara di cubit
kamu lagi.”
“Huuu, dasar kepedean kamu.” Kata Citra sambil menjitak kepalaku.
“Aduh, sakit tau!” keluhku.
“Eh Ardy, liat deh ada kupu-kupu di bunga itu.”
“Mana?” Tanyaku.
Saat aku menoleh ke kanan, tiba-tiba “cupp”, Citra mencium pipi kiriku. Citra pun
terus lari dan aku kejar.

Tiga bulan pertama menjadi siswa kelas 3 SMA disekolah. Seperti biasa, banyak
materi dan tugas yang mesti dikerjakan. Udah jadi kebiasaan anak kelas 3 yang mau
Ujian Nasional. Aku pun seperti biasa berangkat sekolah seperti biasa jam 06.45
pagi.

“Ardy!”
Tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakang. Aku tengok kebelakang, ternyata
bidadari cantikku, Citra.
“Eh iya Tra, tumben kamu berangkatnya awal, biasanya bel bunyi kamu baru
berangkat.” Kataku membuka obrolan.
“Yee..sekarang udah ga lah, harus rajin, udah kelas 3 sih.”
“Eh, ntar siang kamu ada acara ga? Aku mau ajak kamu ke suatu tempat.” Kataku.
“Nanti siang? Pulang sekolah? Kayanya ga da lho, mau kemana sih?” tanya Citra
penasaran.
“Ada deh, namanya juga kejutan, masa di kasih tau? Ga asik donk!”
“Ah, pelit lah kamu.”
Kami pun masuk kelas dan memulai pelajaran.

Bel sekolah pun berbunyi, aku mempersiapkan bunga dan sepasang kalung
beretuliskan “Ardy” dan “Citra”. Pulang sekolah ini aku berniat menyatakan
perasaanku yang telah kupendam lama kepada Citra, sahabatku sewaktu kecil. Aku
ingin menyatakan semua ini, sebelum kami benar-benar berpisah. Karena aku ga mau
kehilangan Citra. Citra yang kusayang. Akhirnya aku bergegas ke depan kelas Citra
XII IPA 2.
“Citra.” Sapaku.
“Eh Ardy. Udah siap nih? Kita mau kemana si?” tanya Citra.
“Ga, kita ga kemana-mana ko, yuk kamu ikut aku.” Kataku sambil gandeng tangan
Citra ke taman depan mushola sekolah.
“Ngapain kita kesini Ardy?”
“Aku mau ngomong sesuatu sama kamu.”
“Ngomong apa?”
“Sebelum kita bener-bener berpisah, karena kamu mau ke Semarang, aku mau bilang
kalau aku sayang banget sama kamu Tra.”
“Iya Ardy, aku tau kamu sayang sama aku, aku juga sayang sama kamu.” Kata Citra.
“Tapi ini beda Tra, aku ga mau kehilangan kamu, dan aku sayang sama kamu itu
lebih dari sahabat, aku cinta sama kamu Tra, aku ga mau kehilangan kamu, aku mau
kamu mau jadi pacar aku.” Kataku menjelaskan.
“Iya Ardy, kalo boleh jujur aku juga sayang sama kamu lebih dari sahabat, Tapi...”
“Tapi kenapa Citra?”
“Tapi apa kamu mau terima keadaanku yang sekarang?”
“Pasti, pasti Citra, aku nerima kamu apa adanya!”
“Tapi aku takut nanti kamu nyesel.”
“Ga, Tra! Ga akan aku menyesali semua keputusanku ini”
“Janji ga akan ninggalin aku?”
“Janji ya Ardy, aku ga mau kehilangan kamu”
“Iya, pasti. Jadi kamu mau?”
“Ya, aku mau.”
“Makasih ya Tra, aku sayang kamu.”
“Wah makasih.”
“Ini aku juga punya kalung buat kita berdua ada namanya “Ardy dan “Citra”. Aku
pengin kamu pegang namaku dan aku pegang namamu. Apa kamu mau?”
“Iya Ardy, aku mau.”
“Makasih banget Tra, buat hari ini.”

Berapa bulan kemudian, Aku dan Citra udah lulus sekolah. Dan dia sekarang harus
pergi ke Semarang buat ngelanjutin kuliahnya.
Aku mengantarnya ke Stasiun.

“Aku pasti bakal kangen banget sama kamu Tra.”


“Iya Ardy, aku juga pasti kangen banget sama kamu.”
“Jaga dirimu baik-baik disana dan ingat, komunikasi kita ga boleh putus.” Kataku.
“Pasti Ardy. Aku berangkat dulu. Dah .... “
Citra melambaikan tangan dan mulai memasuki gerbang kereta api.
“Citra udah pergi ke Semarang, sekarang aku sendirian. Tak apa lah, yang jelas aku
disini akan tetep menunggu dia. Citra yang ku sayang.” Kataku dalam hati.
Tiga bulan, enam bulan, setahun telah berlalu. Hubunganku dengan citra juga masih
baik-baik saja dan kita sudah semakin akrab dan serius menjalani hubungan ini.
Hari Sabtu, aku kaget karena tiba-tiba Citra bertamu kerumahku. Keadannya pucat,
bahkan Citra terlihat kurus. Dan dia kelihatan sedang sakit. Banyak pertanyaan
muter-muter di kepalaku.
“Citra, ko tiba-tiba kamu datang kesini, ga kasih kabar lagi kenapa? Kamu juga
kelihatan sakit. Kamu sakit Tra? “ tanyaku.
“Ga ko Ardy, aku kangen banget sama kamu, jadi aku kesini. Aku ga ngasih kabar
kabar karna pengein bikin kejutan aja buat kamu.”
“Ardy, maafin aku.” Kata Citra yang membuatku bingung.
“Maafin kau karena aku ga bisa ngebahagiain kamu besok kedepan.”
“Aduh Citra, kamu kok jadi ngomong aneh gini. Kenapa si?” tanyaku bingung.
“Citra kena kanker darah Ardy, Citra kena Leukimia stadium 4.”
Gubrak!!! Pernyataan Citra tersebut serasa menghentikan denyut nadiku, hatiku sakit
saat mendengarnya. Rasanya aku jatuh dari tempat yang paling tinggi.
“Citra, kamu lagi bo’ong kan. Kamu ga kenapa-kenapa, kamu sehat Tra.” Kataku
resah.
“Ga Ardy, ini nyata, Dokter bilang penyakit Leukimiaku ini udah bener-bener parah.
Dan aku udah ga bisa lama lagi ada di dunia ini. Ini bener Ardy .”
“Aku ga percaya Citra, yang aku tahu kamu ga pernah punya penyakit itu tapi kenapa
itu dateng tiba-tiba?” tanyaku.
“Aku Leukimia dari awal kelas 3 SMA, makanya aku ragu saat kamu nembak aku,
karena aku tahu, aku ga bisa ada buat kamu.”
“Kenapa kamu ga bilang sama aku Tra, kenapa sekarang?”
“Aku ga mau bikin kamu sedih, khawatir karena aku Ardy, aku sayang sama kamu?”
“Arrgh! Kenapa ini semua, kenapa?” Kataku menahan amarah.
“Aku minta satu hal sama kamu Ardy.”
“Apa Citra?”
“Temenin aku di Semarang, sebelum aku bener-bener ga ada lagi. Aku mohon.“
Pintanya.
“Pasti Citra, aku ingin membuatmu bahagian sebelum aku pergi.”
Keesokan harinya, aku dan Citra pergi ke Semarang. Setiap hari, setiap waktu aku
habiskan waktu bersamanya, bersama keluarganya yang juga menemaninya, sampai
akhirnya citra harus pergi ke Rumah Sakit. Seketika itu juga aku panik.
Membayangkan jikalau Citra benar – benar tidak ada lagi di dunia ini. Hatiku gelisah
menunggu Citra di depan ruang IGD. Disini juga ada keluarganya, ayah ibunya,
semua orang-orang yang sayang padanya.
Akhirnya, masa kiritis sudah dilewati Citra. Aku bahagia karena aku dapat melihat
senyum dibibirnya. Aku menemani Citra yang sedang berbaring tak berdaya itu.
“Ardy, aku sayang sama kamu.” Kata Citra
“Iya Citra, aku juga sayang banget sama kamu. Sayang banget Tra.“ Kataku.
Tanpa disadari bibirku menyentuh bibirnya yang beku, pucat dan dingin.
Tiga hari kemudian, aku merasa ada yang menusuk ke dalam hatiku.
Hatiku terasa sakit, terpukul karena Citra tidak bisa diselamatkan. Masih terasa
bibirnya yang dingin dan pucat itu yang sempat ku kecup.
Dan kini aku bener-bener kehilangan Citra sahabat kecilku, yang aku sayang
sekaligus pacar yang aku cintai. Entah alasan apalagi yang harus aku sampaikan
tentang sakit yang kurasa setelah kehilangan orang yang aku cinta.
Akan aku kenang dan simpan dihatiku yang paling dalam. Tentang aku, Citra, dan
kenangan kita. Aku sayang Citra.

Anda mungkin juga menyukai