Anda di halaman 1dari 9

Penembak Misterius

By : Measy Rahmawati

Namaku reno. Anak-anak seusiaku biasanya bahagia dengan kasih sayang kedua orang
tua mereka. Namun aku berbeda. Sejak aku kecil aku tidak pernah tahu siapa ayahku. Dia telah
menghilang entah kemana sebelum aku lahir. Aku sangat ingin tahu bagaimana rupa ayahku. Ibu
bilang ia sangat mirip denganku. Entahlah akupun tidak begitu yakin. Sekarang aku duduk di
kelas 3 SMA Sunda empire. Di sekolah kerap kali aku mendapat cacian dari teman-temanku
karena hanya aku yang tak tau siapa ayahku. Mereka sering mengetaiku “anak haram”. Aku
hanya bisa diam karena kenyataannya emang aku tidak pernah tau siapa ayahku. Oh iya, aku
lahir tahun 1980, dan sekarang umurku 18 tahun. Pada tahun itu pula kali terakhir ibuku melihat
ayahku. Setelah itu ia hilang lenyap bagai ditelan bumi. Ibuku kubilang mungkin ayahku sudah
meninggal. Tapi aku tidak begitu yakin dengan ucapan ibuku. Aku punya keyakinan bahwa
ayahku masi hidup. Karena ibuku tak pernah tau dimana dan kaan ayahku meninggal. Jika
ditanya aku rindu ayahku atau tidak, hmm... entahlah aku juga bingung. Apakah aku harus rindu
atau tidak. Tapi dari hatiku yang paling daalm aku penasaran siapa ayahku. Harus kuakui aku
rindu.
Di sekolah aku sangat menggemari pelajaran PMP (sekarang PKN). Karena pelajaran itu
mengajarkan bagaimana hidup sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Menurutku banyak orang
melupakan cara hidup dengan nilai-nilai Pancasila. Selain itu aku juga politik, aku berencana
melanjutkan pendidikan politik di perguruan tinggi nanti. Aku merupakan salah satu murid
berprestasi di sekolah. Telah banyak lomba debat yang kumenangkan karena debat adalah salah
satu hobiku. Banyak hal yang ingin aku perdebatkan, apalagi dengan pemerintahan sekarang ini,
yang menurutku telah banyak menyalahi nilai-nilai Pancasila. Orang-orang dilarang
mengemukakan pendapat yang menentang pemerintah. Belum lagi isu-isu adanya pasukan
khusus mata - mata pemerintah yang bertugas mengintai dan menangkap orang-orang yang
menentang pemerintah. Demokrasi hanya tinggal nama di negara ini. Miris. Hari ini aku ada janji
latihan debat dengan temanku citra dan beni. Mereka adalah rekan- rekanku dalam lomba debat.
Kami berkumpul di ruang diskusi untuk memulai latihan. Kudengar katanya sebentar lagi ada
lomba debat. “lagi menungin apa lo ren?” tanya citra.”serius amat muka lo”, “ah anu, ga ada”
jawabku grogi. “ aku hanya memikirkan lomba nanti”. Padahal sebenarnya aku sedang
memikirkan ayahku. Rasa penasaran dan rindu itu selalu menghampiriku. “yaudah deh, sekarang
kita muali aja latiannya” kata Beni “kayak biasa ya ren, lo jadi tim oposisi”.
Setelah pulang sekolah aku mampir ke warung ibuku. Hanya warung kecil dipinggir
jalan. Dari sana ibuku dapat membesarkanku dan memenuhi semua kebutuhanku. Dari aku kecil
ibuku telah banyak berganti pekerjaan. Dulu iya pernah menjadi buruh pabrik, lau menjadi
pembantu umah tangga, kerja di warteg, dan sekarang berjualan di warung tepi jalan. Ibuku
adalah wanita yang tangguh. Ia kuat sekali menahan hinaan dari orang-orang yang
mengatakanku “anak haram”. Dia selalu menasehatiku agar tidak melawan mereka yang
menghinaku. Kadang aku kesal juga,rasanya ingin kupukuli habis orang-orang yang menghinaku
dan ibuku. Yang enuduh kami tanpa bukti. Sepulang sekolah biasanya aku menggantikan ibuku
berjualan. Biasanya itu sore hari. Biasanya ada tukang bakso yang lewat di depan warung ibuku
sejak sebulan yang lalu. Baksonya sangat lezat, tetapi aku kurang menyukai tukang baksonya
yang sering berlama-lama duduk di warung ibuku sambil melihat ibuku dan aku. Biasanya ia
tersenyum-senyum sendiri. Aku hanya tidak suka ada orang yang amin mata dengan ibuku.
Kadang aku hanya menatap tukang bakso itu dengan sinis. Dia hanya tersenyum. Tetapi aku
sangat suka baksonya walaupun aku beni orangnya. Dasar tukang bakso aneh. Kadang aku
berpikir bahwa tukang bakso itu adalah intel yang menyamar untuk menangkapku dan ibuku.
Tapi salah kami apa. Kami hanya orang kecil yang bisa dibilang tidak tahumenahu soal
pemerintah. Yasudahlah lupakan saja prasangka bodohku.
Masa-masa SMA ku telah hampir usai. Bulan depan kami akan menghadapi ujian
nasional. Aku telah mempersiapkan ini matang-matang. Aku berharap semoga dengan nilai ujian
nasional yang tinggi aku bisa mendapatkan beasiswa. Biasanya aku belajar bersama Beni dan
Citra. Aku banyak meminjam buku mereka karena aku tidak mampu membeli buku sendiri.
Beruntungnya mereka adalah teman yang sangat baik dan peduli kepadaku. Tanpa diminta
mereka ingin meminjamkan bukunya kepadaku. “Ren liat deh, buku ini bagus” kata Citra
melihatkan bukunya kepadaku. “buku ini ada pembahasan rinci tiap soalnya. Gue udah baca
semua. Lo harus baca juga biar nilai UN lo tinggi.” “Iya deh iya Cit.” kataku nurut. “perhatian
banget lo ke gue, lo suka ya ke gue. Hahahah” “ih gak ya, pede amat lo” jawab citra jutek. “noh
lo pacaran aja sama Beni tuh”, “idih najis. Gue masih normal ya, gue masi suka sama cewe”
jawab Beni. “hahahaha.. intinya lo kudu baca buku ni Ren. Asli ni buku bagus banget biar nilai
UN lo tinggi. Katanya mau ngejar beasiswa hahaha” ledek Citra. “iya deh Cit, ntar gue baca”
jawabku “makasih ye”.
Ujian nasional telah usai. Aku mendapat nilai yang sangat memuaskan sehingga aku
berhasil mendapatakan beasiswa di UI. Tentu saja aku memilih ilmu politik ysng sudah menjadi
kegemaranku semenjak duduk dibangku SMA. Sebagai rasa terimakasihku kepada Beni dan
Citra aku ingin mentraktir mereka makan bakso yang biasa lewat depan warung ibuku. Sore itu
beni datang ke warung ibuku bersama citra menggunakan astrea ayahnya Beni. ”wess kinclong
ni motor, bolelah gue bawa keliling-keliling bentar” candaku kepada Beni. ”emang lo pande
bawa motor?” jawab Beni meledek “ya gue ga bisa sih, kalo jatuh kan gue tinggal lompat
hahaha” jawabku “terus motor bokap gue hancur gitu? Yang ada gue kenak gorok sampe rumah”
jawab Beni kesal “hahahaha. Jadi ngapa lo ngajakin kita ngumoul disini Ren?” tanya Citra. “hoo
jadi gini, gue bakal ngasi tau kalian pengumuman teramat penting dalam idup gue” kataku.
“apaan tu?” tanya Citra penasaran. “gue... berhasil dapatin beasiswa di UI yeyyy” kataku girang.
“gue masuk ilmu politik” “wess emang gila lo Ren, bangga gue sama lo.” Kata Beni “seriusan lo
ren?” tanya Citra masih tidak percaya. “ga percaya amat lo Cit” kataku “wahhh samaan dong kita
gue rencana mau masuk kesana juga. Doain gue lulus yaa” kata Citra “aamiin” kata ku
mengaminkan. “andai aku punya ayah, pasti dia bangga banget” Kataku sedih. “yang sabar ya
ren” kta Citra “oh iyaa gue mau traktir lo berdua makan bakso” kataku. “tapi mana ya tukang
baksonya. Biasanya dia lewat sini”, “yaudah lah Ren. Gapapa. Liat lo dapat beasiswa di UI aja
kami dah senang” kata Citra. “wahh makasih ya kawan-kawan” kataku. “Yaudah deh karena
tukang baksonya ga datang kalian makan deh diwarung ibu gue gratis”, “asiiikkkk” kata Beni
girang.
Hari ini hari pertamaku di kampus. Ada banyak kegiatan ospek yang aku jalani, ya wajar
namanya masa awal-awal kuliah pasti ada azab- azabnya dulu. Oh iya, kawanku Citra diterima
kuliah di UI, artinya kami berjumpa lagi di kampus, sedangkan Beni tidak, iya masuk universitas
swasta karena gagal tes. Dikampus ini banyak sekali organisasi yang ditawarkan, aku sangat
tertarik. Melalui organisasi-organisasi ini aku bisa menyampaikan suaraku. Aku suka dunia
kampus. Bisa dibilang dunia perkuliahan adalah dunia baruku yang harus kujelajahi. Selain
organisasi legal yang dibentuk kampus, ada juga organisasi illegal yang diikuti oleh beberapa
mahasiswa sarkas. Organisasi itu bernama GERMABATA (gerkan mahasiswa bawah tanah).
Organisasi ini termasuk salah satu organisasi yang ditakuti oleh pemerintah, karena organisasi
banyak membuka isu-isu buruk di pemerintahan yang dapat menimbulkan ketidak percayaan
masyarakat. Aku sangat tertarik mengikuti organisasi ini. Siang itu aku bertemu Citra di kantin.
“hai Cit, sendiri aja lo?” tanyaku. “iya nih, susah dapat kawan disini” keluh Citra. “ah nanti bakal
dapat juga” kataku. “ngomong- ngomong, lo ada ikut organisasi?”, “ada Ren, gue ikut organisasi
kewirausahaan.” Jawab citra. “lo ikut apaan?”, “ssst gue mau ikut GERMABATA.” Jawabku
berbisik. “hah, gila lo yaa. Cari mati.” Kata citra kaget. “cari yang resmi aja ngapa”. “ga nantang
ah Cit, ruang geraknya terbatas” jawabku “gila ya ni anak. Ntar ilang diculik Petrus mampus lo”
kata Citra. “gue ga takut, malah gue mau ngngkap itu semua” jawabku percaya diri. “gue udah
kesal sama pemerintah, makin kesini ekonomi makin susah. Sedangakan pemerintah enak-
enakan di atas sana. Belum lagi isu-isu orang hilang malam.”, “iya sih, usaha bapak gue lagi
susah juga” jawab citra. Tiba-tiba ada gadis cantik, dengan mata bulat, dan berponi menghampiri
kami. Aku terpukau dengan parasnya. Jantungku berdegup kencang saat dia tersenyum ke
arahku. “hai Cit. bole gue gabung ga?” sapa gadis itu “join aja sini. Santai aja” jawab Citra. “lagi
pada ngomongin apa ni? Keknya seru.” Tanya gadis itu. Aku hanya terdiam memandangi wajah
cantiknya, sementara Citra memperatikanku sambil tersenyum jahil. “woi Ren, ditanyain tu”
kejut citra. “apa-apa?” tanyaku kaget. “ah bengong aja lo, dah basi” jawab citra. “ya maap.”
Kataku. “eh kita belum kenalan ya. Kenalin gue Reno.” Sapaku. “oh iya, aku Sonia. Tadi udah
kenalan juga sama Citra di lapangan.” “hoo gitu. Kamu fakultas apa?” tanyaku “ilmu politik”
jawab Sonia. “wahh sama dong kita” jawabku “asik banget lo berdua, gue jadi nyamuk hahahah”
kata citra menyela. “gak-gak cit, namanya orang kenalan.” Kataku “iya-iya gue paham” kata
Citra. “gue cabut dulu deh”, “eh gue ikut.” Kataku “yaudah ayok” ajak citra. “luan ya son”, “iyaa
hati-hati”jawab Sonia Sambil berjalan aku masih memikir Sonia. Senyumannya membuatku sulit
melupakannya. “senyum-senyum sendiri lo Ren” ledek Citra. “lo suka ya sama sonia, cieee” “iss
apasih lo” jawabku malu. “dah laa gue mau ngumpul. Daa”.
GERMABATA bisa dibilang ini tempatnya orang- orang pemberani, yang menerapkan
ilmu politiknya langsung, pandanganku sih begitu. Orang-orang disini tidak takut dengan
pemerintah . bisa dibilang setiap ada demo mahasiswa merekalah yang menjadi penggerak demo
tersebut. Mereka mewakili suara-suara masyarakat bawah yang telah resah akibat ulah
pemerintah. Hari ini GERMABATA mengadakan pertemuan dengan anggota-anggota baru.
Kami diberitahu apa saja aturan-aturan dan tujuan dari organisasi ini. “organisasi ini bukan
tempat anak cengeng, organisasi bukan tempat orang yang pro pemerintah, organisasi adalah
ujung tombak dari aspirasi masyarakat.” Kata salah seorang senior, ia adalah kak iksan, ketua
gerakan ini. “tugas kita adalah mencari bukti-bukti kejanggalan dari pemerintah, agar pemerintah
tidak semena-mena dengan kita” lanjut kak Iksan. Di tengah-tengah barisan anggota baru kulihat
Sonia ada di sana. Aku sangat terkejut, gadis secantik dia mau ikut gerakan ini. aku semakin
tertarik padanya. Seusai pertemuan aku menghampiri Sonia. “hai Son” sapaku. “eh, hai ren. Ikut
organisasi ini juga lo ya.”, “iya, gue tertarik sama hal-hal yang menentang pemerintah” jawab ku.
“lo sendiri kok bisa ikutan ini?”, “gue punya tujuan untuk nyelidiki petrus.” Jawab citra., “hah
petrus? Penembak misterius? “ tanyaku kaget. “iyaa penembak misterius, gue kesal sama antek-
antek pemerintah” jawab Sonia “ayah gue wartawan, dia berhasil ngungkap rezim kekuasaan
presiden dan penyalahgunaan dana yang dilakukan oleh pemerintah”, “terus gimana?” tanyaku
“ayah gue menghilang tiba-tiba, gatau kemana. Dugaan gue dia diculik sama petrus” jawab
Sonia. “hoo makanya lo mau nyelidiki tentang petruS?” tanyaku lagi, “iya, gue mau pemerintah
lengser, biar orang-orang bebas berpendapat tanpa harus takut” jawab Sonia “dan gue pikir
gerakan ini adalah wadah yang tepat bagi gue untuk bebas berpendapat.”, “wahh keren lo”
pujiku.
Sepulang dari kampus, seperti biasa aku ke warung ibuku. Aku menceritakan hari-hari ku
di kampus. “bagaimana kuliah mu Ren?” tanya ibu. “asik buk, aku banyak ketemu orang-orang
yang satu pikiran denganku, aku senang.” Jawabku. “oh iya buk, aku ada kenalan cewek cantik
buk. Namanya Sonia” Ibuku hanya tersenyum mendengar perkataanku. “katanya ayahnya
seorang wartawan yang kemungkinan hilang diculik petrus” lanjutku Raut wajah ibuku langsung
berubah, keringat dingin tampak menetes di kepalanya. “ibu sakit? Ibu terlihat pucat.” Tanyaku
“ha tidak-tidak. Ibu hanya terkejut, ibu turut berduka.” Jawab ibuku grogi. Aku curiga dengan
ibuku, kenapa saat aku ceritakan tentang ayah Sonia yang hilang diculik petrus dia tampak
ketakutan. Sepertinya ibu tau aku curiga. “gimana kawan-kawanmu disana? Tanya ibu
mengalihkan. “mereka baik-baik” jawabku “aku ikut organisasi politik bawah tanah, buk” Ibuku
tampak semakin cemas, keringatnya semakin bercucuran dari wajahnya. “Sonia juga ikut?” tanya
ibuku. “iya, buk” jawabku “kamu jangan ikut yang macam-macam ya Ren” kata ibu dengan nada
agak tinggi. “jangan coba- coba selidiki petrus-petrus itu.”, “yaudah deh buk. Iya” jawabku
menurut.
GERMABATA juga mengeluarkan media cetak seperti majalah. Tentu saja isinya adalah
bukti- bukti dari isu-isu pemerintah yang dapat meyakinkan masyarakat. Untuk membuat
majalah itu, tentu saja GERMABATA memiliki tim jurnalistik. Salah seorang kawan se-prodiku
ada yang tergabung dalam tim itu, namanhya Kusno. Pagi itu aku bertemu Kusno yang sedang
memasang film pada kameranya, buku catatan tidak pernah lupa iya kantongi. “mau cari berita
kemana lo, Kus?” tanyaku, “aku mau mencari bukti-bukti tentang isu petrus yang menyamar jadi
pedagang” jawab Kusno “wahh aku tertarik sekali. Boleh aku ikut?” tanyaku, “tidak usah, sendiri
saja. Kalau ramai ntar malah ketauan” jawab Kusno “kita kan kerjanya rahasia- rahasiaan”,
“wahh iya juga” jawabku “terus kapan lo mau betrangkat?”. “rencananya habis ngampus ntar”
jawab Kusno, “yaudah yok masuk kelas”, Kami pun pergi ke kelas untuk mengikuti pelajaran.
Setelah selesai ngampus, kulihat Kusno dengan semangat meluncur mencari berita-berita
walaupun panas terik ddi siang itu sangat menyengat. Aku bergegas ke ruang GERMABATA
untuk bertemu teman-teman disana sekedar bertukar pikiran. “Kusno tadi pergi meliput petrus”
kataku “serius?” tanya dion “berani banget dia, itukan masih berita pertamanya”, “hah? Dia baru
sekali cari berita?” tanyaku kaget, “iyaa, diakan masih baru, berani sekali dia cari berita yang
segitu kontroversialnya” tambah Dion, Aku langsung cemas memikirkan Kusno yang pergi
sendirian. Aku khawatir dia malah ketangkap sama petrus atau bahkan dia dibunuh. Hingga sore
aku masih menunggu Kusno kembali, sudah jam 4 sore tapi dia juga kembali. Pikiranku
melayang tentang hal-hal nuruk yang mungkin saja dialami Kusno. Sonia datang
menghampiriku, sepertinya dia tau aku sedang khawatir. “oi, bengong aja lo, lagi mikirin
apaan?” Tanya Sonia, “hehehe ga ada” jawabku bohong “alah bohong lo, muka lo aja kek orang
sak boker Ren” kata Sonia meledek “cerita deh sama gue” “hmm gue lagi khawatir sama Kusno”
jawabku, “hah, kenapa dia emang?” tanya Sonia bingung “dia pergi cari berita, tapi tentang
Petrus” jawabku “itu berita pertama dia, sampe sekarang dia belum balik-balik juga”, “waduhhh,
ada-ada aja Kusno, gatau apa dia tu tempat bahaya” kata Sonia panik “kita doain aja deh moga
dia selamat”. Setelah itu kami pulang, pulang dengan rasa khawatir bagaimana kabar kwanku
Kusno. Sepanjang malam aku hanya memikirkannya. Jangan sampai pembicaraan tadi pagi
adalah pembicaraan terakhir kami. Besok harinya aku pergi ke kampus, tetapi aku belum melihat
Kusno. Aku berjumpa dengan Citra, “eh Cit, ngeliat Kusno, kagak?” tanyaku “ngga, palingan dia
juga telat ato lagi foto-foto, kan hobinya ngilang gitu” jawab Citra “hmm moga aja?” jawabku
“emang ngapa? Panik gitu lo” kata citra “hmm ga ada hehehe, gue kangen Kusno aja” jawabku
mengalihkan. Karena aku gak boleh ngasih tau Citra soal GERMABATA. Gue jadi ngeri liat lo,
jangan-jangan lo ga normal” kata Citra. “ya normal lah, gue masih suka cewe yaa” jawabku
membantah. “siapa? Sonia ya? Ciee” kata Citra meledek “sok tau lo” jawabku, “alah emang iya
kok, gue perhatiin lo suka ngeliatin di diam-diam” kata Citra “udah gausah bohong deh sama
gue”, “ssstt diam lo, jangan buat gue malu deh” kataku , “ciee..cieee” kata Citra dengan senyum
meledeknya.
Hari itu, Kusno tidak hadir ke kampus. Tidak ada yang tau kemana dia pergi. Hal-hal
buruk yang aku pikirkan sepertinya menimpa Kusno. Sepulang kampus aku mencari Sonia, aku
ingin mengajaknya untuk mencari Kusno. Dari kejauhan kuliat dia berjalan. “son!!” sapaku dari
jauh. Sonia pun datang menghampiriku “ayo kita cari Kusno, keknya ada yang ga beres deh”
ajakku “gue mikir gitu juga, soalny dia ga ada masuk kelas tadi” jawab Sonia “yaudah, ayo kita
cari dia” “tapi gimana cara nyarinya?” tanyaku “hmmm. Dia bilang sama lo kemana dia pergi?”
tanya Sonia “ada sih , dia bilang dia mau cari tau tentang petrus yang nyamar jadi pedagang”
jawabku “haa itu aja pedoman kita” kata Sonia “aku tau siapa yang harus kita cari” jawabku.
Aku langsung terpikir tukang bakso yang mencurigakan yang sering lewat di depan warung
ibuku. Aku dan Sonia langsung bergegas ke warung ibuku. Di warung ibu sedang berjualan,
seperti biasa. Hari itu kulihat warung tidak begitu ramai. “assalamu’alaikum buk” salamku
“wa’alaikumussalam” jawab ibu “siapa itu Ren?”, “ini temanku Sonia, buk” jawabku “iya buk,
saya Sonia, teman sekelas Reno” sambung Sonia, “wahh cantiknya” puji ibuku “makasih buk”
jawab Sonia, “pada mau kemana nih?” tanya ibu, “anu buk, mau buat tugas” jawabku ‘tapi kami
mau makan bakso dulu. Tukang bakso ga pernah lewat lagi ya buk?”, “ga pernah udah sebulan
ga lewat” jawab ibu “kata orang-orang dia pindah jualan ke kampong sebelah”, “hoo begitu buk
makasi ya buk” kataku “reno langsung pergi aja ya buk, assalamu’alaikum buk”,
“waalaikumussalam, hati-hati Ren” kata ibu “mari buk” pamit Sonia. Kami langsung bergegas ke
kampung sebelah. Dan akhirnya setelah berputar-putar kami menemukan tukang bakso yang
kami cari. “bang! Sini” sapaku dari kejauhan “iya-iya” jawabnya “eh reno, dah lama ga
nampak”, “iya nih bang, abang ga ada lewat warung lagi soalnya” kataku “iya, saya pindah
jualan kesini” jawab tukang bakso. Sementara aku berbicara dengan tukang bakso, diam-diam
Sonia mencari-cari sesuatu yang mencurigakan dari gerobak bakso tersebut. “yaudah banh, kami
pesan 2 mangkok” kataku Kami pun makan bakso. Saat tengah makan Sonia berbisik kepadaku,
“ren aku dapat penyadap suara kecil, digerobak bakso itu” kata Sonia, “wahhh bagus-bagus”
kataku. Tukang bakso itu sepertinya tidak ada curigakan sedikitpun. Setelah kami makan kami
langsung pergi ke ruang GERMABATA. Disana kami langsung memutar isi dari penyadap tadi
di tape recorder. “cccctt kijang 1! kijang 1! Lapor kijang 1” terdengar suara dari tape recorder.
Dan dugaanku selama ini benar, tukang bakso itu adalah seorang mata-mata petrus. Dari
rekaman itu, sepertinya dia sedang mencari orang-orang yang melakukan gerakan bawah tanah
melawan pemerintah. Penemuan penyadap suara pun kami jadikan berita di majalah kami. Dan
seketika berita berita itu ramai beredar di masyarakat. Aku telah berusaha keras mencari Kusno,
tapi aku tidak juga menemukannya. Mungkin saja dibawa ke markas Petrus. Tetapi aku bingung
bagaimana cara mencarinya.
Hari itu, aku masih berupaya mencari Kusno yang telah hilang seminggu. Aku tidak bisa
menemukan jejaknya sedikitpun. Aku kembali ke kampung sebelah tempat aku bertemu dengan
tukang bakso kemarin siapa tau ada petunjuk disana. Ketika aku sampai disana, aku duduk di
sebuah warung untuk membeli minuman. Ketika hendak membayar, anak kecil yang mencopet
dompetku. Aku berlari mengejarnya. Hingga ke sebuah gang buntu. “kembalikan dompetku,
bocah!!” bentakku Anak itu diam saja, dan tiba-tiba ada yang memukul kepalaku dengan benda
keras. Ntah apa itu aku tidak tau. Aku langsung terkapar dan tidak sadarkan diri. Ketika aku
sadar, aku berada di ruang gelap. Tangan ku dirantai, aku tidak bisa kemana-mana. Kepalaku
rasanya pusing sekali. Diruang itu aku melihat ada seorang pria, pria itu seperti tidak asing. Dia
duduk di atas kursi di dalam ruangan itu. Dan dia menghidupkan lampu. Ternyata itu adalah
tukang bakso yang kemarin. “hai ren!” katanya “enak tidurnya?”, “kurang ajar!” bentakku “dasar
antek-antek pemerintah”, “hahahaha kamu bocah tau apa” jawabnya, “dimana temanku?”
tanyaku membentak “temanmu? Yang mana satu? Ooo bocah yang bawa kamera itu” katanya.
“kamu ga perlu tau” “dimana? Bilang cepat!” emosi ku semakin memuncak. “kawanmu itu
sudah mati” jawab tukang bakso itu”, “bangsat kau!” kataku sambil menangis. “hahahaha
selanjutnya kau yang akan mati” tawa tukang bakso itu “makanya jadi bocah jangan sok ikut
campur urusan orang tua deh”, Aku tidak menghiraukan kata-kata tukang bakso itu. Lalu masuk
seorang pria yang lebih tua dari tukang bakso itu, tapi badannya masih kekar, punya mata coklat.
Menggunakan kaos ketat dan celana cargo. Tukang bakso itu langsung hormat kepadanya.
Sepertinya dia adalah atasan dari tukang bakso itu. Dibelakangnya ada dua orang membawa
senapan. Aku pasrah, ntah harus mati hari itu juga. “itu anak yang mencuri penyadap suaramu?”
menutup kepala ku dengan karung dan masih mengikatkutanya pria itu. “siap! Iya pak” jawab si
tukang bakso. Kemudian pria itu menatap wajahku cukup lama, lalu dia terdiam sejenak. “hai
anak muda, aku akan melepaskanmu. Tapi, jangan beri tahu apapuntentang yang kau alami.”
Kata pria itu “jika kau membocorkannya maka kau dalam bahaya, dan jangan pernah cari tau lagi
tentang kami” Aku heran dan hanya terdiam. Mengapa pria itu tidak jadi membunuhku.
Mengapa aku malah dilepaskan begitu saja. Bodo amatlah, yang penting sekarang lepas dulu.
Mereka menutup kepala ku dengan karung dan mengikat tanganku. Lalu aku dibawa dengan
mobil, entah kemana aku pun gak tau. Mobil itu berhenti, dan mereka melepaskan ikatanku. Lalu
meninggalkanku di dekat hutan. Aku tau hutan itu, tidak jauh dari rumahku. Aku langsung
bergegas pulang, ibuku pasti cemas memikirkanku.
Setibanya di rumah, ibuku langsung menangis. Dia sangat panik. Ya karena cuma aku
yang dia punya satu-satunya. “dari mana saja kamu nak?” tanya ibuku “2 hari kamu gak balek”,
“maap buk, kemarin nginap di kost-an kawan”, jawabku bohong “kebiasaan kamu gak ngabarin.
Ibu cemas.” Kata ibuku. “ini kenapa baju kamu robek?”, “kesangkut kawat bu” kataku bohong
lagi. “kamu ga bohong kan?” tanya ibu curiga, “ngga bu” jawabku. Sebenarnya aku ga tega
bohongin ibu. Tapi, aku cuma ga mau dia panik. Apalagi tau aku diculik petrus, pasti dia panik.
Besok aku masuk kuliah seperti biasa. Teman-temanku banyak yang bertanya kenapa aku ga
masuk kemarin. ”oi, ren. Kemana aja lo kemarin?” tanya citra, “ada urusan hehehe” jawabku,
“sok sibuk lo” kata citra. Sonia juga bertanya hal yang sama, ternyata dia panik selama aku
hilang hahhaha. Lah kok malah jadi cerita bucin, astaghfirullah. “kemana aja lo kemarin, Ren?
Gue panik tau. Jangan bilang lo nyari petrus sendirian” Tanya Sonia. “sst nanti gue cerita”
jawabku. Sehabis ngampus aku ngobrol dengan Sonia tentang yang ku alami kemarin. Aku tidak
peduli dengan yang dikatakan pria petrus itu. “jadi, kemarin gue diculik petrus” kataku membuka
cerita “hah serius lo? Jangan becanda deh Ren. Ga lucu tau” sonia kaget, “serius gue. tapi Kusno
udah ga ada” kataku “hah? Serius lo? Innalillahi” kata Sonia, “tapi anehnya gue ga dibunuh, gue
dilepasin gitu aja sama mereka”, “aneh, tapi syukurlah lo ga dibunuh” kata Sonia. “gue ada ide
supaya gimana caranya kita bongkar petrus ni” kataku, “gimana ren?” tanya Sonia penasaran
“kita buat berita tentang yang gue alami, dengan gitu keberadaan petrus makin tersebar” kataku,
“bagus juga tu. Kita kasih tau yang lain” kata Sonia. Berita pun tersebar dengan cepat, selama
sebulan tidak isu-isu orang hilang malam. Mungkin karena mereka takut kedok mereka
terbongkar. Masyarakat begitu marah dengan adanya petrus, ditambah lagi keadaan ekonomi
yang semakin lama semakin kacau. Demo-demo banyak terjadi, tetapi pemerintah seolah tutup
telinga.
Berita yang kami buat ini ternyata cepat beredar luas di masyarakat dan kampus-kampus
lain. Banyak dari kampus lain yang mengusulkan untuk melakukan demo. Rencana untuk
mengadakan demo telah dibuat, beberapa kampus telah mengadakan pertemuan untuk membahas
demo ini. Masyarakat yang telah jenuh melihat ulah rezim pemerintah sangat mendukung adanya
demo. Mereka menginginkan presiden turun. Aku tentu sangat bersemangat, ini adalah yang
kunanti-nantikan sejak dulu, seolah-olah ini adalah perjuangan untuk meraih kemerdekaan di era
baru. Bagaimana soal petrus? Kami tidak takut lagi. Kami siap mati demi kemajuan negara. Hari
itu kami telah berkumpul dikampus, semua atribut telah kami gunakan untuk demo. Kami mulai
berjalan dari kampus menuju gedung DPR. Disana nantinya kami akan bertemu dengan anak-
anak kampus lain. Aku dan sonia berada ditengah-tengah barisan. “bagaimana perasaan lo son?”
tanyaku. “aku senang, keknya ini bakal nerhasil. Semoga dendam ku terbalaskan” kata Sonia
Setelah tiba di gedung DPR, kami dihadang oleh polisi. Semprotan gas air mata tak terhindarkan.
Kami dipaksa mundur oleh polisi. Demo menjadi anarkais. Para petrus telah mulai beraksi. Satu
per satu peserta demo ada yang menghilang tiba-tiba, ditembak, dan ada juga yang dipukuli
polisi. Hari pertama kami gagal. Kami kembali dengan hati kecewa karena tujuan kami belum
tercapai dan bahkan tidak digubris pemerintah. Kami merencanakan demo yang kedua, tentu saja
ini akan jauh lebih berbahaya daripada demo sebelumnya. Pemerintah pasti telah menyiapkan
strategi- strategi untuk menggagalakan demo ini. Tapi kami tidak takut.
“Son, nanti pas demo, lo dibelakang gue aja ya jangan kemana-mana” itulah
permintaanku kepada Sonia sebelum demo. Karena kurasa demo kali ini jauh lebih berbahaya
dari yang kemarin. Seperti kemarin kami mulai demo. Aku memperhatikan atap-atap gedung
untuk memastikan tidak ada petrus yang mengintai. Sejauh ini perjalanan masih aman-aman saja.
Demo berlangsung lama, kerusuhan beberapa kali terjadi. Tapi kali ini kami tidak mau mundur.
Kami rela tidur diemperan untuk melanjutkan demo besok. Dan keesokan harinya demo
dilanjutkan. Pemerintah tidak juga mendengarkan suara kami, Mahasiswa yang ikut berdemo
menjadi semakin murka. Kerusuhan pun tak terhindarkan. Penjarahan terjadi di toko-toko etnis
cina. Karena pada masa itu orang cina dinili sangat makmur karena pemerintah. Massa yang
tidak bisa dikendalikan membuat pemerintah tidak tinggal diam. Para petrus pun dikerahkan.
Aku tetap memperhatikan bagian atas-atas gedung dan kulihat sudah ada orang yang hendak
membidik. “AWASS WOII ADA PETRUSS” teriak ku memberi tau yang lain, terlihat salah
seorang dari kami sudah jatuh tertembak. Ternyata itu kak Iksan, ketua gerakan kami. Massa
menjadi panik. Aku dan teman- teman lain membawa kak iksan ketempat yang aman dan
menghubungi ambulan. Kepanikan berhenti dan kami melanjutkan demo. Aku terus
memperhatiakn petrus-petrus. Dan aku melihat satu yang akan membidik ke arahku. Aku berlari
diikuti oleh Sonia dibelakangku. Terlihat dari atas sana ada seorang pria yang datang tiba-tiba
dari belakang penembak tadi. Aku seperti tau mukanya. Ternyata itu pria yang melepaskanku
sewaktu dimarkas petrus. Tapi mengapa dia malah menggagalkan penembakan itu. Karena aku
memperhatikan pria itu bertarung dengan penembak tadi, aku tidak memperhatikan ada petrus-
petrus lainnya. Dan tiba-tiba aku tertembak. Aku lemas tidak berdaya dan lalu aku pingsan.
Tiga hari aku baru sadarkan diri setelah menjalanioperasi. Ibuku menagis sepanjang hari
hingga aku sadarkan diri. Sonia juga ikut menungguku di rumah sakit, “ibu..” panggilku dengan
lemah “kamu dah sadar, nak” kata ibuku terharu. Aku yang masih lemah lemah hanya tersenyum
melihat ibu dan sonia. Setelah beberapa saat rasa lemahku sedikit hilang dan aku bercerita
dengan Sonia. “lo pas gue pingsan pasti lo nangis kan?” tanyaku bercanda, “idih geer banget lo”
jawab Sonia jutek “tapi iya sih”, “ha dah gue duga lo bakal nangis hahaha” jawab ku meledek,
“iss lo ni ngeselin” kata Sonia kesal “eh demonya gimana?” tanyaku “kita menang Ren, Presiden
akhirnya turun dari jabatannya” kata Sonia gembira. Aku senang sekali, akhirnya rezim itu
berakhir. Penderitaan rakyat selama ini berakhir. Tidak ada lagi petrus-petrus yang meresahkan
rakyat. Semua bebas menyuarakan pendapatnya. Tetapi aku masih penasaran dengan pria petrus
yang menyerang sesama petrus yang hendak menembakku. Bagaimana keadaanya sekarang? “eh
Son, kemarin sebelum gue ketembak gue kan lari-lari tu. Terus gue ngeliat pria yag lepasin gue
waktu ditangkap dia malah nyerang sesame petrus. Aneh” kataku Lalu ibuku datang, dengan
secarik kertas di tangannya. Kertas itu berisi “untuk anakku Reno, maafkan ayah yang udah
ninggalin kamu dari kecil, sehingga kamu ga tau siapa ayah kamu selama ini. ayah seorang
petrus. Selama ini ayah mengrahasiakan identitas ayah dari kamu, ayah takut kamu benci sama
ayah karena pekerjaan ayah. Ayah bangga sekali lihat kamu tumbuh dewasa, jadi anak yang aktif
dan rela berkorban demi orang banyak. Sayang ayah tidak bisa menemani kau tumbuh dewasa.
Ayah rindu sekali sama kamu. Ingin ketemu tapi ayah gak bisa. Cuma melalui surat singkat ini
ayah bisa bicara sama kamu. Jadi anak yang baik, jaga ibu kamu. Dan tetap bela kebenaran.
Mungkin setelah ini kita ga akan pernah ketemu selamanya. Ayah sayang kamu.” Setelah
membaca surat itu aku kaget, seakan tidak percaya dengan isi surat itu. Aku berharap surat itu
gak nyata. Aku menangis. “Ren, pria yang nyelamatin kamu dari petrus tu adalah ayah kamu”
kata ibuku, “kenapa dia gak balik? Kenapa dia ga berhenti aja?” tanyaku kesal “dia ingin sekali
balik, tapi dia ga bisa. Karena dia megang rahasia negara. Kalau dia balik itu akan
membahayakan kita juga” kata ibu, “terus sekarang dimana dia?” tanyaku, “hmmm” ibuku
terdiam, “dimana buk?” tanyaku lagi, Ibuku tiba-tiba menangis. Aku bingung, “ayahmu telah
diekskusi mati Ren” kata ibuku, “setelah dia nyelamatin kamu, dia ditangkap lalu dia di
eksekusi”. Aku terkejut, air mataku menetes. Aku tidak tau bagaimana sekarang. Aku sudah
berpikir buruk tentang ayahku. Aku menangis sejadi-jadinya. Cuma ga ada gunanya. Semua
udah terjadi. Ibuku hanya bisa menangkanku. Aku harus bisa nerima kenyataan bahwa aku
adalah anak seorang petrus. Tetapi aku tetap bangga pada ayahku. Bagiku dia pahlawanku.
Meski selama ini aku gak pernah tau siapa dia, aku sayang sekali kepadanya.
Kekejaman pemerintah telah berakhir, sang pemimpin otoririter telah kehlangan
kuasanya. Kini adalah saatnya menjalankan reformasi. Kini tugasku adalah menjaga negara
reformasi berjalan dengan semestinya. Semua orang bebas mengemukakan pendapatnya, semua
orang bebas untuk bersuara tanpa harus takut lagi dengan ancaman. Petrus-petrus sudah tidak ada
lagi. Semua cerita kelam itu harus dijadikan pelajaran untuk perjalanan negara ini selanjutnya.
Semoga negara ini semakin maju.

Anda mungkin juga menyukai