DYSMENORE PRIMER
OLEH:
Kelompok 5 (S1-6C)
DOSEN PENGAMPU:
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Swamedikasi dan juga untuk
menambah pengetahuan pembaca mengenai pelayanan Nyeri, Nyeri Local Dan
Dysmenore Primer
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis mendapatkan banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Terutama dari dosen pengampu dari
mata kuliah Swamedikasi, Ibu apt. Septi Muharni, M.Farm. Maka pada kesempatan
ini, kami selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami selaku penulis menerima kritik dan saran terkait
makalah ini agar kedepannya bisa lebih baik lagi. Kami harap makalah ini dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
3.1 Kesimpulan.............................................................................................29
3.2 Saran.......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sebagai salah satu masalah yang cukup besar karena mempengaruhi sektor
industri sehingga berpengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi negara terutama
di negara barat (Dagenais, 2008). Kasus LBP pada usia 18-56 tahun terdapat lebih
dari 500.000 di Amerika, persentase LBP mengalami kenaikan sebanyak 59%
dalam kurun waktu 5 tahun. Sekitar 80%– 90% kasus LBP dapat sembuh dengan
spontan dalam waktu sekitar 2 minggu (Wheeler, 2013).
Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang
dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan.
Nyeri adalah gejala paling umum yang paling tampak pada populasi
umum dan dunia kedokteran. Di Amerika Serikat, keluhan nyeri merupakan
penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala setiap tahunnya.
Hasil survei Word Health Organization / WHO memperlihatkan bahwa dari
26.000 rawat primer di lima benua, 22% melaporkan adanya nyeri persisten lebih
dari setahun (Kuntono, 2011).
Nyeri punggung bawah (Lower Back Pain) kebanyakan menyerang
daerah pinggang antara tulang rusuk bagian bawah dan daerah glutealis / pantat
dan sering menjalar ke daerah paha belang. Nyeri pinggang dapat terjadi karena
adanya masalah dari struktur neuromuskuloskeletal di daerah pinggang bawah,
termasuk otot dan saraf serta tulang tulang belakang dan diskus intervertebralis
(Mujianto, 2013).
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada
tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut
WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Remaja adalah anak usia 10-24 tahun yang
merupakan usia antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dan sebagai titik awal
proses reproduksi, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini (Romauli, 2009).
Masa remaja adalah suatu tahapan antara masa kanak-kanak dengan masa
dewasa. Masa remaja atau juga disebut masa pubertas merupakan masa
penghubung antara masa anak-anak dan dewasa. Dalam siklus kehidupan pubertas
merupakan tahapan yang penting dalam perkembangan seskualitasnya
(Proverawati, 2009). Pubertas adalah proses kematangan dan pertumbuhan yang
terjadi ketika organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan karakteristik seks
2
sekunder mulai muncul (Wong, et al. 2008). Pubertas merupakan titik pencapaian
dari kematangan seksual pada anak perempuan yaitu dengan terjadinya menarche
(Susanti, 2012). Ciri pubertas pada remaja laki-laki, hormon testosteron akan
mengakibatkan tumbuhnya rambut rambut halus di sekitar ketiak, kemaluan,
tumbuh janggut dan kumisi terjadi perubahan suara; tumbuh jerawat dan mulai
diproduksinya sperma yang pada waktu waktu tertentu keluar sebagai mimpi
basah (Proverawati, 2009).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
apoteker dititik beratkan pada self care, yang dimaksudkan untuk
bertanggungjawab lebih besar pada konsumen dan meningkatkan tanggung-jawab
mereka. Sebagai anggota team pelayanan kesehatan, apoteker harus:
1) Berpartisipasi pada screening kesehatan untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan dan masalah yang beresiko pada komunitas.
2) Berpartisipasi pada kampanye promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran akan permasalahan kesehatan dan pencegahan penyakit.
3) Menyediakan nasihat perorangan untuk membantu mereka membuat pilihan
kesehatan (Anonim, 2008)
Nyeri bersifat subjektif dan individual. Selain itu nyeri juga bersifat tidak
menyenangkan, sesuatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak
berkesudahan. Stimulus nyeri dapat bersifat fisik dan atau mental, dan kerusakan
dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang. Nyeri
melelahkan dan menuntut energi seseorang sehingga dapat mengganggu
hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan. Nyeri tidak dapat
diukur secara objektif, seperti menggunakan sinar-X atau pemeriksaan darah.
Nyeri lokal adalah nyeri yang dirasakan setempat pada bagian dekat
permukaan tubuh seperti kulit, encok pada tulang, sendi, otot (fibrositis, non
articular rheumatism) yang sering ditandai dengan rasa yang timbul secara tiba-
tiba dan kaku pada otot daerah tengkuk, bahu, pinggang dan bokong), memar
karena trauma benda tumpul dan terkilir.
5
IASP (international association of the study of pain) mendefinisikan nyeri
sebagai “an unpleasant sensory and emotional experience associated with actual
or potentioal tissue damage or described in term of such damage”. Nyeri adalah
rasa indrawi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi rusak atau tergambarkan seperti
adanya kerusakan jaringan.
a. Nyeri akut
nyeri yang terjadi akibat adanya kerusakan jaringan, lamanya terbatas,
hilang seirama dengan penyembuhannya.
b. Nyeri kronik
nyeri yang berlangsung dalam waktu lama (lebih 3 bulan), menetap
walaupun penyebab awalnya sudah sembuh dan seringkali tidak
ditemukan penyebab pastinya.
c. Rangsang noksius
6
rangsang yang menyebabkan kerusakan atau berpotensi merusak integritas
jaringan (defisini ini tidak berlaku untuk semua bentuk nyeri viseral)
d. Nosisepsi
proses dimulai dari aktifasi nosiseptor hingga persepsi adanya rangsang
noksius
e. Perilaku nyeri
perilaku yang membuat pengamat menyimpulkan bahwa seseorang sedang
mengalami nyeri
7
kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan
jantung
d. Central pain Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh
lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf pusat seperti spinal cord,
batang otak, thalamus, dan lain-lain.
3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian
(Wartonah, 2005 dalam Handayani 2015) sebagai berikut :
a. Nyeri ringan
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan
biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri sedang
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri
sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri dan mendiskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
c. Nyeri berat
8
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat
secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang.
9
akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis
vital. Contoh: nyeri pada operasi, dan nyeri akibat tusukan jarum
b. Nyeri Inflamatorik
Nyeri inflamatorik adalah nyeri dengan stimulasi kuat atau
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan.
Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan
tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh:
nyeri pada rheumatoid artritis.
c. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf
perifer (seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca
cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis
multipel).
d. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnormalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri fungsional
disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama
hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum yang
memiliki gambaran nyeri tipe ini antara lain fibromialgia, irritable
bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan
nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri
fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau
hiperresponsif (Woolf, 2004).
10
farmakologis belum memberikan hasil yang memuaskan (Rowbotham et al.,
2000; Woolf, 2004).
Hal yang selalu harus diingat dalam melakukan penilaian nyeri diantaranya adalah
melakukan penilaian terhadap :
1. Intensitas nyeri
2. Lokasi nyeri
3. Kualitas nyeri, penyebaran dan karakter nyeri
4. Faktor-faktor yang meningkatkan dan mengurangi nyeri
5. Efek nyeri pada kehidupan sehari-hari
6. Regimen pengobatan yang sedang dan sudah diterima
7. Riwayat manajemen nyeri termasuk farmakoterapi, intervensi dan respon
terapi
8. Adanya hambatan umum dalam pelaporan nyeri dan penggunaan analgesik
11
b. Face Rating Scale
d. ID Pain Score
ID pain merupakan instrument skrining yang digunakan untuk
membedakan antara nyeri neuropatik dan nosiseptik. ID pain terdiri dari
5 pertanyaan terkait nyeri neuropatik yaitu rasa kesemutan, panas
terbakar, kebas/baal, kesetrum dan nyeri bertambah bila tersentuh dan 1
pertanyaan terkait nyeri nosiseptik yaitu nyeri yang terbatas pada
persendian/otot/gigi/lainnya. Bila skor >2 kemungkinan terdapat nyeri
neuropatik.
1. Apakah nyeri terasa seperti kesemutan ?
Ya (+1 poin)
Tidak (0 poin)
12
2. Apakah nyeri terasa panas/membakar ?
Ya (+1 poin)
Tidak (0 poin)
3. Apakah terasa baas/kebal ?
Ya (+1 poin)
Tidak (0 poin)
4. Apakah nyeri bertambah hebat saat tersentuh ?
Ya (+1 poin)
Tidak (0 poin)
5. Apakah nyeri hanya terasa di persendian/otot/geligi/lainnya ?
Ya (- 1 poin)
Tidak (0 poin)
Total Skor:
Skor total minimum : -1
Skor total maksimum : 5
Jika skor anda >2, kemungkinan menderita nyeri neuropatik (Konsensus
Nasional 1: Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik 2011)
13
2.2.3.Bagan Algoritma Swamedikasi nyeri
14
lain. Obat nyeri adalah obat yang mengurangi nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
Penyebab Rasa nyeri disebabkan oleh rangsangan pada ujung syaraf
karena kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan antara lain :
Trauma, misalnya karena benda tajam, benda tumpul, bahan kimia,
dan lain-lain.
Proses infeksi atau peradangan
Hal Yang Dapat Dilakukan
Tetap aktif fokuskan pada pekerjaan anda
Kompres hangat pada nyeri otot
Gunakan obat penghilang nyeri
Bila nyeri berlanjut hubungi dokter
15
Alumunium hidroksida, CaCO3) atau digunakan garam kalsiumnya
(carbasalat). Asetosal juga dapat menimbulkan efek spesifik seperti reaksi
alergi kulit dan tinnitus pada dosis lebih tinggi, kejang-kejang bronchi
hebat.
Kontra indikasi : jangan digunakan pada anak-anak dibawah 12 tahun
karena dapat menyebabkan Reye’Syndrome dan pada wanita hamil pada
triwulan ketiga dan sebelum persalinan karena dapat menyebabkan
memperpanjang waktu kelahiran dan meningkatkan resiko pendarahan.
Interaksi: asetosal memperkuat daya kerja anti koagulan, anti diabetic
oral, dan metroteksat. Dapat menurunkan efek dari obat encok probenesid
dan sulfinpirazon, diuretika furosemide serta spironolakton. Kerjanya
diperkuat oleh kodein dan d-propoksifen. Hindari penggunaan bersama
alcohol karena dapat meningkatkan pendarahan (Tjay Hoan,2006 : hal
316).
a. Asetosal (Aspirin)
1. Kegunaan obat: Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam,
antiradang
2. Hal yang harus diperhatikan:
Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau
bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan
lambung.
Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita
gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu menyusui dan
dehidrasi
Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena
dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung.
Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita yang
menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat, urikosurik,
heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen,
penisilin dan vitamin C.
16
c. Kontra Indikasi Tidak boleh digunakan pada:
Penderita alergi termasuk asma
Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit
Penderita hemofilia dan trombositopenia
d. Efek samping
Nyeri lambung, mual, muntah
Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan
perdarahan lambung
f. Aturan pemakaian
Dewasa :
500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)
Anak :
– 3 tahun : ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam
– 5 tahun : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam
6 – 8 tahun : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam
9 – 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
11 tahun : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam
2. Paracetamol (Acetaminophen)
Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer
dan tidak memiliki efek anti inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna
untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, myalgia, nyeri
pasca persalinan dan keadaan lain. Peningkatan ringan enzim hati. Pada
dosis besar dapat menimbulkan pusing, mudah terangsang, dan
disorientasi.
Efek samping : yang paling umum adalah gangguan lambung-usus,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi kulit.
Efek samping ini terutama terjadi pada gangguan lama atau dalam dosis
17
tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika secara kontinyu tidak
dianjurkan. Wanita hamil dapat menggunakan paracetamol dengan aman,
juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu (Tjay Hoan, 2006: hal
318).
Interaksi : kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulasinya,
kecuali paracetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat
dikombinasi dengan aman untuk waktu maksimal 2 minggu. Pada dosis
tinggi dapat memperkuat efek antikoagulasinya (Tjay Hoan, 2006: hal
314).
Kontra Indikasi : obat ini tidak boleh digunakan pada : penderita
gangguan fungsi hati, penderita yang alergi terhadap obat ini, dan pecandu
alkohol
Bentuk sediaan: tablet 100 mg, tablet 500 mg, dan sirup 120 mg/5ml
Aturan pemakaian :
Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)
Anak :
0 – 1 tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
1 – 5 tahun : 1 – 1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6
jam)
6-12 tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6
jam).
Hal yang harus diperhatikan ketika mengkonsumsi paracetamol:
Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan dapat
menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.
Sebaiknya diminum setelah makan
Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat
menimbulkan overdosis.
Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan
risiko gangguan fungsi hati.
Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal.
3. Asam mefenamat
18
Meskipun mempunyai efek analgetika, antiinflamasi, dan antipiretika,
namun daya antiinflamasinya tidak sekuat aspirin. Asam mefenamat
bersifat asam sehingga dapat menyebabkan gangguan lambung. Sebaiknya
jangan diminum pada saat perut kosong atau pada pasien dengan riwayat
gangguan saluran cerna atau lambung.
Efek samping : diare, trombositopenia, anemia hemolitik dan ruam
kulit. Tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada anak-anak dan
wanita hamil, sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu lebih dari
seminggu dan pada pemakaian lama perlu dilakukan pemeriksaan darah.
Kontraindikasi : yang paling umum adalah gangguan lambung-usus,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginal dan uga reaksi alergi kulit. Efek
samping ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis
tinggi. Oleh karena itu penggunaan analgetika secara kontinyu tidak
dianjurkan.
Interaksi : kebanyakan analgetika memperkuat efek antikoagulasinya,
kecuali paracetamol dan glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat
dikombinasi dengan aman untuk waktu maksimal 2 minggu. Pada dosis
tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia (Iso Farmakoterapi hal
520).
4. Antalgin (metampiron, metamizol, dipiron)
Antalgin merupakan obat lama namun masih cukup banyak dipakai di
Indonesia. Obat ini memiliki efek analgetika, antipiretika, dan
antiinflamasi yang kuat.
Efek samping yang cukup berbahaya yaitu leukopenia dan
agranulositosis yang dapat berakibat kematian (5%) sehingga di Amerika,
Inggris, dan Swedia sudah ditarik dari peredaran. Penelitian perlu
dilakukan untuk mengkaji apakah efek samping tersebut memang tidak
dijumpai pada ras bangsa Asia, termasuk Indonesia.
19
Memiliki efikasi yang relatif sepadan, tetapi memiliki efek samping
bervariasi, utamanya terhadap saluran gastrointestinal. Karena itu obatobat
ini tidak boleh digunakan oleh mereka yang sudah memiliki riwayat
gangguan intestinal. Di bawah ini adalah perbandingan resiko relatif
beberapa NSAID dalam efeknya terhadap lambung. Semakin besar
angkanya menunjukkan semakin besar resikonya terhadap lambung. Tabel
perbandingan resiko relatif beberapa NSAID dalam menyebabkan
gangguan lambung
a. Ibuprofen
1. Kegunaan obat: Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea
primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang,
nyeri sendi, pegal linu dan terkilir.
2. Hal yang harus diperhatikan
• Gunakan obat dengan dosis tepat
• Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal
jantung, asma dan bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter
atau Apoteker
• Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi,
metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid,
penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter.
• Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena
meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna.
20
• Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
• Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
• Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk
tonjolan pada hidung)
• Kehamilan tiga bulan terakhir
4. Efek Samping
• Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi
(sembelit/susah buang air besar), nyeri lambung sampai
pendarahan.
• Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
• Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat dihentikan
• Gangguan fungsi hati • Reaksi alergi dengan atau tanpa syok
anafilaksi
• Anemia kekurangan zat besi
5. Bentuk sediaan
• Tablet 200 mg
• Tablet 400 mg
6. Aturan pemakaian
• Dewasa : 1 tablet 200 mg, 2 – 4 kali sehari,. Diminum setelah
makan
• Anak : 1 – 2 tahun : ¼ tablet 200 mg, 3 – 4 kali sehari 3 – 7 tahun :
½ tablet 500 mg, 3 – 4 kali sehari 8 – 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3
– 4 kali sehari tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya
kurang dari 7 kg.
21
merupakan enzim indusibel yang terekspresi tinggi pada kejadian
inflamasi. Obat ini memiliki aktifitas antiinflamasi dan analgetik yang
cukup baik. Namun perlu dipakai dengan hati-hati pada pasien yang
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler karena meningkatkan resiko
penjedalan darah akibat kurang terhambatnya pembentukan tromboksan,
sehingga dapat memicu serangan stroke iskemia atau iskemia antung.
Contoh obatnya : celecoxib dan refecoxib. Namun refecoxib sudah ditarik
dari peredaran (Ikawati.2011 : hal 45)
Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang
dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode
relaksasi yang teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan
ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan
nyeri.
22
nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden.
Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena menyebabkan
relaksasi otot.
23
Beberapa faktor yang diduga berperan dalam timbulnya dismenore
primer, yaitu (Anonim, 2000):
1. Prostaglandin
Penyelidikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa kadar
prostaglandin (PG) penting peranannya sebagai penyebab terjadinya
dismenore. Jeffcoate berpendapat bahwa terjadinya spasme miometrium
dipacu oleh zat dalam darah haid, mirip lemak alamiah yang kemudian
diketahui sebagai prostaglandin, kadar zat ini meningkat pada keadaan
dismenore dan diketemukan dalam otot uterus. Pickles mendapatkan
bahwa kadar prostaglandin E2 dan prostaglandin F2 alfa sangat tinggi
dalam endometrium, miometrium dan darah haid wanita yang menderita
dismenore primer. Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas dan
serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara
peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium
menimbulkan tekanan intra uterus sampai 400 mm Hg dan menyebabkan
kontraksi miometrium yang hebat. Atas dasar ini disimpulkan bahwa
prostaglandin yang dihasilkan uterus berperan dalam menimbulkan
hiperaktivitas miometrium. Selanjutnya kontraksi miometrium yang
disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga
terjadi iskemi sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri
spasmodik, jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah yang berlebihan ke
dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul pula pengaruh
umum lainnya seperti diare, mual dan muntah (Anonim, 2000).
24
yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui
perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat. Ylikorkala pada
penelitiannya menemukan bahwa kadar estrandiol lebih tinggi pada wanita
yang menderita dismenore dibandingkan wanita normal. Estrandiol yang
tinggi dalam darah vena uterina dan vena ovarika disertai kadar
prostaglandin F2 alfa yang tinggi dalam endometrium (Anonim, 2000).
3. Sistem saraf
Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom yang terdiri dari sistem
saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan
bahwa dismenore ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian
sistem saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi
perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabut-
serabut sirkuler pada istimus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik
(Anonim, 2000).
4. Vasopresin
Akarluad, dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa wanita yang
menderita dismenore primer ternyata memiliki kadar vasopresin yang
sangat tinggi, dan berbeda bermakna dari wanita tanpa dismenore. Ini
menunjukkan bahwa vasopresin dapat merupakan faktor etiologi yang
penting pada dismenore primer. Pemberian vasopresin pada saat haid
menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus dan berkurangnya darah
haid. Namun demikian peranan pasti vasopresin dalam mekanisme
dismenore sampai saat ini belum jelas (Anonim, 2000).
5. Psikis
Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat,
khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat
nyeri tergantung pada latar belakang penderita. Pada dismenore, faktor
pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan
atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah
25
perkawinan dismenore hilang, dan jarang menetap setelah melahirkan.
Mungkin keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa
perubahan fisiologik dan genetalia maupun perubahan psikis.
26
Indometazin 25mg 3-4kali/hari
Fenilbutazon 100mg 4kali/hari
Ibuprofen 400-600mg 3kali/hari
Naproksen 250mg 2kali/hari
Asammefenamat 250mg 4kali/hari
Asammeklofenamat 50-100mg 3kali/hari
1. Kompres hangat
Kompres hangat adalah pengompresan yang dilakukan dengan
mempergunakan buil-buil panas yang dibungkus kain yaitu secara
kondisi dimana terjadi pemindahan panas dari buil-buil ke dalam tubuh.
Sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi
penurunan ketegangan otot sehingga nyeri haid yang dirasakan akan
berkurang atau hilang (Perry&Potter,2005). Menurut Bobak (2005),
kompres hangat berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi
nyeri,dimana panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi uterus dan melancarkan pembuluhdarah sehingga dapat
meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan dan meningkatkan
perasaan sejahtera,meningkatkan aliran menstruasi, dan meredakan
vasokongesti pelvis.
2. Olahraga
Olahraga secara teratur dapat menimbulkan aliran darah sirkulasi
darah pada otot rahim menjadi lancar sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri saat menstruasi. Pelepasan endofrin alami dapat meningkat dengan
olahraga teraur yang akan meningkatkan peleasan prostaglandin, selain
itu mampu menguatkan kadar kadar beta efedrin yaitu suatu zat kimia
otak yang berfungsi meredakan rasa sakit (Sadoso,1998).
27
3. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol
Dengan menghindari dan menghilangkan kebiasaan tersebut,
diharapkan efek negative dapat dihilangkan sehingga disminore tidak
terjadi ( Medicastore,2004)
4. Pengaturan diet
Cara mengurangi dan mencegah rasa nyeri saat menstruasi,
dianjurkan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium
dan makanan segar seperti sayur-sayuran, buah-buahan, ikan, daging dan
makanan yang mengandung vitamin B6 karena berguna untuk
metabolism esterogen (Medicastore,2004).
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat oleh individu untuk
merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit. Masyarakat melakukan
swamedikasi biasanya untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang
sering dialami seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, maag, kecacingan,
diare, penyakit kulit, dan lain- lain.
Golongan obat yang dapat digunakan untuk terapi Farmakologi dari Nyeri,
diantaranya yaitu obat nonopioid. obat Nonopioid merupakan analgesik yang
paling efektif dengan efek samping yang paling rendah. Misalnya Asam
asetilsalisilat (Asetosal, Aspirin, Cafenol, Naspro) , Paracetamol, Asam
mefenamat, Antalgin (metampiron, metamizol, dipiron) , Obat-obat NSAID lain
(Na. Diklofenak, Ibuprofen, Piroksikam, Tenoksikam, Meloksikam, Indometasin),
dan Golongan inhibitor COX-2. Beberapa terapi non farmakologi yang dapat
29
dilakukan meliputi stimulasi saraf transkutan listrik (TENS), Teknik relaksasi ,
Stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas. Dismenorea didefinisikan
sebagainyeri haid.
3.2 Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi sumber bacaan
mengenai pelayanan swamedikasi nyeri dan nyeri lokal serta dysmenore primer
dan obat-obat yang dapat digunakan swamedikasi.
.
30
DAFTAR PUSTAKA
Kuntono Heru P. 2011. Nyeri secara umum dan osteoarthritis lutut dari aspek
fisioterapi. Surakarta :Muhammadiyah University Press
Lubis, Z. 2003. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang
Dilahirkan. Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program Pasca Sarjana S3
IPB November 2003. Bogor.
Proverawati, Asfuah S., 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Potter PA & Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik Edisi 4, Jakarta: EGC.
Suwondo bambang, lucas, sudadi. 2017. Buku Ajar Nyeri. Perkumpulan nyeri
Indonesia. Yogyakarta.
31